BAB IV ANALISA HUKUM TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA. BANGIL NOMOR 538/Pdt.G/2004/PA.Bgl PERSPEKTIF FIQH INDONESIA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PUTUSAN NOMOR: 1685/PDT.G/2013/PA.SBY

BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM AL-SYAFI I TENTANG KEWARISAN KAKEK BERSAMA SAUDARA. A. Analisis Pendapat Imam al-syafi i Tentang Kewarisan Kakek Bersama

BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN KETENTUAN PASAL 182 KHI DAN PERSPEKTIF HAZAIRIN TENTANG BAGIAN WARIS SAUDARA PEREMPUAN KANDUNG

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV. PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN NOMOR 732/Pdt.G/2008/PA.Mks DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

P U T U S A N. NOMOR : 42/Pdt-G/2008/MSy-Prov. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Lex et Societatis, Vol. II/No. 8/Sep-Nov/2014. KEDUDUKAN DAN BAGIAN AHLI WARIS PENGGANTI DALAM HUKUM ISLAM 1 Oleh : Alhafiz Limbanadi 2

BAB IV PEMBAGIAN WARIS AHLI WARIS PENGGANTI. A. Pembagian waris Ahli Waris Pengganti Menurut Kompilasi Hukum Islam

BAB IV PENUTUP. 1) Penafsiran QS. Al-Nisa :12 Imam Syafi i menafsirkan kata walad dalam

Waris Tanpa Anak. WARISAN ORANG YANG TIDAK MEMPUNYAI ANAK Penanya: Abdul Salam, Grabag, Purworejo. (disidangkan pada hari Jum'at, 10 Februari 2006)

BAB IV ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 184 K/AG/1995 TENTANG KEDUDUKAN AHLI WARIS ANAK PEREMPUAN BERSAMA SAUDARA PEWARIS

KEDUDUKAN SAUDARA DALAM KEWARISAN ISLAM Studi Komparasi Sistem Kewarisan Jumhur, Hazairin, Kompilasi Hukum Islam, dan Buku II 1

BAB I PENDAHULUAN. adalah masalah status harta benda yang ditinggalkannya yang disebut

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara tentang warisan menyalurkan pikiran dan perhatian orang ke arah suatu

BAB I PENDAHULUAN. hukum yang selanjutnya timbul dengan adanya peristiwa kematian

Lex Privatum, Vol.I/No.5/November/2013

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HIJAB DAN KEDUDUKAN SAUDARA DALAM KEWARISAN ISLAM. Menurut istilah ulama mawa>rith (fara>id}) ialah mencegah dan

bismillahirrahmanirrahim

BAB IV ANALISIS TERHADAP GUGATAN TIDAK DITERIMA DALAM PERKARA WARIS YANG TERJADI DI PENGADILAN AGAMA GRESIK. (Putusan Nomor : /Pdt.G/ /Pa.

BAB IV ANALISIS PENYELESAIAN PEMBAGIAN KEWARISAN TERHADAP PERKARA YANG DICABUT DI PENGADILAN AGAMA KELAS IA PADANG

Standar Kompetensi : 7. Memahami hukum Islam tentang Waris Kompetensi Dasar: 7.1 Menjelaskan ketentuan-ketentuan hukum waris 7.2 Menjelaskan contoh

PERGESERAN PEMIKIRAN HUKUM KEWARISAN ISLAM MAHKAMAH AGUNG

BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Sejarah Penyusunan Buku II Tentang Kewarisan Dalam Kompilasi

BAB IV ISTINBATH HUKUM DAN NATIJAH. nash yang menerangkan tentang pembagian waris seorang transseksual yang

BAB IV. ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEMARANG No.684/Pdt.G/2002/PA.Sm DALAM PERSPEKTIF MUHAMMAD SYAH{RU<R

IMA>MIYAH TENTANG HUKUM MENERIMA HARTA WARISAN DARI

BAB II KEWENANGAN MENGADILI PENGADILAN AGAMA DALAM SENGKETA WARIS ISLAM. A. Jangkauan Kewenangan Mengadili Perkara Warisan.

PEMBAGIAN WARISAN. Pertanyaan:

BAB II KAKEK DAN SAUDARA DALAM HUKUM WARIS. kakek sahih dan kakek ghairu sahih. Kakek sahih ialah setiap kakek (leluhur laki -

BAB IV ANALISIS TERHADAP ANAK TEMUAN (AL-LAQITH) MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HIBAH SEBAGAI PENGGANTI KEWARISAN BAGI ANAK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DI DESA PETAONAN

HUKUM KEWARISAN ISLAM HUKUM WARIS PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN FHUI

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PENARIKAN KEMBALI HIBAH OLEH AHLI WARIS DI DESA SUMOKEMBANGSRI KECAMATAN BALONGBENDO KABUPATEN SIDOARJO

P U T U S A N Nomor : 30/Pdt.G/2008/MSy-Prov. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARISAN KEPADA AHLI WARIS PENGGANTI

BAB IV ANALISIS PENDAPAT IBNU ABBAS TENTANG MAKNA WALAD DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KEWARISAN SAUDARA BERSAMA ANAK DALAM PROSES LEGISLASI NASIONAL

WARIS ISLAM DI INDONESIA

BAB III. PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG RI No. 368 K/AG/1995. A. Ruang Lingkup Kekuasaan Mahkamah Agung

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN

A. LATAR BELAKANG. Dari seluruh hukum yang ada dan berlaku dewasa ini di samping hukum

SERIAL KAJIAN ULIL ALBAAB No. 22 By : Tri Hidayanda

PEMBAGIAN HARTA WARISAN DALAM PERKAWINAN POLIGAMI PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK PENGALIHAN NAMA ATAS HARTA WARIS SEBAB AHLI WARIS TIDAK PUNYA ANAK

BAB III DESKRIPSI KETENTUAN GARRA<WAIN SEBAGAI Z AWI<L FURU<D} DALAM SURAT KEPUTUSAN MAHKAMAH AGUNG

BAB I PENDAHULUAN. Dalam setiap kematian erat kaitannya dengan harta peninggalan. Setiap

BAB I PENDAHULUAN. hidup atau sudah meninggal, sedang hakim menetapkan kematiannya. Kajian

BAB IV ANALISIS. A. Ahli Waris Pengganti menurut Imam Syafi i dan Hazairin. pengganti menurut Hazairin dan ahli waris menurut Imam Syafi i, yaitu:

BAB IV ANALISIS PUTUSAN SENGKETA WARIS SETELAH BERLAKUNYA PASAL 49 HURUF B UU NO. 3 TAHUN 2006 TENTANG PERADILAN AGAMA

BAB IV PEMERATAAN HARTA WARISAN DI DESA BALONGWONO DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS TERHADAP KEDUDUKAN DAN TUGAS MEDIATOR DAN HAKAM DALAM TINJAUAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM

P E N E T A P A N Nomor : 13/Pdt.P/2012/PA Slk BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

MASALAH HAK WARIS ATAS HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN KEDUA MENURUT HUKUM ISLAM

AZAS-AZAS HUKUM WARIS DALAM ISLAM

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu bentuk pengalihan hak selain pewarisan adalah wasiat. Wasiat

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak lepas dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Segi kehidupan manusia yang telah diatur Allah dapat dikelompokkan

BAB I PENDAHULUAN. alamiah. Anak merupakan titipan dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Perkataan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HARTA WARISAN

PEMBAHASAN KOMPILASI HUKUM ISLAM

P E N E T A P A N. Nomor 0154/Pdt.P/2013/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB IV ANALISIS MENGENAI PANDANGAN IMAM SYAFI I TENTANG STATUS WARIS ANAK KHUNTSA MUSYKIL

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan hukum Islam di Indonesia, khususnya di

Pengertian Mawaris. Al-miirats, dalam bahasa Arab adalah bentuk mashdar (infinitif) dari kata waritsa-yaritsuirtsan-miiraatsan.

BAB IV ANALISIS PUTUSAN PA PURWODADI TENTANG KUMULASI GUGATAN. A. Analisis terhadap Putusan PA Purwodadi tentang Kumulasi Gugatan

BAB III PUTUSAN MAHKMAH AGUNG NO. 184 K/AG/1995 TENTANG KEDUDUKAN AHLI WARIS ANAK PEREMPUAN BERSAMA SAUDARA PEWARIS

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENGUASAAN TIRKAH AL-MAYYIT YANG BELUM DIBAGIKAN KEPADA AHLI WARIS

PUTUSAN NOMOR 04/Pdt.G/2008/PTA Mks BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P E N E T A P A N Nomor : 0018/Pdt.P/2011/PA. Skh.

BAB IV KONSEP AHLI WARIS PENGGANTI KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN TINJAUAN MASHLAHAH. A. Konsep Ahli Waris Pengganti Dalam Pasal 185 Kompilasi Hukum Islam

BAB IV. A. Analisis Yuridis Putusan Pengadilan Agama Sidoarjo Nomor: 2800/Pdt.G/2011/PA.Sda. Tentang Penentuan Ahli Waris Pangganti.

BAB II TINJAUAN UMUM MUNASAKHAH. A. Munasakhah Dalam Pandangan Hukum Kewarisan Islam (Fiqh Mawaris) Dan Kompilasi Hukum Islam (KHI)

BAB III. A. Dasar dan Pertimbangan Hukum putusan Pengadilan Agama Sidoarjo. tentang penetapan Ahli Waris Pengganti

BAB IV ANALISIS TERHADAP SEBAB-SEBAB JANDA TIDAK MENDAPAT WARIS

P E N E T A P A N Nomor : 307/Pdt.P/2013/PA.SUB DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PUTUSAN Nomor 0930/Pdt.G/2015/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. melawan

P E N E T A P A N Nomor 0087/Pdt.P/2015/PA.Pas. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. harta untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari yang berupa fisik baik pangan,

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SURABAYA TENTANG PERMOHONAN PENETAPAN AHLI WARIS BEDA AGAMA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN

BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. Amir Syarifudin, Hukum Kewarisan Islam, Fajar Interpratama Offset, Jakarta, 2004, hlm.1. 2

P E N E T A P A N Nomor 047/Pdt.P/2014/PA.Pas. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. peninggalan dari si mayat kepada ahli waris yang masih hidup sudah terlaksana. Allah SWT sebagaimana termaktub dalam al-qur an.

PENETAPAN Nomor : 02/Pdt.P/2010/PA.Gst. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

TRANSKIP WAWANCARA. : Pembina Utama Muda/ (IV/c), Hakim Madya Utama

BAB IV ANALISIS HUKUM WARIS ISLAM TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARIS DI KEJAWAN LOR KEL. KENJERAN KEC. BULAK SURABAYA

HUKUM WARIS ISLAM DAN PERMASALAHANNYA

RESUME. HAK ISTRI BERBEDA AGAMA ATAS WASIAT WAJIBAH HARTA WARISAN SUAMINYA BERAGAMA ISLAM (Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 16 K/AG/2010)

Unisba.Repository.ac.id BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Indonesia sebagai suatu negara yang berdaulat dengan mayoritas penduduk

P U T U S A N. Nomor 0979/Pdt.G/2015/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor 1881/Pdt.G/2014/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

KILAS BALIK KOMPETENSI ABSOLUT PERKARA WARIS MELALUI PERJUANGAN PANJANG (oleh H.Sarwohadi, S.H.,M.H.,Hakim Tinggi PTA Mataram)

P U T U S A N. Nomor 0318/Pdt.G/2015/PA.Pas. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M E L A W A N :

KEDUDUKAN AHLI WARIS PENGGANTI DI TINJAU DARI KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN FIQH WARIS. Keywords: substite heir, compilation of Islamic law, zawil arham

Siapa yang Mengajar Auwloh Berhitung?

KEWARISAN SAUDARA KANDUNG LAKI-LAKI/ SAUDARA SEBAPAK LAKI-LAKI BERSAMA ANAK PEREMPUAN TUNGGAL

P U T U S A N Nomor 3 /Pdt.G/2011/PTA Mks BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PENETAPAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat, yang diwujudkan dalam bentuk hubungan hukum yang mengandung hak-hak dan

Transkripsi:

BAB IV ANALISA HUKUM TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA BANGIL NOMOR 538/Pdt.G/2004/PA.Bgl PERSPEKTIF FIQH INDONESIA A. Analisa Terhadap Pertimbangan Putusan Hakim Pengadilan Agama Bangil Kewenangan Pengadilan Agama dalam mengadili perkara warisan luas jangkauannya dapat ditinjau dari ketentuan Pasal 49 ayat (3) yang berbunyi (3) Bidang kewarisan sebagaimana yang di maksud dalam ayat (1) huruf b ialah penentuan siapa-siapa yang menjadi ahli waris, penentuan mengenai harta 78

79 peninggalan, penentuan bagian masing-masing ahli waris, dan melaksanakan pembagian harta peninggalan tersebut. 79 Jika ketentuan Pasal 49 ayat (3) diurai lebih lanjut, pokok-pokok hukum warisan Islam yang akan diperlakukan dan diterapkan kepada golongan rakyat yang beragama Islam di depan lingkungan Peradilan Agama terdiri: 1. Siapa-siapa yang menjadi ahli waris a. Penentuan kelompok Ahli Waris. b. Penentuan siapa yang berhak mewarisi. c. Penentuan yang terhalang menjadi Ahli Waris. d. Menentukan hak dan kewajiban Ahli Waris. Suatu hal yang ingin diingatkan sehubungan dengan penentuan siapa ahli waris yang diatur dalam Pasal 185 KHI. Berdasarkan Pasal ini, diakui kedudukan ahli waris Pengganti atau Plat Vervuling yakni dalam hal ahli waris lebih dulu meninggal dari pewaris kedudukannya dapat digantikan anaknya. 2. Penentuan mengenai Harta Peninggalan. Ditinjau dari segi ketentuan hukum waris Islam, hal-hal yang termasuk ke dalam masalah penentuan harta peninggalan meliputi segi-segi: 79 H.Roihan A Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama, hlm. 283

80 a. Penentuan harta tirkah yang dapat di warisi. b. Penentuan besarnya harta warisan. 3. Penentuan Bagian masing-masing Ahli Waris. Apa yang di tentukan dalam masalah ini, meliputi porsi setiap ahli waris berapa jumlah bagian yang akan diterima nanti menurut siapa saja ahli waris yang berhak menerima saat itu 4. Melaksanakan pembagian harta peninggalan. Mengenai pokok masalah ini sekaligus menyangkut hukum materiil dan hukum formil. Dari segi hukum materiil, hukum waris Islam tidak memperkenankan harta warisan tertumpuk wajib dibagi kepada ahli yang berhak sesegera mungkin, setelah waris terbuka. Dari segi hukum formal, dapat di tinjau dari dua ketentuan. a. Pembagian berdasarkan putusan Pengadilan. Pembagian harta warisan Kepada Ahli Waris berdasarkan keputusan Pengadilan, termasuk fungsi kewenangan Pengadilan Agama dalam menjalankan tugas eksekusi dengan syarat: 1) Putusan yang bersangkutan sudah memperoleh kekuatan hukum tetap.

81 2) Putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap tersebut, mengandung amar atau diktum yang bersifat Condemnatoir. b. Pembagian berdasarkan permohonan pertolongan. Pembagian warisan dapat dilakukan Pengadilan di luar eksekusi berdasarkan Putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, yakni melalui ketentuan Pasal 236 a HIR berupa pembagian atas dasar permohonan pertolongan pembagian harta warisan di luar sengketa 80. Di Indonesia kita menjumpai tiga macam sistem kewarisan, yaitu: 1. Sistem kewarisan individuil, yang cirinya ialah bahwa harta peninggalan dapat dibagi-bagikan pemilikannya diantara ahli waris seperti dalam masyarakat bilateral. 2. Sistem kewarisan kollektif, yang cirinya ialah bahwa harta peninggalan itu diwarisi oleh sekumpulan ahli waris yang merupakan semacam badan hukum dimana harta tersebut yang disebut harta pustaka. 3. Sistem kewarisan mayorat, dimana anak kandung (lakilaki/permpuan) pada saat matinya sipewaris berhak tunggal 80 M. Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, Jakarta: Sinar Grafika, 2001), hlm. 149-152

82 untuk mewarisi seluruh harta peninggalan, atau berhak tunggal untuk mewarisi sejumlah harta pokok dari satu keluarga. 81 Sifat Individuil, Kollektif, ataupun Mayorat dalam suatu hukum kewarisan tidak perlu langsung menunjuk kepada bentuk masyarakat dimana hukum kewarisan itu berlaku, sebab sistem kewarisan yang Individuil bukan saja dapat ditemui dalam masyarakat billateral, tetapi juga dapat dijumpai dalam masyarakat yang patrilineal. Dalam pembagian harta warisan mayoritas masyarakat bangil menggunakan hukum adat, yaitu harta warisan diberikan kepada orang terdekat, walaupun dalam hal ibadah mayoritas menggunakan Madzhab Syafi i. Yang dalam hal ini disebut garis pokok keutamaan, yaitu suatu garis hukum yang menentukan perikutan keutamaan antara golongangolongan dalam keluarga si-pewaris, dalam arti golongan yang satu lebih diutamakan dari yang lain dengan akibat bahwa sesuatu golongan belum boleh dimasukkan dalam perhitungan jika masih ada golongan yang lebih utama. Golongan pertama dalam keutamaan ialah kelompok yang terdiri dari semua keturunan si-pewaris, yakni keturunan yang masih hidup pada saat berbagi harta peninggalan dalam sistem kewarisan yang individuil, atau pada saat matinya si-pewaris dalam sistem kewarisan yang Kolektif. Dan dalam hal ini yang termasuk dalam garis pokok keutamaan adalah anak kandung (laki- 81 Hazairin, Hukum Kewarisan Bilateral Menurut Qur an dan Hadith, hal. 15

83 laki/permpuan) ayah, ibu, dan istri. Jika golongan pertama dalam keutamaan meninggal semua, maka barulah golongan berikutnya, yaitu semua saudara yang masih hidup bersama-sama dengan semua keturunan yang masih hidup dari semua saudara si-pewaris. Hal ini juga diperkuat berdasarkan putusan Mahkmah Agung RI Nomor : 86. K/AG/1994 tanggal 27 Juli 1995. Menimbang, bahwa Mahkamah Agung berpendapat selama masih ada anak, baik laki-laki maupun anak perempuan, maka hak waris dari orang-orang yang mempunyai hubungan darah dengan pewris kecuali orang tua, suami dan isteri menjadi tertutup (terhijab). Dengan demikian apabila dihubungkan dengan kasus pada Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No.86 K/AG/1994 tersebut maka saudara laki-laki kandung yaitu: Penggugat (saudara) terhijab oleh Tergugat sebagai anak perempuan dari pewaris bernama Tasim. Maka secara otomatis para penggugat yaitu Penggugat (Saudara Kandung) menjadi terhijab, sehingga semua harta yang ditinggalkan almarhum Tasim jatuh pada Isteri dan Tergugat (Anak Perempuan) adapun pembagiannya; bagian Isteri 1/8, bagian Anak Perempuan tunggal mendapatkan sisa harta peninggalan. Pendapat yang mendasari putusan kasus ini adalah majelis mengedepankan hukum adat. walaupun pada kenyataannya mayoritas warga masyarakat bangil bermadzhab syafi i akan tetapi pada kasus

84 pembagian waris menggunakan hukum adat. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh salah ketua majelis hakim, Drs. Sarmin, S.H. sebagai berikut: jadi begini ya mas meskipun disini mayoritas penganut madzhab Syafi i akan tetapi dalam pembagian waris banyak menggunakan hukum adat. Dan apabila terjadi perselisihan maka dikembalikan kepada hukum Islam. Begitu juga pendapat majelis hakim anggota II, Dra. Sri Yani, S.H. yang menyatakan sebagai berikut: Dalam agama Islam pembunuh tidak pendapatkan warisan dan dalam hal ini saya mengartikan membunuh sama halnya dengan menyakiti. Dan si penggugat telah menyakiti perasaan almarhum, karena semasa almarhum sakit, penggugat tidak pernah merawat. Bahkan penggugat tidak pernah menjenguk walau sekali. B. Analisa Fiqh Indonesia Terhadap Putusan Pengadilan Agama Bangil Tentang Anak Perempuan Yang Menghijab Saudara Kandung Hukum kewarisan yang berkembang di Indonesia adalah hukum kewarisan sunni Syafi i yang menganut sistem kekeluargaan Patrilinial. Sistem kekeluargaan ini sangat mempengaruhi dalam menentukan hukum yang di ambil dari Al- Qur an, misalnya pengambilan hukum waris pada surat An-Nisa ayat 176 yang membahas tentang kewarisan saudara.

85 Artinya: Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah: Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang lakilaki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudarasaudara laki dan perempuan, maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (An-nisa 176). 82 Jika kita kembali kepada pemikiran klasik, ada dua pendapat yang menginterpretasikan kata al-walad pada ayat 176 Surat An-Nisa. Pendapat pertama menurut Fiqh Sunni Syafi i, dalam surat An-Nisa 176, diberlakukan bagi saudara kandung dan saudara seayah, saudara ini dapat menjadi ahli waris apabila terjadi kalalah yaitu apabila pewaris tidak meninggalkan anak laki-laki dan ayah, pendapat ini dilandasi oleh pendapat jumhur yang mengartikan anak laki-laki saja pada surat An-Nisa. Dengan alasan tersebut telah ditakhsis 82 Depag RI., Al-Qur an Lock. Cit., hlm. 153

86 oleh dua buah Hadits yang di riwayatkan oleh Ibnu Mas ud dan oleh Muadz bin Jabal. Artinya: Aku putuskan masalah itu sesuai dengan putusan Nabi Muhammad SAW. untuk anak perempuan separuh, untuk cucu perempuan pancar laki-laki seperenam sebagai pelengkap dua pertiga dan sisanya untuk saudari. (HR. Jama ah ahli hadis selain Muslim dan an-nasa iy). 83 Artinya : Bahwa Mu adz bin Jabal memberikan waris kepada saudari dan anak perempuan untuk masing-masing separoh. Ia ( di waktu memutuskan demikian ) berada di Yaman dan nabi Muhammad s.a.w di saat itu masih hidup (Rw. Abu Dawud dan Bukhary meriwayatkannya dengan ma na yang sama). 84 Dengan demikian jika pewaris meninggalkan anak perempuan maka saudara laki-laki menjadi ashabah setelah diambil bagian oleh anak perempuan begitu pula bila anak perempuan bersama saudari perempuan kandung maka ia menjadi ashabah ma al ghair. Dan mereka menafsirkan kata al-walad berarti anak laki-laki saja. Jadi rumusan hukum yang dapat diambil dari interpretasi ini bahwa anak laki-laki yang 83 Muhammad Abdul Aziz al holidi, Sunnah Abu Dawud Lock. Cit. hlm. 329 84 Ibid, hlm. 330

87 dapat menghijab saudara baik laki-laki maupun perempuan, sekandung atau seayah. ini adalah pendapat mayoritas ulama Sunni. Pendapat kedua adalah pendapat Ibnu Abbas serta golongan syi ah yang menafsirkan kata al-walad pada ayat tersebut mengandung makna anak laki-laki maupun anak perempuan, jadi disamping anak laki-laki, anak perempuan pun bisa menghijab bagian saudara kandung. Beliau menganalogikan dengan keadaan ibu terhijab nughsan dari sepertiga menjadi seperenam, keadaan terhijab nugshannya suami setengah menjadi seperempat, serta ter-hijab nugshan-nya isteri dari seperempat menjadi seperdelapan oleh anak tidak dibedakan apakah anak itu laki laki maupun anak perempuan. Oleh karena itu demikianlah hendaknya bahwa syarat saudara tidak memperoleh pusaka (harta warisan) itu ialah karena ada anak, baik laki-laki maupun anak perempuan. 85 Pendapat ketiga adalah pendapat Hazairin yang menjelaskan tentang pengelompokan hak harta warisan sesuai hubungan darah, yang mana anak kandung (laki-laki/perempuan) berada dalam kelompok pertama, sedangkan saudara kandung (laki-laki/perempuan) berada dalam kelompok kedua. Karena posisi anak lebih dekat dari pada posisi saudara, maka yang lebih berhak mendapatkan warisan adalah anak kandung yang dalam hal ini adalah Tutik Sumarni. Pendapat keempat adalah pendapat Kompilasi Hukum Islam, yang mana dalam pembagian harta warisan ahli waris dapat bersepakat melakukan 85 Fatchur Rachman, Ilmu Waris Lock. Cit. hlm. 303-304.

88 perdamaian. Dengan kata lain para ahli waris dapat melakukan cara pembagian tertentu yang mereka sukai, baik secara hukum adat, menurut BW, atau cara lainnya yang mereka sepakati setelah mereka menyadari bagian atau fard asal secara hukum yang berlaku. Pendapat kelima adalah dari segi KUHPdt (BW) yang mana dalam KUHPdt (BW) pembagian harta warisan tidak jauh berbeda dengan Hazairin, yaitu hubungan darah yang paling dekat yang lebih berhak mendapatkan harta warisan. Dalam KUHPdt (BW) para ahli waris dibagi dalam beberapa golongan, golongan pertama salah satunya adalah anak (laki-laki/kandung) dan golongan kedua salah satunya adalah saudara kandung (laki-laki/permpuan). Yang mana dalam KUHPdt (BW) golongan pertama akan menghijab golongan kedua. Dalam rangka pemberlakuan hukum waris Islam lebih spesifik dari lima pendapat klasik di atas tampaknya pendapat Ibnu Abbas dan golongan Syi ah lah yang lebih akomodatif terhadap segala tuntutan zaman. Bahwasannya anak lakilaki maupun anak perempuan dapat menggugurkan atau menghijab saudara lakilaki dan saudari perempuan sebagai ahli waris. Pada masa sekarang ini muncul model kekeluargaan yang populer dengan istilah keluarga inti yang terdiri dari: Ayah, ibu, dan anak. Jadi yang ada hanyalah jalur kebawah dan mengesampingkan jalur kesamping, 86 di Indonesia sendiri, model ini sudah dianut oleh keluarga keluarga di kota-kota besar yang sarat dengan gesekan budaya. Jadi rumusan hukum seperti itulah yang searah dengan fenomena sekarang ini. 2010. 86 Hasil wawancara dengan Bapak Sarmin, Hakim di PA Bangil, pada tanggal 15 Pebruari

89 Sedangkan pendapat ulama Sunni seperti Imam Syafi i mungkin cocok untuk zamannya dan masyarakat di tempat beliau tinggal, tetapi untuk masa sekarang sedikit banyak tidak lagi cocok karena tidak akomodatif terhadap segala tuntutan zaman. Konsekwensi logisnya, pendapat ini tidak mencerminkan rasa keadilan terhadap masyarakat sekarang ini. Hal ini sesuai dengan kaidah fiqhiyah : Artinya: Tidak dapat diingkari adanya perubahan hukum itu lantaran sejalan dengan perubahan zaman/keadaan. 87 87 Imam Musbikin, Qawaid Al Fiqhiyah Lock. Cit. hlm. 101