HARDENING BAJA AISI 1045 MENGGUNAKAN GEL ALOE VERA SEBAGAI MEDIA PENDINGIN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. BAB I Pendahuluan 1

PENGARUH MEDIA PENDINGIN PADA PROSES HARDENING MATERIAL BAJA S45C

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan akan bahan logam dalam pembuatan alat alat dan sarana. Untuk memenuhi kebutuhan ini, diperlukan upaya pengembangan

Laporan Praktikum Struktur dan Sifat Material 2013

Pengaruh Variasi Media Quenching Air, Oli, dan Angin Kompresor Terhadap Struktur Mikro dan Kekerasan Pada Baja AISI 1045

HARDENABILITY. VURI AYU SETYOWATI, S.T., M.Sc TEKNIK MESIN - ITATS

MATERIAL TEKNIK 5 IWAN PONGO,ST,MT

PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT)

Proses Annealing terdiri dari beberapa tipe yang diterapkan untuk mencapai sifat-sifat tertentu sebagai berikut :

PENGARUH PERBEDAAN KONDISI TEMPERING TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN KEKERASAN DARI BAJA AISI 4140

Pengaruh Heat Treatment denganvariasi Media Quenching Oli dan Solar terhadap StrukturMikro dan Nilai Kekerasan Baja Pegas Daun AISI 6135

METALURGI FISIK. Heat Treatment. 10/24/2010 Anrinal - ITP 1

PENGARUH VARIASI TEMPERATUR HARDENING TERHADAP KEKERASAN BAJA S45C DENGAN MEDIA PENDINGIN AIR

ANALISA KEKERASAN PADA PISAU BERBAHAN BAJA KARBON MENENGAH HASIL PROSES HARDENING DENGAN MEDIA PENDINGIN YANG BERBEDA

Analisis Pengaruh Cooling Rate pada Material ASTM A36 Akibat Kebakaran Kapal Terhadap Nilai Kekuatan, Kekerasan dan Struktur Mikronya

PENGARUH BAHAN ENERGIZER PADA PROSES PACK CARBURIZING TERHADAP KEKERASAN CANGKUL PRODUKSI PENGRAJIN PANDE BESI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penguatan yang berdampak terhadap peningkatan sifat mekanik dapat

Analisa Deformasi Material 100MnCrW4 (Amutit S) Pada Dimensi Dan Media Quenching Yang Berbeda. Muhammad Subhan

BAB IV PROSES PERLAKUAN PANAS PADA ALUMINIUM

I. PENDAHULUAN. mengalami pembebanan yang terus berulang. Akibatnya suatu poros sering

Analisa Struktur Mikro Dan Kekerasan Baja S45C ANALISA STRUKTUR MIKRO DAN KEKERASAN BAJA S45C PADA PROSES QUENCH-TEMPER DENGAN MEDIA PENDINGIN AIR

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB III METODA PENELITIAN DAN ANALISA PENGUJIAN

PENGARUH TEMPERATUR DAN HOLDING TIME DENGAN PENDINGIN YAMACOOLANT TERHADAP BAJA ASSAB 760

Pengaruh Proses Quenching Terhadap Kekerasan dan Laju Keausan Baja Karbon Sedang

PENGARUH PROSES HARDENING PADA BAJA HQ 7 AISI 4140 DENGAN MEDIA OLI DAN AIR TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bidang material baja karbon sedang AISI 4140 merupakan low alloy steel

Proses perlakuan panas diklasifikasikan menjadi 3: 1. Thermal Yaitu proses perlakuan panas yang hanya memanfaatkan kombinasi panas dalam mencapai

PENELITIAN PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN LOW TEMPERING

BAB IV DATA. Gambar Grafik kekerasan yang dihasilkan dengan quenching brine water

PROSES THERMAL LOGAM

BAB I PENDAHULUAN. perlu dapat perhatian khusus baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya karena

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2013 sampai dengan selesai.

ANALISA PENGARUH VARIASI MEDIA QUENCHING DAN PENAMBAHAN SILIKON PADA PADUAN Al-Si REMELTING VELG SEPEDA MOTOR TERHADAP SIFAT FISIK DAN MEKANIS SKRIPSI

PERLAKUAN PANAS MATERIAL AISI 4340 UNTUK MENGHASILKAN DUAL PHASE STEEL FERRIT- BAINIT

Heat Treatment Pada Logam. Posted on 13 Januari 2013 by Andar Kusuma. Proses Perlakuan Panas Pada Baja

Gambar 1. Standar Friction wedge

PRAKTIKUM METALURGI FISIK LAPORAN AKHIR

BAB VII PROSES THERMAL LOGAM PADUAN

PENGARUH PERLAKUAN PANAS DOUBLE TEMPERING TERHADAP SIFAT MEKANIK MATERIAL AISI 4340

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: ( Print) F 191

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia teknik dikenal empat jenis material, yaitu : logam,

BAB IV PEMBAHASAN. BAB IV Pembahasan 69

ANALISA PENGGUNAAN TEMPURUNG KELAPA UNTUK MENINGKATKAN KEKERASAN BAHAN PISAU TIMBANGAN MEJA DENGAN PROSES PACK CARBURIZING

ANALISA QUENCHING PADA BAJA KARBON RENDAH DENGAN MEDIA SOLAR

Jurusan Teknik Material dan Metalurgi, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Pengaruh Heat Treatment Dengan Variasi Media Quenching Air Garam dan Oli Terhadap Struktur Mikro dan Nilai Kekerasan Baja Pegas Daun AISI 6135

R. Hengki Rahmanto 1)

PENGARUH VISKOSITAS OLI SEBAGAI CAIRAN PENDINGIN TERHADAP SIFAT MEKANIS PADA PROSES QUENCHING BAJA ST 60

ANALISA SIFAT MEKANIK PERMUKAAN BAJA ST 37 DENGAN PROSES PACK CARBURIZING, MENGGUNAKAN ARANG KELAPA SAWIT SEBAGAI MEDIA KARBON PADAT

SIMULASI PENGARUH FRICTION, SPEED, MATERIAL, DAN TEMPERATURE TERHADAP DAMAGE PADA BLOCK PRE FORMING DENGAN METODE TAGUCHI

HSS PADA PROSES BUBUT DENGAN METODE TOOL TERMOKOPEL TIPE-K DENGAN MATERIAL St 41

ANALISA KEKERASA DAN STRUKTUR MIKRO TERHADAP VARIASI TEMPERATUR TEMPERING PADA BAJA AISI 4140

BAB VII PROSES THERMAL LOGAM PADUAN

III. METODE PENELITIAN. Adapun tempat pengerjaan tugas akhir ini adalah sebagai berikut :

SIDIK GUNRATMONO NIM : D

ANALISIS PENGARUH TEMPERING

BAB III METODE PENELITIAN

ANALISIS PROSES TEMPERING PADA BAJA DENGAN KANDUNGAN KARBON 0,46% HASILSPRAY QUENCH

Machine; Jurnal Teknik Mesin Vol. 2 No. 2, Juli 2016 ISSN :

09: DIAGRAM TTT DAN CCT

PROSES NORMALIZING DAN TEMPERING PADA SCMnCr2 UNTUK MEMENUHI STANDAR JIS G 5111

PROSES QUENCHING DAN TEMPERING PADA SCMnCr2 UNTUK MEMENUHI STANDAR JIS G 5111

VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN PADA PROSES PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DENGAN MATERIAL SS 304L

BAB 1. PERLAKUAN PANAS

KARAKTERISASI BAJA ARMOUR HASIL PROSES QUENCHING DAN TEMPERING

PENGARUH HEAT TREATMENT TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN KEKERASAN BAJA CrMoV DENGAN MEDIA QUENCH YANG BERBEDA

PENGARUH PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO BAJA JIS S45C

ANALISIS PENGARUH PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DAN STUKTUR MIKRO MATERIAL S45C DAN SS400 YANG DIGUNAKAN SEBAGAI ALAT POTONG KULIT SEPATU

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

TUGAS AKHIR ANALISIS PENGERASAN PERMUKAAN BAJA KARBON RENDAH DENGAN METODE FLAME HARDENING WAKTU TAHAN 30 MENIT 1 JAM DAN 1 ½ JAM

UNIVERSITAS DIPONEGORO KARAKTERISASI PROSES PEMBUATAN AXLE BOTTOM BRACKET THREE PIECES PADA SEPEDA TUGAS AKHIR ARYO KUSUMOPUTRO L2E

PENGARUH PROSES PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 310S

I. PENDAHULUAN. Logam merupakan material kebutuhan manusia yang banyak penggunaannya

TUGAS SARJANA PENGARUH TEMPERING

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH WAKTU PENAHANAN TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADA PROSES PENGKARBONAN PADAT BAJA MILD STEEL

ANALISIS STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK BAJA MANGAN AUSTENITIK HASIL PROSES PERLAKUAN PANAS

Diajukan Sebagai Syarat Menempuh Tugas Akhir. Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah. Surakarta. Disusun Oleh : WIDI SURYANA

PENGAMATAN STRUKTUR MIKRO DAN KEKERASAN PADA RODA GIGI PASCA PENGERASAN PERMUKAAN MENGGUNAKAN PEMANAS INDUKSI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH PERLAKUAN PANAS BAJA AISI 1029 DENGAN METODA QUENCHING DAN MEDIA PENDINGIN TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN MAKRO STRUKTUR

Simposium Nasional Teknologi Terapan (SNTT) ISSN: X

PENGARUH WAKTU TAHAN PROSES PACK CARBURIZING

PENGARUH VARIASI TEMPERATUR TERHADAP KEKERASAN, STRUKTUR MIKRO, DAN KETANGGUHAN DENGAN PROSES HEAT TREATMENT PADA BAJA KARBON AISI 4140H

LAPORAN PRESENTASI TENTANG DIAGRAM TTT. Oleh: RICKY RISMAWAN : DADAN SYAEHUDIN :022834

Pengaruh Temperatur Pemanasan dan Holding Time pada Proses Tempering terhadap Sifat Mekanik dan Laju Korosi Baja Pegas SUP 9A

BAB III METODE PENELITIAN

STUDI KOMPARASI HEAT TREATMENT TERHADAP SIFAT-SIFAT MEKANIS MATERIAL RING PISTON BARU DAN BEKAS

PENGARUH MEDIA QUENCHING TERHADAP KEKUATAN BAJA AISI 1045 DIAPLIKASIKAN PADA SPROCKET RANTAI DENGAN METODE UJI IMPACT

ANALISIS KEKERASAN PERLAKUAN PANAS BAJA PEGAS DENGAN PENDINGINAN SISTEM PANCARAN PADA TEKANAN 20, 40 DAN 60 PSi. Abstract

UNIVERSITAS INDONESIA PENGARUH DERAJAT DEFORMASI TERHADAP STRUKTUR MIKRO, SIFAT MEKANIK DAN KETAHANAN KOROSI BAJA KARBON AISI 1010 TESIS

PRAKTIKUM JOMINY HARDENABILITY TEST

Pengaruh Waktu Pemanasan Menggunakan Pemanas Induksi Terhadap Kekerasan dan Struktur Mikro Material S50C

I. PENDAHULUAN. Baja adalah sebuah senyawa antara besi (Fe) dan karbon (C), dimana sering

PEMILIHAN PARAMETER PERLAKUAN PANAS UNTUK MENINGKATKAN KEKERASAN BAJA PEGAS 55 Si 7 YANG DIGUNAKAN SEBAGAI PENAMBAT REL KERETA API

Penelitian Sifat Fisis dan Mekanis Roda Gigi Transduser merk CE.A Sebelum dan Sesudah Di-Treatment

MENGETAHUI NILAI KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO DARI BAHAN BAJA PEGAS DAUN AKIBAT PERLAKUAN PANAS DENGAN TEMPERATURE DAN PENDINGIN YANG BERVARIASI

KAJIAN EKSPERIMEN PENGUJIAN KEKERASAN BAJA KARBON MEDIUM YANG DISAMBUNG DENGAN SMAW DAN QUENCHING DENGAN AIR LAUT. Erizal

JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2010 TUGAS AKHIR TM091486

Transkripsi:

HARDENING BAJA AISI 1045 MENGGUNAKAN GEL ALOE VERA SEBAGAI MEDIA PENDINGIN Eko Budiyanto 1, Moch. Agus Choiron 2, Djarot B. Darmadi 3 1 Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Metro, Ki Hajar Dewantara, 15A - Metro (34111), Lampung-Indonesia 2,3 Teknik Mesin Universitas Brawijaya, MT Haryono, 167- Malang (65145), Indonesia E-mail : eko_budiyanto99@yahoo.com Abstract Quenching is a cooling method of heat treatment for metal hardening. Quenching refers to the process of rapidly cooling metal parts from the austenitizing or solution treating temperature, typically from within the range of 815 to 970 C for steel. The selection of a quenchant medium depends on the hardenability of the particular alloy, the section thickness and shape involved, and the cooling rates to achieve the desired microstructure. The liquid quenchants of oil is commonly used in industrial manufacture. But, oil is not environmental. The aim of this research research is to find new quenchant for change oil as quenchant to more environmental. Gel aloe vera is purposed for it. The material used in this study is AISI 1045 steel. Cooling curve and cooling rate is measured by finite element model, ANSYS APDL 14.5. True experimental is done to view microstructure and measure hardness of steel. Simulation result shown that gel aloe vera has almost similar cooling curve and cooling rate with oil. Microstructure result of steel for gel aloe vera as quenchant is martensite in surface, bainite in center, and pearlite in between surface and center. Hardness number of steel for gel aloe vera as quenchant is 189.63 HVN in surface, 182.566 HVN in center, and 162.866 HVN in between surface and center. By simulation and true experimental analisys concluded that gel aloe vera has opportunities to change oil as quenchant for hardening process. Keywords : hardening, Steel AISI 1045, gel aloe vera, cooling curve, cooling rate. PENDAHULUAN Semakin meningkatnya permintaan pasar terhadap penggunaan logam yang diiringi dengan meningkatnya penjualan kendaraan bermotor di Indonesia [1], mendorong para pelaku industri untuk menghasilkan produk logam yang sesuai dengan kebutuhan konsumen. Research, design, dan manufaktur terus dilakukan guna meningkatkan kualitas produk dengan biaya yang kompetitif. Beberapa permintaan konsumen terhadap kebutuhan logam diantaranya adalah logam yang kuat dan tahan terhadap keausan. Untuk memperbaiki sifat logam agar tahan terhadap keausan, dapat dilakukan dengan meningkatkan kekerasan logam. Salah satu metode heat treatment yang digunakan untuk meningkatkan kekerasan logam adalah dengan cara hardening, yaitu proses pemanasan baja sampai suhu di daerah atau di atas daerah kritis disusul dengan pendinginan yang cepat atau disebut quench. Logam yang telah dipanaskan pada suhu di atas suhu rekristalisasi didinginkan dengan cara dicelupkan pada media pendingin seperti air atau pada cairan tertentu. Keberhasilan dari hardening pada umumnya diartikan dengan tercapainya mikrostruktur, kekerasan, kekuatan, dan ketangguhan yang diharapkan serta dapat meminimalisir residual stress, distorsi, dan kemungkinan crack [2]. Adie (2013), meneliti pengaruh media pendingin pada heat treatment terhadap struktur mikro dan sifat mekanik friction wedge baja AISI 1340. Variasi yang digunakan adalah media pendingin air, oli SAE 20W, dan pendinginan udara pada temperatur austenitisasi 840 0 C dan waktu tahan 20 menit. Hasilnya, heat treatment dengan media pendingin oli SAE 20W menunjukkan performa yang paling optimum dengan menghasilkan struktur mikro berupa martensite dan retained austenite. Yang and Zhu (2013) menggunakan Finite Elemen Model (FEM) untuk mensimulasikan proses quenching pada Aluminium dan penurunan residual stress selama cold stretching process. Hasilnya menunjukkan 55

bahwa pemodelan quenching ini bisa untuk memprediksikan residual stress dengan ketelitian tinggi [3]. Berdasarkan beberapa penelitian tersebut diatas, media pendingin berperan penting terhadap hasil hardening. Pemilihan media pendingin mempengaruhi kekerasan suatu bahan, ketebalan dan bentuk juga ikut terlibat, dan cooling rate dibutuhkan untuk mencapai mikrostruktur dan jumlah martensite yang diharapkan [1]. Salah satu dari beberapa faktor pemilihan media pendingin quenching syaratnya adalah media pendingin yang ramah lingkungan. Permasalahan yang dihadapi saat ini adalah beberapa produsen logam menggunakan oli sebagai media pendingin dengan alasan nilai cooling rate yang sesuai untuk pembentukan jumlah martensite. Penemuan media pendingin baru yang lebih ramah lingkungan tentunya diharapkan dapat menggantikan peran oli sebagai media pendingin. Gel aloe vera yang didapat dari tanaman lidah buaya (aloe vera) memiliki kandungan air 95.51% dengan densitas 9146 kg/m 3 namun memiliki viscositas 58.0cp. Dengan mempertimbangkan kandungan air, densitas, dan viscositas, maka gel aloe vera dapat diusulkan sebagai media pendingin pada proses quenching baja. Keuntungan jika menggunakan gel aloe vera sebagai media pendingin adalah lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan media pendingin oli. Dari ulasan tersebut diatas, maka perlu dilakukan penelitian proses quenching baja dengan gel aloe vera sebagai media pendingin. Agar dapat menggantikan peran oli sebagai media pendingin, gel aloe vera harus memiliki nilai cooling rate yang mendekati nilai cooling rate pada oli karena pembentukan jumlah martensite pada logam sangat dipengaruhi oleh nilai cooling rate. Untuk mempermudah dalam memvisualisasikan distribusi temperatur dan siklus thermal/cooling curve serta laju pendinginan (cooling rate) yang terjadi pada proses quenching, maka diperlukan sebuah alat bantu simulasi. Salah satu cara yang dapat digunakan adalah dengan bantuan Finite Element Model, yaitu dengan menghitung dan memodelkan perpindahan panas tersebut menggunakan simulasi komputer. METODOLOGI PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan dalam peneltian ini adalah perpaduan eksperimental semu dan eksperimental nyata. Eksperimental semu dengan simulasi komputer menggunakan software yang berbasis metode elemen hingga. Eksperimental nyata dilakukan sebagai validasi dan melihat struktur mikro serta kekerasan spesimen uji pada media pendingin gel aloe vera. Variabel penelitian Variabel bebas Variabel bebas dalam penelitian ini adalah media pendingin dan temperatur media pendingin. Variabel ini dapat dilihat pada Tabel 1. Sedangkan dimensi spesimen uji dapat dilihat pada Gambar 1. Tabel 1. Variabel bebas dan jumlah percobaan Trial Temperatur Media Media Pendingin Pendingin ( 0 C) 1 25 2 gel aloe vera 45 3 65 4 25 5 Air 45 6 65 7 25 8 Oli SAE 20 45 9 65 Gambar 1. Bentuk serta dimensi spesimen uji dan pemodelan elemen hingga Variabel Terikat Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat adalah thermal gradient, thermal flux, siklus thermal/cooling curve, dan laju pendinginan (cooling rate) dari proses quenching. 56

Variabel Terkontrol o Diameter dan panjang spesimen 25 mm dan 50 mm, o Initial condition 900 0 C, o Jenis material Baja AISI 1045. Data Material Material yang digunakan pada pemodelan ini adalah Steel AISI 1045 dengan menggunakan material isotropik. Media pendingin gel aloe vera, air, oli SAE 20. Tabel 2. Data thermal properties material dan media pendingin Material Thermal properties Value Density (ρ) 7870 kg/m Steel Thermal AISI 51,9 W/m. K conductivity (k) 1045* Spesific heat (C) 486 J/kg. K Density (ρ) 998 kg/m 3 Air** Convective coefficient (h) 741 W/m 2.K viscosity (μ) 1 cp Density (ρ) 885.7 kg/m 3 Oli Convective SAE20** coefficient (h) 62 W/m 2.K viscosity (μ) 140 cp Density (ρ) 914.6 kg/m 3 Gel aloe Convective vera*** coefficient (h) 68 W/m 2.K viscosity (μ) 58.0 cp Meshing dan Load Condition Meshing adalah proses membagi obyek yang semula adalah elemen tak terhingga (infinite) menjadi elemen-elemen tertentu dengan jumlah yang berhingga (finite). Dalam penelitian ini digunakan meshing secara otomatis dengan jenis elemen explicit dan tipe elemen brick 8 node dengan ukuran 0.13 mm. Jumlah node 51771 dan jumlah element 35832. Pembebanan convection thermal diberikan pada seluruh permukaan spesimen dan input initial condition 900 0 C. Gambar 2 menunjukkan meshing yang digunakan pada penelitian ini. Eksperimental Eksperimental adalah sebagai validasi untuk melihat mikrostruktur dan kekerasan dari logam sesudah dilakukan proses hardening. Langkah-langkahnya adalah; 1. Memotong logam menjadi bentuk spesimen dengan diameter 25 mm dan panjang 50 mm. 2. Spesimen dipanaskan dalam tungku induksi sampai pada suhu 900 0 C. 3. Holding time selama 30 menit agar temperatur pada spesimen merata 900 0 C. 4. Dicelupkan kedalam gel aloe vera. 5. Setelah dingin spesimen dipotong dan dibelah menjadi 4 kemudian di lakukan pengamatan struktur mikro dan kekerasan pada spesimen menggunakan photo mikro dan digital microhardness tester. h h Gambar 2. Meshing pada shoftware MEH Titik pengamatan struktur mikro dan kekerasan dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3. Titik pengamatan struktur mikro dan uji kekerasan HASIL DAN PEMBAHASAN Beberapa data hasil simulasi proses quenching dengan media pendingin gel aloe vera, air, dan oli sebagai media pendingin adalah thermal gradient, thermal flux, dan grafik siklus thermal/cooling curve. Data dari grafik siklus thermal/cooling curve dapat membantu menemukan nilai cooling rate pada masingmasing media pendingin. Data dari grafik siklus h h 57

thermal/cooling curve dapat membantu menemukan nilai cooling rate pada masingmasing media pendingin. Data hasil simulasi berupa contour plot untuk thermal gradient pada media pendingin gel aloe vera ditunjukkan pada Gambar 4. Sedangkan contour plot untuk thermal gradient pada media pendingin air ditunjukkan pada Gambar 5 dan contour plot untuk thermal gradient pada media pendingin oli ditunjukkan pada Gambar 6. Gambar 4. Thermal gradient media pendingin gel aloe vera, (a) temperatur media pendingin 25 0 C, (b) 45 0 C, (c) 65 0 C. Gambar 5. Thermal gradient media pendingin air, (a) temperatur media pendingin 25 0 C, (b) 45 0 C, (c) 65 0 C. Gambar 6. Thermal gradient media pendingin oli, (a) temperatur media pendingin 25 0 C, (b) 45 0 C, (c) 65 0 C. Nilai thermal gradient maksimal yang tertinggi untuk keseluruhan media pendingin dicapai oleh proses quenching pada media pendingin oli dengan temperatur media pendingin 25 0 C dengan nilai thermal gradient 4.44463 K/m, sedangkan nilai thermal gradient maksimal yang terendah untuk keseluruhan media pendingin dicapai oleh proses quenching dengan media pendingin air dengan temperatur media pendingin 25 0 C dengan nilai thermal gradient 0.105x10-9 K/m. Pada media pendingin gel aloe vera dan oli, semakin rendah temperatur media pendingin akan semakin tinggi nilai thermal gradient dan semakin tinggi temperatur media pendingin akan semakin rendah nilai thermal gradient. Sedangkan pada media pendingin air berlaku sebaliknya, semakin rendah temperatur media pendingin akan semakin rendah nilai thermal gradient dan semakin tinggi temperatur media pendingin akan semakin tinggi nilai thermal gradient. Data hasil simulasi berupa contour plot untuk thermal flux pada media pendingin gel aloe vera ditunjukkan pada Gambar 7. Sedangkan contour plot untuk thermal flux pada media pendingin air ditunjukkan pada Gambar 8 dan contour plot untuk thermal flux pada media pendingin oli ditunjukkan pada Gambar 9. 58

thermal flux. Sedangkan pada media pendingin air berlaku sebaliknya, semakin rendah temperatur media pendingin akan semakin rendah nilai thermal flux dan semakin tinggi temperatur media pendingin akan semakin tinggi nilai thermal flux. Gambar 7. Thermal flux media pendingin gel aloe vera, (a) temperatur media pendingin 25 0 C, (b) 45 0 C, (c) 65 0 C. Gambar 8. Thermal flux media pendingin air, (a) temperatur media pendingin 25 0 C, (b) 45 0 C, (c) 65 0 C. Nilai thermal flux maksimal yang tertinggi untuk keseluruhan media pendingin dicapai oleh proses quenching pada media pendingin oli dengan temperatur media pendingin 25 0 C dengan nilai thermal flux 4.89591 Watt, sedangkan nilai thermal flux maksimal yang terendah untuk keseluruhan media pendingin dicapai oleh proses quenching dengan media pendingin air dengan temperatur media pendingin 25 0 C dengan nilai thermal flux 0.147x10-6 Watt. Pada media pendingin gel aloe vera dan oli, semakin rendah temperatur media pendingin akan semakin tinggi nilai thermal flux dan semakin tinggi temperatur media pendingin akan semakin rendah nilai Gambar 9. Thermal flux media pendingin oli, (a) temperatur media pendingin 25 0 C, (b) 45 0 C, (c) 65 0 C. Pada saat proses quenching berlangsung terjadi suatu siklus thermal dalam hal ini adalah penurunan temperatur (cooling curve). Penurunan temperatur yang terjadi pada saat proses quenching keseluruhan variabel uji diambil pada pusat center spesimen (x=0 mm, node 10), surface (x=12.5 mm, node 2), dan antara surface dengan center (x=6.25 mm, node 533). Titik pengambilan data cooling curve pada spesimen uji dapat dilihat pada Gambar 10. Gambar 10. Titik pengambilan data cooling curve pada spesimen uji. 59

Gambar 11. Siklus Thermal cooling curve media pendingin gel aloe vera, (a) temperatur media pendingin 25 0 C, (b) 45 0 C, (c) 65 0 C. Gambar 12. Siklus Thermal cooling curve media pendingin air, (a) temperatur media pendingin 25 0 C, (b) 45 0 C, (c) 65 0 C. Gambar 13. Siklus Thermal cooling curve media pendingin oli, (a) temperatur media pendingin 25 0 C, (b) 45 0 C, (c) 65 0 C. Grafik siklus thermal cooling curve hasil simulasi pada proses quenching pada media pendingin gel aloe vera ditunjukkan pada Gambar 11. Sedangkan siklus thermal cooling curve hasil simulasi pada proses quenching pada media pendingin air ditunjukkan pada Gambar 12 dan siklus thermal cooling curve hasil simulasi pada proses quenching pada media pendingin oli ditunjukkan pada Gambar 13. Proses quenching dengan media pendingin air mengalami penurunan temperatur yang lebih cepat meskipun dengan temperatur media pendingin yang berbeda. Hal ini sesuai dengan nilai convective coefficient air yang tinggi yaitu 741 Watt/m 2.K sehingga panas pada spesimen akan cepat terserap oleh media pendingin. Sedangkan pada proses quenching dengan media pendingin oli dan gel aloe vera menunjukkan penurunan temperatur yang hampir sama dan tidak cepat seperti pada media pendingin air pada beberapa temperatur media pendingin yang berbeda. Hal ini dipengaruhi oleh nilai convective coefficient pada kedua media pendingin oli dan gel aloe vera yang sama-sama rendah dengan perbedaan yang tidak terlalu tinggi yakni 62 60

Watt/m 2.K pada media pendingin oli dan 68 Watt/m 2.K pada media pendingin gel aloe vera. Penurunan temperatur yang digambarkan pada keseluruhan Gambar grafik diatas memberikan data untuk menghitung nilai cooling rate pada masing-masing variabel uji dimana nilai cooling rate dihitung dari perbandingan antara perubahan temperatur terhadap pertambahan waktu (ΔT/Δt). Grafik cooling rate pada masing-masing media pendingin secara keseluruhan ditunjukkan pada Gambar di bawah ini. Gambar 14. Grafik cooling rate untuk media pendingin gel aloe vera, air, dan oli. Gambar 15. Grafik cooling rate untuk media pendingin air (a), gel aloe vera dan oli (b). Dari grafik cooling rate pada Gambar 14, menunjukkan bahwa nilai cooling rate pada media pendingin air lebih tinggi dibandingkan pada media pendingin gel aloe vera dan media pendingin oli dengan perbedaan nilai cooling rate yang cukup banyak. Sedangkan cooling rate pada media pendingin gel aloe vera memiliki nilai yang selalu mendekati nilai cooling rate pada media pendingin oli, meskipun nilai cooling rate pada media pendingin gel aloe vera lebih tinggi nilainya namun tidak menunjukkan perbedaan yang cukup berarti. Hal ini mengindikasikan bahwa logam yang diberikan proses quenching dengan media pendingin gel aloe vera akan memiliki nilai kekerasan, bentuk butir, dan jumlah martensite mendekati nilai pada hasil proses quenching logam dengan media pendingin oli. Sehingga bisa dikatakan bahwa gel aloe vera mempunyai peluang alternatif pengganti oli sebagai media pendingin pada proses quenching dengan kelebihan bahwa media pendingin gel aloe vera lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan media pendingin oli. Pada grafik yang ditunjukkan oleh Gambar 15. memberikan Gambaran bahwa temperatur media pendingin juga berpengaruh terhadap nilai cooling rate. Gambar 15. (a) menunjukkan bahwa proses quenching dengan media pendingin air dengan temperatur 25 0 C memiliki nilai cooling rate paling tinggi yang kemudian disusul dengan media pendingin air dengan temperatur 45 0 C dan kemudian media pendingin air dengan temperatur 65 0 C. Gambar 15. (b) menunjukkan nilai cooling rate pada media pendingin gel aloe vera dan media pendingin oli. Nilai cooling rate yang paling tinggi diantara media pendingin gel aloe vera dan oli secara berurutan diberikan oleh proses quenching dengan media pendingin gel aloe vera dengan temperatur media pendingin 25 0 C, 45 0 C, dan 65 0 C yang kemudian disusul oleh proses quenching dengan media pendingin oli dengan temperatur media pendingin 25 0 C, 45 0 C, dan 65 0 C. Baja AISI 1045 merupakan baja paduan karbon rendah yang memiliki komposisi Carbon 0.42 sampai 0.50 % dan Mangan 0.60 sampai 0.90 % dengan nilai kekerasan 170 HVN. Setelah proses heat treatment yang dalam hal ini adalah proses hardening, logam mengalami peningkatan kekerasan. Pengambilan nilai kekerasan hanya pada spesimen uji proses hardening dengan metode quenching menggunakan gel aloe vera sebagai media 61

pendingin dan temperatur media pendingin 25 0 C menggunakan Digital Microhardness Tester. Titik pengambilan nilai kekerasan difokuskan pada daerah permukaan logam (surface), titik pusat logam (center), dan diantara keduanya (between), setiap titik dilakukan 3 kali pengambilan data kemudian diambil nilai rata-rata. Nilai kekerasan hasil pengamatan ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 3. Nilai kekerasan logam hasil quenching dengan media pendingin gel aloe vera. Kekerasan (HVN) xdistance Titik 1 Titik 2 Titik 3 Ratarata 12.5mm(Surfa ce) 198. 6 187. 7 182. 6 189.6 3 6.25mm(Betw 181. 186. 180. 182.5 een) 1 0mm(Center) 157. 0 2 158. 7 4 172. 9 66 162.8 66 Dari Tabel 3, dapat memberikan informasi bahwa pada titik surface pada logam mengalami kenaikan kekerasaan menjadi 189.63 HVN dari nilai kekerasan awal 170 HVN, pada titik antara surface dan center juga mengalami kenaikan kekerasan menjadi 182.566 HVN dari nilai kekerasan awal 170 HVN, namun pada titik center mengalami penurunan menjadi 162.866 HVN dari nilai kekerasan awal 170 HVN. Kenaikan dan penurunan nilai kekerasan ini adalah pengaruh dari nilai cooling rate yang terjadi pada saat proses quenching berlangsung. Selain kekerasan, proses hardening juga memberikan perubahan struktur mikro pada logam uji. Gambar di bawah menunjukkan Gambaran struktur mikro pada logam hasil proses hardening dengan media pendingin gel aloe vera. Pengambilan Gambar difokuskan pada 3 titik yakni pada titik surface, center, dan diantara keduanya. Pengamatan struktur mikro pada logam menggunakan foto mikro dengan perbesaran 400x. Berdasarkan pengamatan struktur mikro logam (Gambar 16) hasil proses hardening menggunakan media pendingin gel aloe vera menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan fasa dari austenite menjadi martensite pada daerah-daerah tertentu. Martensite mempunyai warna yang cenderung terang. Pada daerah surface memiliki jumlah martensite yang lebih banyak. Jumlah martensite semakin berkurang dan menjadi pearlite pada daerah sekitar diameter x=9mm kemudian berubah menjadi pearlite+bainite yang cenderung berwarna gelap pada daerah diameter x=0mm sampai x=5mm. Tabel di bawah ini menunjukkan data perubahan struktur mikro yang diamati pada spesimen dan dikomparasikan dengan titik nodal yang sesuai terhadap xdistance pada spesimen. Gambar 16. Struktur mikro pada logam hasil hardening dengan media pendingin gel aloe vera. (a) Surface (x=12.5mm), (b) between surface and center (x=6.25mm), (c) Center (x=0mm) Berdasarkan pengamatan struktur mikro logam hasil proses hardening menggunakan media pendingin gel aloe vera menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan fasa dari austenite menjadi martensite pada daerahdaerah tertentu. Martensite mempunyai warna yang cenderung terang. Pada daerah surface memiliki jumlah martensite yang lebih banyak. Jumlah martensite semakin berkurang dan menjadi pearlite pada daerah sekitar diameter x=9mm kemudian berubah menjadi pearlite+bainite yang cenderung berwarna gelap pada daerah diameter x=0mm sampai x=5mm. Tabel di bawah ini menunjukkan data perubahan struktur mikro yang diamati pada spesimen dan dikomparasikan dengan titik nodal yang sesuai terhadap xdistance pada spesimen. Penyebaran daerah-daerah yang mengalami perubahan struktur mikro dapat dilihat pada Gambar 17. 62

Gambar 17. Penyebaran daerah pembentukan struktur mikro pada spesimen uji Dari Gambar di atas, diambil 3 buah titik yang paling dominan struktur mikronya berdasarkan pengamatan mikroskopis yaitu pada nodal 2 untuk struktur mikro martensite, nodal 533 untuk struktur mikro pearlite, dan nodal 14 untuk struktur mikro bainite. Penurunan temperatur pada nodal-nodal tersebut dikombinasikan terhadap diagram TTT (Time, Temperatur, dan Transformation) dan menghasilkan grafik yang ditunjukkan pada Gambar 18. 533 dan nodal 14 tidak melewati daerah pembentukan fasa martensite namun melewati daerah pembentukan fasa pearlite dan bainite. Jumlah martensite berbeda akan menghasilkan nilai kekerasan logam yang berbeda di setiap titiknya. Semakin banyak jumlah martensite akan semakin tinggi nilai kekerasan pada logam tersebut. Begitupun sebaliknya, semakin berkurang jumlah martensite akan menghasilkan nilai kekerasan yang semakin menurun. Hal tersebut tentu telah dibuktikan dengan hasil uji kekerasan mikrovickers tersebut di atas. KESIMPULAN Dari hasil pengamatan didapatkan beberapa kesimpulan bahwa nilai cooling rate pada media pendingin air lebih tinggi dibandingkan pada media pendingin gel aloe vera dan media pendingin oli dengan perbedaan nilai cooling rate yang cukup tinggi. Sedangkan cooling rate pada media pendingin gel aloe vera memiliki nilai yang selalu mendekati nilai cooling rate pada media pendingin oli. Kesamaan nilai cooling rate memberikan hasil proses hardening yang sama pada logam, karena nilai cooling rate pada media pendingin gel aloe vera mendekati nilai cooling rate pada media pendingin oli maka bisa disimpulkan bahwa gel aloe vera mempunyai peluang alternatif pengganti oli sebagai media pendingin pada proses quenching dengan kelebihan bahwa media pendingin gel aloe vera lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan media pendingin oli. Proses hardening menggunakan media pendingin gel aloe vera pada daerah surface memiliki jumlah martensite yang lebih banyak dibandingkan pada center dan diantara keduanya. Semakin banyak jumlah martensite akan semakin tinggi nilai kekerasan pada logam dan semakin sedikit jumlah martensite akan semakin rendah nilai kekerasan. Gambar 18. Kurva penurunan temperatur terhadap diagram TTT. Dari grafik dapat terlihat nilai penurunan temperatur terhadap perubahan fasa struktur mikro pada logam. Pada nodal 2 garis kurva berakhir pada daerah pembentukan fasa martensite, sedangkan garis kurva pada nodal DAFTAR PUSTAKA [1] Rusyanto, Edo. Proyeksi pasar 2014~2015 merujuk pada Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI) dan Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO). Viva.co.id. 7 agustus 2014. [2] ASM International Metals HandBook. Volume 4 - Heat Treating. 63

[3] Yang X., Jingchuan Zhu, Zhisheng Nong, Zhonghong Lai dan Dong He. 2013 FEM simulation of quenching process in A357 aluminum alloy cylindrical bars and reduction of quench residual stress through cold stretching process. Computational Materials Science 69 (2013) 396 413. 64