Lex Crimen Vol. VI/No. 4/Jun/2017

dokumen-dokumen yang mirip
Lex Privatum Vol. V/No. 5/Jul/2017

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI. 2.1 Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Jual Beli

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW)

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sosialnya senantiasa akan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari digerakan dengan tenaga manusia ataupun alam. mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan No. 15 Tahun 1985 tentang

SENGKETA JUAL BELI TANAH YANG DILAKUKAN DENGAN AKTA JUAL BELI FIKTIF. (Studi Putusan Pengadilan Negeri Klaten No.50/PDT.G/2012/PN.

BAB II PROSEDUR PERALIHAN HAK GUNA USAHA MELALUI PERIKATAN JUAL BELI SEKALIGUS ALIH FUNGSI PENGGUNAAN TANAH

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi

BAB I PENDAHULUAN. Pemahaman atas asas null and void yang belum begitu tepat tersebut

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran, dan kehidupan. bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN

DAFTAR PUSTAKA. dan Perkembangan Pemikiran, Nusa Media, Bandung, Abdulkadir Muhammad., Hukum Perikatan, Alumni, Bandung, 2002.

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

BAB I PENDAHULUAN. kalangan individu maupun badan usaha. Dalam dunia usaha dikenal adanya

A. Pengertian Perjanjian. C. Unsur-unsur Perjanjian. B. Dasar Hukum Perjanjian 26/03/2017

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

BAB I PENDAHULUAN. sedang pihak lain menuntut pelaksanaan janji itu. 1. perjanjian dalam Pasal 1313 KUHPerdata adalah Suatu perjanjian adalah

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUH PERDATA

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

PELAKSANAAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI DAN KUASA UNTUK MENJUAL YANG DIBUAT OLEH NOTARIS

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK. kelemahan, kelamahan-kelemahan tersebut adalah : 7. a. Hanya menyangkut perjanjian sepihak saja

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah

BAB I PENDAHULUAN. etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia,

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

Lex Privatum Vol. V/No. 3/Mei/2017

SKRIPSI. Disusun Oleh : SEPTIAN DWI SAPUTRA C

BAB 2 PEMBAHASAN. Jual beli tanah..., Ni Wayan Nagining Sidianthi, FH UI, , halaman 17. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst,

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. seperti: investasi dalam pembelian ternak, pembelian tanah pertanian, atau

BAB I PENDAHULUAN. hukum tentang tanah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang

BAB I PENDAHULUAN. berkembang biak, serta melakukan segala aktifitasnya berada diatas tanah.

BAB I PENDAHULUAN. Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), hal 1.

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat

DAFTAR PUSTAKA. Fuady, Munir, 2003, Perseroan Terbatas: Paradigma Baru, Citra Aditya Bakti, Bandung.

BAB I PENDAHULUAN. dalam masyarakat itu sendiri, untuk mengatasi permasalahan tersebut dalam hal ini

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya,

TINJAUAN PUSTAKA. Istilah kontrak berasal dari bahasa Inggris, yaitu contract, dalam bahasa Belanda

KLASIFIKASI PERJANJIAN KELOMPOK I DWI AYU RACHMAWATI (01) ( )

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.

BAB I PENDAHULUAN. haknya atas tanah yang bersangkutan kepada pihak lain (pembeli). Pihak

Penerapan Pasal 1320 KUHPerdata terhadap jual beli secara online (e commerce) Herniwati, SH, MH. Dosen STIH Padang. Abstrak

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan: Bumi air dan kekayaan

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan akta pemberian hak tanggungan atas tanah. 3 Dalam pengelolaan bidang

BAB II LANDASAN TEORI Tinjauan Terhadap Perjanjian Pada Umumnya. hukum perdata adalah sama penyebutannya secara berturut-turut seperti

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Dari ketentuan pasal di atas, pembentuk Undang-undang tidak menggunakan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. ketentuan Buku III Kitab Undang Undang Hukum Perdata, dengan menyatakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

Lex Privatum Vol. V/No. 7/Sep/2017. PEMBATALAN HIBAH MENURUT PASAL 1688 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 1 Oleh : Meylita Stansya Rosalina Oping 2

BAB III KEABSAHAN JAMINAN SERTIFIKAT TANAH DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM DI SLEMAN. A. Bentuk Jaminan Sertifikat Tanah Dalam Perjanjian Pinjam

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN. Menurut R. Djatmiko Pengangkutan berasal dari kata angkut yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan serta penghidupan masyarakat baik dari segi sosial, ekonomi,

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT. Perjanjian kredit merupakan salah satu jenis perjanjian yang segala

3 Lihat UU No. 4 Tahun 1996 (UUHT) Pasal 20 ayat (1) 4 Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 339

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan

JURNAL IPTEKS TERAPAN Research of Applied Science and Education V8.i4 ( )

Lex Privatum Vol. V/No. 9/Nov/2017

BAB I PENDAHULUAN. saseorang pasti mendapatkan sesuatu, baik dalam bentuk uang maupun barang

Lex Administratum, Vol. IV/No. 4/Apr/2016. PROSES PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN Oleh : Naomi Meriam Walewangko 2

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN, DAN JAMINAN KREDIT. 2.1 Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan

Lex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani*

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2

BAB I PENDAHULUAN. disanggupi akan dilakukannya, melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak

PELAKSANAAN PERJANJIAN JUAL BELI TANAH DIHADAPAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) (StudiKasus di Kantor PPAT Farida Ariyanti, SH) Oleh :

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI. politicon). Manusia dikatakan zoon politicon oleh Aristoteles, sebab

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sepanjang masa dalam mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat yang

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas.

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan kekayaan alam yang mempunyai arti sangat penting

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. terwujud dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini disebabkan adanya tujuan dan

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan

BAB II LANDASAN TEORI. berjudul Perihal Perikatan (Verbintenis), yang mempunyai arti lebih luas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perumahan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Bagi

Transkripsi:

KEDUDUKAN HUKUM PIHAK PEMBELI TERHADAP PIHAK PENJUAL YANG MELAKUKAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM DALAM PERJANJIAN JUAL BELI TANAH MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 1 Oleh : Felly Yanti Sheilli Lumempouw 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apa yang menjadi hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian jual beli tanah dan bagaimana kedudukan hukum pihak pembeli yang beritikad baik terhadap pihak penjual yang melakukan perbuatan melawan hukum dalam perjanjian jual beli tanah. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Akibat hukum atas peralihan (jual-beli) hak atas tanah bagi pihak pembeli adalah batal demi hukum. Perjanjian jual beli yang dibuat mengandung unsur-unsur kekhilafan dan penipuan. Kekhilafan dan penipuan yang terjadi dalam kasus jual beli tanah menyebabkan perjanjian jual beli batal demi hukum. Pembatalan perjanjian bertujuan, membawah kedua belah pihak kembali pada keadaan sebelum perjanjian diadakan. Pihak penjual sudah menerima uang dari pihak pembeli, maka itu harus dikembalikan. Pokoknya perjanjian, itu ditiadakan. 2. Perjanjian jual beli tanah antara penjual dan pembeli merupakan perjanjian timbal balik sempurna, dimana kewajiban penjual merupakan hak dari pembeli dan sebaliknya kewajiban pembeli merupakan hak dari penjual. Dalam peristiwa jual beli ada ketentuan yang mengatur mengenai hak dan kewajiban untuk mematuhi perjanjian diantara mereka. Dimana perjanjian tersebut berlaku selayaknya Undang-undang bagi kedua belah pihak. Pihak penjual berhak memperoleh pembayaran atas kebendaan dan pihak pembeli berhak untuk memperoleh kebendaan yang diterima dari penjual. Kata kunci: Pembeli, Penjual, Melawan Hukum, Perjanjian Jual Beli Tanah. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penulisan Sebagaimana telah dijelaskan dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia yang selanjutnya disebut dengan UUD Pasal 33 ayat 3 bahwasannya bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. 3 Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, termasuk perekonomiannya, terutama masih bercorak agraria, bumi, air dan ruang angkasa, sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa mempunyai fungsi yang sangat penting untuk membangun masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana yang kita cita-citakan. Dasar kenasionalan diletakan dalam pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria, yang menyatakan bahwa: seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah air dari seluruh rakyat Indonesia, yang bersatu sebagai bangsa Indonesia, dan pasal 1 ayat 2 berbunyi bahwa: seluruh bumi, air, dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya dalam wilayah Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa, adalah bumi, air dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional. 4 Salah satu perbuatan hukum yang berkenaan dengan pengahlian hak atas tanah adalah perbuatan hukum mengenai jual beli. Dalam masyarakat jual beli bukanlah hal yang baru, karena jual beli telah dilakukan sejak zaman dahulu. Dalam Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, jual beli diartikan sebagai suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak yang lain untuk membayar harga yang dijanjikan. 5 Jual beli merupakan bentuk transaksi umum yang sering dilakukan oleh masyarakat. Biasanya perjanjian jual beli dilakukan secara 1 Artikel Skripsi. Dosen Pembimbing : Engelien R. Palandeng, SH, MH;Djefry W. Lumintang, SH, MH 2 Mahasiswa pada Fakultas Hukum Unsrat, NIM. 13071101245 3 Boedi Harsono, Menuju Penyempurnaan Hukum Tanah Nasional, Jakarta:Universitas Tri Sakti, 2002, hlm.1 4 Undang-Undang Republik Indonesia No 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok Agraria 5 Urip Santoso, Hukum Agraria dan Hak-Hak Atas Tanah, Jakarta : Kencana, 2005, hlm. 153 112

lisan atau tertulis atas dasar kesepakatan para pihak (penjual dan pembeli). Kegiatan perjanjian jual beli merupakan bagian dari hukum perdata dan merupakan peristiwa hukum serta sahnya dimata hukum dan mengikat kedua belah pihak atau lebih yang pada awalnya terdapat kesepakatan antara para pihak yang bersangkutan. Sebagaimana yang kita ketahui objek jual beli berupa hak atas tanah termasuk objek perjanjian yang secara khusus diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, dimana setiap perbuatan hukum yang menyangkut tentang hak atas tanah terikat atau harus mengikuti ketentuan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan tersebut. Peraturan tentang hak atas tanah tersebut diantaranya adalah Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah, Peraturan Menteri Negara Agraria Nomor 3 Tahun 1997 tentang ketentuan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dan lain-lain. 6 B. Perumusan Masalah 1. Apa yang menjadi hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian jual beli tanah? 2. Bagaimana kedudukan hukum pihak pembeli yang beritikad baik terhadap pihak penjual yang melakukan perbuatan melawan hukum dalam perjanjian jual beli tanah? E. Metode Penelitian Metode Penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah menggunakan pendekatan penelitian yuridis normatif yang bersifat kualitatif. Pengertian penelitian hukum Soerjono Soekanto mengemukakan : penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya. Pada dasarnya hasil dari suatu penelitian hukum normatif adalah argumentasi hukum. Oleh karena itu, penalaran hukum (legal reasoning) 6 Ibid, hlm. 154 dalam penelitian hukum normatif penting pula keberadaannya atau kedudukannya. 7 PEMBAHASAN A. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian Jual Beli Tanah Sebagaimana ketentuan dalam Pasal 1313 KUHPerdata yang mendefinisikan sebuah perjanjian sebagai berikut: Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 8 Terjadinya pengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih tersebut menimbulkan akibat hukum yakni munculnya hak dan kewajiban terhadap masing-masing pihak yang mengikatkan diri. Kewajiban dalam hal ini berupa pemenuhan suatu prestasi dari satu atau lebih pihak kepada satu atau lebih pihak lainnya yang berhak atas suatu prestasi tersebut. Sehingga dapat disimpulkan bahwa suatu perjanjian selalu ada 2 (dua) pihak ataupun lebih, bahwa satu pihak yang wajib melakukan atas suatuprestasi (disebut debitur) sedangkan pihak yang lain merupakan pihak yang berhak menerima atas suatu prestasi (disebut kreditur). Sama halnya dalam perjanjian jual beli, harus dilakukan 2 (dua) pihak ataupun lebih yang saling mengikatkan diri, yang disebut sebagai pihak penjual dan pembeli. Pengikatan diri satu sama lain antara penjual dan pembeli akan menimbulkan akibat hukum yakni adanya suatu kewajiban dalam hal ini berupa Perikatan Yang Lahir dari Perjanjian pemenuhan suatu prestasi dari penjual untuk menyerahkan objek (tanah) yang menjadi objek jual beli kepada pembeli. Pembeli juga berkewajiban untuk membayar objek yang telah dibelinya sesuai dengan kesepakatan dengan penjual. 9 Hak Penjual : 1. Hak atas harga barang yang dijualnya. 2. Menerima harga tanah yang telah dijualnya dari pihak pembeli sesuai kesepakatan harga antara kedua belah pihak, dan berhak memperoleh pembayaran atas tanah yang dijualnya. 7 Suratman, Metode Penelitian Hukum, Bandung: Penerbit Alfabeta, 2014, hlm. 38 8 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1313 9 Ratna Artha Windari, Op.cit, hlm. 20 113

Hak Pembeli : 1. Menerima tanah yang telah dibelinya baik nyata maupun secara yuridis. 2. Pada hal terdapat cacat tersembunyi pembeli berhak untuk mengembalikan harga pembelian dan meminta ganti biaya yang dikeluarkan pembeli dalam rangka pembelian dan penyerahan 3. Hak-hak pembeli kalau terjadi ingkar janji : a. Hak menuntut pemenuhan perikatan (nakomen) b. Hak menuntut pemutusan perikatan atau apabila perikatan itu bersifat timbal balik, menuntut pembatalan perikatan (ontbinding) c. Hak menuntut ganti rugi (schade vergoeding) d. Hak menuntut pemenuhan perikatan dengan ganti rugi e. Hak menuntut pemutusan atau pembatalan perikatan dengan ganti rugi. 10 Kewajiban Penjual : Jika penjual mengetahui cacat-cacat barangnya maka diwajibkan mengembalikan harga pembelian dan mengganti biaya yang telah dikeluarkan. Ketentuan umum mengenai perikatan untuk meyerahkan sesuatu (Pasal 1235 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata), dan ketentuan yang diatur secara khusus dalam ketentuan jual beli (Pasal 1474 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata), penjual memiliki tiga kewajiban pokok, mulai dari sejak jual beli terjadi menurut ketentuan Pasal 1458 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Menurut ketentuan tersebut, secara prinsip penjual memiliki kewajiban untuk : 1) Memelihara dan merawat kebendaan yang akan diserahkan kepada pembeli hingga saat penyerahannya 2) Menyerahkan kebendaan yang dijual pada saat yang telah ditentukan, atau jika tidak telah ditentukan saatnya, atas permintaan pembeli 3) Menanggung kebendaan yang dijual tersebut 11 B. Kedudukan Hukum Pihak Pembeli Yang Beritikad Baik Terhadap Pihak Penjual Yang Melakukan Perbuatan Melawan Hukum Dalam Perjanjian Jual Beli Tanah Prestasi merupakan kewajiban yang harus dipenuhi para pihak dalam suatu perjanjian. Bentuk dan cara melakukan prestasi sebagaimana tertuang dalam Pasal 1234 KUH Perdata terdiri atas : 1. Benda/barang 2. Jasa/tenaga dan keahlian 3. Tidak berbuat sesuatu. 12 Pemenuhan prestasi berupa benda dapat dilakukan dengan cara penyerahan secara langsung kepada pihak lainnya. Penyerahn dapat berupa penyerahan hak milik atau penyerahan kenikmatannya saja. Sedangkan pemenuhan prestasi dalam bentuk tenaga dan keahlian harus dilakukan oleh pihak-pihak yang menjual tenaga atau keahliannya. Adapun prestasi tidak berbuat sesuatu menurut sikap pasif salah satu pihak atau para pihak karena tidak diperbolehkan melakukan sesuatu sebagaimana diperjanjikan. 13 Berdasarkan bentuk prestasinya, perikatan dibedakan menjadi (Pasal 1234 KUH Perdata) : 1. Perikatan untuk memberikan sesuatu. Menurut ketentuan Pasal 1235 KUH Perdata, perikatan untuk memberikan sesuatu mewajibkan si berutang untuk menyerahkan suatu kebendaan dan merawatnya sebagai seorang bapak rumah yang baik sampai pada waktu penyerahan. Dalam hal ini menyerahkan suatu kebendaan adalah kewajiban pokok, sedangkan merawat adalah kewajiban preparatoir, yaitu hal-hal yang harus dilakukan oleh debitur menjelang penyerahan dari benda tersebut. Sedangkan sebagai bapak rumah yang baik maksudnya adalah agar benda tersebut dijaga atau dirawat secara pantas dan patut sesuai dengan kewajaran yang berlaku dalam masyarakat, sehingga tidak merugikan si yang akan menerima. 14 10 Sutan Remy Sjahdeini, 0p.cit, hlm. 21 11 Gunawan Widjaja, Op.cit, hlm. 128 12 Ibid, hlm. 33 13 Ibid, hlm. 34 14 Yunirman Rijan dan Ira Koesoemawati, Cara Mudah Membuat Surat Perjanjian Kontrak dan Surat Penting Lainnya, Jakarta: Raih Asa Sukses, 2009, hlm. 108 114

2. Perikatan untuk berbuat sesuatu. Berbuat sesuatu berarti melakukan perbuatan sesuai dengan apa yang telah ditetapkan dalam perikatan (perjanjian). 15 3. Perikatan untuk tidak berbuat sesuatu. Yang dimaksud dengan tidak berbuat sesuatu adalah tidak melakukan perbuatan seperti apa yang telah diperjanjikan. 16 Perjanjian jual beli tanah ini adalah batal demi hukum dan juga dapat dibatalkan. Perjanjian batal demi hukum karena tidak dipenuhinya syarat yang bersifat objektif dalam suatu perjanjian yaitu, menjual tanah yang bukan milik dari pihak penjual. Perjanjian dapat dibatalkan karena dalam perjanjian yang dibuat antara penjual dan pembeli adanya unsur kekhilafan atau penipuan yang dilakukan pihak penjual dalam perjanjian jual beli tanah yang dibuat kedua belah pihak. Mengenai syarat sahnya perjanjian yaitu syarat pertama (adanya kata sepakat) dan syarat kedua (adanya kecakapan) disebut sebagai syarat subjektif, karena melekat pada diri orang yang menjadi subjek perjanjian. Apabila syarat subjektif tidak dipenuhi akan mengakibatkan perjanjian tersebut dibatalkan (vernietigbaar). Selama tidak dibatalkan, perjanjian tersebut tetap mengikat. Sedangkan yang berkaitan dengan syarat ketiga (adanya hal tertentu) dan syarat keempat (adanya kuasa/sebab yang halal) merupakan syarat objektif, karena hal itu mengenai sesuatu yang menjadi objek dalam perjanjian. Apabila syarat objektif ini tidak dipenuhi maka mengakibatkan perjanjian batal demi hukum (nietigheid van rechtswege) yang artinya perjanjian itu dianggap tidak pernah ada sehingga tiada dasar untuk saling menuntut di muka hakim (pengadilan). 17 Perjanjian jual beli tanah tidak memenuhi syarat materil, maka jual beli tanah tersebut batal demi hukum, karena tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana tercantm dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Persyaratan materilnya adalah penjual dan pembeli harus sebagai subjek yang sah menurut hukum dari tanah yang 15 Ibid, hlm. 108 16 Ibid, hlm. 109 17 Ratna Artha Windari, Op.cit,hlm. 18 diperjualbelikan. sedangkan persyaratan formilnya adalah jual beli tersebut dilakukan dihadapan kepala desa (kepala adat). 18 Saat ini jual beli tanah tidak harus dilakukan dihadapan kepala desa, namun harus dilaksanakan dihadapan pejabat pembuat akta tanah (PPAT) hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 37 ayat (1) PP No 24 Tahun 1997. Syarat-syarat jual beli atas tanah yang merupakan syarat materil dan syarat formil. 19 1. Syarat Materil Syarat materil jual beli hak atas tanah adalah tertuju pada subjek dan objek hak yang hendak diperjualbelikan. Pemegang hak atas tanah harus mempunyai hak dan berwenang untuk menjual hak atas tanah. Disamping itu pembeli juga harus memenuhi syarat sebagai pemegang (subjek) hak dari hak atas yang membeli objek jual beli. Syarat materil yaitu orang yang berhak melakukan jual beli (pembeli dan penjual), objek yang diperjualbelikan tidak dalam sengketa. 20 2. Syarat formal Syarat formal dari jual beli hak atas tanah merupakan formalitas transaksi jual beli tersebut. Formalitas tersebut meliputi akta yang menjadi bukti perjanjian jual beli serta pejabat yang berwenang membuat akta tersebut. Dalam rangka pendaftaran hak, maka syarat formil jual beli hak atas tanah harus dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh dan dihadapan pejabat pembuat akta tanah (PPAT). Sebagaimana dalam peraturan pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 jual beli yang dilakukan dihadapan PPAT yang akan mengeluarkan akta jual beli, akta tersebut sebagai syarat untuk melakukan pendaftaran tanah, dikantor pertanahan. Akta yang dibuat oleh PPAT tersebut merupakan atau dikualifikasikan sebagai akta otentik. 21 Pembatalan perjanjian yang dimaksud pada dasarnya adalah suatu keadaan yang membawah akibat suatu hubungan kontraktual itu dianggap tidak pernah ada. Dengan pembatalan perjanjian, maka eksistensi perjanjian dengan sendiri menjadi hapus. Akibat Hukum Dari Pembatalan Perjanjian Jual beli Hak Milik Atas Tanah Suatu perbuatan 18 J Andy Hartanto, Op.cit, hlm. 151 19 Ibid, hlm. 151 20 Ibid, hlm. 152 21 Ibid, hlm. 152 115

hukum untuk menyatakan batalnya, maka dikenal dengan istilah batal demi hukum, membatalkannya sesuai dengan Pasal 1449 KUH Perdata, menuntut pembatalan sesuai dengan Pasal 1450 KUH Perdata, pernyataan batal sesuai dengan Pasal 1451-1452 KUH Perdata, gugur sesuai dengan Pasal 1545 KUH Perdata, gugur demi hukum sesuai dengan Pasal 1553 KUH Perdata. Ajaran kebatalan berlaku atas semua perbuatan hukum baik perbuatan hukum berganda maupun tindakan hukum sepihak. Dengan menyatakan suatu perbuatan hukum batal, berarti bahwa karena adanya cacat hukum mengakibatkan tujuan perbuatan hukum tersebut menjadi tidak berlaku. Akibat kebatalan berlaku pula terhadap beding yang batal, keputusan yang batal atau wasiat yang batal. Pada perbuatan hukum dapat mengandung cacat-cacat tersebut dapat berbeda-beda. Dengan adanya cacat yang berbeda menimbulkan sanksi yang berbeda pula. Perbedaan utama mengenai kebatalan adalah batal demi hukum (van rechtswege nietig) dan dapat dibatalkan (vernietigbaar). Dalam suatu keadaan tertentu dengan adanya cacat tertentu dalam suatu perjanjian maka diberi sanksi batal demi hukum. Akibat hukum pada pembatalan perjanjian adalah pengembalian pada posisi semula, sebagaimana halnya sebelum penutupan perjanjian. Dalam perjanjian jual beli yang dibatalkan, maka barang dan harga harus dikembalikan kepada masing-masing pihak, dan apabila pengembalian barang tidak lagi dimungkinkan dapat diganti dengan objek yang sejenis atau senilai. Suatu perjanjian akan hapus jika ada suatu pembatalan ataupun dibatalkan. Pembatalan haruslah dimintakan atau, batal demi hukum. Karena jika dilihat batal demi hukum maka akibatnya perjanjian itu dianggap tidak pernah ada, sedangkan dalam pembatalan, perjanjian dianggap telah ada akan tetapi karena suatu pembatalan maka perjanjian itu hapus dan para pihak kembali kepada keadaan semula. 22 Menurut pendapat penulis Perjanjian adalah suatu peristiwa atau persetujuan seorang berjanji kepada seseorang yang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu. Perjanjian jual beli merupakan perjanjian yang didalamnya menyandang status sebagai berhak dan berkewajiban atau sebagai kreditur dan debitur secara timbal balik, kreditur pada pihak yang satu maka bagi pihak yang lain adalah sebagai debitur begitu juga sebaliknya. Perjanjian antara penjual dan pembeli mengandung unsur penipuan dari pihak penjual yang menjual tanah bukan miliknya melainkan hanya diberikan kewenangan untuk menjaganya, maka perjanjian tersebut batal demi hukum (nietigheid van rechtswege). Null and void : jika syarat ketiga dan keempat, atau salah satunya tidak terpenuhi, maka perjanjian itu batal demi hukum. Yang berarti perjanjian itu dianggap tidak pernah ada. Batal demi hukum merupakan sanksi perdata terhadap suatu perbuatan hukum yang mengandung cacat yuridis, dan tujuan para pihak yang mengadakan perjanjian tersebut untuk melahirkan suatu perikatan hukum telah gagal. Dengan demikian tidak ada dasar bagi para pihak untuk saling menuntut di depan hakim. Batal demi hukum bermakna tidak berlaku atau tidak sah menurut hukum. Dalam pengertian umum, kata batal saja sudah tidak berlaku atau tidak sah jadi, walaupun kata batal saja sudah cukup menjelaskan bahwa sesuatu sesuatu menjadi tidak berlaku atau tidak sah namum frasa batal demi hukum lebih memberikan kekuatan sebab tidak berlaku atau tidak sahnya sesuatu dibenarkan atau dikuatkan menurut hukum, bukan hanya berlaku menurut pertimbangan subjektif seseorang atau menurut kesusilaan, kepatutan. Batal demi hukum berarti bahwa sesuatu menjadi tidak berlaku atau tidak sah karena berdasarkan hukum, atau dalam arti sempit batal demi hukum berdasarkan peraturan perundang-undangan. Dengan demikian batal demi hukum menunjuk bahwa tidak berlaku atau tidak sahnya sesuatu terjadi seketika, spontan, otomatis, atau dengan sendirinya, sepanjang persyaratan atau keadaan yang membuat batal demi hukum itu terpenuhi. Pasal 1452 KUH Perdata pernyataan batal berdasarkan paksaan, kekhilafan atau penipuan, juga berakibat bahwa barang dan orang-orangnya 22 Ibid,hlm. 18 116

dipulihkan dalam keadaan sewaktu sebelum perikatan dibuat." Disebut batal demi hukum, karena kebatalannya terjadi berdasarkan undangundang, terjadi pelanggaran terhadap syarat yang menyangkut bentuk perbuatan hukum, ketertiban umum atau kesusilaan. Jadi pada umumnya adalah untuk melindungi ketertiban masyarakat dan akibatnya bahwa perbuatan hukum yang bersangkutan, oleh hukum dianggap tidak pernah terjadi. PENUTUP A. Kesimpulan 1. Akibat hukum atas peralihan (jual-beli) hak atas tanah bagi pihak pembeli adalah batal demi hukum. Perjanjian jual beli yang dibuat mengandung unsur-unsur kekhilafan dan penipuan. Kekhilafan dan penipuan yang terjadi dalam kasus jual beli tanah menyebabkan perjanjian jual beli batal demi hukum. Pembatalan perjanjian bertujuan, membawah kedua belah pihak kembali pada keadaan sebelum perjanjian diadakan. Pihak penjual sudah menerima uang dari pihak pembeli, maka itu harus dikembalikan. Pokoknya perjanjian, itu ditiadakan. 2. Perjanjian jual beli tanah antara penjual dan pembeli merupakan perjanjian timbal balik sempurna, dimana kewajiban penjual merupakan hak dari pembeli dan sebaliknya kewajiban pembeli merupakan hak dari penjual. Dalam peristiwa jual beli ada ketentuan yang mengatur mengenai hak dan kewajiban untuk mematuhi perjanjian diantara mereka. Dimana perjanjian tersebut berlaku selayaknya Undangundang bagi kedua belah pihak. Pihak penjual berhak memperoleh pembayaran atas kebendaan dan pihak pembeli berhak untuk memperoleh kebendaan yang diterima dari penjual. B. Saran. 1. Kepada pihak pembeli sebelum melakukan perjanjian jual beli tanah sebaiknya melihat lokasi tanah secara langsung, hal ini bertujuan untuk mengetahui bahwa tanah yang akan dibeli sesuai atau tidak sesuai dengan kebutuhannya dan seharusnya pembeli lebih teliti dalam melakukan suatu perjanjian jual beli tanah, yaitu dengan terlebih dahulu memastikan atau memeriksa kelengkapan surat-surat tanahnya termasuk juga nama pemilik dan keabsahannya dengan cara melakukan pengecekan pada kantor Badan Pertanahan Nasional setempat. 2. Kepada para pihak (penjual dan pembeli) dalam melakukan suatu perbuatan hukum dalam hal ini perjanjian jual beli tanah hendaknya memperhatikan ketentuan-ketentuan yang ada dalam undang-undang bahwa perjanjian yang timbul atas adanya kesepakatan haruslah didasari dengan itikad baik dan pemenuhan hak dan kewajiban menjadi hal yang sangat penting untuk menghindari sebuah sengketa. Para pihak sepatutnya memperhatikan bentuk dan isi perjanjian secara detail, karena bentuk dan isi perjanjian berfungsi untuk menjamin kepentingan hukum mereka dan untuk mengantisipasi dan meminimalisir kerugian yang akan ditimbulkan jika terjadi wanprestasi. DAFTAR PUSTAKA Badrulzaman Mariam Darus, Kompilasi Hukum Perikatan, Bandung : PT Citra Aditya Djamali R Abdoel, Pengantar Hukum Indonesia, Jakarta : Rajawali Pers, 2014. Djamil H Faturrahman, Kompilasi Hukum Perikatan, Bandung : PT Citra Aditya Hernoko Agus Yudha, Hukum Perjanjian, Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2010. Harsono Boedi, Menuju Penyempurnaan Hukum Tanah Nasional, Jakarta : Universitas Tri Sakti, 2002. Hadikusuma Hilman, Hukum Perjanjian Adat, Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 1979 Hartanto J Andy, Panduan Lengkap Hukum Praktis Kepemilikan Tanah, Surabaya : Laksbang Justitia, 2015. Sjahdeini Sutan Remy, Kompilasi Hukum Periktan, Bandung : PT Citra Aditya 117

Satrio J, Hukum Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 1995. Soepraptomo Heru, Hukum Perikatan, Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2001 Soetomo, Pedoman Jual Beli Tanah, Perahlian Hak dan Sertifikat, Malang: Universitas Brawijaya, 1981. Soenandar Taryana, Kompilasi Hukum Perikatan, Bandung : PT Citra Aditya Miru Ahmadi, Hukum Perikatan, Jakarta: Rajawali Pers, 2009. -----------------, Hukum Kontrak Perancangan Kontrak, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2007. Meliala Djaja S, Hukum Perjanjian Khusus, Bandung : Nuansa Aulia, 2002. Patrik Purwahid, Dasar-dasar Hukum Perikatan, Semarang: Mandar Maju, 1994. R Setiawan, Pokok-pokok Hukum Perikatan, Bandung: Putra Bardin, 1977. Rijan Yunirman dan Ira Koesoemawati, Cara Mudah Membuat Surat Perjanjian Kontrak dan Surat Penting Lainnya. Jakarta: Raih Asa Sukses, 2009. Suryodiningrat R M, Perikatan-Perikatan Bersumber Perjanjian, Bandung : Tarsito, 1978. Suratman, Metode Penelitian Hukum, Bandung, Penerbit : Alfabeta, 2014. Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta : Intermasa 1963. Soekanto Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta, 2012. Suharnoko, Hukum Perjanjian, Jakarta : Kencana, 2014. Santoso Urip, Hukum Agraria dan Hak-hak Atas Tanah, Jakarta : Kencana, 2005. Widjaja Gunawan, Seri Hukum Perikatan Jual Beli, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2003. Windari Ratna Artha, Hukum Perjanjian, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2014. Sumber-sumber lain: Asshiddiqie Jimly, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta : Pustaka Buana, 2014 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok Agraria 118