BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.1.1 Keadaan Geografis Kabupaten Takalar yang beribu kota di Pattalassang terletak antara5 0 3-5 0 38 Lintang Selatan dan 119 0 22 Bujur Timur. Di sebelah Timur secara administrasi berbatasan dengan kabupaten Gowa dan Jeneponto. Di sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Gowa. Sedangkan di sebelah barat dan selatan dibatasi oleh selat Makassar dan Laut Flores. Luas wilayah Kabupaten Takalar tercatat 566,51 km 2 terdiri dari 9 kecamatan dan 100 wilayah desa/kelurahan. Jarak ibukota kabupaten dengan ibukota provinsi Sulawesi Selatan mencapai 45 km yang melalui kabupaten Gowa. 1.1.2 Keadaan Ekonomi Daerah Tabel 1.1 Kinerja Pelaksanaan APBD Tahun Persentase Realisasi Pendapatan 2008-2009 2009-2010 2010-2011 2011-2012 Naik sebesar 1,5% Naik sebesar 17,95% Naik sebesar 19,28% Naik sebesar 3,77% Realisasi Belanja Daerah 2008-2009 2009-2010 2010-2011 2011-2012 Naik sebesar 1,57% Naik sebesar 2,13% Naik sebesar 27.07% Naik sebesar 26,97% Sumber: data yang diolah, 2016 1
Berdasarkan data pada Tabel 1.1, kinerja Pelaksanaan APBD Tahun 2008-2012 memberikan gambaran trend yang positif dengan rata-rata kenaikan sebesar 10,51%. Gambaran perkembangan struktur pendapatan dan belanja Tahun 2008-2012 menunjukkan bahwa meskipun mengalami kenaikan ratarata persentase realisasi pendapatan sebesar 10,51%, tetapi kenaikannya tidak stabil. Pada Tahun 2008 ke Tahun 2009 naik sebesar 1,05% selanjutnya Tahun 2009 ke Tahun 2010 naik sebesar 17,95%, Tahun 2010 ke Tahun 2011 naik sebesar 19,28%, dan Tahun 2011 ke Tahun 2012 kenaikannya sebesar 3,77%. Realisasi belanja daerah Kabupaten Takalar Tahun 2008 2012 menunjukkan bahwa Belanja operasi Tahun 2008 ke tahun 2009 naik sebesar 1.57%, Tahun 2009 ke Tahun 2010 menjadi 2.13%, Tahun 2010 ke Tahun 2011 sebesar 27.07%, Tahun 2011 ke Tahun 2012 sebesar 26.97% yang didalamnya termasuk belanja pegawai dengan trend setiap tahun mengalami kenaikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku antara lain kenaikan gaji dan kenaikan penghasilan guru. Sedangkan belanja modal dalam Tahun 2009 sampai Tahun 2012 stagnan dan cenderung menurun dengan persentase ratarata sebesar -2.74%. Terjadinya fluktuatif kenaikan belanja operasi disatu sisi, dan disisi lain penurunan porsi belanja langsung karena kenaikan pendapatan jauh lebih kecil dibandingkan dengan kebutuhan dana. Kebijakan belanja tentunya mendahulukan belanja wajib terutama gaji pegawai negeri sipil dan tunjangan guru setelah itu sisanya baru diperuntukkan membiayai kebutuhan belanja urusan pembangunan. Realisasi penerimaan pendapatan asli daerah kabupaten Takalar tahun 2013 sebesar 39.668.045.000 rupiah. Dari jumlah tersebut (83,54%) diperoleh dari retribusi daerah sedang sisanya didapat dari pajak daerah (114,92%). Bagian laba perusahaan (117,39%) penerimaan dari dinas-dinas dan penerimaan lainnya (146,96%). 2
1.1.3 Gambaran Umum Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Berdasarkan peraturan Bupati Takalar Nomor: 32 tahun 2014 tentang tugas dan fungsi jabatan struktural pada Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Takalar terdiri dari 1 (satu) orang Kepala Dinas, 1 (satu) orang sekretaris dinas, yang membawahi 3 (tiga) sub bagian, yaitu: Sub bagian umum dan kepegawaian, Sub bagian keuangan dan Sub bagian program. Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah terdiri atas 4 (empat) bidang, yakni: Bidang pendapatan dan penerimaan pembiayaan, bidang anggaran dan pembinaan keuangan daerah, bidang perbendaharaan dan bidang pengelolaan aset daerah. 1.1.4 Tugas Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Tugas pegawai Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Takalar memacu pada Peraturan Bupati Takalar nomor 32 Tahun 2014 tentang Tugas dan Fungsi Jabatan Struktural pada Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Takalar. Adapun Uraian tugas sebagaimana dibawah ini : Pertama pasal 3 (1) Kepala Dinas mempunyai tugas melaksanakan urusan di bidang pengelolaan pendapatan daerah berdasarkan asas desentralisasi dan tugas pembantuan. Kedua, pasal 4 (1) Sekretariat dipimpin oleh seorang sekretaris yang mempunyai tugas memberikan layanan teknis dan administrasi umum, keuangan, kepegawaian, perlengkapan, pembinaan organisasi dan tata laksana, koordinasi dan pengendalian serta pengawasan pelaksanaan program dan kegiatan Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah. Ketiga, pasal 5 (1) Sub bagian umum dan kepegawaian dipimpin oleh seorang kepala sub bagian yang mempunyai tugas pelaksanaan urusan ketataksanaan Dinas yang meliputi surat-menyurat, kearsipan, pengadaan, ekspedisi, administrasi perjalanan dinas, perlengkapan, dan urusan rumah tangga serta urusan administrasi kepegawaian dinas pengelolaan keuangan daerah. Keempat, pasal 6 (1) Sub bagian keuangan dipimpin oleh seorang kepala sub bagian yang mempunyai tugas pengelolaan administrasi keuangan, 3
meliputi penyusunan anggaran, penggunaan anggaran, pembukuan dan pertanggungjawaban serta pelaporan keuangan. 1.2 Latar Belakang Suatu organisasi dapat berjalan dan bekerja secara lebih sistematis, optimal, dan berkembang karena adanya mekanisme pengendalian internal dalam organisasi yang berupaya menjaga dan mengarahkan organisasi sesuai dengan tujuan, strategi, serta nilai organisasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Cohen (2008:129) bahwa pengendalian bukan masalah mengetahui dan mengarahkan segala sesuatu yang terjadi dalam organisasi, selain itu, pengendalian juga bukan berarti menghindari semua kesalahan. Pengendalian adalah kemampuan untuk mengarahkan perilaku organisasi agar dapat menyesuaikan diri dengan strategi, tujuan, serta nilai-nilai organisasi. Pengendalian tidak mencegah orang untuk melakukan kesalahan tetapi menciptakan lingkungan yang mendorong mereka agar melakukan hal yang benar. Tata kelola pemerintahan yang efektif membutuhkan kemampuan pengelolaan keuangan daerah yang efisien, efektif, transparan, akuntabel dan memberikan manfaat nyata (Noor, 2014). Akuntansi dan pelaporan keuangan daerah yang baik merupakan bagian dari akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah. Akuntabilitas pengelolaan keuangan di suatu daerah dapat dinilai masyarakat dari opini yang dikeluarkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas laporan keuangan yang dibuat Pemerintah Daerah tersebut. Daerah yang memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK akan membuat kepercayaan masyarakat dan stakeholder lainnya terhadap Pemerintah Daerah bersangkutan semakin tinggi. Nilai kepercayaan masyarakat adalah nilai tertinggi dari semua nilai yang ada di masyarakat, oleh karenanya maka Pemerintah Daerah diharapkan terus berupaya mendapatkan atau 4
mempertahankan opini WTP atas pengelolaan keuangan daerahnya. (Martowardojo, 2010) Jika ingin mencapai tujuannya maka mau tidak mau suatu Pemerintah Daerah harus berupaya meraih opini WTP dari BPK. Opini WTP adalah basic requirement untuk mewujudkan Good Public Governance (Mardiasmo, 2010). Salah satu faktor yang menentukan pemberian opini WTP oleh BPK adalah kondisi sistem pengendalian intern di Pemerintah Daerah tersebut. Pengaruh sistem pengendalian intern terhadap opini BPK atas penyajian laporan keuangan Pemerintah Daerah telah dibuktikan oleh penelitian sebelumnya. Nora (2013) dalam penelitiannya menyatakan bahwa faktor kelemahan sistem pengendalian intern menjadi faktor penentu dalam pertimbangan Auditor BPK memberikan opini tidak wajar terhadap laporan keuangan yang disajikan Pemerintah Daerah. Dalam penelitian lain, Tantriani dan Puji (2012) membuktikan bahwa sistem pengendalian intern memiliki dampak positif yang signifikan terhadap kualitas informasi laporan keuangan Pemerintah Daerah. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nugraha dan Apriyanti (2010) dan Indriasari dan Ertambang (2008) yang menyatakan bahwa pengendalian intern berpengaruh signifikan terhadap keandalan pelaporan keuangan Pemerintah Daerah. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 disebutkan bahwa Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan yang menerapkan prinsip-prinsip transparansi dan akuntabilitas merupakan bagian dari Good Governance secara konsisten. Akuntabilitas dilaksanakan melalui pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara yang dilakukan melalui pelaksanaan pengawasan keuangan negara oleh unit-unit pengawasan intern yang ada atau tindakan pengendalian oleh masing-masing instansi pemerintah. Agar terlaksananya pengelolaan keuangan negara yang akuntabel dan transparan tersebut dibutuhkan suatu sistem yang dapat memberi keyakinan yang memadai bahwa penyelenggaraan kegiatan pada suatu Instansi Pemerintah dapat mencapai tujuannya secara efisien dan efektif, melaporkan pengelolaan keuangan negara secara andal, mengamankan aset negara, dan mendorong 5
ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Sistem tersebut pada Instansi Pemerintah dikenal dengan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) yang dalam penerapannya harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan serta mempertimbangkan ukuran, kompleksitas, dan sifat dari tugas dan fungsi Instansi Pemerintah tersebut. Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara pada pasal 58 ayat (1) dan ayat (2) memerintahkan pengaturan lebih lanjut mengenai Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) secara menyeluruh dengan Peraturan Pemerintah. Atas dasar ketentuan tersebut, Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Peraturan ini merupakan adopsi dari konsep struktur pengendalian intern dari COSO. Penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) merupakan wujud komitmen pemerintah untuk meningkatkan manajemen pemerintahan dan menguatkan akuntabilitas instansi pemerintah. Pada Pasal 47 Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah ayat (1) dan (2) menyatakan bahwa Menteri/Pimpinan Lembaga, Gubernur dan Bupati/Walikota bertanggungjawab atas efektivitas penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern di lingkungan masing-masing. Untuk memperkuat dan menunjang efektivitas Sistem Pengendalian Intern sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan: (a) pengawasan intern atas penyelenggaraan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah termasuk akuntabilitas keuangan negara; dan (b) pembinaan penyelenggaraan SPIP. Hal ini berarti bahwa Kepala Daerah selaku pemegang otoritas tertinggi di daerahnya berkewajiban untuk mengimplementasikan SPIP dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di daerah. Implementasi Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) menjadi faktor kunci yang menentukan opini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) (Hasan, 2013). Namun, masih banyak pemerintah daerah yang menghadapi kendala dalam pengelolaan keuangan mereka. Hal itu dikonfirmasi dengan 6
jumlah pemerintah daerah yang diperiksa oleh BPK yang belum memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), menunjukkan 303 LKPD dari 456 (BPK, 2014). Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan SPIP di pemerintah daerah Indonesia yang pernah diungkapkan oleh (Zumriyatun, 2010), keberhasilan pelaksanaan SPIP sebagian besar terganggu oleh komitmen Gubernur/Walikota/Bupati. Studi lain oleh Ibnu (2009) menyatakan bahwa efektivitas SPIP ditentukan oleh lingkungan pengendalian yang merupakan manifestasi dari kepemimpinan. Sementara Yudi (2010) menyatakan bahwa lingkungan pengendalian di mana kepemimpinan, moral, etika, kejujuran, dan integritas adalah prasyarat dari SPIP. Selain itu, pada penelitian Laila (2010) menyimpulkan bahwa tanggung jawab penyelenggaraan SPIP dan keberhasilan penerapan SPIP di daerah sangat tergantung pada komitmen dari Kepala Daerah masing-masing. Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Pingkan Lonto (2011) mengungkapkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kelemahan SPIP pada Pemerintahan Kota Bitung adalah kesalahan pertimbangan, ketidaktahuan tugas pokok dan fungsi, ketidakhadiran pegawai, kurangnya motivasi, kurangnya pemahaman mengenai regulasi yang berkaitan dengan tugas, kolusi, ketidakpahaman tentang SPIP, kompetensi pegawai, struktur organisasi, dukungan informasi teknologi dan pembinaan penyelenggaraan SPIP. Faktor yang mendukung penerapan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) seperti pemaparan sebelumnya yaitu sebagian besar berada pada unsur Lingkungan Pengendalian. Unsur utama SPIP yang wajib diimplementasikan pada lingkup instansi pemerintah adalah lingkungan pengendalian berdasarkan PP Nomor 60 Tahun 2008. Dalam PP Nomor 60 Tahun 2008 mewajibkan pimpinan instansi pemerintah untuk menciptakan dan memelihara lingkungan pengendalian yang menimbulkan perilaku positif dan kondusif untuk penerapan SPIP dalam lingkungan kerjanya. Dalam konteks pengelolaan keuangan pemerintah daerah Kabupaten/Kota Inspektorat Kabupaten/Kota melakukan pengawasan terhadap seluruh kegiatan dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi Satuan Kerja Perangkat 7
Daerah (SKPD) yang didanai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Namun demikian meskipun telah dilakukan pengawasan intern oleh Inspektorat Daerah Kabupaten Takalar dari hasil pemeriksaan BPK RI, tetap saja ditemukan kelemahan dalam penerapan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah Daerah Kabupaten Takalar. Hal ini juga terkait dengan opini BPK terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Takalar pada tahun 2014 yang masih menyatakan Opini Wajar dengan Pengecualian (WDP), dan belum pernahnya hasil audit BPK terhadap Laporan Keuangan Kabupaten Takalar menyatakan Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Kepala Perwakilan BPK Provinsi Sulawesi Selatan, Tri Heriadi, memberikan selamat terutama kepada Bupati Takalar beserta jajarannya berkat diperolehnya opini WDP ini. Menurutnya opini Disclaimer yang selalu disandang Kabupaten Takalar beberapa tahun berturut turut, berkat kerja keras dengan komitmen yang sungguh-sungguh akhirnya Pemerintah Kabupaten Takalar keluar dari predikat Disclaimer. http://makassar.bpk.go.id [27 November 2016] Sesuai dengan opini BPK pada Tabel 1.1, dapat dikatakan bahwa penerapan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah di Kabupaten Takalar dalam hal penyajian Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) belum berjalan dengan baik. Tabel 1.2 Opini BPK terhadap LKPD Kab. Takalar Tahun 2011 s.d 2015 Entitas Pemerintah Daerah Kab. Takalar Opini Tahun 2011 Opini Tahun 2012 Opini Tahun 2013 Opini Tahun 2014 Opini Tahun 2015 TMP TMP TMP WDP WDP Sumber: IHPS I Tahun 2016, BPK-RI 8
Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Lingkungan Pengendalian dalam penerapan SPIP di Kabupaten Takalar, karena penilaian SPIP berperan penting terhadap opini LKPD yang dikeluarkan BPK setiap tahunnya. Penelitian terkait unsur Lingkungan Pengendalian SPIP di Pemerintah Daerah Kabupaten Takalar juga belum pernah dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi penerapan unsur Lingkungan Pengendalian di lingkup SKPD Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Takalar dan upaya apa saja yang harus dilakukan oleh Pengambil Kebijakan (Kepala Daerah) Pimpinan SKPD untuk menerapkan Lingkungan Pengendalian SPIP yang baik dan sesuai dengan PP Nomor 60 Tahun 2008 Tentang SPIP. Atas pemaparan diatas maka peneliti memberi judul Analisis Unsur Lingkungan Pengendalian pada Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) di Kabupaten Takalar. 1.3 Perumusan Masalah Sebagai unsur pertama dalam Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP), Lingkungan Pengendalian memegang peranan yang sangat penting karena akan menentukan keberlangsungan pelaksanaan keempat unsur lainnya. Efektivitas pengendalian intern dipengaruhi oleh kondisi dalam instansi, sehingga pimpinan instansi pemerintah dan seluruh pegawai harus menciptakan dan memelihara lingkungan dalam keseluruhan organisasi yang dapat menimbulkan perilaku positif dan mendukung terhadap pengendalian intern dan manajemen yang sehat. Adapun masalah dalam penelitian ini adalah apakah kondisi lingkungan pengendalian di Pemerintah Daerah Kabupaten Takalar telah membantu menerapkan manajemen keuangan yang baik, kemudian peneliti ingin mengetatahui upaya apa yang perlu diambil oleh pengambil kebijakan di Kabupaten Takalar untuk mencapai lingkungan pengendalian yang positif dan kondusif di Kabupaten Takalar. 9
1.4 Pertanyaan Penelitian Dari permasalahan penelitian diatas, maka pertanyaan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut: a. Bagaimana kondisi lingkungan pengendalian di Pemerintah Daerah Kabupaten Takalar? b. Upaya apa yang perlu diambil oleh pengambil kebijakan di Kabupaten Takalar guna menciptakan lingkungan pengendalian yang kondusif bagi penerapan SPIP di Kabupaten Takalar? 1.5 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Untuk mengidentifikasi bagaimana kondisi dari lingkungan pengendalian di Pemerintah Daerah Kabupaten Takalar. b. Untuk mengidentifikasi upaya apa yang perlu diambil oleh pengambil kebijakan di Kabupaten Takalar untuk mencapai lingkungan pengendalian yang positif dan kondusif di Kabupaten Takalar. 1.6 Manfaat Penelitian a. Bagi Akademisi Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi, khususnya mengenai penerapan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP). b. Bagi Bupati/Walikota Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi informasi sebagai bahan pertimbangan, utamanya bagi kepala daerah dalam pengambilan kebijakan terkait implementasi lingkungan pengendalian di daerahnya. 1.7 Ruang Lingkup Penelitian 1.7.1 Variabel Penelitian Variabel penelitian ini adalah sub-unsur lingkungan pengendalian yang terdiri dari delapan yaitu: (1) Penegakan integritas dan nilai etika; 10
(2) Komitmen terhadap kompetensi; (3) Kepemimpinan yang kondusif; (4) Pembentukan struktur organisasi yang sesuai kebutuhan; (5) Pendelegasian wewenang dan tanggungjawab yang tepat; (6) Penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang pembinaaan sumber daya manusia; (7) Perwujudan peran aparat pengawasan intern pemerintah yang efektif; dan (8) hubungan kerja yang baik dengan instansi pemerintah terkait. 1.7.2 Lokasi dan Objek Penelitian Penelitian ini mengambil studi kasus di Kabupaten Takalar, Kabupaten Takalar adalah sebuah kabupaten di provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Ibu kotanya terletak di Pattallassang. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 566,51 km² dan berpenduduk sebanyak ± 250.000 jiwa. Objek dari penelitian ini adalah Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) di Pemerintah Daerah Kabupaten Takalar. 1.7.3 Waktu dan Periode Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan September 2016 dan akan berakhir pada bulan Maret 2017. 1.8 Sistematika Penulisan Secara sistematis susunan skripsi ini adalah sebagai berikut: BAB I: PENDAHULUAN Bab ini merupakan penjelasan secara umum mengenai objek latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat diadakannya penelitian, ruang lingkup penelitian serta sistematika penelitian. BAB II: TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini dijelaskan landasan teori yang berkaitan dengan penelitian dan hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian. BAB III: METODE PENELITIAN Pada bab ini dijelaskan mengenai desain penelitian, sampel penelitian, dan teknik analisa data. 11
BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini dijelaskan mengenai deskripsi partisipan dan hasil penelitian serta pembahasan. BAB V: PENUTUP Pada bab ini akan disajikan kesimpulan dan saran. 12