BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

BAB I PENDAHULUAN. peraturan-peraturan tentang pelanggaran (overtredingen), kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses peradilan yang sesuai dengan prosedur menjadi penentu

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan. berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil.

BAB I PENDAHULUAN. hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Negara Indonesia merupakan Negara Hukum yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. menetapkan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum, dimana salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat

BAB I PENDAHULUAN. melakukan penyidikan tindak pidana tertentu berdasarkan undang- undang sesuai

BAB I PENDAHULUAN. tidak mendapat kepastian hukum setelah melalui proses persidangan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan tindak pidana dalam kehidupan masyarakat di

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Negara Indonesia adalah negara bardasarkan hukum bukan

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. merupakan produk dari sebuah kebudayaan yang didasarkan pada pikiran, akal

II. TINJAUAN PUSTAKA. penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur menurut Undang-Undang ini.

BAB I PENDAHULUAN. sendiri dan salah satunya lembaga tersebut adalah Pengadilan Negeri. Saat

BAB I PENDAHULUAN. pada tahap interogasi / penyidikan sering terjadi tindakan sewenang-wenang

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum.

BAB I PENDAHULUAN. memutus perkara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang Undang Dasar Repubik Indonesia (UUD 1945) Pasal 1 ayat (3).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan manusia Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku. Salah satu upaya untuk menjamin. dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP ).

BAB I PENDAHULUAN. melindungi individu terhadap pemerintah yang sewenang-wenang dan

I. PENDAHULUAN. Ditinjau dari hal-hal yang baru dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara

MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. tepatnya pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. Hukum materiil seperti yang terjelma dalam undang undang atau yang

JURNAL TINJAUAN TERHADAP PUTUSAN PRAPERADILAN YANG BERKAITAN DENGAN PENETAPAN SESEORANG MENJADI TERSANGKA

BAB I PENDAHULUAN. Pidana (KUHAP) adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya,

BAB I. Hakim sebagai salah satu penegak hukum bertugas memutus perkara yang. diajukan ke Pengadilan. Dalam menjatuhkan pidana hakim berpedoman pada

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Tentang Tugas, Wewenang Hakim Dalam Peradilan Pidana

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

BAB I PENDAHULUAN. tabu untuk dilakukan bahkan tidak ada lagi rasa malu untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan bermasyarakat, setiap anggota masyarakat selalu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara republik Indonesia adalah negara hukum, berdasarkan pancasila

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

BAB I PENDAHULUAN. berlakunya Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan tanpa kecuali. Hukum merupakan kaidah yang berupa perintah

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa

BAB I PENDAHULUAN. terkait korupsi merupakan bukti pemerintah serius untuk melakukan

BAB I PENDAHULUAN. negara hukum. Negara hukum merupakan dasar Negara dan pandangan. semua tertib hukum yang berlaku di Negara Indonesia.

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

V. PENUTUP. 1. Alasan yang menjadi dasar adanya kebijakan formulasi Hakim Komisaris. dalam RUU KUHAP Tahun 2009 atau hal utama digantinya lembaga pra

BAB V ANALISIS. A. Analisis mengenai Pertimbangan Hakim Yang Mengabulkan Praperadilan Dalam

I. PENDAHULUAN. dirasakan tidak enak oleh yang dikenai oleh karena itu orang tidak henti hentinya

BAB I PENDAHULUAN. perlakuan yang sama dihadapan hukum 1. Menurut M. Scheltema mengatakan

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Hal ini dapat dibuktikan dalam Pasal

BAB I PENDAHULUAN. generasi penerus bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan. memajukan kehidupan berbangsa dan bernegara.

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang pengaruhnya sangat luas. Perubahan-perubahan yang

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam konstitusi Indonesia, yaitu Pasal 28 D Ayat (1)

BAB I PENDAHULUAN. diperiksa oleh hakim mengenai kasus yang dialami oleh terdakwa. Apabila

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan tersebut selain melanggar dan menyimpang dari hukum juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB I PENDAHULUAN. benar-benar telah menjadi budaya pada berbagai level masyarakat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan yang buruk, yang akan membimbing, dan mengarahkan. jawab atas semua tindakan yang dilakukannya.

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Pidana merupakan salah satu dari keseluruhan hukum yang berlaku

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, baik bidang hukum, sosial, politik, ekonomi dan budaya. Dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan genersi penerus bangsa di masa yang akan datang,

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah meluas dalam masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. maraknya penggunaan media elektronik mulai dari penggunaan handphone

BAB I PENDAHULUAN. yang demokratis, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai Negara hukum, Indonesia memiliki tiga prinsip dasar, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini rasanya cukup relevan untuk membicarakan masalah polisi

BAB I PENDAHULUAN. dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemberantasan tindak pidana korupsi di negara Indonesia hingga saat

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang merdeka berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

NILAI KEADILAN DALAM PENGHENTIAN PENYIDIKAN Oleh Wayan Rideng 1

BAB I PENDAHULUAN kemudian Presiden mensahkan menjadi undang-undang pada tanggal. 31 Desember 1981 dengan nama Kitab Undang-undang Hukum Acara

JURIDICAL ANALYSIS PREPROSECUTION MATTER ABOUT DEMAND FOR REHABILITATION TO ILLEGAL ARREST AND RESTRAINT (Verdict Number : 01/Pid.PRA/2002/PN.

Transkripsi:

1 A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum diserahkan kepada aparat penegak hukum yang meliputi: kepolisian, kejaksaan, pengadilan, lembaga pemasyarakatan dan advokat. Kelima aparat penegak hukum ini memiliki hubungan yang sangat erat satu sama lainnya, bahkan saling menentukan meskipun ada pembagian fungsi dan tugas antara instansi tersebut. Alat penegak hukum (kepolisian, kejaksaan, pengadilan, lembaga pemasyarakatan dan advokat) dalam menjalankan tugasnya dibidang peradilan pidana diberi kewenangan untuk melakukan tindakan-tindakan yang merupakan pengurangan hak asasi tersangka atau terdakwa sebagai manusia. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang menyatakan bahwa polisi merupakan institusi negara yang diberikan tugas, fungsi dan kewenangan tertentu, untuk menjaga keamanan, ketertiban dan mengayomi masyarakat. Harus diingat pula, bahwa aparat penegak hukum adalah manusia biasa, yang tidak terlepas dari perbuatan khilaf dan salah. Penangkapan atau penahanan yang sebetulnya dilakukan dengan tujuan untuk kepentingan pemeriksaan demi tegaknya keadilan dan ketertiban dalam masyarakat ternyata kadang-kadang dilakukan terhadap orang yang tidak

2 bersalah atau kadang-kadang dilakukan melampaui batas waktu yang ditentukan, sehingga tersangka atau terdakwa menderita lahir batin akibat sikap aparat penegak hukum. Untuk menjamin hak asasi manusia dan agar aparat penegak hukum menjalankan tugasnya secara konsekuen, maka Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) membentuk suatu lembaga yang dinamakan praperadilan. 1 Pasal 1 butir 10 Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyatakan praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk yang pertama memeriksa dan memutuskan tentang sah atau tidaknya suatu penagkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas tersangka, yang kedua sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan, dan yang ketiga permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan. 2 Munculnya praperadilan disebabkan karena dalam menjalankan kewenangannya, aparat penegak hukum tidak terlepas dari kemungkinan untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Lahirnya praperadilan adalah dengan tujuan untuk mengadakan tindakan pengawas terhadap aparat penegak 1 Ratna Nurul Afiah, 1986, Praperadilan dan Ruang Lingkupnya, cetakan pertama, CV.AKADEMIKA PRESSINDO, Jakarta, hlm 3. 2 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, Sinar Grafika, Jakarta.

3 hukum agar dalam melakukan kewenangannya tidak melakukan penyelewengan atau penyalahgunaan wewenang. 3 Praperadilan hanya merupakan suatu tambahan wewenang yang dimiliki oleh Pengadilan Negeri yang berfungsi sebagai pengawasan. Pengawasan yang dilakukan praperadilan adalah pengawasan terhadap segala tindakan paksa yang dilakukan saat penangkapan atau penahanan yang bertujuan untuk melindungi hak-hak tersangka. Putusan praperadilan menjadi ramai semenjak permohonan praperadilan oleh Komjen Pol Budi Gunawan atas penetapan tersangka yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah dikabulkan sebagian oleh Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Di satu sisi menghormati putusan Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sebagai bentuk penghormatan kebebasan hakim sebagaimana yang dimuat dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 24 ayat (1) yang menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan, serta dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 10 ayat (1) yang menyatakan bahwa Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili dan memutuskan suatu perkara yang diajukan dengan alasan bahwa hukum nya tidak ada, dalam hal ini pengadilan wajib untuk 3 Abi Hikmoro, 2013, Peran Dan Fungsi Praperadilan Dalam Penegakan Hukum Pidana Di Indoesia, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, hlm. 3.

4 mengadili dan memeriksa hal tersebut yang membuat Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menerima praperadilan Komjen Pol Budi Gunawan atas penetapan tersangka. Disisi lain objek praperadilan atas penetapan tersangka Komjen Pol Budi Gunawan yang alasannya tidak tercantum dalam Pasal 77 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sudah dijelaskan kewenangan hakim praperadilan untuk memeriksa dan memutus sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan, serta hakim praperadilan juga berwenang untuk memeriksa dan memutus permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka yang perkaranya tidak di ajukan ke pengadilan. Berdasarkan pada uraian di atas dan rasa ingin tahu lebih dalam mengenai putusan praperadilan yang berkaitan dengan seseorang menjadi tersangka, maka penulis termotivasi untuk menyusun skripsi yang berjudul TINJAUAN TERHADAP PUTUSAN PRAPERADILAN YANG BERKAITAN DENGAN PENETAPAN SESEORANG MENJADI TERSANGKA B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Apakah dapat dibenarkan pengajuan praperadilan terhadap penetapan seseorang sebagai tersangka?

5 2. Apakah alasan pengadilan mengabulkan atau tidak mengabulkan permohonan praperadilan atas penetapan seseorang sebagai tersangka? C. Tujuan Penelitian yaitu: Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian 1. Untuk mengetahui apakah dapat dibenarkan pengajuan praperadilan terhadap penetapan seseorang sebagai tersangka. 2. Untuk mengetahui alasan pengadilan mengabulkan atau tidak mengabulkan permohonan praperadilan atas penetapan seseorang sebagai tersangka. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis: Hasil penelitian ini akan bermanfaat bagi perkembangan ilmu hukum pada umumnya dan putusan praperadilan yang berkaitan dengan penetapan seseorang menjadi tersangka pada khususnya. 2. Manfaat Praktis: a. Pegadilan Negeri Sleman Sebagai bahan masukan bagi pihak Pengadilan Negeri Sleman di dalam mempertimbangkan putusan praperadilan yang berkaitan dengan petetapan seseorang menjadi tersangka, sehingga dapat diambil suatu atau beberapa tindak lanjut yang positif dan berguna bagi keberhasilan Pengadilan Negeri Sleman. b. Universitas Atma Jaya Yogyakarta

6 Penelitian ini dipakai sebagai sumbangan bahan bacaan dan kajian bagi para mahasiswa Fakultas Hukum, sebagai maksud dalam pengembangan ilmu hukum, khususnya dalam hukum pidana dan ilmu pengetahuan pada umumnya. c. Masyarakat Memberikan tambahan wawasan ilmu pengetahuan kepada masyarakat khususnya dalam hal putusan praperadilan yang berkaitan dengan penetapan seseorang menjadi tersangka. d. Penulis Memperdalam dan menambah wawasan penulis di bidang hukum, khususnya dalam hal putusan praperadilan yang berkaitan dengan penetapan seseorang menjadi tersangka. E. Keaslian Penulisan Dengan ini penulis menyatakan bahwa Penulisan Hukum atau Skripsi ini merupakan hasil karya asli penulis, bukan merupakan duplikasi ataupun plagiasi dari hasil karya penulis lain. Jika Penulisan Hukum atau Skripsi ini terbukti merupakan duplikasi ataupun plagiasi dari hasil karya penulis lain, maka penulis bersedia menerima sanksi akademik atau sanksi hukum yang berlaku. Beberapa skripsi yang pernah ditulis dengan tema yang sama yaitu: a. Abi Hikmoro, angkatan 2009 Fakultas Hukum Atma Jaya Yogyakarta. Meneliti tentang Peranan Dan Fungsi Praperadilan Dalam Penegakan Hukum Pidana Di Indonesia. Rumusan masalahnya yaitu

7 bagaimanakah fungsi dan peran praperadilan dalam penegak hukum pidana di Indonesian? Tujuan penelitian yaitu untuk memperoleh data guna mengetahui peran dan fungsi praperadilan dalam penegakan hukum pidana di Indonesia. Hasil penelitian: fungsi dan peran praperadilan dalam penegakan hukum pidana di Indonesia berdasarkan penelitia adalah 1) Fungsi praperadilan yaitu sebagai kontrol terhadap tindakan aparat penegak hukum dan sebagai sarana untuk melindungi hak-hak tersangka dan terdakwa. 2) Peranan praperadilan adalah dalam rangka penegakan aturan yang ada untuk memberi perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia agar aparat penegak hukum tidak sewenang-wenang dalam menjalankan tugasnya. Tidak terlalu berbeda aantara fungsi dan peranan praperadilan. Jika fungsi dari praperadilan adalah sebagai kontrol bagi penegakan hukum atas aparat penegakan hukum itu sendiri untuk melindungi hak-hak dari tersangka atau terdakwa, peran praperadilan muncul dalam rangka penegakan aturan yang ada untuk melindungi hak dari tersangka. Perbedaan pokok: terdapat pada tujuan penelitian. Tujuan penelitian yang di lakukan oleh Abi Hikmoro yaitu untuk memperoleh data guna mengetahui peran dan fungsi praperadilan dalam penegakan hukum di Indonesia. Tujuan penelitian yang dilakukan oleh penulis yaitu untuk mengetahui apakah dapat dibenarkan pengajuan

8 praperadilan terhadap penetapan seseorang sebagai tersangka dan untuk mengetahui alasan pengadilan mengabulkan penetapan praperadilan atas penetapan seseorang sebagai tersangka. b. Anna Maria Theresia Uta Magho, angkatan 2007 Fakultas Hukum Atma Jaya Yogyakarta. Meneliti tentang Implementasi Hak-Hak Tersangka Dalam Proses Penyidikan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP. Rumusan masalahnya yaitu bagaimana penerapan hak-hak tersangka dalan proses penyidikan, berdasarkan KUHAP dan kendala apa saja yang muncul dalam penetapan hak-hak tersngka dalam proses penyidikan berdasarkan KUHAP? Tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui bagaimanakah penetapan hak-hak tersangka dalam proses penyidikan, berdasarkan KUHAP dan untuk mengetahui kendala apa saja yang muncul dalam penetapan hak-hak tersangka proses penyidikan berdasarkan KUHAP. Hasil penelitian yaitu: 1) Hak seorang tersangka untuk segera mendapat pemeriksaan penyidikan (Pasal 50). Hak ini sudah diimplementasikan dengan cukup baik di daerah Yogyakarta. Akan tetapi hak ini belum diimpementasikan dengan baik di daerah lain, misalnya di daerah Bali. Contohnya pada kasus mantan Bupati Buleleng yang ditahan dalam kasus dugaan penyalahgunaan biaya upah pungut PBB di kabupaten Buleleng. Tersangka melakukan gugatan praperadilan

9 karena setelah ditahan, tersangka tidak pernah diperiksa oleh penyidik. 2) Hak untuk diberi tahu dengan jelas dalam bahasa yang mudah dimengerti tentang perbuatan yang disangkakan kepadanya sejak pemeriksaan dimulai, guna persiapan pembelaan (Pasal 51 KUHAP). Hak ini sudah diimplementasikan dengan cukup baik di daerah Yogyakarta. Akan tetapi hak ini belum diimplementasikan dengan baik di daerah lain, misalnya di daerah Bali. Contohnya pada kasus mantan Bupati Buleleng yang ditahan dalam kasus dugaan penyalahgunaan biaya upaya pungut PBB di Kabupaten Buleleng. Tersangka melakukan gugatan praperadilan terhadap penyidik karena tidak ada kejelasan tentang perbuatan apa yang disangkakan penyidik kepada tersangka. 3) Hak untuk memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik atau hakim (Pasal 52 KUHAP). Hak ini sudah diimplementasikan dengan komnas HAM, sepanjang tahun 2010 sedikitnya terdapat 30 kasus penyiksaan dalam penyidikan yang dilakukan oleh kepolisian. 4) Hak untuk mendapat bantuan hukum pada setiap tingkat pemeriksaan guna kepentingan pembelaan (Pasal 54 KUHAP). Hak ini sudah diimplementasikan dengan cukup baik di daerah Yogyakarta. Akan tetapi hak ini belum diimplentasikan dengan baik di daerah lain, misalnya di daerah Provinsi Kepulauan Riau.

10 Contohnya pada kasus karimun Provinsi Kepulauan Riau, tersangka melakukan gugatan praperadilan karena penyidikan telah mengabaikan hak tersangka untuk didampingi oleh penasehat hukum. Perbedaan pokok: terdapat pada tujuan penelitian. Tujuan penelitian Anna Maria Theresia Uta Magho yaitu untuk mengetahui dan mengkaji bagaimanakah implementasi atau pelaksanaan hak-hak tersangka dalam proses penyidikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1980 KUHAP, khusunya hak-hak yang lebih diutamakan pemenuhan berdasarkan praktek yang terjadi. Tujuan penelitian yang dilakukan oleh penulis yaitu untuk mengetahui apakah dapat dibenarkan pengajuan praperadilan terhadap penetapan seseorang sebagai tersangka dan untuk mengetahui alasan pengadilan mengabulkan penetapan praperadilan atas penetapan seseorang sebagai tersangka. c. Aprilia Safitri, 0004008, fakultas hukum Universitas Sebeles Maret Surakarta. Meneliti tentang Pelaksanaan pemeriksaan praperadilan Berkaitan Dengan Masalah Penahanan Bagi Tersangka Tindak Pidana Pemerkosaan di Pengadilan Negeri Wonosari. Tujuan penelitian yaitu untuk mendapatkan keterangan yang jelas dan terperinci mengenai bagaimana pelaksanaan pemeriksaaan praperadilan berkaitan dengan masalah penahanan bagi tersangka tindak pidana perkosaan, untuk mengetahui implikasi putusan hakim praperadilan bagi tersangka, dan untuk mengetahui cara penyelesaian dalam menghadapi

11 kendala-kendala yang dihadapi dalam praperadilan di Pengadilan Negeri Wonosari. Rumusan masalah yaitu Bagaimana pelaksanaan pemeriksaan praperadilan berkaitan dengan masalah penahanan bagi tersangka tindak pidana perkosaan? Bagaimana implikasi putusan hakim praperadilan bagi tersangka? Apakah kendala-kendala yang dihadapi dalam penyelesaian praperadilan di Pengadilan Negeri Wonosari? Hasil penelitian yaitu pelaksanaan pemeriksaan praperadilan berkaitan dengan masalah penahanan bagi tersangka tindak pidana perkosaan, dapat disimpulkan sebagai berikut : 1) Pelaksanaan pemeriksaan Praperadilan yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri Wonosari secara normatif telah sesuai dan tidak menyimpang dari ketentuan Perundang-undangan yang berlaku, khususnya sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 77 sampai dengan pasal 82 KUHAP. 2) Implikasi putusan praperadilan berkaitan dengan permohonan praperadilan yang diajukan oleh Suprihatin Argo Santoso yang sekaligus sebagai tersangka tindak pidana perkosaan secara yuridis maka berakibat perkara pokok mengenai perkosaan yang disangkakan terhadap dirinya yang telah disidangkan tetap dilanjutkan untuk diadakan pemeriksaan selanjutnya dan tersangka pun tetap berada dalam tahanan. 3) Kendala-kendala yang dihadapi dalam penyelesaian Praperadilan di pengadilan Negeri Wonosari:

12 a) Jangka Waktu Pemeriksaan Pasal 82 ayat (1) huruf a KUHAP tidak secara jelas merumuskan apakah waktu tiga hari setelah diterimanya permintaan itu berarti dihitung tiga hari sejak diregister di Kepaniteraan Pidana, atau dihitung tiga hari sejak berkas perkara perkara itu sampai kepada Hakim yang ditunjuk untuk memeriksanya. Pasal 82 ayat (1) huruf c KUHAP telah menentukan bahwa hakim diberi batas waktu selama tujuh hari untuk menjatuhkan putusannya. b) Adanya putusan gugur yang dijatuhkan dalam pemeriksaan Sidang Praperadilan. Apabila suatu perkara sudah mulai diperiksa oleh Pengadilan Negeri sedangkan pemeriksaan mengenai permintaan kepada praperadilan belum selesai maka permintaan tersebut menjadi gugur. Sehingga berakibat tersangka tetap berada dalam tahanan. c) Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP menghambat untuk memperoleh keadilan. Keberadaan Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP justru dapat melemahkan keberadaan lembaga praperadilan dikarenakan Pasal tersebut malah memberikan celah untuk membuat gugurnya praperadilan sehingga dapat merugikan tersangka. Dengan adanya pemberhentian pemeriksaan praperadilan karena terbentur pada ketentuan Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP secara tidak langsung dapat

13 merusak citra hukum di kalangan pencari keadilan. Perbedaan pokok: terdapat pada tujuan penelitian. Tujuan penelitian Aprilia Safitri salah satunya yaitu untuk mendapatkan keterangan yang jelas dan terperinci mengenai bagaimana pelaksanaan pemeriksaaan praperadilan berkaitan dengan masalah penahanan bagi tersangka tindak pidana perkosaan, untuk mengetahui implikasi putusan hakim praperadilan bagi tersangka, dan untuk mengetahui cara penyelesaian dalam menghadapi kendalakendala yang dihadapi dalam praperadilan di Pengadilan Negeri Wonosari. Tujuan penelitian yang dilakukan oleh penulis yaitu untuk mengetahui apakah dapat dibenarkan pengajuan praperadilan terhadap penetapan seseorang sebagai tersangka dan untuk mengetahui alasan pengadilan mengabulkan penetapan praperadilan atas penetapan seseorang sebagai tersangka. F. Batasan Konsep 1. Tinjauan adalah pandangan atau pendapat yang didasari dari hasil penyelidikan dan mempelajari suatu masalah terlebih dahulu. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) tinjauan adalah pemeriksaan yang teliti, penyidikan, pengumpulan data, pengolahan analisis, dan penyajian data yang dilakukan secara sistematis dan obyek untuk memecahkan suatu masalah.

14 2. Pengertian Putusan adalah dalam Pasal 1 angka 11 KUHAP menyatakan putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang di ucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang ini. 3. Pengertian Praperadilan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 1 angka 10 adalah wewenang Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan memutus tentang: a. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka; b. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan; c. Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan. 4. Pengertian Penetapan adalah pernyataan hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan diucapkan oleh hakim dalam sidang terbuka untuk umum sebagai hasil dari pemeriksaan perkara permohonan (voluntair). 5. Pengertian Tersangka menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, yaitu terdapat dalam Pasal 1 butir 14 KUHAP bahwa tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana. G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Hukum

15 Jenis penelitian hukum yang digunakan adalah jenis penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian yang berfokus pada hukum positif berupa peraturan perundang-undangan mengenai Putusan Praperadilan Yang Berkaitan Dengan Penetapan Seseorang Menjadi Tersangka. 2. Sumber Data Data Sekunder merupakan data yang diperoleh dari mengamati, mempelajari, membaca bahan-bahan hukum maupun kepustakaan dan dokumen-dokumen yang terkait dengan penelitian ini, yang dapat dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu: a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang berupa peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Tinjauan Terhadap Putusan Praperadilan Yang Berkaitan Dengan Penetapan Seseorang Menjadi Tersangka yaitu: 1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Bab VIII A tentang Badan Pemeriksa Keuangan Pasal 24 ayat (1) mengenai kekuasaan kehakiman. 2) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Bab II tentang Peradilan dan Asasnya Pasal 10 ayat (1) mengenai pengedilan dilarang menolak perkara dengan alasan hukum nya tidak ada. 3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209 Bab

16 I Ketentuan Umum Pasal 1 butir 10 mengenai pengertian praperadilan dan Bab X tentang Wewenang Pengadilan Untuk Mengadili Bagian Kesatu Praperadilan Pasal 77 mengenai kewenangan Pengadilan Negeri. b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer adalah dengan cara melakukan studi pustaka terhadap peraturan perundang-undangan, buku-buku literatur dan peraturan lain yang ada relevansinya dengan obyek penelitian untuk selanjutnya diseleksi, dikaji dan dipertimbangkan relevansinya dengan masalah yang diteliti. 3. Metode Pengumpulan Data Untuk mendapatkan data sebagai bahan penelitian hukum ini dipergunakan data yang dapat dipercaya kebenarannya, pengumpulan data ini dilakukan melalui: a. Studi Kepustakaan Mendapatkan data yang bersifat sekunder melalui metode kepustakaan, yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan mempelajari, mengidentifikasi dan mengkaji peraturan perundangundangan, buku pustaka maupun dokumen-dokumen lainnya yang berkaitan dengan penelitian. b. Wawancara Wawancara dilakukan secara langsung dengan mengajukan pertanyaan yang sudah disiapkan. Pertanyaan secara terstruktur

17 tentang Putusan Praperadilan Yang Berkaitan Dengan Penetapan Seseorang Menjadi Tersangka. 4. Metode Analisis Data sekunder a. Bahan hukum primer Dianalisis sesuai dengan lima tugas hukum normatif: 1) Deskripsi hukum positif sesuai dengan bahan hukum primer tentang Putusan Praperadilan Yang Berkaitan Dengan Penetapan Seseorang Menjadi Tersangka. 2) Sistematisasi hukum positif: Secara vertikal ada sinkronisasi karena tidak bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Prinsip penalaran hukum yang digunakan yaitu subsumsi dan tidak diperlukan asas berlakunya peraturan perundang-undangan. Sistematisasi secara horizontal tidak ada harmonisasi, prinsip penalaran hukumnya non kontradiksi dan asas berlakunya peraturan perundang-undangannya yaitu lex speciali derogat legi generali. b. Bahan hukum sekunder Bahan hukum sekunder yang berupa pendapat hukum akan diperbandingkan dengan pendapat lain dan perbedaan pendapat. Pendapat dari narasumber akan dideskripsikan dan diperbandingkan dengan berbagai pendapat hukum juga dengan

18 bahan hukum primer apakah ada persamaan ataukah ada perbedaan. Dokumen yang diperoleh dideskripsikan, dan diperbandingkan dengan berbagai pendapat hukum serta norma hukum positif. Langkah terakhir dalam menarik kesimpulan dilakukan dengan proses berpikir atau prosedur bernalar deduktif. Proses berpikir deduktif berawal dari proposisi umum yang telah diketahui kebenarannya yang berakhir pada suatu kesimpulan (pengetahuan baru) yang bersifat khusus dalam hal ini untuk memperoleh data tentang Tinjauan Terhadap Putusan Praperadilan Yang Berkaitan Dengan Penetapan Seseorang Menjadi Tersangka. H. Sistematika Skripsi Sistematika skripsi terdiri atas III bab. Bab I : PENDAHULUAN Pada bab ini penulis menguraikan tentang Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Keaslian Penelitian, Batasan Konsep, dan Metode Penelitian. BAB II : PEMBAHASAN Dalam bab II tentang hasil penelitian yaitu berisi pembahasan tentang Putusan Praperadilan Yang Berkaitan Dengan Penetapan Seseorang Menjadi Tersangka terdiri

19 atas A Tinjauan Umum Terhadap Putusan, B Tinjauan Umum Terhadap Praperadilan, C Putusan Praperadilan Atas Penetapan Seseoarang Menjadi Tersangka, dan D Putusan Praperadilan Yang Berkaitan Dengan Penetapan Seseorang Menjadi Tersangka. BAB III : PENUTUP Dalam bab III penulis akan mengemukan kesimpulan yang ditarik berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan dan berisi saran untuk memberi solusi bagi pemecahan masalah hukum yang terjadi.