1.1. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH KOTA GORONTALO (Studi Kasus Pada DPPKAD Kota Gorontalo) Jurusan Akuntansi Universitas Negeri Gorontalo ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 tahun 2004 dan Undang-Undang No. 33 tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Dampak yang dialami oleh

BAB I PENDAHULUAN. tetapi untuk menyediakan layanan dan kemampuan meningkatkan pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan desentraliasasi fiskal, Indonesia menganut sistem pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. baik dapat mewujudkan pertanggungjawaban yang semakin baik. Sejalan dengan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari

BAB I PENDAHULUAN. daerah. Adanya otonomi daerah diharapkan masing-masing daerah dapat mandiri

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah telah melakukan reformasi di bidang pemerintahan daerah dan

BAB 1 PENDAHULUAN. antarsusunan pemerintahan. Otonomi daerah pada hakekatnya adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Analisis Rasio Kinerja Keuangan Daerah Kota Batu

ANALISIS KEMANDIRIAN DAN EFEKTIVITAS KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BIREUEN. Haryani 1*)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. di Dinas Pendapatan, Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kota

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PEMERINTAH KOTA KEDIRI TAHUN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. pencapaian tujuan-tujuan. Kinerja terbagi dua jenis yaitu kinerja tugas merupakan

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah yang dititikberatkan pada daerah. kabupaten dan kota dimulai dengan adanya penyerahan sejumlah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Awal diterapkannya otonomi daerah di Indonesia ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah merupakan pemberdayaan dalam pengambilan

BAB I PENDAHULUAN. Adanya perkembangan teknologi dan otonomi daerah menuntut

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada awal tahun 1996 dan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

BAB 1 PENDAHULUAN. Otonomi daerah adalah suatu konsekuensi reformasi yang harus. dihadapi oleh setiap daerah di Indonesia, terutama kabupaten dan kota

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. ini merupakan hasil pemekaran ketiga (2007) Kabupaten Gorontalo. Letak

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan layanan tersebut di masa yang akan datang (Nabila 2014).

BAB I PENDAHULUAN. terutama dalam mengatur, memanfaatkan serta menggali sumber-sumber. berpotensi yang ada di daerah masing-masing. Undang-undang yang

ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN DAN KOTA DI PULAU JAWA DAN KALIMANTAN

BAB V PENUTUP. dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: tertinggi adalah Kabupaten Sleman yaitu sebesar Rp ,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Krisis ekonomi di Indonesia memiliki pengaruh yang sangat besar

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah di Indonesia telah membawa

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap nasib suatu daerah karena daerah dapat menjadi daerah

BAB I PENDAHULUAN. perimbangan keuangan pusat dan daerah (Suprapto, 2006). organisasi dan manajemennya (Christy dan Adi, 2009).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. berbagai hal, salah satunya pengelolaan keuangan daerah. Sesuai dengan Undang-

ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA ANGGARAN DAN REALISASI PADA APBD KOTA TANGERANG TAHUN ANGGARAN

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi

BAB I PENDAHULUAN. daerah, maka semakin besar pula diskreasi daerah untuk menggunakan

BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

Pengantar Obligasi Daerah

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 33 tahun 2004

EVALUASI KINERJA PEMERINTAH DAERAH DALAM MENERAPKAN OTONOMI DAERAH DITINJAU DARI ASPEK KEUANGAN

BAB 1 PENDAHULUAN. No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara. Pemerintah Pusat dan Daerah yang menyebabkan perubahan mendasar

BAB I PENDAHULUAN. pusat agar pemerintah daerah dapat mengelola pemerintahannya sendiri

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

BAB I PENDAHULUAN. dan kemandirian. Berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 Pasal 1 Angka 5 memberikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah. memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur

Rasio Kemandirian Pendapatan Asli Daerah Rasio Kemandirian = x 100 Bantuan Pemerintah Pusat dan Pinjaman

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Ulum, 2004). (Stanbury, 2003 dalam Mardiasmo, 2006).

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAERAH PEMERINTAH KOTA SURAKARTA. ( Studi Kasus pada PEMKOT Surakarta Tahun )

BAB I PENDAHULUAN. tersebut mengatur pelimpahan kewenangan yang semakin luas kepada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana yang telah ditetapkan pada Undang-Undang No 32 Tahun

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DI KABUPATEN SAROLANGUN TAHUN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. diambil adalah Kabupaten/ Kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

I. PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia adalah adanya

BAB I PENDAHULUAN. reformasi dengan didasarkan pada peraturan-peraturan mengenai otonomi daerah.

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas layanan terhadap masyarakat luas. Sebagai organisasi nirlaba, lembaga pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal. daerah, yang dikenal sebagai era otonomi daerah.

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, melindungi kehidupan bangsa serta mampu mencukupi

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan baru dari pemerintah Republik Indonesia yang mereformasi

ANALISIS RASIO KEUANGAN DAERAH SEBAGAI PENILAIAN KINERJA (Studi pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Semarang)

BAB I PENDAHULUAN. Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi. penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN DAN KOTA DI PROVINSI ACEH BERDASARKAN RASIO KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH

BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Lahirnya otonomi daerah memberikan kewenangan kepada

BAB I PENDAHULUAN. mengelola pemerintahannya berdasarkan local diskresi yang dimiliki, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. baik (Good Governance) menuntut negara-negara di dunia untuk terus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

MUDA ANDIKA MEIZA

BAB I PENDAHULUAN. penunjang dari terwujudnya pembangunan nasional. Sejak tanggal 1 Januari 2001

ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DALAM MEMBIAYAI BELANJA DAERAH DI KOTA GORONTALO (Studi Kasus DPPKAD Kota Gorontalo)

BAB I PENDAHULUAN. No.12 Tahun Menurut Undang-Undang Nomer 23 Tahun 2014 yang

ANALISIS RASIO KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PURWOREJO PERIODE

BAB I PENDAHULUAN. yang cakupannya lebih sempit. Pemerintahan Provinsi Jawa Barat adalah salah

ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PEMERINTAHAN KOTA DEPOK TAHUN ANGGARAN 2014

BAB I PENDAHULUAN. memberikan proses pemberdayaan dan kemampuan suatu daerah dalam. perekonomian dan partisipasi masyarakat sendiri dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah telah ditetapkan di Indonesia sebagaimana yang telah

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan

ANALISIS ANGGARAN PENDAPATAN BELANJA DAERAH DENGAN REALISASI PADA KABUPATEN MAGELANG PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN ANGGARAN 2012

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. Ditetapkannya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah

BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL,DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan ekonomi. Adanya ketimpangan ekonomi tersebut membawa. pemerintahan merupakan salah satu aspek reformasi yang dominan.

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kondisi diluar negeri menunjukan semakin maraknya globalisasi yang menuntut daya saing tiap negara, termasuk daya saing pemerintah daerahnya (Halim, 2001: 2). Pemerintah memiliki peranan aktif dalam kehidupan masyarakat khusunya pelayanan terhadap publik. Pengukuran kinerja untuk kepentingan publik dapat dijadikan evaluasi dan memulihkan kinerja dengan pembanding antara skema kerja dengan pelaksanaanya. Selain itu dapat digunakan sebagai tolak ukur peningkatan kinerja pemerintah daerah pada periode berikutnya. Pengelolaan keuangan daerah dilaksanakan dalam suatu sistem yang saling terintegrasi yang diwujudkan dalam APBD yang setiap tahun ditetapkan oleh peraturan daerah (PP 58 tahun 2005, pasal 4). Permendagri nomor 13 tahun 2006 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah pasal 1 mengatur bahwa pengelolaan keuangan daerah mencakup keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan daerah. Proses penyusunan anggaran sektor publik umumnya disesuaikan dengan peraturan lembaga yang lebih tinggi yang didasarkan pada Undang-Undang nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, sehingga lahirlah tiga paket perundang-undangan yaitu Undang-undang no 17 tahun 2003

2 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan Undang-Undang nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, yang telah membuat perubahan mendasar dalam penyelenggaran pemerintahan dan peraturan keuangan, khususnya perencanaan dan pemerintahan daerah dan pemerintahan pusat. Pada umumnya APBD suatu daerah didominasi oleh sumbangan pemerintah pusat dan sumbangan lain-lain, yang diatur dengan peraturan perundang-undangan, yaitu sekitar 75% dari total penerimaan daerah. Hal ini menyebabkan daerah masih tergantung kepada pemerintah pusat sehingga kemampuan daerah untuk mengembangkan potensi yang dimiliki menjadi terbatas. Meskipun demikian harus adanya sinkronisasi antara kebijakan pemerintah daerah dan perintah pusat dalam rangka mensukseskan tercapainya sasaran utama memantapkan perekonomian nasional dengan prioritas pembangunan daerah melalui rencana kerja pemerintah daerah atau RKPD yang tergambarkan pada uraian pedoman penyusunan APBD tahun anggaran 2014 (Lampiran Permendagri Nomor 27 Tahun 2013). Kota Gorontalo dilihat dari penetapan target APBD maupun realisasinya mengalami peningkatan tiap tahunnya. Pendapatan Asli Daerah juga meningkat tiap tahunnya meskipun pada tahun 2010 menunjukan angka paling terendah yaitu 61,250 (dalam juataan rupiah) berdasarkan data APBD, seperti yang terdapat pada tabel 1.

3 Tabel,1 : Anggaran PAD periode 2009-2013 TAHUN ANGGARAN PAD (dalam jutaan rupiah) 2009 73,903 2010 61,250 2011 68,400 2012 87,00 2013 134,379 Sumber: Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan-Kementerian Keuangan periode 2009-2013. Disisi lain, capaian target terendah kota Gorontalo tergambarkan pada data realisasi APBD triwulan I TA 2013 berdasarkan standar akuntansi pemerintah (SAP), dimana total pendapatan 182,741.58 (terbesar ketiga di Provinsi Gorontalo) namun realisasi total pendapatanya hanya 26,82%. Untuk belanja modal, realisasi terendah pada triwulan yang sama terjadi pada Kota Gorontalo yang hanya sebesar 11,64% dari porsinya 28,72. Seperti yang terdapat pada tabel 2. Tabel. 2 Data Realisasi APBD TA 2013 Pendapatan Belanja Modal Pemerintah Porsi Realisasi Porsi APBD Realisasi % APBD (Rp Juta) Tahunan (Rp Juta) Realisasi Tahunan Kota Gorontalo 182.741.58 26,82% 13.188.40 11,64% 28,72 % Sumber: Kajian Ekonomi Fiskal Gorontalo data diolah LRA Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan-Kementerian Keuangan).

4 Undang-Undang No 17 tahun 2003 menetapkan bahwa Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) disusun berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai. Untuk mendukung kebijakan ini dibangun pendekatan kinerja. Salah satu pengukuran kinerja keuangan pemerintah daerah dalam pengelolaan keuangannya adalah melakukan analisis rasio keuangan terhadap anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Pengukuran kinerja disini menggunakan analisis rasio keuangan daerah terhadap laporan perhitungan anggaran pendapatan dan belanja daerah yang terdiri dari rasio kemandirian keuangan daerah, efektivitas dan efisiensi, rasio aktivitas, Debt Service Coverage Ratio (DSCR), rasio pertumbuhan, rasio pengelolaan belanja. Beberapa permasalahan keuangan yang dihadapi oleh pemerintah daerah Kota Gorontalo yaitu: (1) analisis rasio keuangan yakni rasio kemandirian menyatakan bahwa belum mencapai kemandirian karena bagian dari dana eksternal masih mendominasi perolehan pendapatan daerah hal ini dapat terlihat pada tahun 2009 kemandirian keuangan pemerintah Kota Gorontalo mengalami penurunan yang sangat drastis yakni sebesar 15,30% realisasi PAD hanya dapat memberikan kontribusi 5,42% terhadap pendapatan daerah sedangkan Kota Gorontalo memiliki porsi PAD tertinggi yakni 14,71%, (2) rendahnya kemampuan daerah dalam menggali potensi sumber-sumber pendapatan asli daerah yang tercermin dari penerimaan PAD yang relatif kecil, (3) kinerja keuangan pemerintah Kota Gorontalo dinilai tidak efektif dalam

5 merealisasikan PAD yang dibuktikan dengan hasil rasio efektifitas PAD pada tahun 2009 yakni 52,42% (4) kondisi kinerja instansi pemerintah Kota Gorontalo pada belanja pembangunan kinerja keuangan pemerintah Kota Gorontalo selama 2009-2011 rata-rata sebesar 10,63% atau dikatagorikan masih sangat rendah, itu artinya pengalokasian belanja pembangunan/belanja modal belum baik karena pengalokasian belanja masih mendominasi belanja operasi/rutin. (5) Anggaran APBD untuk realisasinya masih jauh dari porsi untuk ukuran sebagai ibukota Provinsi. Peneliti terinspirasi dari hasil penelitian oleh Daliluwa (2012) yang membahas kinerja keuangan dari tahun anggaran 2008-2011. Pada penelitian ini memiliki persamaan maupun perbedaan yakni untuk persamaan terdapat sebagian pengukuran dari indikator penilaian kinerja keuangan berdasarkan analisis keuangan pada instansi pemerintah dengan empat rasio pengukuran yakni analisis kemandirian, efektifitas dan efisiensi, rasio aktivitas, debt service coverange ratio (DSCR) pada pemerintah Kota Gorontalo. Namun perbedaannya dapat terlihat jelas pada penelitian ini bahwa untuk pengukuran kinerja keuangan pemerintah daerahnya dianalisis secara khusus atau secara permasalahan internalnya yang berkaitan dengan kinerja keuangan berdasarkan APBD dengan menggunakan data keuangan pemerintah daerah yang telah diaudit, realisasi anggaran APBD dengan pengukuran yang mampu mewakili penggambaran kinerja keuangan pemerintah Kota Gorontalo berdasarkan rasio keuangan selama periode anggaran 2009 hingga 2013

6 serta pengukuran rasio efisensi dengan nominal biaya sebenarnya yang dikeluarkan untuk memunggut PAD. Dengan rasio menurut Widodo dalam Halim (2002) menambahkan pengukuran rasio pertumbuhan dengan empat pengukuran untuk melihat kemampuan pemerintah daerah dalam mempertahankan dan meningkatkan keberhasilan yang dicapai, rasio pengelolaan belanja pemerintah Kota Gorontalo. Maka berdasarkan fenomena yang tergambar pada latar belakang, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian pada Kota Gorontalo yang berkenaan dengan analisis kinerja keuangan pemerintah daerah setempat yang tertuang dalam proposal dengan judul Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kota Gorontalo. 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka peneliti merumuskan yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah: bagaimana kinerja keuangan pemerintah daerah Kota Gorontalo selama lima tahun terakhir (2009-2013), berdasarkan pada indikator analisis rasio kemandirian, efektifitas dan efisiensi, rasio aktivitas, debt service coverange ratio (DSCR), rasio pertumbuhan, rasio pengelolaan belanja? 1.3. Batasan Masalah Agar dalam pembahasan pokok permasalahan lebih terfokus permasalahan di dalam penelitian ini akan dibatasi pada lingkup pengukuran kinerja keuangan pemerintah daerah Kota Gorontalo untuk

7 tahun anggaran 2009-2013 dengan mengunakan analisis rasio-rasio keuangan APBD. 1.4. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis sekaligus mengevaluasi kinerja keuangan pemerintah daerah Kota Gorontalo selama lima tahun terakhir (2009-2013) dengan menggunakan indikator rasio keuangan APBD. 1.5. Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat teoritis Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan untuk pengembangan ilmu pengetahuan di bidang akuntansi khususnya terkait dengan penilaian kinerja pemerintah daerah menggunanakan analisis rasio keuangan. Disamping itu penelitian ini diharapkan menjadi bahan referensi untuk diperbandingkan dengan penelitian sejenis dimasa akan datang. 1.5.2 Manfaat praktis Secara praktis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pihak pemerintah daerah khususnya Kota Gorontalo dalam perbaikan kinerja keuangan pemerintahan diperiode mendatang serta sebagai bahan koreksi untuk meningkatkan kualitas realisasi anggaran terhadap APBD.