BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permodalan operasinya (Suryana, 2013). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,

dokumen-dokumen yang mirip
KARAKTERISTIK KEWIRAUSAHAAN. PERTEMUAN KETIGA UNIVERSITAS IGM BY. MUHAMMAD WADUD, SE., M.Si.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Di era globalisasi sekarang ini, kebutuhan hidup setiap orang semakin

BAB I PENDAHULUAN. secara sepihak, dan berdampak pada meningkatknya pengangguran terdidik,

BAB II LANDASAN TEORI. Kata kewirausahaan diambil dari kata wirausaha. Sebagian orang ada

BAB I PENDAHULUAN. rumahtangga pertanian berjumlah (Anonim, 2013). Pertanian di wilayah

banyak Rp 1 miliar per tahun.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertumbuhan industri skala kecil dan menengah berkembang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebelum memahami perilaku kewirausahaan, terlebih dahulu harus

BAB II KAJIAN TEORI. tersebut akan menimbulkan kesenangan. karena obyek tersebut menyenangkan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. nilai, kemampuan, dan perilaku seseorang dalam berkreasi dan berinovasi. Objek

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perancis entrepreneur, yang sudah dikenal sejak abad ke 17. Menurut Holt

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Minat merupakan suatu persoalan yang obyeknya berwujud serta dapat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. terletak antara lintang selatan dan. serta Kabupaten Demak di Selatan. Jepara dikenal sebagai kota ukir, karena

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Oleh: Samodro, SSn.,M.Hum. 1

Paradigma umum adalah paradigma yang dimiliki oleh seorang pegawai atau pekerja. Bekerja Penghasilan Rencana Masa Depan

PROFIL DAN FUNGSI WIRAUSAHA

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi yang penting. Keberadaannya yang sebagian besar di daerah

BAB II URAIAN TEORITIS. Teori adalah kumpulan dari konsep, definisi, dan proposisi-proposisi yang sistematis

BAB I PENDAHULUAN. siklus kehidupan manusia mulai lahir hingga akhir hayat (long life

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk individu dalam kesehariannya untuk menjaga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

STRATEGI PEMBERDAYAAN USAHA RUMAHAN BERBASIS POTENSI LOKAL UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS KELUARGA

BAB I PENDAHULUAN. sekolah atau perguruan tinggi tertentu saja. Sejalan dengan perkembangan dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Modul ke: Kewirausahaan I

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa

I PENDAHULUAN. Kegagalan dalam memenuhi kebutuhan pokok akan dapat menggoyahkan. masa yang akan datang IPB, 1998 (dalam Wuryaningsih, 2001).

BAB I PENDAHULUAN. Tidak dapat dipungkiri bahwa keluarga miskin dan kemiskinan pada umumnya

A. JUDUL PENGABDIAN: PELATIHAN PERENCANAAN USAHA BAGI REMAJA USIA PRODUKTIF DI DUSUN SLANGGEN, TIMBULHARJO, SEWON, BANTUL, YOGYAKARTA

Karakteristik dan Nilai-nilai Kewirausahaan MAKALAH

BAB I PENDAHULUAN. Dalam konteks desentralisasi ekonomi maka setiap daerah harus kreatif,

BAB I PENDAHULUAN. buangan yang disebut sampah atau limbah. Laju produksi limbah akan terus

I. PENDAHULUAN. oleh kualitas SDM yang akan memanfaatkan fasilitas tersebut. (Indriati, A. 2015)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

industri dalam negeri, meningkatkan ekspor, meningkatkan pendapatan petani, Peningkatan pengembangan sektor pertanian menuntut perhatian khusus dari

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara pertanian, artinya bahwa sektor pertanian masih

PENINGKATAN PENDAPATAN MASYARAKAT DESA SEI KEPAYANG TENGAH MELALUI PEMANFAATAN LIMBAH TEMPURUNG KELAPA

BAB I PENDAHULUAN. baik dan benar. Salah satu kegiatan manajemen itu ialah kegiatan pemasarannya.

beragam kegunaan, maka tak heran bahwa tanaman ini dikenal juga sebagai tanaman surga. Bagian daun sampai tulang daunnya bisa dijadikan kerajinan dan

Bab 1 Kewirausahaan. 1. Kewirausahaan dalam Perspektif Sejarah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Modul ke: KEWIRAUSAHAAN PENDAHULUAN DAN GAMBARAN UMUM. 01Fakultas FASILKOM. Matsani, S.E, M.M. Program Studi SISTEM INFORMASI

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Horne (Mulyasana, 2011, h. 5) menyatakan bahwa : peserta didik untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

PERANAN DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN DALAM PEMBINAAN USAHA KERAJINAN KERIPIK TEMPE DI KABUPATEN NGAWI SKRIPSI

ENTREPRENEURSHIP KELOMPOK TANI TERNAK STUDI KASUS DI KABUPATEN KEDIRI

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, peranan Industri Kecil Menengah (IKM) dikaitkan dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menentukan cara produksi baru, menyusun operasi untuk pengadaan produk baru,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. usaha berarti melakukan kegiatan usaha (bisnis). hasil yang dapat dibanggakan (Sadono Sukirno, 2004:367).

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pemerintah daerah sekarang ini dihadapkan oleh banyaknya tuntutan baik dari

PEMANFAATAN HASIL PELATIHAN BUDIDAYA JAMUR TIRAM DALAM MENGEMBANGKAN KEMANDIRIAN BERWIRAUSAHA

BAB I PENDAHULUAN. serta memegang peranan penting dalam fungsi operasional. Karyawan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berjiwa pemikir, kreatif dan mau bekerja keras, memiliki

KEWIRAUSAHAAN PENDAHULUAN:

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG. Peranan Usaha Kecil Menengah (UKM) dalam perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KETUA PANITIA: TOTO SUPRIYANTO, S.T., M.T

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ulina (2008) melakukan penelitian dengan judul Analisis Faktor-Faktor yang

I. PENDAHULUAN. (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut

BAB I PENDAHULUAN. kerja kalah cepat dengan kenaikan jumlah lulusan. Sangat ironis bila kita

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pemersatu bangsa Indonesia. Selain itu, Bahasa Indonesia juga merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. mengembangkan pola kehidupan bangsa yang lebih baik. berorientasi pada masyarakat Indonesia seutuhnya, menjadikan pembangunan

PENDAHULUAN. Sektor Usaha Kecil Menengah (UKM) memiliki kontribusi yang cukup. penting didalam pembangunan nasional. Kemampuannya untuk tetap bertahan

III. KERANGKA PEMIKIRAN

STUDI KELAYAKAN AGROINDUSTRI GETUK GORENG DI KECAMATAN SOKARAJA KABUPATEN BANYUMAS

I. PENDAHULUAN. menggantungkan hidup pada sektor pertanian. Sektor pertanian tidak hanya sebagai

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan industri.pengembangan Industri kecil merupakan salah satu jalur

BAB I PENDAHULUAN. Tumbuh dan berkembangnya perekonomian di suatu negara tidak terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Tingginya tingkat pengangguran di Indonesia sampai saat ini adalah salah satu

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu : menarik dan mendorong

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Kewirausahaan berperan penting dalam perekonomian bangsa dan

Modul ke: KEWIRAUSAHAAN 1 PENGANTAR KEWIRAUSAHAAN. Fakultas TEKNIK. Ir. Agung Wahyudi B, MT., MM. Program Studi Teknik Mesin.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. tersebut pada saat ini dikatakan sebagai era ekonomi kreatif yang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. 1. Keberadaan industri gula merah di Kecamatan Bojong yang masih bertahan

BAB I PENDAHULUAN. dari peran para pengusaha (entrepreneur) baik besar, menengah maupun kecil.

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA

KEWIRAUSAHAAN II MENENTUKAN HAL-HAL YANG PERLU DI PERSIAPAN KETIKA MULAI BERBISNIS. Saepudin. Modul ke: Fakultas FEB

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan-perusahaan baru yang terjadi pada era globalisasi saat ini

BAB I PENDAHULUAN. jumlahnya, dan belum sebanyak negara-negara lain yang telah. mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Jumlah entrepreneur

BAB I PENDAHULUAN. Alternatif yang sering dilakukan adalah dengan membuat suatu bisnis yaitu

BAB I PENDAHULUAN. didik, alat pendidikan dan lingkungan pendidikan (Dhiu, 2012: 25)

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB I PENDAHULUAN. dalam meningkatkan sumber daya manusia Indonesia. Salah satu jenis

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan (Saiman, 2009:22). Masalah pengangguran telah menjadi momok

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI KEGIATAN WIRAUSAHA BERBASIS KEAHLIAN DAN TEKNOLOGI (STUDI PADA MAHASISWA FISIP UNIVERSITAS LAMPUNG) Oleh

PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. lapangan pekerjaan sehingga mengakibatkan sebagian orang tidak memiliki

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perekonomian pedesaan merupakan perekonomian yang dihasilkan

Transkripsi:

6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Wirausahawan Wirausahawan adalah orang yang melakukan aktivitas wirausaha dicirikan dengan pandai atau berbakat mengenali produk baru, menentukan cara produksi baru, menyusun operasi untuk pengadaan produk baru, memasarkannya, dan mengatur permodalan operasinya (Suryana, 2013). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, wirausahawan (entrepreneur) didefinisikan sebagai orang yang pandai atau berbakat mengenali produk baru, menyusun cara baru dalam berproduksi, menyusun operasi untuk pengadaan produk baru, mengatur permodalan operasinya, serta memasarkannya. Jadi seorang entrepreneur harus memiliki kemampuan untuk berfikir kreatif serta imajinatif ketika ada sebuah peluang usaha dan bisnis baru. Namun disamping itu seorang entrepreneur harus dapat memberdayakan dirinya untuk kebaikan sekitarnya, bukan orang yang memanfaatkan sekitarnya untuk kepentingan dirinya (Anonim, 2012). Menurut Suryana (2003), kelebihan menjadi seorang entrepreneur yaitu : 1. Memiliki kesempatan untuk mewujudkan cita-cita. 2. Memiliki kesempatan untuk menciptakan perubahan. 3. Untuk mencapai potensi penuh anda. 4. Untuk menuai keuntungan yang mengesankan.

7 5. Memberikan kontribusi kepada masyarakat dan mendapatkan pengakuan untuk usaha Anda. 6. Dapat melakukan apa yang disukai dan dapat memanfaatkan hasilnya untuk kabaikan. Menurut Scarborough dan Zimerer dalam Suryana (2003) mengungkapkan bahwa karakteristik kewirausahaan (enterpreneurship) memiliki delapan karakteristik, yaitu : 1. Desire for responsibility, yaitu memiliki rasa tanggung jawab atas usahausaha yang dilakukannya. Seseorang yang memiliki rasa tanggung jawab akan selalu mawas diri. 2. Preference for moderate risk, yaitu lebih memilih risiko yang moderat, artinya ia selalu menghindari risiko, baik yang terlalu rendah maupun yang terlalu tinnggi. 3. Confidence in their ability to succes, yaitu percaya akan kemampuan diri untuk berhasil. 4. Desire for immediate feedback, yaitu selalu menghendaki umpan balik yang segera. 5. High level for energy, yaitu memiliki semangat dan kerja keras untuk mewujudkan keinginannya demi masa depan yang lebih baik. 6. Future orientation, yaitu berorientsi ke masa depan, perspektif dan berwawasan jauh ke depan.

8 7. Skill at organizing, yaitu memiliki ketrampilan dalam mengorganisasikan sumberdaya untuk menciptakan nilai tambah. 8. Value of achiefment over money, yaitu lebih menghargai prestasi daripada uang. Kewirausahaan memiliki beberapa faktor pemicu, yaitu motif berprestasi, optimisme, sikap-sikap nilai, dan status kewirausahaan atau keberhasilan. Sedangkan menurut Ibnoe Saoejono dan Roopke, proses kewirausahaan atau tindakan kewirausahaan merupakan fungsi dari propertyright (PR), competency/ability (C), incentive (I) dan external environment (E) (Suryana,2003). B. Pemanfaatan Batok Kelapa Industri kerajinan di Indonesia umumnya dilakukan dalam skala industri kecil dan menengah (IKM). Industri tersebut merupakan bagian dari sistem perekonomian terbesar masyarakat disamping sektor pertanian. Sedangkan industri yang dilakukan dalam skala industri besar biasanya proses produksinya dilakukan dengan tenaga kerja yang lebih banyak. Hal yang spesifik dijumpai pada sentra-sentra industri kerajinan dalam skala industri kecil dan menengah pada objek kajian adalah proses produksinya dilakukan secara tradisional dengan berbasis kearifan lokal. Kearifan lokal (local wisdom) merupakan tindakan yang dilakukan oleh masyarakat lokal guna mengatasi berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan mereka. Kearifan lokal merupakan upaya dalam strategi kehidupan mereka yang dikonsepsikan sebagai kebijakan setempat local wisdom atau pengetahuan setempat

9 local knowledge atau kecerdasan setempat local genious. Kearifan lokal disebut juga sebagai pandangan hidup dan ilmu pengetahuan yang mereka miliki. Kearifan lokal secara dapat diartikan sebagai kebijaksanaan lokal. Secara filosofis, kearifan lokal dapat diartikan sebagai sistem pengetahuan masyarakat lokal/pribumi (indigenous knowledge systems) yang bersifat empirik dan pragmatis. Kearifan lokal berangkat dari fakta-fakta yang terjadi di sekeliling kehidupan mereka. Oleh karena itu, terdapat pula upaya kreatif yang dilakukan masyarakat lokal tersebut guna menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan mereka. Upaya kreatif dilakukan untuk pemecahan masalah sehari-hari mereka (daily problem solving). Proses tersebut dapat dicontohkan misalnya pada penggunaan daun dari pohon tertentu yang dibakar untuk memberikan warna pada gerabah di sentra gerabah Bayat, Klaten (Samdoro, 2014). Usaha kerajinan batok kelapa merupakan usaha yang sudah dilakukan turun temurun oleh warga Purbalingga Wetan, skill atau kemampuan yang dimiliki oleh petani pengrajin kebanyakan didapatkan secara otodidak. Hal ini sesuai dengan teori samdoro (2014) mengemukakan bahwa ada pola yang terbentuk pada industri tradisional yaitu : 1. Skill dipelajari secara turun temurun. 2. Inovasi desain, kurang/lambat. 3. Apresiasi terhadap kreativitas individu lemah. 4. Citra desain komunal. 5. Hak desain milik bersama.

10 6. Rawan penjiplakan. 7. Desain kurang kompetitif. 8. Memiliki kekayaan local genius. Batok kelapa atau sering juga disebut dengan tempurung kelapa diperoleh dari limbah pengolahan kelapa. Dari setiap ton kopra dapat diperoleh sekitar 150 kg batok kelapa yang jika diproses menjadi arang akan menghasilkan 42 kg arang jika 1 ton batok kelapa diolah maka akan diperoleh 280 kg arang. Batok kelapa dapat dibuat menjadi tepung, dengan mengolahnya menggunakan mesin penghancur. Digunakan mesin dua tingkat untuk mendapatkan tepung yang sangat halus. Tepung batok kelapa digunakan untuk bahan baku pembuatan obat nyamuk (Sarmidi dan Kurniadi, 2014). Pada perkembanganya batok kelapa yang awalnya menjadi limbah dan dijadikan bahan bakar serta arang menjadi beraneka ragam penggunaanya. Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh (Permana, 2014) ada sedikitnya tiga olahan batok kelapa yang menjadi kerajinan yang bernilai ekonomis lebih produk yang telah banyak dibuat oleh para pengrajin diantaranya ada, celengan, asbak, gantungan kunci. Dari tiga olahan ini kemungkinan masih banyak lagi yang bisa ditemukan di lapangan. Berbeda daerah mestinya memiliki karakter masing-masing. Di Purbalingga sendiri batok kelapa dimanfaatkan oleh para pengrajin untuk membuat celengan, asbak, irus dan peralatan masak lainnya.

11 C. Faktor Sosial Ekonomi Masalah sosial yang terjadi pada pengrajin batok kelapa ini yaitu, masalah yang muncul dari pengrajin atau masalah internal dan masalah yang terjadi antar pengrajin maupun pihak lain yang mendukung dalam usahanya. Pada tabel 1 akan dijelaskan faktor sosial internal yang medukung serta menghambat kinerja petani pengrajin dalam usaha kerajinan limbah padat kelapa. Tabel 1. Faktor Sosial Internal yang Mendukung dan Menghambat Kinerja Petani Pengrajin Souvenir dari Limbah Padat Kelapa di Purbalingga No Faktor sosial internal Pendukung Penghambat 1. Motivasi diri yang tinggi Akses informasi tekhnologi rendah 2. Kegigihan dalam bekerja Minimnya perlengkapan alat-alat produksi 3. Memiliki jiwa kewirausahaan Tidak memiliki manajemen yang bagus antar sesama pengrajin 4. Dukungan dari pihak keluarga Sulitnya merubah pola pikir untuk semakin maju 5. Mampu berkomunikasi dengan baik Sumber: Febriantika, 2014. Faktor sosial internal merupakan faktor sosial yang bersumber dari petani pengrajin itu sendiri. Faktor sosial internal terbentuk karena adanya kebiasan yang ditanamkan oleh keluarga dan lingkungan tempat tinggal. Dari pihak luar petani pengrajin juga mendapat dukungan serta hambatan dalam melakukan kegiatan usaha kerajinan limbah padat kelapa. Faktor eksternal yang mempengaruhi petani pengrajin dalam melakukan usahanya akan dijelaskan pada tabel dua.

12 Tabel 2. Berbagai Faktor Sosial Eksternal Pendukung dan Penghambat Petani Pengrajin Souvenir di Kabupaten Purbalingga No Faktor Sosial Eksternal Pendukung 1. Solidaritas yang baik antar sesama petani pengrajin. Penghambat Kurangnya dukungan dari lembaga pemasaran daerah. 2. Rasa percaya tinggi antar pedagang dengan petani pengrajin. Kurang luasnya jangkauan lembaga keuangan. Sumber, Febriantika, 2014. Menurut Dumasari (2014), masalah sosial yang terjadi di masyarakat merupakan tragedi atau peristiwa yang tidak mereka kehendaki. Kebodohan, kekecewaan, kemarginalan, keterisoliran dan kemiskinan merupakan dampak permasalanhan sosial dalam kurun waktu yang lama yang selanjutnya mengakibatkan degradasi kualitas sumberdaya manusia, terutama pengembangan kepribadian, karakter dan moral. Beberapa petunjuk penting terjadinya masalah sosial antara lain: 1. Perubahan komposisi penduduk. 2. Frekuensi perilaku menyimpang. 3. Tingkat partisipasi sosial. 4. Simple rates. 5. Nilai composite indexs. Modal atau biaya merupakan salah satu pendukung dari kegiatatan usaha apapun. Dilain pihak, manakala petani pengrajin dihadapkan pada keterbatasan biaya dalam melaksanakan usaha, maka mereka tetap mencoba untuk mendapatkan keuntungan dengan kendala biaya yang dihadapi petani, sebagai akibat keterbatasan

13 sumber ekonomi yang petani pengrajin miliki. Suatu tindakan yang dapat dilakukan adalah bagaimana memperoleh keuntungan yang lebih besar dengan penekanan biaya produksi yang sekecil-kecilnya. Pendekatan tersebut sering dikenal dengan istilah meminimumkan biaya atau cost minimization. Prinsip dari kedua pendekatan tersebut dapat dikatakan sama, karena keduanya berusaha untuk mendapatkan keuntungan yang maksimum yaitu dengan mengalokasikan penggunaan input yang seefisien mungkin. Kedua pendekatan tersebut mungkin dapat pula dikatakan sebagai pendekatan serupa tapi tak sama. Ketidaksamaan ini tentu saja kalau dilihat dari "sifat" pihak yang bersangkutan. Petani pengrajin besar atau pengusaha besar selalu atau seringkali berprinsip bagaimana memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya karena tidak dihadapkan pada keterbatasan biaya. Sebaliknya untuk petani kecil atau petani subsistem sering bertindak dengan keterbatasan pemilikan sumberdaya yang mereka miliki (Soekartawi, 1994). Selain uraian di atas faktor sosial ekonomi erat kaitanya dengan umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, lama menekuni pekerjaan sebagai pengrajin, jumlah keluarga, pendapatan dan penguasaan teknologi.