BAB I PENDAHULUAN. semakin pesat dan meningkatnya kebutuhan akan sumber daya alam. 1

dokumen-dokumen yang mirip
Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1980 Tentang : Penggolongan Bahan-bahan Galian

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1980 TENTANG PENGGOLONGAN BAHAN-BAHAN GALIAN. Presiden Republik Indonesia,

Lokasi Aktifitas Pertambanagan di Kabupaten Magelang.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (3) menegaskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 angka 10 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang

BAB I PENDAHULUAN. abadi dan keadilan sosial. Dalam rangka mewujudkan tujuan tersebut, bangsa

- 1 - PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO LEMBARAN DAERAH TAHUN 2002 NOMOR 30 PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO NOMOR : I TAHUN 2002 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PERTAMBANGAN UMUM, MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO PENGELOLAAN PERTAMBANGAN UMUM

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 13 TAHUN 2004 TENTANG IZIN USAHA PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG Nomor : 1 Tahun 2008 PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2008

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 8 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN UMUM

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 6 TAHUN 2003 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1964 TENTANG PENGGOLONGAN BAHAN-BAHAN GALIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : TANGGAL : KOORDINAT WILAYAH IZIN USAHA PERTAMBANGAN

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 108 TAHUN 2017 TENTANG HARGA PATOKAN PENJUALAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I KALIMANTAN BARAT NOMOR 7 TAHUN 1987

BAB I PENDAHULUAN. pertambangan antara lain, Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR : 44 TAHUN : 2003 SERI : D PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR : 8 TAHUN 2003 TENTANG

MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR : 1166.K/844/M.PE/1992 TENTANG

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERFIKIR. baik gejala alam lingkungan maupun manusia yang meliputi sifat-sifat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1986

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hubungannya satu dengan yang lain, yang berfungsi bersama-sama untuk

BAB II TINJAUAN TENTANG PENAMBANGAN PASIR. A. Pengertian Pertambangan dan Pengaturan Penambangan Pasir

PEMERINTAH KABUPATEN ACEH TAMIANG

QANUN PROVINSI NANGGROE AC2H DARUSSALAM NOMOR 12 TAHUN 2002 TENTANG PERTAMBANGAN UMUM, MINYAK BUMI DAN GAS ALAM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 56 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG USAHA PERTAMBANGAN UMUM DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPALA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA BUPATI SUKAMARA,

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH TINGKAT I LAMPUNG NOMOR 4 TAHUN 1981

PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG

ANALISA POTENSI SUMBER DAYA DAN KEBENCANAAN GEOLOGI DESA BESUKI, KABUPATEN TULUNGAGUNG, JAWA TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI TANGGAMUS PERATURAN BUPATI TANGGAMUS NOMOR : 03 TAHUN 2012 TENTANG PENETAPAN HARGA PASAR MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN

PERATURAN BUPATI REJANG LEBONG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HARGA STANDAR PENGAMBILAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN BUPATI REJANG LEBONG,

6. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG IZIN USAHA PERTAMBANGAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2000 TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA UNTUK PENATAAN RUANG WILAYAH

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

BUPATI POLEWALI MANDAR

PEMERINTAH KABUPATEN TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG USAHA PERTAMBANGAN UMUM DAERAH

PENGATURAN HUKUM YANG MENGATUR TENTANG PERTAMBANGAN TANAH TERHADAP PELAKU YANG MELAKUKAN KEGIATAN PERTAMBANGAN DI KABUPATEN DELI SERDANG

BUPATI MERAUKE PERATURAN BUPATI MERAUKE NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN

ATTN: PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG USAHA PERTAMBANGAN BAHAN TAMBANG GALIAN GOLONGAN C DI KABUPATEN MURUNG RAYA

AN PERATURAN BUPATI BERAU NOMOR 40 TAHUN 2013 TENTANG

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2008 NOMOR 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 2 TAHUN 2008

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG USAHA PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM, DAN BATUAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2008 NOMOR 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 2 TAHUN 2008

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BENGKULU SELATAN NOMOR: 09 TAHUN 2000 KEPUTUSAN BUPATI KABUPATEN BENGKULU SELATAN NOMOR : 24 TAHUN 2000 TENTANG

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang mempunyai potensi pertambangan

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR NOMOR 40 TAHUN 1981

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU NOMOR : 7 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR:11TAHUN2008 TENTANG PAJAK PENGAMBILAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C DINAS PENDAPATAN DAERAH

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA PERTAMBANGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ke dalam tanah (bumi) untuk mendapatkan sesuatu yang berupa hasil

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DOMPU NOMOR 06 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DOMPU,

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI REMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II S U M E D A N G NOMOR 9 TAHUN 1998 SERI A.2

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG USAHA PERTAMBANGAN UMUM

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR... TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI BELITUNG TIMUR PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DELI SERDANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG IZIN USAHA PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DELI SERDANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN LAHAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAHAT NOMOR 05 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK PENGAMBILAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUPANG NOMOR 2 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA PERTAMBANGAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KATINGAN NOMOR : 18 TAHUN 2007 TENTANG PAJAK PENGAMBILAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR TAHUN 2012 BUPATI TANAH DATAR PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 8 TAHUN 2012

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 jo. Undang-Undang Nomor 48. dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 58 TAHUN 1998

PERATURAN BUPATI BERAU

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

ANALISIS KONTRIBUSI PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KABUPATEN ROKAN HULU TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA,

PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BUPATI KONAWE UTARA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN

KEPUTUSAN BUPATI KARANGASEM NOMOR 385 TAHUN 2000 T E N T A N G PAJAK PENGAMBILAN DAN PENGOLAHAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C BUPATI KARANGASEM

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG

TENTANG BUPATI SRAGEN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULANG BAWANG NOMOR 13 TAHUN 1999 TENTANG USAHA PERTAMBANGAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C DENGAN RAKMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG IZIN PENGAMBILAN DAN PENGOLAHAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 4 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK PENGAMBILAN DAN PENGOLAHAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK PENGAMBILAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PEMERINTAH KABUPATEN KOLAKA UTARA IZIN USAHA PERTAMBANGAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C

PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR 2 TAHUN 2000

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah lingkungan seperti pencemaran, kerusakan dan bencana dari tahun ke tahun masih terus berlangsung dan semakin luas. Kondisi tersebut tidak hanya menyebabkan menurunnya kualitas lingkungan tetapi juga memberikan dampak yang sangat serius bagi kesehatan dan jiwa manusia. Buruknya kualitas lingkungan di antaranya disebabkan antara lain oleh pertambahan penduduk yang semakin pesat dan meningkatnya kebutuhan akan sumber daya alam. 1 Eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan akan berdampak pada penurunan kelestarian sumber daya alam dan fungsi lingkungan. Kerusakan sumber daya alam terus mengalami peningkatan, baik dalam jumlah maupun sebaran wilayahnya. Secara fisik kerusakan tersebut disebabkan oleh tingginya eksploitasi yang dilakukan, bukan hanya dalam kawasan produksi yang dibatasi oleh daya dukung sumber daya alam, melainkan juga terjadi di dalam kawasan lindung dan konservasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Kerusakan tersebut disebabkan baik oleh usaha-usaha komersial yang secara sah mendapat ijin maupun oleh individu-individu yang tidak mendapat ijin. 2 1 Aksari. 2012. Penegakan Hukum Tindak Pidana Lingkungan Hidup. 2 Ibid

Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alamnya, termasuk bahan galian pertambangan dan Indonesia memiliki ketergantungan tinggi terhadap pemanfaatan bahan galian pertambangan tersebut sebagai modal pembangunan, dalam UUD 1945 Pasal 33 ayat (3) dinyatakan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat terdapat beraneka ragam jenis bahan galian dan mineral yang terkandung di dalamnya. 3 Berdasarkan Pasal 1 PP No. 27 Tahun 1980 tentang penggolongan bahan galian, bahan galian digolongkan menjadi 3 golongan yaitu: 1. Golongan A atau bahan galian strategis yang termasuk kedalam bahan galian ini yaitu: minyak bumi, bitumen cair, lilin bumi, gas alam ; bitumen padat, aspal; antrasit, batubara, batubara muda; uranium, radium, thorium dan bahan-bahan galian radioaktif lainnya; nikel, kobalt; timah. 2. Golongan B atau bahan galian vital yang termasuk ke dalam bahan galian ini yaitu: besi, mangaan, molibden, khrom, wolfram, vanadium, titan; bauksit, tembaga, timbal, seng; emas, platina, perak, air raksa, intan; arsin, antimon, bismut; ytrium, rhutenium, cerium dan logamlogam langka lainnya; berillium, korundum, zirkon, kristal kwarsa; kriolit, fluorspar, barit; yodium, brom, khlor, belerang. 3 Adrian Sutedi. 2011. Hukum Pertambangan. Jakarta: Sinar Grafika.

3. Golongan C atau bahan galian yang tidak termasuk bahan galian A dan B, bahan galian ini yaitu: nitrat-nitrat, pospat-pospat, garam batu (halite); asbes, talk, mika, grafit, magnesit; yarosit, leusit, tawas (alum), oker; batu permata, batu setengah permata; pasir kwarsa, kaolin, feldspar, gips, bentonit; batu apung, tras, obsidian, perlit, tanah diatome, tanah serap (fullers earth); marmer, batu tulis; batu kapur, dolomite, kalsit; granit, andesit, basal, trakhit, tanah liat, dan pasir sepanjang tidak mengandung unsur-unsur mineral golongan A maupun golongan B dalam jumlah yang berarti ditinjau dari segi ekonomi pertambangan. 4 Salah satu contoh, di Provinsi Gorontalo tepatnya di Kabupaten Bonebolango pernah terjadi kasus penambangan liar galian C. Berdasarkan laporan warga, penambangan pasir dan kerikil oleh sejumlah perusahaan mengakibatkan kondisi aliran sungai sudah tidak beraturan. Penambangan di Desa Keramat Kecamatan Tapa Kabupaten Bone Bolango, Gubernur menemukan ada aktivitas pekerja serta alat penghisap kerikil. Di tengah sungai ada beberapa tumpukan batu dan di beberapa bagian lain tampak seperti danau kecil. Sementara di titik penambangan kedua, di Desa Bendungan Kecamatan Tapa Kabupaten Bone Bolango, juga ditemukan hal serupa. Tidak hanya itu, lokasi penambangan ini juga ditemukan di Desa Ayula Selatan Kecamatan Bulango Selatan, terdapat aktivitas penggalian sungai yang lebih besar dari dua titik sebelumnya. 4 Afandani. 2013. Penerapan Pidana Denda Terhadap Tindak Pidana Penambangan Pasir Tanpa Ijin.

Gubernur Gorontalo Rusli Habibie didampingi unsur MUSPIDA seperti Wakapolda Gorontalo, dan kepala kejaksaan tinggi melakukan inspeksi mendadak di sejumlah titik penambangan liar di sungai Bulango, Inspeksi ini menindaklanjuti laporan warga terkait penambangan liar galian C yang kondisinya kini kian meresahkan. Menindaklanjuti hasil temuan tersebut, Gubernur Gorontalo meminta dinas terkait untuk mengundang para penambang termasuk dua kepala daerah di wilayah yang bersentuhan langsung dengan sungai tersebut yakni Kabupaten Gorontalo dan Bone Bolango. 5 Saat ini kegiatan pertambangan sudah sangat berkembang, hasil yang diberikanpun sangat memberikan keuntungan bagi peningkatan kesejahteraan hidup masyarakat, khususnya bagi para penambang. Meskipun demikian, kegiatan yang menjanjikan ini turut pula membawa dampak yang merugikan bagi manusia dan lingkungan hidup manakala kegiatan tersebut tidak dilakukan berdasarkan peraturan yang telah ditetapkan, yaitu kegiatan pertambangan yang dilakukan secara ilegal atau tanpa ijin yang diberikan oleh pejabat/instansi yang berwenang. 6 Berdasarkan Pasal 158 Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara dikatakan setiap orang yang melakukan usaha pertambangan tanpa Ijin Usaha Pertambangan (IUP), Ijin Pertambangan Rakyat (IPR), Ijin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, Pasal 40 ayat (3), Pasal 67 ayat (1), Pasal 74 ayat (1) atau ayat (5) 5 Http://m.antaragorontalo.com/berita/7382/gubernur-gorontalo-sidak-tiga-titik-penambangan-liar diakses pada hari jumat, 26 juni 2015 6 Ibid

dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp, 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). 7 Saat ini sudah banyak peristiwa yang mengarah kepada kerusakan lingkungan akibat dari penambangan ilegal yang di lakukan oleh masyarakat di Provinsi Gorontalo. Penambangan pasir ini merupakan mata pencaharian warga sekitar pertambangan pasir tersebut. Jumlah penduduk yang terus meningkat dalam kondisi ekonomi yang lesu mengakibatkan merebaknya petani lapar yang mengubah lahan pertanian menjadi pertambangan bahan galian C (pasir) tanpa memperhatikan konservasi lahan. 8 hal ini misalnya terjadi di salah satu kecamatan di Kabupaten Gorontalo, yaitu di Kecamatan Pulubala. Kegiatan pertambangan merupakan suatu kegiatan yang meliputi: eksplorasi, eksploitasi, pengolahan/pemurnian, pengangkutan mineral/bahan tambang. 9 kondisi seperti ini terjadi di Kabupaten Gorontalo tepatnya di lokasi penambangan pasir di Kecamatan Pulubala dieksploitasi sumber daya alamnya untuk diambil pasirnya yang merupakan bahan tambang yang menggiurkan banyak orang. Penduduk yang sebagian besar bermata pencaharian sebagian petani menyewakan atau menjual tanah pertaniannya kepada pemilik modal untuk dijadikan lokasi penambangan pasir. Tanah pertanian yang semula merupakan lahan pertanian produktif dikeruk oleh alat-alat berat untuk diambil pasirnya. Sanksi tegas berupa hukuman penjara higga 10 tahun dan denda hingga 10 miliar tidak menjadi penghalang bagi pelaku penambangan pasir untuk tetap beroperasi. 7 UU No.4 Tahun 2009 8 Data Polsek Pulubala.2015 9 Aksari,2012. Opcit. Hal 2

Berdasarkan data dari kepolisian Polsek Pulubala terdapat 5 lokasi penambangan yang keseluruhannya tidak memiliki ijin. Kegiatan pertambangan tersebut berlangsung sejak tahun 2014 hingga sekarang. Jumlah penambang pasir ini dari tahun ke tahun tidak menetap, ada yang bertambah ada juga yang berkuarang dengan alasan-alasan tertentu. Desa Pulubala merupakan salah satu tempat penghasil tambang galian C yang ada di Kabupaten Gorontalo. Keberadaan tambang galian C ini berpengaruh terhadap daerah pemukiman penduduk di daerah tersebut. Salah satu lokasi yang paling banyak dilakukan kegiatan penambangan ini terjadi di sepanjang aliran sungai Pulubala, hal ini dikarenakan sangat memungkinkan untuk dilakukan penambangan galian C (pasir), yang dimanfaatkan oleh masyarakat setempat. Eksploitasi lingkungan yang dilakukan oleh masyarakat ini sangat menghawatirkan bagi kehidupan sosial masyarakat di Desa Pulubala. Walaupun mereka tahu bahwa dampak dari eksploitasi lingkungan tersebut mereka tetap mengeksploitasi lingkungan dengan alasan pemenuhan kebutuhan hidup bagi keluarga. Berkaitan dengan uraian di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Peran Kepolisian dalam Menangani Tindak Pidana Penambangan Pasir Liar (Studi Kasus Polres Gorontalo). 1.2 Rumusan Masalah Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana peran kepolisian dalam menangani tindak pidana penambangan pasir liar di Kecamatan Pulubala?

2. Apa kendala yang dihadapi oleh pihak kepolisian dalam menangani kasus tindak pidana penambangan pasir liar di Kecamatan Pulubala? 1.3 Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana peran kepolisian dalam menangani kasus tindak pidana penambangan pasir liar di Kecamatan Pulubala. 2. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi pihak kepolisian dalam menangani kasus tindak pidana penambangan pasir liar di Kecamatan Pulubala. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan masukan dalam pengembangan ilmu pengetahuan terutama dibidang hukum khususnya yang berkaitan dengan peran kepolisian terhadap penambangan pasir liar oleh para penegak hukum. 1.4.2 Manfaat Praktis 1. Bagi mahasiswa Untuk memperbanyak dan memperluas ilmu pengetahuan sehingga dapat digunakan sebagai bahan sosialisasi kepada masyarakat tentang peran kepolisian terhadap penambangan pasir liar.

2. Bagi peneliti selanjutnya Sebagai bahan referensi untuk bahan penelitian selanjutnya, dan bisa dijadikan sebagai pedoman. 3. Bagi responden Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pihak penegak hukum khususnya aparat kepolisian sebagai kunci utama terwujudnya keamanan dalam masyarakat untuk dapat mengambil langkah-langkah dan kebijakan yang efektif dalam menangani berbagai permasalahan yang ditimbulkan karena penambangan pasir liar. 4. Bagi masyarakat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan bagi masyarakat tentang ilmu hukum berkaitan dengan tindak pidana penambangan pasir tanpa izin sehingga memberikan kesadaran mendalam dan tidak melanggarnya.