PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU

dokumen-dokumen yang mirip
BUPATI LANDAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

P E R A T U R A N D A E R A H

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2009 NOMOR

QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA PERIKANAN DI PERAIRAN UMUM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG

L E M B A R A N D A E R A H

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 2

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH BUPATI LEBAK,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 5 TAHUN 1998 TENTANG PELESTARIAN SUMBER DAYA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 06 TAHUN 2004

BUPATI MALINAU PROVINSI KALIMANTAN UTARA

BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANAU LINDU

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 03 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PERBURUAN BURUNG, IKAN DAN SATWA LIAR LAINNYA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SELAYAR NOMOR 16 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM LAUT DAM PESISIR DALAM WILAYAH KABUPATEN SELAYAR DENG AN

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 9 TAHUN TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

c. bahwa untuk melaksanakan maksud butir a dan b di atas, perlu diatur dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah;

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Jawa Barat (Berita Negara tanggal 4 Juli Tahun 1950);

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO

PERLINDUNGAN TERHADAP IKAN

PERATURAN DAERAH PROPINSI BANTEN NOMOR : 8 TAHUN 2003 TENTANG PENGEMBANGAN PEMANFAATAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR : 16 TAHUN 2003 TENTANG PENGAMANAN PASIR, KERIKIL, DAN BATU DI LINGKUNGAN SUNGAI DAN PESISIR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENERTIBAN PENEBANGAN POHON DAN BAMBU DI LUAR KAWASAN HUTAN

WALIKOTA BANJARMASIN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2008 NOMOR

BUPATI MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG USAHA PERIKANAN DI KABUPATEN MAGELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 7 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG,

GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU

BUPATI LANDAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN SUMBER AIR BAKU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG. IZIN USAHA PERIKANAN dan TANDA PENCATATAN KEGIATAN PERIKANAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BREBES. Nomor : 6 Tahun : 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA TAHUN 2010 NOMOR 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

P E R A T U R A N D A E R A H

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG PENGENDALIAN DAN PERLINDUNGAN SEMPADAN SUNGAI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG IZIN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN,

WALIKOTA BANJARMASIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN TENTANG PERIZINAN USAHA PERIKANAN

PERIZINAN USAHA PERIKANAN

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERIZINAN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 04 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK TENTANG IZIN PEMBUANGAN DAN PEMANFAATAN AIR LIMBAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 8 TAHUN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

BUPATI SIMEULUE QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE

BUPATI NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN NATUNA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2010 NOMOR 4

PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 13 TAHUN 2006 T E N T A N G

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA,

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR : 7 TAHUN 2006 SERI : C NOMOR : 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 7 TAHUN 2006 T E N T A N G

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PEMBUANGAN AIR LIMBAH DAN PEMANFAATAN AIR LIMBAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN TEMPAT PELELANGAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA,

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang

PEMERINTAH KABUPATEN TANAH BUMBU IZIN USAHA PERKEBUNAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG,

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PEMBUANGAN LIMBAH CAIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 7 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI IZIN TEMPAT USAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG IZIN USAHA PENGELOLAAN DAN PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET

L E M B A R A N D A E R A H

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 7 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN DAN REHABILITASI LAHAN KRITIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 4 TAHUN 2005 TENTANG IJIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU DI WILAYAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 12 TAHUN 2002 T E N T A N G RETRIBUSI IZIN PENGUSAHAAN OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

IZIN PEMBUANGAN LIMBAH CAIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUARA ENIM,

Transkripsi:

1 PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENGAWASAN KONSERVASI SUMBER DAYA IKAN DI PERAIRAN UMUM KABUPATEN KAPUAS HULU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAPUAS HULU, Menimbang : a. bahwa Kabupaten Kapuas Hulu memiliki wilayah perairan yang cukup luas yang mengandung sumber daya ikan yang sangat potensial dan memiliki arti penting dalam peranan dan manfaatnya sebagai modal dasar pembangunan untuk mengupayakan peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Kapuas Hulu; b. bahwa sumber daya ikan merupakan sumber daya hayati yang tidak ternilai harganya, apabila dikelola dengan bijaksana dan baik akan memberi manfaat bagi kesejahteraan masyarakat; c. bahwa dalam rangka pelaksanaan pembangunan secara menyeluruh di Kabupaten Kapuas Hulu, pengelolaan sumber daya ikan perlu dilakukan dengan sebaik-sebaiknya berdasarkan keadilan dan pemerataan dalam pemanfaatannya dengan mengutamakan perluasan kesempatan kerja dan peningkatan taraf hidup bagi nelayan dan petani ikan kecil serta terbinanya kelestarian sumber daya ikan dan lingkungannya yang akan meningkatkan ketahanan daerah dalam menuju terwujudnya kesejahteraan rakyat ; d. bahwa dalam rangka menghindari kerusakan lingkungan hidup, ekosistem dan habitat kehidupan perairan umum (danau, sungai, pagong alam, kerinan/lebak, rawa, dan genangan air lainnya) di

2 Kabupaten Kapuas Hulu yang lebih luas akibat eksploitasi Sumber Daya Ikan yang tidak terkendali, perlu diadakan penataan sistem penangkapan sumber daya ikan yang lebih terkoordinasi; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c dan huruf d, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pengelolaan dan Pengawasan Konservasi Sumber Daya Ikan di Perairan Umum Kabupaten Kapuas Hulu; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1959 tentang Penetapan Undang- Undang Darurat Nomor 3 tahun 1953 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Kalimantan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1953 Nomor 9) sebagai Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1820); 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699); 3. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); 4. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4433); 5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah sebagaimana telah di ubah beberapa kali dan yang terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang pembagian urusan Pemerintahan Antara Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

3 Nomor 4779). Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU DAN BUPATI KAPUAS HULU MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN DAN PENGAWASAN KONSERVASI SUMBER DAYA IKAN DI PERAIRAN UMUM KABUPATEN KAPUAS HULU. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah Otonom, selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan. 2. Kabupaten adalah Kabupaten Kapuas Hulu. 3. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah. 4. Bupati adalah Bupati Kapuas Hulu. 5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya di sebut dengan DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Kapuas Hulu. 6. Dinas adalah Dinas Perikanan Kabupaten Kapuas Hulu. 7. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Kapuas Hulu. 8. Pejabat yang berwenang adalah Pejabat yang ditunjuk karena

4 jabatannya mempunyai wewenang menjatuhkan sanksi terhadap pelanggaran Peraturan Daerah ini. 9. Pihak berwenang adalah pihak atau badan yang oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku berwenang untuk melakukan tindakan hukum. 10. Masyarakat adalah kumpulan orang-orang yang berdomisili di sekitar perairan umum dan atau masyarakat yang berdomisili di dalam Kabupaten Kapuas Hulu. 11. Lembaga Kemasyarakatan adalah lembaga atau organisasi sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-undang Organisasi Massa dan Organisasi Sosial yang berdomisili di Kapuas Hulu. 12. Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksananakan dalam suatu bisnis perikanan. 13. Sungai adalah merupakan alur atau tempat atau wadah air, sedimen, dan ekosistem yang terkait mulai dari hulu sampai muara, serta kanan dan kiri sepanjang pengalirannya dibatasi oleh garis sempadan. 14. Danau adalah merupakan wadah air dan ekosistem yang ada yang terbentuk secara alamiah dapat berupa bagian dari sungai yang lebar dan kedalamannya jauh melebihi ruas lain dari sungai yang bersangkutan, termasuk situ, embung dan wadah air sejenis dengan istilah sebutan lokal (telaha, ranu). 15. Ikan adalah segala jenis hewan yang seluruh atau sebagian dari siklus hidupnya berada di dalam lingkungan perairan. 16. Pengelolaan dan pelestarian adalah segala upaya dan kegiatan untuk mengarahkan dan mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam hayati dan non hayati di lokasi danau lindung. 17. Sumber daya ikan adalah potensi semua jenis ikan. 18. Konservasi sumber daya alam adalah segala upaya yang bertujuan untuk melindungi, mengawetkan, dan melestarikan sumber daya alam di lokasi perairan umum. 19. Konservasi sumber daya ikan adalah upaya perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan sumber daya ikan, termasuk ekosistem, jenis dan genetik untuk menjamin keberadaan, ketersediaan, dan kesinambungan dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keaneka ragaman sumber daya ikan.

5 20. Konservasi Ekosistem adalah upaya melindungi, melestarikan, dan memanfaatkan fungsi ekosistem sebagai habitat penyangga kehidupan sumber daya ikan pada waktu sekarang dan yang akan datang. 21. Kawasan Konservasi Perairan adalah kawasan perairan yang dilindungi, dikelola dengan sistem zonasi, untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya ikan dan lingkungan secara berkelanjutan. 22. Konservasi Genetik Ikan adalah upaya melindungi, melestarikan, dan memanfaatkan sumber daya ikan, untuk menjamin keberadaan, ketersediaan dan kesinambungan sumber daya genetik ikan bagi generasi sekarang maupun yang akan datang. 23. Pemanfaatan sumber daya ikan adalah kegiatan penangkapan ikan dan atau pembudidayaan ikan. 24. Penangkapan ikan adalah kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan di lokasi sungai, danau, kerinan dan lebak dengan alat atau cara apapun. 25. Alat penangkap ikan adalah sarana dan perlengkapan atau bendabenda lainnya yang dipergunakan untuk menangkap ikan. 26. Nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan. 27. Kerusakan sumber daya ikan adalah terjadinya penurunan potensi sumber daya ikan yang dapat membahayakan kelestariannya di lokasi perairan umum yang diakibatkan oleh perbuatan seseorang atau badan hukum yang telah menimbulkan gangguan sedemikian rupa terhadap keseimbangan biologi atau daur hidup sumber daya ikan. 28. Pencemaran lingkungan sumber daya ikan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan sumber daya ikan sehingga kualitas lingkungan sumber daya ikan turun sampai tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan sumber daya ikan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya. 29. Kerusakan lingkungan sumber daya ikan adalah suatu keadaan lingkungan sumber daya ikan di suatu lokasi perairan umum yang telah mengalami perubahan fisik, kimiawi dan hayati, sebagai akibat tindakan seseorang atau badan hukum sehingga tidak atau kurang berfungsi sebagai tempat hidup, mencari makan, berkembang biak atau berlindung.

6 30. Restocking adalah salah satu upaya penambahan stock ikan tangkapan untuk ditebarkan diperairan umum, pada perairan yang dianggap telah mengalami krisis akibat padat tangkap atau tingkat pemanfaatannya berlebihan. BAB II AZAS, TUJUAN DAN SASARAN Pasal 2 Pengelolaan dan pengawasan sumber daya ikan di perairan umum Kabupaten diselenggarakan dengan azas manfaat, bertanggung jawab dan berkelanjutan. Pasal 3 Pengelolaan dan pengawasan sumber daya ikan di perairan umum Kabupaten bertujuan untuk : a. mengurangi kerusakan sumber daya ikan yang diakibatkan oleh penangkapan yang berlebihan dan penggunaan alat tangkap yang tidak selektif; b. meningkatkan dan memperbaiki kondisi sumber daya Ikan; c. merlindungi, melestarikan dan memanfaatkan sumber daya ikan, termasuk ekosistem, jenis dan genetik untuk menjamin keberadaan, ketersediaan, dan kesinambungan dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keaneka ragaman sumber daya ikan; d. meningkatkan peran serta masyarakat dan pemerintah dalam pengelolaan sumber daya ikan; e. meningkatkan kesadaran dan komitmen masyarakat dalam pengelolaan, pengawasan perairan umum dan kawasan konservasi sumber daya ikan; f. menumbuhkan rasa kepedulian dan kepemilikan masyarakat terhadap sumberdaya ikan dan biota ikan lainnya ; g. meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan, pembudidaya dan masyarakat penerima manfaat lainnya; h. mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup dalam rangka pembangunan masyarakat Kapuas Hulu seutuhnya. Pasal 4 Sasaran pengelolaan, pengawasan dan konservasi sumber daya ikan di

7 perairan umum Kabupaten adalah : a. terbentuknya daerah pengelolaan perairan umum (danau, sungai, pagong alam, Kerinan /lebak, rawa, dan genangan air lainnya) yang berbasis masyarakat; b. terbentuknya daerah konservasi sumber daya ikan di Kabupaten; c. terbentuknya pola kesadaran masyarakat tentang pola pelestarian dan pengelolaan perairan umum beserta mekanisme pelaksanaan dan pengawasannya ; d. tercapainya keselarasan, keseimbangan dan keserasian antara manusia dan sumber daya perikanan beserta biota lainnya; e. terpeliharanya spesies endemik perairan umum Kabupaten; f. tercapainya kelestarian sumber daya ikan dan biota lainnya; g. t erkendalinya dan optimalisasi pemanfaatan sumber daya ikan dan biota an biota lainnya. BAB III WILAYAH PENGELOLAAN DAN PENGAWASAN SUMBER DAYA IKAN Pasal 5 (1) Perairan umum (Sungai, danau, pagong alam, Kerinan/lebak, rawa, dan genangan air lainnya) di Kabupaten; (2) Kawasan konservasi perairan di Kabupaten; (3) Lahan pembudidayaan ikan yang potensial di wilayah perairan umum Kabupaten; BAB IV PENGELOLAAN DAN PENGAWASAN SUMBER DAYA IKAN DIPERAIRAN UMUM Pasal 6 1) Sistem pengelolaan sumber daya ikan di Kabupaten dilakukan secara bersama-sama antara pemerintah dan masyarakat (ko-manajemen pengelolaan sumber daya ikan). 2) Pengelolaan sumber daya ikan untuk kepentingan penangkapan ikan dan pembudidayaan ikan harus mempertimbangkan hukum adat dan/atau kearifan lokal serta memperhatikan peran serta masyarakat.

8 3) Agar kegiatan pengelolaan sumber daya ikan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien, maka perlu dilakukan pengaturan dan pembatasan penangkapan ikan (zonasi). 4) Pengaturan dan pembatasan penangkapan ikan sebagai mana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan cara: a. penutupan sementara bagian tertentu dari penangkapan ikan dengan maksud untuk memberi kesempatan bagi ikan-ikan muda untuk tumbuh dan berkembang biak; b. pengaturan penangkapan, dimana hanya diperbolehkan pada bulan-bulan tertentu (Ketanjak biawan, tamaan tapah, dan kawasan konservasi perairan,). 5) Dalam rangka pengelolaan sumber daya ikan perlu dilakukan pengawasan dengan melakukan penjagaan dan patroli pada perairan umum dan kawasan konservasi. 6) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilaksanakan oleh : a. Pengawas Perikanan yang terdiri atas Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perikanan dan Penyidik Non Pegawai Negeri Sipil ; b. Kelompok Masyarakat Pengawas Perikanan (POKMASWAS). Bagian Pertama Pengelolaan Habitat Ikan Pasal 7 1) Dalam rangka memberikan kesempatan kepada ikan untuk berkembang biak dan melestarikan sumber daya ikan maka perlu adanya pengelolaan terhadap habitat-habitat ikan. 2) Pengelolaan habitat ikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 butir a meliputi : a. pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan; b. pengelolaan habitat ruaya ikan (tamaan tapah dan ketanjak biawan). 3) Pengelolaan terhadap habitat ikan tersebut di lakukan pemerintah dan masyarakat secara bersama-sama sesuai dengan tugas dan fungsinya (Ko- Manajemen Perikanan). 4) Dalam rangka meningkatkan efektifitas dan efisiensi dalam pengelolaan habitat ikan tersebut maka pemerintah menghargai kearifan lokal selama tidak bertentangan dengan perundang-undangan

9 yang berlaku. 5) Hal-hal yang bersifat teknis dalam pengelolaan habitat ikan akan di atur dengan Peraturan Bupati. Bagian Kedua Pengawasan Sumber Daya Ikan Pasal 8 1) Dalam rangka pemanfaatan yang bijaksana terhadap sumber daya ikan sehingga menjamin kelangsungan hidup ikan, produktifitas yang berkesinambungan dan tidak punahnya spesies-spesies ikan di perairan pedalaman Kapuas Hulu perlu untuk melakukan pengawasan terhadap aktivitas masyarakat di lingkungan perairan umum dan kawasan konservasi sumber daya ikan. 2) Bahwa pengawasan sebagaimana di maksud pada ayat (1) di laksanakan secara bersama-sama antara masyarakat, pemerintah daerah, kepolisian dan semua steacholder yang berkepentingan terhadap sumber daya ikan maupun karena tugas yang telah di amanatkan padanya. 3) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : Pengawasan terhadap penggunaan alat tangkap yang merusak sumber daya ikan seperti : a. penggunaan bahan kimia (potas, lanit, dan lain-lain); b. penggunaan alat tangkap konpensional yang tidak standar; c. penggunaan alat tangkap elektrik seperti penggunaan alat setrum; 4) Hal-hal yang bersifat teknis dalam pengawasan sumber daya ikan akan di atur dengan Peraturan Bupati. Bagian Ketiga Konservasi jenis Ikan Pasal 9 Konservasi jenis ikan dilakukan dengan tujuan: a. melindungi jenis ikan yang terancam punah; b. mempertahankan keanekaragaman jenis ikan; c. memelihara keseimbangan dan kemantapan ekosistem; dan d. memanfatkan sumber daya ikan secara berkelanjutan.

10 Pasal 10 Konservasi jenis ikan dilakukan melalui: a. penggolongan jenis ikan; b. penetapan status perlindungan jenis ikan; c. pemeliharaan; d. pengembangbiakan; e. penelitian dan pengembangan. Pasal 11 (1) Penggolongan jenis ikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a terdiri atas: a. jenis ikan yang dilindungi; b. jenis ikan yang tidak dilindungi. (2) Kriteria jenis ikan yang dilindungi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi: a. terancam punah ; b. langka; c. daerah penyebaran terbatas (endemik); d. terjadinya penurunan jumlah populasi ikan dialam secara drastis; dan atau e. tingkat kemampuan reproduksi yang rendah. Pasal 12 Penetapan status perlindungan jenis ikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf b, ditetapkan dengan Peraturan Bupati. BAB V PEMBINAAN Pasal 13 (1) Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pengelolaan dan pengawasan sumber daya ikan dilakukan pembinaan masyarakat. (2) Pembinaan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah Daerah, Dunia Usaha, Lembaga Swadaya Masyarakat, atau Kelompok Masyarakat. (3) Dalam rangka pembinaan masyarakat dapat diberikan penghargaan atas

11 upaya pengelolaan dan pengawasan sumber daya ikan. (4) Penghargaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) dapat diberikan oleh Pemerintah Daerah kepada perseorangan dan atau kelompok. (5) Penyuluhan yang intensif tentang pentingnya pelestarian sumber daya ikan. (6) Meningkatkan kegiatan penyuluhan kepada masyarakat yang bermukim di sekitar perairan umum untuk tetap menjaga dan melestarikan sumberdaya ikan dan ekosistemnya. (7) Melakukan koordinasi antar instansi terkait di daerah dalam melaksanakan pengelolaan, pembinaan dan pengawasannya. (8) Menjaga dan mengendalikan perairan umum dari gangguan lingkungan perairan seperti misalnya pendangkalan, pencemaran dan lain-lain Pasal 14 (1) Untuk menjamin terselenggaranya pemanfaatan sumber daya ikan secara berdaya guna, dilakukan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah ini. (2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati. Pasal 15 (1) Dalam rangka pemanfaatan yang bijaksana terhadap sumber daya ikan sehingga menjamin kelangsungan hidup ikan, produktifitas yang berkesinambungan dan tidak punahnya spesies-spesies ikan di perairan pedalaman Kapuas Hulu, maka setiap kelompok masyarakat diperbolehkan membuat aturan adat, aturan lokal atau kearifan lokal sepanjang tidak bertentangan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Setiap orang atau badan hukum yang berdomisili di wilayah hukum adat dan masyarakat pendatang diharuskan untuk mentaati hukum adat atau kearifan lokal yang dibuat oleh masyarakat setempat. (3) Pemerintah menghargai setiap hukum adat atau kearifan lokal yang dibuat oleh masyarakat sepanjang hukum adat atau kearifan lokal tersebut tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

12 BAB VII KETENTUAN LARANGAN Pasal 16 (1) Setiap orang atau badan hukum dilarang melakukan kegiatan penangkapan atau pemanfaatan ikan dan biota lainnya dengan menggunakan bahan atau alat yang dapat membahayakan, mencemari, merusak kelestarian sumber daya ikan beserta biota lainnya dan lingkungan di wilayah perairan Kabupaten. (2) Adapun bahan dan atau alat yang dimaksud pada ayat (1) adalah: a. bahan kimia : potas, lanit dan bahan kimia sejenisnya; b. alat warin : warin dan atau alat sejenisnya yang berukuran (mes size) lebih kecil dari ¾ (tiga per empat) inci; c. alat listrik atau arus listrik atau setrum. (3) Untuk kepentingan kelestarian sumber daya ikan diperairan umum Kabupaten, setiap orang dilarang membudidayakan dan atau memasukkan jenis ikan yang dapat membahayakan sumber daya ikan lainnya di perairan umum Kabupaten. (4) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Bupati. Pasal 17 Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1), ayat (2) dan ayat(3) tidak berlaku sepanjang mengenai perbuatan yang dilakukan untuk kepentingan penelitian dan kegiatan ilmiah lainnya yang diatur dengan Peraturan Bupati. BAB VIII KETENTUAN PENYIDIK Pasal 18

13 (1) Selain Pejabat penyidik umum yang bertugas menyidik tindak pidana, penyidik atas tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini dapat juga dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil dilingkungan pemerintah Kabupaten yang pengangkatannya ditetapkan sesuai peraturan perundangan-undangan yang berlaku; (2) Dalam melaksanakan tugas penyidikan, Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang : a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana; b. melakukan tindakan pertama pada saat itu di tempat kejadian dan melakukan pemeriksaan; c. melakukan penyitaan benda atau alat atau surat; d. mengambil sidik jari dan memotret seseorang; e. memanggil seseorang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; f. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan; g. mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk dari penyidik umum bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindakan pidana dan selanjutnya melalui penyidik umum memberitahukan hal tersebut kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya; h. melakukan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. BAB IX KETENTUAN SANKSI PIDANA Pasal 19 (1) Setiap orang yang dengan sengaja diwilayah perairan umum Kabupaten melakukan kegiatan yang dilarang sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), diancam pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan dan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (Lima Puluh Juta Rupiah). (2) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Pelanggaran. Pasal 20

14 Pembayaran uang denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 (ayat 1), menjadi hak Pemerintah Daerah dan disetor langsung ke kas daerah. BAB X KETENTUAN PENUTUP Pasal 21 Hal-hal yang belum diatur dan belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang yang menyangkut pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. Pasal 22 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Kapuas Hulu. Ditetapkan di Putussibau pada tanggal, 1 September 2009 BUPATI KAPUAS HULU, Drs. H. ABANG TAMBUL HUSIN Diundangkan di Putussibau pada tanggal 2 September 2009 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU, Ir. H. MUHAMMAD SUKRI

15 Pembina Utama Muda NIP.1959 0922 1989 03 1 004 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU TAHUN 2009 NOMOR 8

16 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENGAWASAN SUMBER DAYA IKAN DI PERAIRAN UMUM KABUPATEN KAPUAS HULU UMUM Dalam rangka melaksanakan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, serta untuk menindak lanjuti Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan.Selain untuk mengimplementasikan Peraturan di atas, pembentukan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan dan Pengawasan Sumber Daya Ikan di Perairan Umum Kabupaten Kapuas Hulu diharapkan dapat dijadikan dasar hukum untuk membantu masyarakat dan aparat penegak hukum dalam mengelola sumber daya ikan dan mengawasi aktifitas masyarakat yang berpotensi terhadap kerusakan sumber daya ikan di perairan umum Kabupaten Kapuas Hulu. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Pasal 3 Huruf a Yang dimaksud dengan mengurangi kerusakan sumber daya ikan adalah mengurangi aktifitas masyarakat yang dapat mengurangi potensi sumber daya ikan, misalnya menangkap ikan dengan bahan kimia yang berbahaya (tuba, potas, lanit dan lain-lain) dan atau alat tangkap yang tidak selektif seperti bubu warin dan atau alat setrum.

17 Pasal 4 Huruf b Yang dimaksud dengan daerah konservasi sumber daya ikan adalah daerah yang mempunyai batas-batas tertentu, yang di dilindungi, diawasi dan dimanfaatkan secara bijak oleh masyarakat yang dikukuhkan secara adat atau dengan Keputusan Bupati. Pasal 5 Pasal 6 Ayat (1) Yang dimaksud dengan pengelolaan sumber daya ikan yang dilakukan secara bersama-sama antara masyarakat dan pemerintah adalah pembagian tugas dan fungsi dalam pengelolaan sesuai dengan kemampuan dan kavasitas masingmasing. Ayat (2) Ayat (3) Ayat (4) Ayat (5) Ayat (6) Yang dimaksud dengan Kelompok Masyarakat Pengawas Perikanan (POKMASWAS) adalah kelompok masyarakat yang dibentuk atas inisiatif masyarakat yang merupakan pelaksana pengawasan di tingkat lapangan yang terdiri dari unsur tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, LSM, nelayan, pembudidaya ikan serta masyarakat maritim lainnya. Pasal 7 Pasal 8

18 Pasal 9 Pasal 10 Pasal 11 Pasal 12 Pasal 13 Pasal 14 Pasal 15 Pasal 16 Pasal 17 Pasal 18 Pasal 19 Pasal 20 Pasal 21 Pasal 22

19