PROSES DEMOKRASI DALAM PEMILIHAN ANGGOTA MAJELIS RAKYAT PAPUA

dokumen-dokumen yang mirip
MATA KULIAH CIRI UNIVERSITAS (MKCU)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2004 TENTANG MAJELIS RAKYAT PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2004 TENTANG MAJELIS RAKYAT PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Demokrasi di Indonesia

SEKILAS PEMILU PARTAI POLITIK PESERTA PEMILU

I. UMUM. serasi... serasi antara Pemerintah dan Daerah serta antar Daerah untuk menjaga keutuhan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II PERKEMBANGAN DEMOKRASI DI INDONESIA YANG DITUANGKAN DALAM UNJUK RASA (DEMONSTRASI) SEBAGAI HAK DALAM MENGEMUKAKAN PENDAPAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

GUBERNUR PAPUA PERATURAN DAERAH KHUSUS PROVINSI PAPUA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PEMILIHAN ANGGOTA MAJELIS RAKYAT PAPUA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

UU 22/2003, SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

2008, No.59 2 c. bahwa dalam penyelenggaraan pemilihan kepala pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pem

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

GUBERNUR PAPUA PERATURAN DAERAH KHUSUS PROVINSI PAPUA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMILIHAN UMUM GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2008, No.2 2 d. bahwa Partai Politik merupakan sarana partisipasi politik masyarakat dalam mengembangkan kehidupan demokrasi untuk menjunjung tinggi k

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR TAHUN 2014 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN KAMPUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2018, No Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang P

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2001 TENTANG

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR... TAHUN... TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan Persetujuan Bersama

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAMUJU UTARA TAHUN 2006 NOMOR 11 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAMUJU UTARA NOMOR : 11 TAHUN 2006 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 4 TAHUN 2007 T E N T A N G PEMBENTUKAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2001 TENTANG OTONOMI KHUSUS BAGI PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PERMUSYAWARATAN KAMPUNG (BPK) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG

PEMILIHAN UMUM. R. Herlambang Perdana Wiratraman, SH., MA. Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 6 Juni 2008

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 8 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERDAYAAN PELESTARIAN, PENGEMBANGAN ADAT ISTIADAT DAN KEDAMANGAN

POLITIK DAN STRATEGI (SISTEM KONSTITUSI)

2017, No b. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 124, Pasal 128, dan Pasal 132 Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, Ba

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 06 TAHUN 2010 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PESAWARAN,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 1 TAHUN 2010

PEMERINTAH KABUPATEN KETAPANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

11 LEMBARAN DAERAH Oktober KABUPATEN LAMONGAN 7/E 2006 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN,

LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR : 11 TAHUN 2002 SERI : D NOMOR : 8 PEMERINTAH KOTA SRAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2002

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2001 TENTANG OTONOMI KHUSUS BAGI PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2001 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

S A L I N A N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 4 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SABU RAIJUA NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SABU RAIJUA,

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

PEMERINTAH KOTA BATU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PERANGKAT DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : a.

PERATURAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SELAYAR NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SELAYAR,

DEMOKRASI. Demokrasi berasal dari kata Yunani demos dan kratos. Demos artinya rakyat, Kratos berarti pemerintahan.

2. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 9 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PERWAKILAN DESA

Transkripsi:

PROSES DEMOKRASI DALAM PEMILIHAN ANGGOTA MAJELIS RAKYAT PAPUA, SH (Dosen Fakultas Hukum Universitas Yapis Papua) Abstrak : Pelaksanaan pemilihan anggota Majelis Rakyat Papua sebagai wujud melaksanakan demokrasi oleh orang asli Papua yang memiliki hak untuk memilih dan dipilih baik mewakili unsur adat, unsur perempuan serta unsur agama. Mengutamakan musyawarah untuk mufakat dan voting sebagai alternatif untuk menyelesaikan ketidak mufakatan diantara peserta musyawarah. Kata Kunci: Demokrasi, Pemilihan, Majelis Rakyat Papua PENDAHULUAN Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme system pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warga negara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yang sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip cheks dan balance LEGAL PLURALISM : VOLUME 2 NOMOR 1, JANUARI 2012 112

Ketiga jenis lembaga-lembaga negara tersebut adalah lembagalembaga pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mewujudkan dan melaksanakan kewenangan eksekutif, lembaga-lembaga pengadilan yang berwenang menyelenggarakan kekuasaan judikatif dan lembaga-lembaga perwakilan rakyat (DPR, untuk Indonesia) yang memiliki kewenangan menjalankan kekuasaan legislatif. Di bawah sistem ini, keputusan legislatif dibuat oleh masyarakat atau oleh wakil yang wajib bekerja dan bertindak sesuai aspirasi masyarakat yang diwakilinya (konstituen) dan yang memilihnya melalui proses pemilihan umum legislative selain sesuai hukum dan peraturan. Teori kedaulatan rakyat lahir sebagai reaksi atas teori kedaulatan raja yang kebanyakan menghasilkan tirani dan kesengsaraan bagi rakyat. Jean Jacques Rousseau, Bapak Teori Kedaulatan Rakyat, melalui buku Le Contract Social mengutarakan teori mengenai perjanjian masyarakat (kontrak sosial) yang menyatakan bahwa dalam suatu negara, natural liberty telah berubah menjadi civil liberty di mana rakyat memiliki hakhaknya. Kekuasaan rakyat sebagai hal tertinggi dalam hal ini melalui perwakilan yang didasarkan pada suara terbanyak. Menurut Rousseau, keputusan dari suara terbanyak (mayoritas) selalu mewakili kepentingan umum. Namun, pada kenyataannya, yang didukung oleh suara terbanyak tidak lagi mempersoalkan kebenaran melainkan mempermasalahkan tentang menang atau kalah Sejak awal kemerdekaan, negara kita telah menerapkan konsep yang terdapat dalam teori kedaulatan rakyat. Mulai LEGAL PLURALISM : VOLUME 2 NOMOR 1, JANUARI 2012 113

dari pengesahan UUD 1945 sebagai konstitusi sampai pengangkatan Soekarno dan Mohammad Hatta sebagai Presiden dan Wakil Presiden, seluruhnya dilaksanakan dengan prinsip demokrasi. Walaupun selanjutnya banyak terjadi penyimpangan dalam sistem pemerintahan, baik pada masa Orde Lama maupun Orde Baru, tetapi pada akhirnya, kedaulatan rakyatlah yang menentukan ke mana arah tujuan negara kita berikutnya. Kedaulatan rakyat yang dimaksud di sini bukan dalam arti hanya kedaulatan memilih presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung, tetapi dalam arti yang lebih luas. Suatu pemilihan presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung tidak menjamin negara tersebut sebagai negara demokrasi sebab kedaulatan rakyat memilih sendiri secara langsung presiden hanyalah sedikit dari sekian banyak kedaulatan rakyat. Walapun perannya dalam sistem demokrasi tidak besar, suatu pemilihan umum sering dijuluki pesta demokrasi. Ini adalah akibat cara berpikir lama dari sebagian masyarakat yang masih terlalu tinggi meletakkan tokoh idola, bukan sistem pemerintahan yang bagus, sebagai tokoh impian ratu adil. Padahal sebaik apa pun seorang pemimpin negara, masa hidupnya akan jauh lebih pendek daripada masa hidup suatu sistem yang sudah teruji mampu membangun negara. Banyak negara demokrasi hanya memberikan hak pilih kepada warga yang telah melewati umur tertentu, misalnya umur 18 tahun, dan yang tak memliki catatan kriminal (misal, narapidana atau bekas narapidana). LEGAL PLURALISM : VOLUME 2 NOMOR 1, JANUARI 2012 114

Demokrasi diartikan sebagai cara mengelola pemerintahan dan partisipasi warganegara di dalamnya. Salah satu teori dominan tentang demokrasi yang jamak diterima dalam wacana demokrasi Barat adalah teori yang dikemukakan oleh Robert A. Dahl. Menurut Dahl, karakteristik inti dari demokrasi memuat tiga hal. Pertama, adanya persaingan yang sehat untuk meraih posisi-posisi dalam pemerintahan; kedua, partisipasi warganegara dalam memilih para pemimpin politik dan; ketiga, terselenggaranya kebebasan sipil dan politik, termasuk terjaminnya hakhak asasi manusia (Martinussen, 1997: 195). Rezim-rezim politik yang tidak memenuhi ketiga persyaratan ini dapat dikategorikan sebagai rezim otoritarian, sementara mereka yang telah dengan sempurna memenuhinya dapat dianggap telah demokratis. Demokrasi menempati posisi vital dalam kaitannya pembagian kekuasaan dalam suatu negara (umumnya berdasarkan konsep dan prinsip trias politica) dengan kekuasaan negara yang diperoleh dari rakyat juga harus digunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Prinsip semacam trias politica ini menjadi sangat penting untuk diperhitungkan ketika fakta-fakta sejarah mencatat kekuasaan pemerintah (eksekutif) yang begitu besar ternyata tidak mampu untuk membentuk masyarakat yang adil dan beradab, bahkan kekuasaan absolut pemerintah seringkali menimbulkan pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia. LEGAL PLURALISM : VOLUME 2 NOMOR 1, JANUARI 2012 115

Menurut Isjwara, (Deddy Ismatullah dan Asep Sahid Gatara, 2007 :13), orang-orang Yunani Demokrasi setidak-tidaknya harus memenuhi enam persyaratan yaitu : 1) Warga negara harus cukup serasi dalam kepentinganya sehingga sama-sama memiliki suat perasaan yang kuat tentang kepentingan umum dan bertindak atas dasar itu. 2) Warga negara benar-benar harus amat padu dan homogeny dalam hal cirri-ciri khas yang kalau tidak demikian halnya, cenderung menimbulkan konflik politik dan perbedaan pendapat yang tajam mengenai kepentingan umum. 3) Jumlah warga negara harus sangat kecil yang secara ideal bahkan jauh ebih kecil dari 40.000 50.000 yang terdapat diathena dimasa Pericles. 4) Warga negara harus dapat berkumpul dan secara langsung dapat memutuskan undang-undang dan keputusan-keputusan mengenai kebijakan. 5) Partisipasi warga negara tidak terbatas pada pertemuan-pertemuan majelis saja. 6) Negara kota harus tetap sepenuhnya otonom. Pemilu merupakan sarana tak terpisahkan dari kehidupan politik negara demokrasi modern. Bagi bangsa yang tengah berjuang melembagakan kekuasaan rakyat, kata Indonesianis, Lance Castles, pemilu masih dihayati sebagai ritus massal. Suatu perayaan LEGAL PLURALISM : VOLUME 2 NOMOR 1, JANUARI 2012 116

kebersamaan, yang bisa gagal atau mengecewakan. Namun juga menjadi langkah maju dalam melembagakan kedaulatan rakyat secara efektif dan lestari. Pemilu memang merupakan keputusan yang sangat penting bagi masa depan negara. Bila suatu pemilu berjalan baik, maka sebuah negara dapat melanjutkan menuju demokrasi dan perdamaian. Sebaliknya, bila pemilunya berjalan buruk bahkan gagal, sebuah negara bisa dibilang tengah meruntuhkan demokrasi dan kembali menuju titik nadirnya. Itulah sebabnya pemilu kerap disebut sebagai roh demokrasi. Demikian pula kekuasaan berlebihan di lembaga negara yang lain, misalnya kekuasaan berlebihan dari lembaga legislatif menentukan sendiri anggaran untuk gaji dan tunjangan anggota-anggotanya tanpa mempedulikan aspirasi rakyat, tidak akan membawa kebaikan untuk rakyat. Intinya, setiap lembaga negara bukan saja harus akuntabel (accountable), tetapi harus ada mekanisme formal yang mewujudkan akuntabilitas dari setiap lembaga negara dan mekanisme ini mampu secara operasional (bukan hanya secara teori) membatasi kekuasaan lembaga negara tersebut. Dalam perspektif yang bersifat horizontal, menurut Jimly Assiddiqie (2009: 209)gagasan demokrasi yang berdasar atas hukum (constitusional democracy) mengandung 4 prinsip pokok : 1. Adanya jaminan persamaan dan kesetaraan dalam kehidupan bersama. 2. Pengakuan dan penghormatan terhadap perbedaan atau pluralistik. LEGAL PLURALISM : VOLUME 2 NOMOR 1, JANUARI 2012 117

3. Adanya aturan yang mengikat dan dijadikan sumber rujukan bersama. 4. Adanya penyelesaian sengketa berdasarkan mekanisme aturan yang di taati bersama. Demokrasi dapat dibedakan dalam tiga tipe dengan ukurannya adalah hubungan antarorgan negara. Tiga tipe tersebut adalah: 1. Demokrasi dengan sistem parlementer. Pada awalnya, tujuan digunakannya sistem parlementer adalah untuk mempertahankan bentuk kerajaan/monarki di negara Inggris dalam suasana bertambah kuatnya kekuasaan rakyat. Caranya adalah membuat sistem pemerintahan di mana raja tidak dapat diganggu gugat dan peran menteri yang bertanggung jawab pada parlemen dalam melaksanakan pemerintahan. Dengan demikian terdapat hubungan yang erat antara lembaga eksekutif dan legislatif dan adanya saling ketergantungan satu sama lain. 2. Demokrasi dengan pemisahan kekuasaan. Bentuk ini terutama sekali diterapkan di Amerika Serikat di mana badan eksekutif secara tegas dipisahkan dari badan legislatif dan badan yudikatif. Presiden dalam hal ini mempunyai kekuasaan yang sama sekali terpisah dan tidak dapat mempengaruhi sistem kerja dari lembaga legislatif dan yudikatif. Dalam sistem ini, yang merupakan kelanjutan dari teori Trias Politica Montesquieu, ketiga lembaga tinggi negara tersebut mempunyai kekuasaan yang sama kuat, maka dalam pelaksanaannya sulit untuk berjalan bersama LEGAL PLURALISM : VOLUME 2 NOMOR 1, JANUARI 2012 118

dalam waktu yang lama. Oleh karena itu, dibuat suatu sistem untuk menciptakan keseimbangan antara ketiga kekuasaan yang ada, yang disebut sistem check and balance. Pada sistem ini, Presiden Amerika Serikat mempunyai hak veto terhadap suatu rancangan undang-undang yang telah diterima oleh Kongres. Sebaliknya, Kongres juga dapat melakukan impeachment terhadap Presiden apabila terjadi penyimpangan. Untuk kekuasaan yudikatif, seorang Hakim Agung diangkat oleh Kongres dari calon yang diajukan oleh Presiden. Selain itu, Mahkamah Agung juga mempunyai hak menguji secara material (judicial review) terhadap suatu undangundang dan menyatakan tidak sah apabila undang undang tersebut bertentangan dengan konstitusi. 3. Demokrasi dengan pengawasan langsung oleh rakyat. Dalam bentuk ini, badan legislatif tunduk pada pengawasan atau control dari rakyat. Pengawasan rakyat dapat dilaksanakan dengan dua cara, yaitu dengan inisiatif rakyat dan dengan referendum. Inisiatif rakyat merupakan hak rakyat untuk mengajukan atau mengusulkan suatu rancangan undang-undang pada lembaga legislatif dan eksekutif. Sedangkan referendum adalah meminta persetujuan atas pendapat rakyat mengenai suatu kebijaksanaan yang telah, sedang, atau akan dilaksanakan oleh badan legislatif dan eksekutif. Referendum terbagi atas tiga macam, yaitu: LEGAL PLURALISM : VOLUME 2 NOMOR 1, JANUARI 2012 119

a. referendum obligatoir, yaitu referendum terhadap suatu undangundang yang materinya menyangkut hak-hak rakyat sehingga wajib meminta persetujuan rakyat sebelum undangundang tersebut diberlakukan. b. referendum fakultatif, yaitu referendum terhadap undang-undang yang sudah berlaku dalam waktu tertentu. c. referendum konsultatif, yaitu referendum yang berkaitan dengan masalah teknis suatu negara. Affan Gaffar mengemukakan bahwa dalam ilmu politik dikenal dua macam pemahaman tentang demokrasi yaitu : pemahaman secara normatif dan pemahaman secara empirik, untuk pemehaman kedua dikenal dengan istilah procedural democracy. Dalam pemahaman secara normative, demokrasi merupakan sesuatu yang hendak dilakukan/diselenggarakan oleh sebuah negara seperti dalam ungkapan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Bagi J Kristiadi, pemilu demokratis adalah perebutan kekuasaan yang dilakukan dengan regulasi, norma dan etika sehingga sirkulasi elit atau pergantian kekuasaan dapat dilakukan secara damai dan beradab. Pergantian kekuasaan memang salah satu alasan dibalik pentingnya pemilu. Berikut sejumlah alasan mengapa pemilu penting dalam demokrasi. 1. Sebagai proses pergantian dan sirkulasi elit penguasa secara kompetitif dan legal. LEGAL PLURALISM : VOLUME 2 NOMOR 1, JANUARI 2012 120

2. Sebagai pendidikan politik rakyat yang langsung, terbuka, bebas, dan massal. 3. Mekanisme untuk menentukan wakil-wakil rakyat baik dalam pemerintahan maupun legislatif. 4. Sarana legitimasi politik bagi pemerintahan yang berkuasa sehingga kebijakan-kebijakan dan programnya menjadi absah. Pemilihan umum, yang merupakan perwujudan kedaulatan rakyat dalam sebuah negara Republik demokrasi memiliki beberapa sistem, yaitu: 1. Sistem distrik, merupakan sistem pemilihan di mana negara terbagi dalam daerahdaerah bagian. Di dalam badan perwakilan rakyat, setiap distrik diwakili oleh seorang atau beberapa orang anggota yang jumlahnya sama dari semua distrik. Kelebihan dari sistem ini adalah, rakyat mengenal wakilnya dengan baik, begitu pun sebaliknya, dengan demikian terdapat hubungan yang erat antara wakil dengan daerah yang diwakilinya. Sedangkan kekurangannya adalah, suara minoritas akan hilang karena hanya yang mendapat suara mayoritaslah yang akan mewakili daerahnya. 2. Sistem proporsional, merupakan sistem berdasarkan presentase pada kursi parlemen yang akan dibagikan kepada partai politik peserta pemilihan umum, dengan kata lain, partai politik akan memperoleh jumlah LEGAL PLURALISM : VOLUME 2 NOMOR 1, JANUARI 2012 121

kursi sesuai dengan jumlah suara pemilih yang diperoleh di seluruh wilayah negara. Kebaikan sistem ini adalah, semua partai terwakili sehingga lebih demokratis. Selain itu, pada sistem ini, pemilihan juga dilaksanakan secara nasional, tidak dilakukan per daerah. Badan perwakilan benar-benar menjadi wadah aspirasi seluruh rakyat bagi negara yang menggunakan sistem ini. Namun, keburukannya adalah, pemimpin partai sangat menentukan siapa saja yang akan duduk dalam parlemen untuk mewakili partainya. Di samping itu, wakil daerah juga tidak mengenal daerah pemilihannya secara dekat. 3. Sistem gabungan, merupakan penggabungan dua sistem sebelumnya. Pada sistem ini, negara dibagi dalam beberapa daerah pemilihan, sisa Menurut Pasal 2 ayat (1) UUD 1945 hasil Amandemen keempat tahun 2002, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang dipilih melalui pemilihan umum. Hal ini juga tercantum dalam Pasal 19 ayat (1) UUD 1945 hasil Amandemen kedua tahun 2000 yang berbunyi: Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dipilih melalui pemilihan umum. serta Pasal 22C UUD 1945 hasil Amandemen ketiga tahun 2001 yang berbunyi: Anggota Dewan Perwakilan Daerah dipilih dari setiap provinsi melalui pemilihan umum. Dalam Pasal 6A UUD 1945 yang LEGAL PLURALISM : VOLUME 2 NOMOR 1, JANUARI 2012 122

merupakan hasil Amandemen ketiga tahun 2001 dijelaskan mengenai pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Dengan dikeluarkannya Undang-undang 21 tahun 2001 tentang otonomi khusus Propinsi Papua yang diubah Undang-undang 35 tahun 2008 tentang perubahan atas Undang-undang 21 tahun 2001 tentang otonomi khusus Propinsi Papua yang selanjutnya disebut Undang-undang Otsus. Undang-Undang Otsus memberikan kekuasaan dan wewenang Pemerintahan Daerah untuk mengurus daerahnya, ini memberikan implementasi terhadap pemilihan anggota Majelis Rakyat Papua (MRP) PEMBAHASAN DAN ANALISIS Sejarah dan Perkembangan Demokrasi Isitilah demokrasi berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di Athena kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke- 18, bersamaan dengan perkembangan sistem demokrasi di banyak negara. Kata demokrasi berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi LEGAL PLURALISM : VOLUME 2 NOMOR 1, JANUARI 2012 123

menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara. Demokrasi menempati posisi vital dalam kaitannya pembagian kekuasaan dalam suatu negara (umumnya berdasarkan konsep dan prinsip trias politica) dengan kekuasaan negara yang diperoleh dari rakyat juga harus digunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Prinsip semacam trias politica ini menjadi sangat penting untuk diperhitungkan ketika fakta-fakta sejarah mencatat kekuasaan pemerintah (eksekutif) yang begitu besar ternyata tidak mampu untuk membentuk masyarakat yang adil dan beradab, bahkan kekuasaan absolut pemerintah seringkali menimbulkan pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia. Ahmad Ruslan,(2005 : 25) mengemukakan, bahwa ciri negara modern adalah kedaulatan rakyat atau demokrasi. Salah satu unsur atau syarat untuk terbentuknya suatu negara adalah pemerintah yang berdaulat atau kedaulatan. Intinya, setiap lembaga negara bukan saja harus akuntabel (accountable), tetapi harus ada mekanisme formal yang mewujudkan akuntabilitas dari setiap lembaga negara dan mekanisme ini mampu secara operasional (bukan hanya secara teori) membatasi kekuasaan lembaga negara tersebut. LEGAL PLURALISM : VOLUME 2 NOMOR 1, JANUARI 2012 124

Sebagai sebuah negara demokrasi, Indonesia memberikan hak yang sama bagi semua warganya yang memenuhi syarat untuk memilih dan dipilih dalam pemilu. Menurut Pasal 14 UU No. 12 Tahun 2003, untuk dapat didaftar sebagai pemilih dan menggunakan hak memilihnya dalam pemilu, seorang Warga Negara Indonesia (WNI) harus sudah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau sudah kawin, tidak sedang terganggu jiwanya, dan tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Sedangkan untuk menjadi calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota, menurut Pasal 60 UU No. 12 Tahun 2003, seorang WNI harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 1. berumur 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih. 2. bertakwa kepada Tuhan Yang Mahaesa. 3. berdomisili di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 4. cakap berbicara, membaca, dan menulis dalam bahasa Indonesia. 5. berpendidikan serendah-rendahnya SLTA atau sederajat. 6. setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, UUD 1945, dan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945. 7. bukan bekas anggota Partai Komunis Indonesia, termasuk organisasi massanya, atau bukan orang yang terlibat dalam G30S/PKI, atau organisasi terlarang lainnya. LEGAL PLURALISM : VOLUME 2 NOMOR 1, JANUARI 2012 125

8. tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. 16 UU No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilu DPR, DPD, dan DPRD. 9. tidak sedang menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilanyang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih. 10. sehat jasmani dan rohani. 11. terdaftar sebagai pemilih. UUD 1945 yang merupakan Konstitusi Negara Republik Indonesia mengatur masalah pemilihan umum dalam Bab VIIB tentang Pemilihan Umum Pasal 22E sebagai hasil Amandemen ketiga UUD 1945 tahun 2001. Secara lengkap, bunyi Pasal 22E tersebut adalah: (1) Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali. (2) Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. (3) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik. (4) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah perseorangan. LEGAL PLURALISM : VOLUME 2 NOMOR 1, JANUARI 2012 126

(5) Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umumyang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. (6) Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undang-undang. Tata Cara Pemilihan Anggota Majelis Rakyat Papua (MRP) bahwa cita-cita dan tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah membangun masyarakat Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtera berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, bahwa masyarakat Papua sebagai insan ciptaan Tuhan dan bagian dari umat manusia yang beradab, menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia, nilainilai agama, demokrasi, hukum, dan nilai-nilai budaya yang hidup dalam masyarakat hukum adat, serta memiliki hak untuk menikmati hasil pembangunan secara wajar oleh karena itu perlu di undangkan suatu peraturan untuk propinsi papua, yaitu dengan dikeluarkannya Undang- Undang Otsus. Pasal 1 huruf b Undang-Undang Otsus, Otonomi khusus adalah kewenangan khusus yang diakui dan diberikan kepada Provinsi Papua untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi dan hak-hak dasar masyarakat Papua. Dalam Pasal 5 (2) Undang-Undang Otsus disebutkan Dalam rangka penyelenggaraan Otonomi Khusus di Provinsi Papua dibentuk LEGAL PLURALISM : VOLUME 2 NOMOR 1, JANUARI 2012 127

Majelis Rakyat Papua (MRP) yang merupakan representasi kultural orang asli Papua yang memiliki kewenangan tertentu dalam rangka perlindungan hak-hak orang asli Papua, dengan berlandaskan pada penghormatan terhadap adat dan budaya, pemberdayaan perempuan, dan pemantapan kerukunan hidup beragama. Pasal 19 (1) Majelis Rakyat Papua (MRP) beranggotakan orangorang asli Papua yang terdiri atas wakil-wakil adat, wakil-wakil agama, dan wakil-wakil perempuan yang jumlahnya masing-masing sepertiga dari total anggota MRP, dimana Masa keanggotaan MRP adalah 5 (lima) tahun. Prinsip-prinsip Dasar Undang-Undang Otsus adalah Penyelenggaraan Otonomi khusus dilaksanakan dengan memperhatikan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan, serta potensi dan keanekaragaman Daerah; Pelaksanaan Otonomi khusus harus sesuai dengan konstitusi negara sehingga tetap terjamin hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah serta antar-daerah; Pelaksanaan Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan kemandirian Daerah Otonom dan karenanya dalam Daerah kabupaten dan daerah kota tidak ada lagi Wilayah Administrasi. Demikian pula kawasan-kawasan khusus yang dibina oleh Pemerintah atau pihak lain, seperti badan otorita, kawasan industri, kawasan perkebunan, kawasan pertambangan, kawasan LEGAL PLURALISM : VOLUME 2 NOMOR 1, JANUARI 2012 128

kehutanan, kawasan perkotaan baru, kawasan pariwisata, dan semacamnya yang berlaku ketentuan Peraturan Daerah. Pasal 20 (1) MRP mempunyai tugas dan wewenang: a. memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap bakal calon Gubernur dan Wakil Gubernur yang diusulkan oleh DPRP; b.memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap calon anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia utusan daerah Provinsi Papua yang diusulkan oleh DPRP; c Memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap Rancangan Perdasus yang diajukan oleh DPRP bersama-sama dengan Gubernur; d Memberikan saran, pertimbangan dan persetujuan terhadap rencana perjanjian kerjasama yang dibuat oleh Pemerintah maupun Pemerintah Provinsi dengan pihak ketiga yang berlaku di Proviins Papua khusus yang menyangkut perlindungan hak-hak orang asli Papua; e. Memperhatikan dan menyalurkan aspirasi, pengaduan masyarakat adat, umat beragama, perempuan dan masyarakat pada umumnya yang menyangkut hak-hak orang asli Papua, memfasilitasi tindak lanjut penyelesaiannya; dan f. Memberikan pertimbangan kepada DPRP, Gubernur, DPRD Kabupaten/Kota serta Bupati/Wakil mengenai hal-hal yang terkait dengan perlindungan hak-hak orang asli Papua. LEGAL PLURALISM : VOLUME 2 NOMOR 1, JANUARI 2012 129

Pasal 1 huruf t Undang-Undang Otsus, Orang Asli Papua adalah orang yang berasal dari rumpun ras Melanesia yang terdiri dari suku-suku asli di Provinsi Papua dan/atau orang yang diterima dan diakui sebagai orang asli Papua oleh masyarakat adat Papua; Setiap orang asli Papua yang memenuhi syarat dan bertempat tinggal di daerah pemilihan dan atau di luar daerah pemilihan mempunyai hak untuk dipilih Pasal 24 (1) Undang-Undang Otsus, menyebutkan bahwa Pemilihan anggota MRP dilakukan oleh anggota masyarakat adat, masyarakat agama, dan masyarakat perempuan. Dalam Peraturan Pemerintah 54 tahun 2004, tentang Majelis Rakyat Papua syarat menjadi anggota MRP adalah: SYARAT CALON ANGGOTA orang asli Papua; beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; setia dan taat kepada Pancasila dan memiliki komitmen yang kuat untuk mengamalkannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; setia dan taat kepada UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta Pemerintah yang sah; tidak pernah terlibat dalam tindakan makar terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia; berumur serendah-rendahnya 30 (tiga puluh) tahun; LEGAL PLURALISM : VOLUME 2 NOMOR 1, JANUARI 2012 130

sehat jasmani dan rohani; memiliki keteladanan moral dan menjadi panutan masyarakat; memiliki komitmen yang kuat untuk melindungi hak-hak orang asli Papua tidak berstatus sebagai anggota legislatif dan pengurus partai politik; CARA PENCALONAN a. CALON WAKIL ADAT DAN WAKIL PEREMPUAN Calon anggota untuk wakil adat dan wakil perempuan mendaftar pada Panitia Pemilihan tingkat Distrik. Calon terdiri atas 1 orang utusan masyarakat adat dan 1 orang masyarakat perempuan dari setiap kampung harus dibuktikan Berita Acara hasil musyawarah ditandatangani oleh masing-masing pimpinan masyarakat adat dan pimpinan masyarakat perempuan. Tenggang waktu pendaftaran calon anggota wakil adat dan wakil perempuan paling lama 7 hari terhitung sejak pelaksanaan musyawarah kampung. b. CALON WAKIL AGAMA: Pencalonan dilakukan lembaga keagamaan Kristen, Katholik, dan Islam yang berkedudukan di Provinsi yang memenuhi syarat : a) berbadan hukum dan/atau diakui menurut perundang-undangan, dan b) aktif di bidang keagamaan sekurang-kurangnya 3 tahun terakhir sebelum ditetapkannya Peraturan Daerah ini. LEGAL PLURALISM : VOLUME 2 NOMOR 1, JANUARI 2012 131

Masyarakat agama yang terhimpun dalam setiap lembaga keagamaan hanya dapat mengajukan 1 orang calon. Calon dari masing-masing lembaga keagamaan Kristen, Katholik, dan Islam paling banyak 14 orang. Pengajuan disampaikan kepada Panitia Pemilihan tingkat Provinsi melalui surat pencalonan yang ditandatangani oleh pimpinan lembaga keagamaan yang bersangkutan dan dokumen persyaratan calon. Tenggang waktu pendaftaran calon anggota paling lama 5 hari terhitung sejak pengumuman pendaftaran calon paling lama 14 hari sejak dibentuk Panitia Pemilihan. TAHAPAN PEMILIHAN Pemilihan anggota MRP untuk wakil adat dan wakil perempuan dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap pertama dilakukan di tingkat Distrik dan tahap kedua dilakukan di tingkat Kabupaten/ Kota. sedangkan Pemilihan anggota MRP untuk wakil agama dilakukan dalam satu tahap di tingkat Provinsi. a. PEMILIHAN UNTUK WAKIL ADAT DAN WAKIL PEREMPUAN Pemilihan anggota untuk wakil adat dan wakil perempuan dilakukan 2 tahap yakni pemilihan di tingkat distrik dan kab/kota yang diselenggarakan Panitia Pemilihan tingkat distrik dan tingkat kab/kota. LEGAL PLURALISM : VOLUME 2 NOMOR 1, JANUARI 2012 132

Pemilihan anggota untuk wakil agama dilakukan 1 tahap berdasarkan jumlah pemeluk agama secara proporsional yang diselenggarakan Panitia Pemilihan tingkat Provinsi. Penyelenggaraan pemilihan anggota wakil adat dan wakil perempuan tahap pertama dilakukan paling lama 30 hari serta tahap kedua dilakukan paling lama 14 hari. Proses tahapan penyelenggaraan pemilihan anggota untuk wakil agama dilakukan paling lama 14 hari. Pemilihan tahap pertama calon anggota wakil adat dan wakil perempuan dilakukan melalui pemungutan suara secara serentak di masing masing wilayah pemilihan di seluruh provinsi. Pemilihan tahap kedua calon anggota wakil adat dan wakil perempuan dilakukan oleh calon anggota terpilih dari pemilihan tahap pertama untuk menghasilkan 2 orang yang mewakili unsur adat dan perempuan. Pemilihan calon anggota wakil adat dan wakil perempuan dilakukan secara musyawarah dan mufakat Apabila musyawarah dan mufakat tidak tercapai, pemilihan dilakukan melalui pemungutan suara dengan cara setiap calon terpilih memilih 3 orang dari para calon dan penetapan calon terpilih dilakukan berdasarkan perolehan suara terbanyak. b. PEMILIHAN UNTUK WAKIL AGAMA LEGAL PLURALISM : VOLUME 2 NOMOR 1, JANUARI 2012 133

Calon anggota wakil agama dari setiap agama diajukan masing-2 masyarakat agama. Setiap masyarakat agama dapat mengajukan calon anggota MRP paling banyak sejumlah kabupaten/kota di provinsi. Calon anggota dilakukan penelitian persyaratan calon oleh Panitia Pemilihan tingkat Provinsi. Calon anggota yang memenuhi persyaratan dipilih melalui musyawarah dan mufakat oleh masyarakat agama tingkat Provinsi dengan memperhatikan proporsi jumlah pemeluknya. Perimbangan jumlah wakil masing-masing agama ditetapkan oleh Panitia Pemilihan tingkat Provinsi secara proporsional berdasarkan jumlah pemeluk masing-masing agama. Apabila musyawarah dan mufakat tidak tercapai, pemilihan dilakukan melalui pemungutan suara. Hasil pemilihan calon anggota dibuat dalam Daftar Urut Calon Anggota MRP berdasarkan peringkat perolehan suara masingmasing calon setiap agama yang ditetapkan dengan Keputusan Gubernur. Pasal 25 ayat (1),(2) Undang-Undang Otsus, bahwa Hasil pemilihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 diajukan oleh Gubernur kepada Menteri Dalam Negeri untuk memperoleh pengesahan dan Pelantikan anggota MRP dilaksanakan oleh Menteri Dalam Negeri. LEGAL PLURALISM : VOLUME 2 NOMOR 1, JANUARI 2012 134

PENUTUP Kesimpulan Pemberian otonomi yang seluas-luas dari pusat kepada daerah sesuai dengan amanat Undang-Undang Otsus, yang memberikan kekuasaan daerah untuk mengatur daerahnya sendiri, peran serta masyarakat dalam pelaksanaan otonomi dapat mengembangkan daerahnya dan mempercepat kesejahteraan masyarakat. Pelaksanaan pemilihan anggota Majelis Rakyat Papua harus berdasarkan Undang-Undang Otsus serta PP Nomor 54 Tahun 2008. Dimana didalamnya mengatur tentang tata cara dan syarat-syarat menjadi anggota Majelis Rakyat Papua (MRP). MRP adalah representasi kultural orang asli Papua, yang memiliki wewenang tertentu dalam rangka perlindungan hak-hak orang asli Papua dengan berlandaskan pada penghormatan terhadap adat dan budaya, pemberdayaan perempuan, dan pemantapan kerukunan hidup beragama. DAFTAR PUSTAKA Ahmad Ruslan, pembentukan peraturan perundang-undangan dan kualitas produk hukumnya. Disertasi, Universitas Hasanuddin, Makassar, 2005 Dicey, A.V, 2007, Pengantar Studi hukum Konstitusi, Penerbit Nusamedia Bandung. Gaffar, Affan 1992, Sistem pemilihan umum di Indonesia bebrapa catatan kritis, Fisipol UGM, Yogyakarta. Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum, PT RadjaGrafindo persada Jakarta 2009. LEGAL PLURALISM : VOLUME 2 NOMOR 1, JANUARI 2012 135

Martinussen, John. Society, State & Market: A Guide to Competing Theories of Development. London: Zed Books. 1999 Tim Eska Media. Edisi Lengkap UUD 1945. (Jakarta: Eska Media. 2002) Undang-undang No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum anggota DPR, DPD, dan DPRD. Undang-undang No. 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik. Undang-undang No. 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008 Tentang perubahan atas Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Peraturan Pemerintah Nomor 54 tahun 2004 Tentang Majelis Rakyat Papua (MRP) LEGAL PLURALISM : VOLUME 2 NOMOR 1, JANUARI 2012 136