APLIKASI GEOLISTRIK UNTUK MENENTUKAN POTENSI AKUIFER AIR TANAH: STUDI KASUS DI KECAMATAN MASARAN, KEDAWUNG DAN SIDOHARJO, KABUPATEN SRAGEN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

APLIKASI METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS KONFIGURASI SCHLUMBERGER UNTUK IDENTIFIKASI AKUIFER DI KECAMATAN PLUPUH, KABUPATEN SRAGEN

Identifikasi Akuifer Dangkal dan Akuifer Dalam dengan Metode Geolistrik (Kasus: Di Kecamatan Masaran)

BAB II GEOLOGI REGIONAL

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 3 GEOLOGI SEMARANG

POTENSI AIR TANAH DAERAH KAMPUS UNDIP TEMBALANG. Dian Agus Widiarso, Henarno Pudjihardjo *), Wahyu Prabowo**)

PENGUKURAN TAHANAN JENIS (RESISTIVITY) UNTUK PEMETAAN POTENSI AIR TANAH DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PRAYA. Oleh:

Prosiding Seminar Nasional XII Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi 2017 Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta

Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Sumatera Barat, Jalan Jhoni Anwar No. 85 Lapai, Padang 25142, Telp : (0751)

Pendugaan Akuifer serta Pola Alirannya dengan Metode Geolistrik Daerah Pondok Pesantren Gontor 11 Solok Sumatera Barat

PENENTUAN TAHANAN JENIS BATUAN ANDESIT MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI SCHLUMBERGER (STUDI KASUS DESA POLOSIRI)

POTENSI SUMBERDAYA AIR TANAH DI SURABAYA BERDASARKAN SURVEI GEOLISTRIK TAHANAN JENIS

BAB II TINJAUAN UMUM

KONTRUKSI SUMUR BOR AIRTANAH DALAM PADA SUMUR X DESA NYEMOK, KECAMATAN BRINGIN, KABUPATEN SEMARANG, PROVINSI JAWA TENGAH

Gambar 2. Lokasi Penelitian Bekas TPA Pasir Impun Secara Administratif (

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN LOKASI

GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB II GEOLOGI REGIONAL

PENYEBARAN AKUIFER DI FORMASI NANGGULAN PADA SISI TIMUR DOME KULON PROGO BERDASARKAN DATA SOUNDING RESISTIVITY

, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

HASIL DAN PEMBAHASAN

Interpretasi Kondisi Geologi Bawah Permukaan Dengan Metode Geolistrik

PENDUGAAN KETERDAPATAN AKIFER AIRTANAH DENGAN METODE GEOLISTRIK DI KECAMATAN SUKATANI - KABUPATEN PURWAKARTA

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Eksplorium ISSN Volume 34 No. 1, Mei 2013: 11-22

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

POLA SEBARAN AKUIFER DI DAERAH PESISIR TANJUNG PANDAN P.BELITUNG

PRISMA FISIKA, Vol. III, No. 2 (2015), Hal ISSN :

BAB 4 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

PEMANFAATAN METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS UNTUK MENGETAHUI STRUKTUR GEOLOGI SUMBER AIR PANAS DI DAERAH SONGGORITI KOTA BATU

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. Cekungan Air Tanah Magelang Temanggung meliputi beberapa wilayah

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

PROSPEK DAN POTENSI AIR TANAH DI DAERAH LAPANGAN GOLF BADDOKA KOTA MAKASSAR BERDASARKAN METODE GEOLISTRIK RESISTIVITY

BAB 2 Tatanan Geologi Regional

IDENTIFIKASI KEDALAMAN AQUIFER DI KECAMATAN BANGGAE TIMUR DENGAN METODA GEOLISTRIK TAHANAN JENIS

BAB II TINJAUAN UMUM

Rustan Efendi 1, Hartito Panggoe 1, Sandra 1 1 Program Studi Fisika Jurusan Fisika FMIPA, Universitas Tadulako, Palu, Indonesia

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I.2 Perumusan Masalah

PROFIL RESISTIVITAS 2D PADA GUA BAWAH TANAH DENGAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI WENNER-SCHLUMBERGER (STUDI KASUS GUA DAGO PAKAR, BANDUNG)

APLIKASI METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS 2 DIMENSI UNTUK MENENTUKAN PERSEBARAN AIR TANAH DI DESA GUNUNGJATI KECAMATAN JABUNG KABUPATEN MALANG

BAB II GEOLOGI REGIONAL

PENDUGAAN AIR TANAH DENGAN METODE GEOLISTRIK SCHLUMBERGER DI DESA TAKUTI KABUPATEN BANJAR KALIMANTAN SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. terus berkembang bukan hanya dalam hal kuantitas, namun juga terkait kualitas

Seminar Nasional Ke III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

e-issn : Jurnal Pemikiran Penelitian Pendidikan dan Sains Didaktika

IDENTIFIKASI KEDALAMAN MUKA AIR TANAH MENGGUNAKAN STUDI GEOLOGI DAN GEOFISIKA UNTUK PERENCANAAN KETERSEDIAAN AIR BERSIH DUSUN SILUK II, IMOGIRI

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH

SURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PERMIS, KABUPATEN BANGKA SELATAN PROVINSI BANGKA BELITUNG

BAB II GEOLOGI REGIONAL

METODE GEOLISTRIK UNTUK MENGETAHUI POTENSI AIRTANAH DI DAERAH BEJI KABUPATEN PASURUAN - JAWA TIMUR

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini, ada beberapa tahapan yang ditempuh dalam

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Identifikasi Potensi Akuifer Tertekan berdasarkan Data Resistivitas Batuan (Kasus : Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

Dinisa Hanifa 1, Ibrahim Sota 1, Simon Sadok Siregar 1

Identifikasi Daya Dukung Batuan untuk Rencana Lokasi Tempat Pembuangan Sampah di Desa Tulaa, Bone Bolango

Penerapan Metode Geolistrik Untuk Identifikasi Pola Penyebaran Zona Asin Di Bledug Kuwu, Grobogan, Jawa Tengah

Modul Pelatihan Geolistrik 2013 Aryadi Nurfalaq, S.Si., MT

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 2016 ISSN: Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Riad Syech, Juandi,M, M.Edizar Jurusan Fisika FMIPA Universitas Riau Kampus Bina Widya Km 12,5 Pekanbaru ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Judul Penelitian. I.2. Latar Belakang

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

IDENTIFIKASI POLA AKUIFER DI SEKITAR DANAU MATANO SOROAKO KAB. LUWU TIMUR Zulfikar, Drs. Hasanuddin M.Si, Syamsuddin, S.Si, MT

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daerah penelitian termasuk dalam lembar Kotaagung yang terletak di ujung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pemodelan Sistem Geothermal Berdasarkan Data Geolistrik Kabupaten Masamba Sulawesi Selatan

BAB II TATANAN GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kastowo (1973), Silitonga (1975), dan Rosidi (1976) litologi daerah

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia terletak di daerah tropis merupakan negara yang mempunyai ketersediaan air yang cukup.

SURVEI SEBARAN AIR TANAH DENGAN METODE GEOLISTRIK TAHANAN JENIS DI KELURAHAN BONTO RAYA KECAMATAN BATANG KABUPATEN JENEPONTO

PENYELIDIKAN HIDROGEOLOGI CEKUNGAN AIRTANAH BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasrkan peta geologi daerah Leles-Papandayan yang dibuat oleh N.

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Metode Vertical Electrical Sounding (VES) untuk Menduga Potensi Sumberdaya Air

senyawa alkali, pembasmi hama, industri kaca, bata silica, bahan tahan api dan penjernihan air. Berdasarkan cara terbentuknya batuan dapat dibedakan

PEMETAAN POTENSI AIRTANAH DALAM MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK DI KABUPATEN PONOROGO SEBAGAI ANTISPASI BENCANA KEKERINGAN

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah telah mencatat bahwa Indonesia mengalami serangkaian bencana

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB 2 DASAR TEORI. Gambar 2.1 Interaksi antara air tanah dengan struktur geologi

Transkripsi:

APLIKASI GEOLISTRIK UNTUK MENENTUKAN POTENSI AKUIFER AIR TANAH: STUDI KASUS DI KECAMATAN MASARAN, KEDAWUNG DAN SIDOHARJO, KABUPATEN SRAGEN Muhamad Defi Aryanto 1 Feri Andianto 2 Ahmad Taufiq 3 1 Independent researcher, Jl jangga terisi Desa Pegagan Kec. Losarang Kab Indramayu 2 CV Tirta Persada, Kabupaten Sragen Sragen 3 Pusat Litbang Sumber Daya Air, Kementerian PUPR Email : aryanto.defi@yahoo.com, ahmadrentcar@gmail.com ABSTRAK Daerah penelitian terletak di Kecamatan Masaran, Kedawung dan Sidoharjo Kabupaten Sragen. Tata guna lahan di daerah ini adalah permukiman penduduk, lahan pertanian, dan industri, sehingga kebutuhan air terus meningkat. Metode geolistrik salah satu metode yang sering digunakan untuk mengetahui potensi air tanah. Akuisisi data dilakukan sebanyak 12 titik menggunakan konfigurasi Schlumberger dengan panjang lintasan elektroda arus 150 200 m dan panjang listasan elektroda potensial 0,5 5 m. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software IP2win dan Rockwork. Hasil interpretasi geolistrik dan informasi hidrologi daerah penelitian menghasilkan 3 lapisan batuan yaitu: Lapisan permukaan (Topsoil) memiliki nilai resistivitas 0 30 ohm.m. Lapisan Lempung memiliki nilai resistivitas 1 20 Ohm.m. Lapisan Batupasir memiliki nilai resistivitas 30 150 ohm.m. Distribusi sebaran potensi air tanah digambarkan dalam bentuk peta kedalaman, peta ketebalan dan peta pola aliran air tanah. Tipologi akuifer yang berkembang di daerah penelitian merupakan akuifer dangkal dengan kedalaman kurang dari 50 m dan akuifer dalam dengan kedalaman lebih dari 50 m. Kedalaman akuifer di Kecamatan Kedawung 15 46 mdpt, di kecamatan Masaran 14 86 mdpt dan di Kecamatan Sidoharjo 11 64 mdpt. Ketebalan akuifer di Kecamatan Kedawung 30 106 m, di kecamatan Masaran 67 160 m dan di Kecamatan Sidoharjo 47 180 m. Hasil penelitian menunjukan arah aliran air tanah yaitu berasal dari kaki gunung lawu atau sebelah Tenggara menuju kea rah sungai Bengawan Solo atau sebelah Barat Laut. Potensi air tanah dengan produktivitas tinggi menyebar di sebelah Tenggara atau di kaki Gunungapi Lawu dan di sebelah Barat Laut daerah penelitian. Kata Kunci : Geolistrik, Akuifer, Sragen 1. Pendahuuan Air tanah merupakan salah satu sumber alam yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan mahluk hidup. Saat ini penggunaan air tanah tidak hanya digunakan untuk air minum, mandi dan mencuci saja. Namun, air tanah dibutuhkan untuk keperluan industri dan pertanian. Pertumbuhan penduduk semakin bertambah dan perkembangan industri semakin pesat mengakibatkan kebutuhan air tanah semakin meningkat sedangkan sumber air tanah masih terbatas. Eksplorasi merupakan salah satu cara untuk mengetahui potensi air tanah di suatu daerah. Eksplorasi air tanah ini dapat dilakukan dengan beberapa metode diantaranya menggunakan metode geolistrik 1 D (Aryanto, et al., 2016; Lukman, et al., 2016; Darsono, et al., 2017), Metode ground penetrating radar (GPR), dan Metode elektromagnetik (Glenn, et al., 1991). Survei geolistrik merupakan salah satu cara yang efektif digunakan untuk eksplorasi air tanah.

Kelebihan dari metode ini adalah biaya yang digunakan murah dan tidak memerlukan waktu yang lama. Selain diguanakan untuk mengetahui potensi air tanah metode geolistrik juga dapat digunakan untuk mengetahui sebaran intrusi air laut (Hastuti, et al., 2015; Santoso, et al., 2013; Frohlich & Urish, 2002) dan untuk keperluan eksplorasi panas bumi (Chbaane, et al., 2017) Secara administrasi daerah penelitian berada di Kecamatan Kedawung, Kecamatan Masaran dan Kecamatan Sidoharjo. Ketiga Kecamatan tersebut termasuk kedalaman Kabupaten Sragen di sebelah Selatan seperti Gambar 1. Kondsi lahan di daerah penelitian digunakan untuk pertanian kering, pertanian basah, permukiman penduduk dan industri (BPS Sragen, 2015). Morfologi Kecamatan Kedawung merupakan perbukitan landai dengan ketinggian 116 m diatas permukaan laut. Kecamatan Masaran dan Kecamatan Sidoharjo merupakan dataran rendah dengan keinggian 83 93 m diatas permukaan laut. Berdasarkan data dari dinas Pengairan DPU kabupaten Sragen curah hujan di Kecamatan Kedawung 131 mm, Kecmaatan Masaran 124 mm dan Kecamatan Sidoharjo 178 mm (BPS Sragen, 2015) Potensi air tanah di sekitar daerah penelitian memiliki produktivitas sedang sampai tinggi. Litologi batuan penyusun akuifer adalah pasir, kerikil dan pasir endapan Gunungapi Lawu (Aryanto, et al., 2016; Darsono, et al., 2017; Darsono, et al., 2016). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui litologi batuan penyusun akuifer dan potensi air tanah di kecamatan Kedawung, Kecamatan Masaran, dan Kecamatan Sidoharjo Kabupaten Sragen. 2. Metode Penelitian Gambar 1. Peta daerah daerah penelitian survey geolistrik Metode geofisika merupakan salah satu cara untuk mengetahui kondisi bawah permukaan berdasarkan parameter fisika. Diantara parameter fisika yang berhubungan dengan akuifer air tanah adalah resistivitas atau batuan. Metode geolistrik merupakan cabang dari ilmu geofisika yang sering digunakan untuk mengetahui kondisi bawah permukaan berdasarkan nilai resistivitas batuan. Akuisisi data dilakukan sebanyak 12 titik menyebar di kecamatan Kedawung, Kecamatan Masaran dan Kecamatan Sidoharjo (Gambar 1Gambar 2). Akuisi data menggunakan konfigurasi yang digunakan adalah Schlumberger. Jarak elektroda

potensial (MN/2) adalah 0,5 10 m dan jarak elektroda arus (AB/2) 150 200 m. konfigurasi susunan elektroda seperti pada Gambar 3. Gambar 2. Sebaran titik geolistrik di daerah penelitian. Gambar 3. Susunan elektroda konfigurasi schlumberger (Telford & Sheriff, 1990) Data yang diperoleh dari lapangan adalah nilai arus listrik yang diinjeksikan ke permukaan tanah dan beda potensial antar elektroda. Nilai resistivitas semu yang terukur dapat dihitung menggunakan persamaan (1): Dimana merupakan nilai resistivitas semu (ohm.m), I adalah arus listrik (ma), V beda potensial (mv), dan K merupakan faktor geometri. Besarnya nilai faktor geometri untuk konfigurasi schlumberger sebagai berikut : (1) (2)

Dengan: K = faktor geometri AB = Jarak elektroda arus (m) MN = Jarak elektroda potensial (m) Nilai resistivitas semu yang diperoleh dari lapangan kemudian dilakukan proses pengolahan data untuk memperoleh nilai resistivitas sebenarnya dan ketebalan lapisan. Interpretasi data menggunakan model master kurva dengan memplot jarak elektroda arus vs resistivitas semu ( AB/2 vs ) (Flathe, 1962). Metode lain adalah menggunakan algoritma pemodelan kedepan (forward modeling) dan pemodelan kebelakang (inversion modeling) (Zohdy, 1989). Pada penelitian ini perangkat lunak yang digunakan untuk mengolah data adalah IP2WIN. Hasil dari proses pengolahan data adalah nilai resistivitas sebenarnya, kedalaman dan ketebalan lapisan batuan. Beberapa faktor yang mempengaruhi nilai resistivitas batuan antara lain porositas, kandungan mineral dan saturasi air. Batuan sedimen meliki nilai tahanan jenis lebih rendah dibandingkan dengan nilai tahanan jenis batuan beku. Batuan sedimen yang terisi oleh air tanah memiliki nilai tahanan jenis 10-100 ohm.m (Loke, 2004) 2.1. Geologi Regional Van Bammelan (1994) membagi fisiografi jawa tengah menjadi 5 satuan fisiografi yaitu : Pegunungan Selatan, depresi Randublatung, Zona Rembang, Zona Solo dan Zona Kendeng. Daerah penelitian termasuk kedalam Zona Solo, Zona Solo terbagi menjadi dua Subzona yaitu Solo bagian tengah yang dibentuk oleh deretan Gunungapi Kuarter dan dataran antar Gunungapi seperti Gunung Lawu, Gunung Wilis, Gunung Kelud, dan pegunungan Tengger. Kedua adalah Subzona Ngawi bagian Utara. Subzona ini pada umumnya dibentuk oleh endapan aluvial dan endapan Gunungapi. Berdasarkan peta geologi Kabupaten Sragen seperti pada Gambar 4. Geologi daerah penelitian merupakan endapan Alluvium (Qa) yang terdiri dari Kerakal, Kerikil, Pasir dan Lempung. Selain itu disekitar daerah penelitian ditemukan Endapan Undak (Qt) yang tersusun oleh Konglomerat, Batupasir dan Lempung. Sebelah Selatan daerah penelitian merupakan Formasi endapan Gunung Api Lawu (Ql) yang tersusun oleh Batupasir Gunungapi, BatuLempung - Lanau Gunungapi, Breksi Gunungapi dan Lava. Di sebelah Barat daerah penelitian merupakan Formasi Notopuro (Qn) Formasi ini terletak tidak selaras dengan Formasi Kabuh. Litologi penyusun Formasi ini merupakan Breksi lahar berseling dengan Batupasir Tufaan dan Konglomerat vulkanik. Selain Formasi Notopuro ditemukan batuan dari Formasi Pucangan dan Kalibeng. Formasi Pucangan (Qp) berumur Pliosen Akhir - Plistosen. Litologi penyusun Formasi ini terdiri dari Konglomeratan, Batupasir, Batupasir Tufaan,Lempung dan Breksi bagian bawah. Formasi Formasi Kalibeng (Tmpk) dengan susunan litologi Napal pejal dan sisipan Batupasir Tufaan, dan Batupasir Gampingan. Geologi sebelah Utara daerah penelitian merupakan Formasi Kerek. Formasi ini yang terbentuk pada Miosen Awal - Miosen Akhir. Formasi ini terdiri dari litologi Napal, Batugamping, Batulempung, Batupasir Gampingan, Batulempung Gampingan dan Batupasir Tufaan. Selain Formasi Kerek ditemukan juga anggota Banyak Formasi Kalibeng dan Formasi Kalibeng.

Gambar 4. Peta geologi daerah penelitian (Sukardi & Budhitrisna, 1992) 2.2. Hidrogeologi Regional Kabupaten Sragen termasuk kedalam Cekungan Air Tanah (CAT) Karanganyar - Boyolali. Djaeni, (1982) membagi hidrologi kabupaten sragen berdasarkan produktivitas dan penyebarannya menjadi 4 katagori yaitu : 1. Akuifer dengan aliran melalui ruang antar butir dengan produktivitas sedang sampai tinggi menyebar dibagian tengah atau daerah sepanjang sungai bengawan Solo.

2. Akuifer dengan aliran melalui celah dan ruang antar butir dengan produktivitas sedang sampai tinggi menyebar di wilayah Sragen bagian Timur. 3. Akuifer dengan aliran melalui celahan, rekahan dengan produktivitas sedang dengan penyebaran setempat ditemukan di Kabupaten Sragen bagian Utara. 4. Akuifer dengan aliran melalui celah atau sarang dengan produktivitas rendah sampai langka menyebar di Kabupaten Sragen bagian Utara dan beberapa tempat ditemukan Kabupaten Sragen bagian Barat. 3. Hasil Penelitian 3.1. Pengolahan data Interpretasi data geolistrik dilakukan menggunakan software IP2win, Hasil dari pengolahan tersebut merupakan nilai resistivitas setiap lapisan batuan, ketebalan lapisan dan kedalaman lapisan batuan sperti pada Tabel 1. Setelah memperoleh nilai tahanan jenis batuan kemudian dikorelasikan dengan peta geologi untuk mengetahui litologi batuan. Tabel 1. Hasil pengolahan data geolistrik. titik GL Ro Kedalaman ketebalan Litologi 7.40 0.00 0.75 0.75 Topsoil 10.61 0.75 1.04 0.29 Lempung gl-1 0.51 1.04 2.26 1.22 Lempung 1.74 2.26 2.67 0.41 Lempung 24.81 2.67 103.34 100.67 Pasir 45.40 0.00 0.75 0.75 Topsoil 52.40 0.75 2.12 1.37 Pasir gl-4 20.90 2.12 17.02 14.90 Lempung 91.30 17.02 48.12 31.10 Pasir 20.40 48.12 136.02 87.90 Pasir 0.79 136.02 200.00 63.98 Lempung 16.60 0.00 0.75 0.75 Topsoil 10.20 0.75 3.85 3.10 Lempung gl-2 93.40 3.85 15.15 11.30 Pasir 9.25 15.15 46.45 31.30 Lempung 126.00 46.45 141.75 95.30 Pasir 10.10 141.75 200.00 58.25 Lempung 12.90 0.00 3.07 3.07 Topsoil gl-8 1.98 3.07 6.05 2.98 Lempung 15.20 6.05 150.05 144.00 Lempung 195.00 150.05 200.00 49.95 Pasir 17.19 0.00 0.75 0.75 Topsoil 9.49 0.75 3.45 2.70 Lempung gl-6 106.80 3.45 14.25 10.80 Pasir 11.19 14.25 34.66 20.41 Lempung 72.72 34.66 120.00 85.34 Pasir 16.40 0.00 0.75 0.75 Topsoil 0.53 0.75 1.08 0.33 Lempung gl-12 34.50 1.08 1.78 0.70 Pasir 1.67 1.78 3.07 1.29 Lempung 5.53 3.07 51.07 48.00 Lempung 27.50 51.07 319.07 268.00 Pasir gl-11 19.80 0.00 0.75 0.75 Topsoil 0.62 0.75 0.91 0.16 Lempung 4.49 0.91 5.37 4.46 Lempung 80.60 5.37 9.08 3.71 Pasir 2.79 9.08 22.28 13.20 Lempung

gl-5 gl-10 gl-15 gl-13 gl-17 gl-9 gl-14 54.30 22.28 356.28 334.00 Pasir 11.67 0.77 0.77 0.00 Topsoil 2.78 0.77 4.71 3.94 Lempung 54.41 4.71 10.93 6.22 Pasir 1.47 10.93 14.27 3.34 Lempung 28.89 14.27 331.78 317.51 Pasir 26.14 0.00 0.96 0.96 Topsoil 8.16 0.96 2.00 1.04 Lempung 3.06 2.00 5.17 3.17 Lempung 16.34 5.17 86.38 81.21 Lempung 107.74 86.38 120.00 33.62 Pasir 12.80 0.00 0.75 0.75 Topsoil 1.38 0.75 1.06 0.31 Lempung 18.10 1.06 1.98 0.92 Lempung 1.08 1.98 5.45 3.47 Lempung 8.93 5.45 64.44 58.99 Lempung 67.93 64.44 200.00 135.56 Pasir 11.88 0.00 0.75 0.75 Topsoil 1.91 0.75 1.19 0.44 Lempung 25.25 1.19 1.91 0.73 Pasir 3.18 1.91 4.57 2.66 Lempung 50.59 4.57 7.94 3.37 Pasir 2.38 7.94 21.45 13.51 Lempung 174.24 21.45 200.00 178.55 Pasir 7.06 0.00 0.82 0.82 Topsoil 2.03 0.82 3.40 2.58 Lempung 14.11 3.40 86.28 82.88 Lempung 69.15 86.28 200.00 113.72 Pasir 25.64 0.00 0.75 0.75 Topsoil 5.15 0.75 1.46 0.71 Lempung 48.71 1.46 2.52 1.05 Pasir 6.40 2.52 8.70 6.19 Lempung 11.37 8.70 69.52 60.82 Lempung 98.91 69.52 156.11 86.59 Pasir 7.35 156.11 200.00 43.89 Lempung 13.90 0.00 0.75 0.75 Topsoil 1.00 0.75 1.26 0.51 Lempung 207.00 1.26 3.59 2.33 Pasir 4.27 3.59 11.08 7.49 Lempung 45.80 11.08 35.68 24.60 Pasir 8.71 35.68 153.68 118.00 Lempung 55.40 153.68 200.00 46.32 Pasir 3.2. Penampang Melintang 2D Korelasi dilakukan dengan cara menghubungkan titik-titik geolistrik menjadi penampang dua dimensi. Korelasi penampang geolistrik dilakukan untuk mengetahui sebaran akuifer didaerah penelitian. Pada penelitian ini korelasi geolistrik dibuat dalam 2 lintasan yaitu lintasan A-A dan lintasan B-B. Lintasan A-A' melintasi titik gl-4, gl-2, gl-6, gl-9, g-14, gl-17 dan gl-10 dengan arah Tenggara Barat Laut (Gambar 5). Dari penampang melintang tersebut menggambarkan lapisan paling atas merupakan batuan dengan nilai resistivitas kurang dari 10 ohm.m, batuan ini diinterpretasikan sebagai Lempung dengan ketebalan 5 15 m. Lapisan ini diperkirakan sebagai lapisan impermeable atau akuiklud. Lapisan batuan Lempung menyebar dari titik gl-4 sampai titik gl-14. Pada titik gl-17 dan gl-10 ditemukan batuan dengan nilai resistivitas 10-30 ohm.m diinterpretasikan sebagai lapisan Lempung Pasiran, lapisan ini juga berfungsi sebagai akuiklud. Lapisan kedua merupakan batuan dengan nilai resistivitas 30-200 ohm.m

diinterpretasikan sebagai pasir, lapisan ini diperkirakan sebagai lapisan akuifer. Lapisan ini menebal dari titik gl-4 sampai gl-10 dengan ketebalan 34-180 m. Gambar 5. Profil lintasan melintang dengan arah Tenggara - Barat LautA-A Lintasan B-B' melintasi titik gl-5, gl-12, gl-10, gl-17, gl-14, gl-9 dan gl-15 dengan arah Barat Daya Timur Laut seperti pada gambar Gambar 6. Lintasan B-B' memiliki kontur lebih datar dibandingkan dengan lintasan A-A'. Pada lintsan ini lapisan pertama ditemukan batuan dengan nilai reistivitas kurang dari 10 ohm.m, diinterpretasikan sebagai lapisan Lempung yang berfungsi sebagai akuiklud. Lapisan ini menyebar dari titik gl-5 sampai gl-15 dengan ketebalan 12 80 m.. Dibawah lapisan Lempung ditemukan batuan dengan nilai resistivitas 30 200 ohm.m, diinterpretasikan sebagai pasir yang berfungsi sebagai akuifer. Lapisan ini menerus dari titik gl-4 sampai gl-10 dengan ketebalan 34 140 m. Gambar 6. Profil lintasan B B dengan arah Barat Daya Timur Laut 4. Diskusi dan Pembahasan Tipologi akuifer yang berkembang di Kecamatan Kedawung merupakan akuifer batuan sedimen Gunungapi. Media penyusun batuan tersebut merupakan endapan Gunungapi Lawu yang terdiri dari Batupasir Gunungapi dan Breksi Gunungapi. Tipologi akuifer di Kecamatan Masaran dan Sidoharjo merupakan akuifer endapan aluvium. Media penyusun akuifer tersebut adalah Lempung Pasiran, Pasir dan Kerikil. Potensi akuifer digambarkan dengan peta sebaran isoresistivity, Peta kedalaman akuifer peta ketebalan akuifer dan peta pola aliran air tanah., Peta isoresistivity merupakan peta kontur

garis-garis yang menghubungkan nilai resistivitas akuifer yang sama (Gambar 7). Dari peta tersebut diketahui sebaran nilai resistivitas akuifer air tanah 25 195 ohm.m. Kedawung nilai resistivitas akuifer 75 155 ohm.m. Di Kecamatan Masaran nilai resistivitas untuk lapisan akuifer 20-75 ohm.m. Dikecamatan Sidoharjo nilai resistivitas akuifer 75-200 ohm.m. Nilai resistivitas tersebut menunjukan batuan yang memiliki potensi sumbar air tanah yang baik (Loke, 2004). Gambar 7. Sebaran Isoresistivity di daerah penelitian Selain peta Isoresistivity penelitian ini juga menghasilkan peta ketebalan akuifer. Peta ketebalan akuifer merupakan garis garis kontur yang menghubungkan nilai ketebalan akuifer yang sama. Ketebalan akuifer dihitung dari bagian atas akuifer (top akuifer) atau lapisan dengan litologi pasir sampai batas bagian bawah akuifer (bottom Akuifer). Dari gambar tersebut diketahui ketebalan akuifer di Kecamatan Kedawung memiliki ketebalan akuifer 30-106 m, di Kecamatan Masaran memiliki ketebalan akuifer67 160, dan di Kecamatan Sidoharjo memiliki ketebalan akuifer 47 180 m. Dilihat dari kontur ketebalan akuifer, akuifer air tanah menebal dari Timur ke arah Barat.

Gambar 8. Peta ketebalan akuifer di daerah penelitian. Selain dibedakan berdasarkan media penyusun batuannya, Akuifer yang berkembang didaerah penelitian dibedakan berdasarkan kedalamannya yaitu: pertama akuifer dangkal adalah jenis akuifer yang memiliki kedalaman kurang dari 50 mdpt (meter dibawah permukaan tanah). kedua akuifer dalam adalah akuifer yang memiliki kedalaman lebih dari 50 mdpt. Peta kedalaman akuifer dibuat dengan menghubungkan garis-garis nilai kedalaman akuifer yang sama dikur dari permukaan tanah (Error: Reference source not found). Dari peta tersebut diketahui kedalaman akuifer air tanah di Kecamatan Kedawung berada pada kedalaman 10 40 mdpt, Di Kecamatan Masaran berada pada kedalaman 14 86 mdpt, Di Kecamatan Sidoharjo berada pada kedalaman 11 64 mdpt. Berdasarkan peta tersebut daerah yang memiliki akuifer dengan kedalaman lebih dari 70 mdpt adalah kecamatan Masaran dan Kecamatan Sidoharjo atau bagian tengah daerah penelitian. Distribusi sebaran potensi air tanah digambarkan dengan peta kontur pola aliran air tanah seperti pada Gambar 10. Pembuatan peta kontur aliran air tanah menggunakan peta topografi yang diperoleh dari elevasi titik geolistrik dan peta kedalaman akuifer. Dari peta kontur air tanah kemudian dibuat pola aliran air tanah dengan cara membuat garis arah yang tegak lurus dengan garis kontur. Dari peta tersebut diketahui arah aliran air tanah berasal dari area kaki gunungapi Lawu sebelah Tenggara daerah penelitian menuju kea rah Barat Laut.

Gambar 9. Peta Kedalaman Akuifer di daerah penelitian. 5. Kesimpulan Gambar 10. Peta pola aliran airtanah di daerah penelitian Jenis akuifer yang berkembang di daerah penelitian merupakan akuifer dangkal dan akuifer dalam. Media penyusun akuifer tersebut merupakan endapan sedimen Gunungapi Lawu dan endapan alluvial. Berdasarkan hasil analisis geolistrik akuifer air tanah memiliki nilai resistivitas 30 200 ohm.m yang diinterpretasikan sebagai pasir dan kerikil. Kedalaman

akuifer di Kecamatan Kedawung 15 46 mdpt, di kecamatan Masaran 14 86 mdpt dan di Kecamatan Sidoharjo 11 64 mdpt. Distribusi aliran air berasal dari Tenggara daerah penelitian atau daerah kaki Gunungapi Lawu menuju ke arah Barat Laut. Pengeboran sumur air tanah dapat dilakukan sampai kedalaman 80 m untuk menembus lapisan akuifer tertekan atau akuifer dalam. Acknowledgements Dalam penelitian ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Tirta Persada Water Resource yang telah memberikan bantuan data dalam penelitian ini, serta dukungan masyarakat di di Kecamatan Kedawung, Kecamatan Masaran dan Kecamatan Sidoharjo.

Daftar Pustaka