ROTARY CALCINER-METALLIC MELTER DAN SLURRY-FED CERAMIC MELTER UNTUK PENGOLAHAN LIMBAH CAIR AKTIVITAS TINGGI

dokumen-dokumen yang mirip
MELTER PEMANAS INDUKSI DAN JOULE UNTUK VITRIFIKASI LIMBAH CAIR AKTIVITAS TINGGI DENGAN GELAS BOROSILIKAT

TAHANAN JENIS GELAS-LIMBAH DAN KAPASITAS PANAS UNTUK OPERASI MELTER PADA VITRIFIKASI LIMBAH CAIR AKTIVITAS TINGGI

GLASS FRIT DAN POLIMER UNTUK SOLIDIFIKASI LIMBAH CAIR AKTIVITAS RENDAH SKALA INDUSTRI.

PENENTUAN KEKENTALAN GELAS-LIMBAH UNTUK KARAKTERISASI PROSES VITRIFIKASI.

PENGOLAHAN LIMBAH AKTIVITAS TINGGI DENGAN GELAS FOSFAT

PERBANDINGAN VITRIFIKASI DAN SUPER HIGH TEMPERATURE METHOD UNTUK PENGOLAHAN LIMBAH CAIR AKTIVITAS TINGGI

KERETAKAN GELAS-LIMBAH DALAM CANISTER. Aisyah, Herlan Martono Pusat Pengembangan Pengelolaan Limbah Radioaktif

PERBANDINGAN VITRIFIKASI DAN PEMISAHAN KONDISIONING UNTUK PENGOLAHAN LlMBAH CAIR AKTIVITAS TINGGI.

PENGARUH RADIASI TERHADAP GELAS LIMBAH HASIL VITRIFIKASI LIMBAH AKTIVITAS TINGGI RADIATION EFFECT ON WASTE GLASS FROM HIGH LEVEL WASTE VITRIFICATION

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENENTUAN WAKTU TUNDA PADA KONDISIONING LIMBAH HASIL PENGUJIAN BAHAN BAKAR PASCA IRADIASI DARI INSTALASI RADIOMETALURGI

PENGARUH RADIASI DAN PANAS TERHADAP KARAKTERISTIK GELAS-LIMBAH, NEW CERAMS, DAN SYNROC-LIMBAH

PENGARUH PERLAKUAN PANAS DAN KANDUNGAN LIMBAH TERHADAP PERUBAHAN STRUKTUR GELAS LIMBAH

KARAKTERISTIK PENYIMPANAN BAHAN BAKAR NUKLIR BEKAS DAN GELAS-LIMBAH

KARAKTERISTIK KETAHANAN KOROSI WADAH LIMBAH RADIOAKTIF AKTIVITAS RENDAH DAN TINGGI

PENGENALAN DAUR BAHAN BAKAR NUKLIR

PE GARUH KO DISI PE YIMPA A DA AIR TA AH TERHADAP LAJU PELI DIHA RADIO UKLIDA DARI HASIL SOLIDIFIKASI

PENGARUH KlO, LilO DAN CaO P ADA KUALITAS LIMBAH HASIL VITRIFlKASI

PERUBAHAN KOMPOSISI BAHAN PEMBENTUK GELAS PADA KARAKTERISTIK GELAS-LIMBAH

PEMADATAN SLUDGE Ca 3 (PO 4 ) 2 HASIL PENGOLAHAN KIMIA LIMBAH CAIR YANG TERKONTAMINASI URANIUM MENGGUNAKAN LEMPUNG

Subiarto, Herlan Martono

KESELAMATAN STRATEGI PENYIMPANAN LIMBAH TINGKAT TINGGI

PERBANDINGAN IMOBILISASI LIMBAH CAIR AKTIVITAS TINGGI DENGAN METODE SYNROC DAN METODE TEMPERATUR SUPER TINGGI

ANALISIS LIMBAH RADIOAKTIF CAIR DAN SEMI CAIR. Mardini, Ayi Muziyawati, Darmawan Aji Pusat Teknologi Limbah Radioaktif

PENGOLAHAN LIMBAH PENDUKUNG INSTALASI PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF

Aneks TAHAPAN-TAHAPAN DASAR PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF Pengelolaan limbah radioaktif yang efektif harus memperhatikan tahapantahapan dasar

KARAKTERISTIK LIMBAH HASIL IMOBILISASI DALAM KESELAMATAN PENYIMPANAN.

PRARANCANGAN SISTEM LOADING DAN UNLOADING PADA KOLOM PENUKAR ION PENGOLAH LIMBAH RADIOAKTIF

PEMANFAATAN ABU LAYANG SEBAGAI BAHAN PEMBENTUK GELAS PADA VITRIFIKASI LIMBAH CAIR TINGKAT TINGGI

PENGOPERASIAN BOILER SEBAGAI PENYEDIA ENERGI PENGUAPAN PADA PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF CAIR DALAM EVAPORATOR TAHUN 2012

PERBANDINGAN VITRIFIKASI DAN SUPER HIGH TEMPERATURE METHOD UNTUK PENGOLAHAN LIMBAH CAIR AKTIVITAS TINGGI

Frekuensi yang digunakan berkisar antara 10 hingga 500 khz, dan elektrode dikontakkan dengan benda kerja sehingga dihasilkan sambungan la

PENTINGNYA REAKTOR PEMBIAK CEPAT

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF TINGKAT RENDAH DAN TINGKAT SEDANG

REAKTOR GRAFIT BERPENDINGIN GAS (GAS COOLED REACTOR)

PREPARASI LIMBAH RADIOAKTIF CAIR EFLUEN PROSES PENGOLAHAN KIMIA UNTUK UMPAN PROSES EVAPORASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) telah banyak dibangun di beberapa negara di

PERUBAHAN KOMPOSISI BAHAN PEMBENTUK GELAS TERHADAP KARAKTERISTIK GELAS LIMBAH

PENYIAPAN LARUTAN URANIL NITRAT UNTUK PROSES KONVERSI KIMIA MELALUI EVAPORASI

STUDI DEKOMISIONING INSTALASI EVAPORATOR PENGOLAH LIMBAH RADIOAKTIF

BAB I PENDAHULUAN. Semakin maraknya krisis energi yang disebabkan oleh menipisnya

MATERIAL UNTUK SOLIDIFIKASI LIMBAH RADIOAKTIF DALAM KESELAMATAN PENYIMPANAN

PENGARUH KOMPOSISI KAOLIN TERHADAP DENSITAS DAN KEKUATAN BENDING PADA KOMPOSIT FLY ASH- KAOLIN

REAKTOR PEMBIAK CEPAT

PENGARUH BAHAN PENCAMPUR SEMEN CHORMEN TERHADAP KEKUATAN FISIKA DAN KIMIA BETON LIMBAH

BAB V KERAMIK (CERAMIC)

KARAKTERISASI LIMBAH RADIOAKTIF CAIR UMPAN PROSES EVAPORASI

LEMBAR PENGESAHAN KETAHANAN KIMIA HASIL VITRIFIKASI LIMBAH RADIOAKTIF DENGAN GLASSFRITS ABU BATUBARA. Disusun oleh : Ratna Budiarti

MATERI DAN PERUBAHANNYA. Kimia Kesehatan Kelas X semester 1

Teknologi Pembuatan Bahan Bakar Pelet Reaktor Daya Berbasis Thorium Oksida EXECUTIVE SUMMARY

TIN107 - Material Teknik #10 - Metal Alloys (2) METAL ALLOYS (2) TIN107 Material Teknik

STUDI PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PADAT PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR

Pembahasan Materi #11

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR HASIL SAMPING PENGUJIAN BAHAN BAKAR PASCA IRADIASI DARI INSTALASI RADIOMETALURGI

SISTEM PENANGANAN GAS BUANGAN DAN TRANSPORTASI GELAS- LIMBAH HASIL V!TRIFIKASI L!MBAH CAIR AKTIVITAS TINGG!

KELARUTAN BAHAN ALUMINIUM PADA PROSES DEKONTAMINASI KIMIA MENGGUNAKAN LARUTAN ASAM DAN BASA

PERANAN KARBON PADA KETAHANAN KOROSI BAJA TAHAN KARAT'SEBAGAI WADAH LIMBAH AKTIVITAS TINGGI1. Aisyah2.Ari Handayani3.

IMOBILISASI LIMBAH SLUDGE RADIOAKTIF HASIL DEKOMISIONING FASILITAS PAF-PKG MENGGUNAKAN BAHAN MATRIKS SYNROC DENGAN PROSES SINTERING

BAB I PENDAHULUAN. lainnya untuk bisa terus bertahan hidup tentu saja sangat tergantung pada ada atau

Nama Kelompok. 1. Himawan Sigit Satriaji 2. Ahlan Haryo Pambudi. dosen PEMBIMBING Ir. Budi Setiawan, MT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang

Umum Pengering.

KARAKTERISTIK HASIL KONDISIONING LIMBAH RADIOAKTIF UNTUK KESELAMATAN PENYIMPANAN CHARACTERISTICS OF CONDISIONED RADIOACTIVE WASTE FOR DISPOSAL SAFETY

DEVITRIFIKASI GELAS LIMBAH DAN KOROSI CANISTER DALAM STORAGE DAN DISPOSAL LIMBAH RADIOAKTIF

I. PENDAHULUAN. Seiring kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan. dibutuhkan suatu material yang memiliki kualitas baik seperti kekerasan yang

Prarancangan Pabrik Asam Stearat dari Minyak Kelapa Sawit Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

BAB II PENGELASAN SECARA UMUM. Ditinjau dari aspek metalurgi proses pengelasan dapat dikelompokkan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah

BAB 7 KERAMIK Part 2

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR...TAHUN... TENTANG PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF TINGKAT RENDAH DAN TINGKAT SEDANG

RINGKASAN BAKING AND ROASTING

PENGENALAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN)

KARAKTERISASI LlMBAH HASIL SEMENTASI. Siswanto Hadi, Mardini, Suparno Pusat Teknologi Umbah Radioa~,tif, BATAN

Ahmad Zaki Mubarok Kimia Fisik Pangan. Silika

OPTIMALISASI DEKONTAMINASI LIMBAH RADIOAKTIF HASIL DEKOMISIONING FASILITAS NUKLIR. Gatot Sumartono Pusat Teknologi Limbah Radioaktif

BAB II PEMBAHASAN. II.1. Electrorefining

BAB III PERANCANGAN PROSES

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Keramik. KERAMIKOS (bahasa Yunani) sifat yang diinginkan dari material ini secara normal dapat dicapai melalui proses perlakuan panas Firing

REAKTOR PENDINGIN GAS MAJU

MEKANISME PENGERINGAN By : Dewi Maya Maharani. Prinsip Dasar Pengeringan. Mekanisme Pengeringan : 12/17/2012. Pengeringan

MENGAMATI ARUS KONVEKSI, MEMBANDINGKAN ENERGI PANAS BENDA, PENYEBAB KENAIKAN SUHU BENDA DAN PENGUAPAN

KARAKTERISTIK SAMBUNGAN LAS BAJA TAHAN KARAT CALON WADAH LlMBAH AKTIVITAS TINGGI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

MAKALAH ALAT INDUSTRI KIMIA ABSORPSI

BAB III KARAKTERISTIK DESAIN HTTR DAN PENDINGIN Pb-Bi

MEMPELAJARI KARAKTERISTIK KERAMIK DARI MINERAL LOKAL KAOLIN, DOLOMIT, PASIR ILMENIT

Bagian pusat yang memiliki indeks bias Diameternyaberkisarantara 8 microsampai 62,5 micro. Terbuat dari bahan kuarsa dengan kualitas sangat tinggi

PROSES PEMURNIAN YELLOW CAKE DARI LIMBAH PABRIK PUPUK

I. PENDAHULUAN. Alumina banyak digunakan dalam berbagai aplikasi seperti digunakan sebagai. bahan refraktori dan bahan dalam bidang otomotif.

SYNOPSIS REAKTOR NUKLIR DAN APLIKASINYA

BAB III DAUR ULANG PLUTONIUM DAN AKTINIDA MINOR PADA BWR BERBAHAN BAKAR THORIUM

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENGARUH PROSES QUENCHING TERHADAP LAJU KOROSI BAHAN BAKAR PADUAN UZr

1.2 Kapasitas Pabrik Untuk merancang kapasitas produksi pabrik sodium silikat yang direncanakan harus mempertimbangkan beberapa faktor, yaitu:

PABRIK ASAM OKSALAT DARI TONGKOL JAGUNG DENGAN PROSES PELEBURAN ALKALI

Gambar 2.1. Proses pengelasan Plug weld (Martin, 2007)

PROSES RE-EKSTRAKSI URANIUM HASIL EKSTRAKSI YELLOW CAKE MENGGUNAKAN AIR HANGAT DAN ASAM NITRAT

Transkripsi:

56 ISSN 0216-3128 Herlan Martono, Aisyah ROTARY CALCINER-METALLIC MELTER DAN SLURRY-FED CERAMIC MELTER UNTUK PENGOLAHAN LIMBAH CAIR AKTIVITAS TINGGI Herlan Martono, Aisyah Pusat Teknologi Limbah Radioaktif - BATAN ABSTRAK ROTARY CALCINER METALLIC MELTER DAN SLURRY FED CERAMIC MELTER UNTUK PENGOLAHAN LIMBAH CAIR AKTIVITAS TINGGI. Rotary calciner-metallic melter dan slurry-fed ceramic melter adalah jenis melter untuk mengolah limbah cair aktivitas tinggi skala industri. Rotary calciner-metallic melter dioperasikan dengan pemanas induksi dan slurry-fed ceramic melter dengan pemanas Joule. Kedua melter dibandingkan karakteristik komposisi gelas-limbah untuk proses dan operasi melter, bahan melter, umur melter, penanganan gas buang, dan tenaga yang diperlukan melter. Pada melter dengan pemanas Joule, tahanan listrik gelas-limbah adalah 4,8 ohm.cm pada suhu 1150 C. Logam golongan platina tidak larut dalam gelas-limbah, sehingga mempengaruhi arus listrik dalam lelehan gelaslimbah. Pada melter dengan pemanas induksi, logam golongan platina tidak berpengaruh dalam lelehan gelas-limbah. Bahan melter dengan pemanas Joule yang kontak dengan gelas-limbah adalah monofrax K- 3. Lapisan melter yang lebih luar adalah MRT-70K, LN-135, AZ-GS, fiberboard, dan baja tahan karat 304. Bahan melter dengan pemanas induksi adalah inconel-690. Umur melter dengan pemanas Joule lebih lama daripada melter dengan pemanas induksi. Dari aspek keselamatan, operasi kedua melter tersebut sudah teruji. Biaya operasi slurry-fed ceramic melter lebih murah, tetapi biaya konstruksi dan dekomisioningnya lebih mahal dibanding rotary calciner-metallic melter. Berdasarkan kondisi di Indonesia, slurry-fed ceramic melter lebih layak digunakan. ABSTRACT ROTARY CALCINER - METALLIC MELTER AND SLURRY - FED CERAMIC MELTER FOR TREATMENT OF HIGH LEVEL LIQUID WASTE. Rotary calciner-metallic melter and slurry-fed ceramic melter are used for treatment of high level liquid waste in the industrial scale. Rotary calciner-metallic melter is operated by induction heating and slurry-fed ceramic melter by Joule heating. Both of melter are compared it s characteristics of waste-glass composition for process and melter operation, melter materials, life time of melter, treatment of off gas, and power consumption. For melter with Joule heating, electric resistance of waste-glass is 4.8 ohm.cm at temperature 1150 C. The metal of platina group is not soluble in the molten waste-glass, so that influence the electric current pass by the molten waste-glass. For melter with induction heating there is not influence of platina metal group. For melter with Joule heating, the material which contact with waste-glass is monofrax K-3. The outer materials layer i.e MRT-70K, LN-135, AZ-GS, fiberboard, and stainless steel 304. The material of melter with induction heating is inconel-690. The life time of melter with Joule heating is longer than melter with induction heating. From the safety aspect, operation of the both of melter have already succesful. Operation cost of slurry-fed ceramic melter is cheaper, but construction and decommissioning cost more expensive than rotary calciner-metallic melter. Based on Indonesia condition, the slurry-fed ceramic melter is more reasonable to be utilized. PENDAHULUAN roses olah ulang bahan bakar bekas reaktor P nuklir dilakukan untuk mengambil uranium yang tidak terbakar dan plutonium yang terjadi. Uranium dan plutonium diproses kembali menjadi bahan bakar campuran untuk bahan bakar reaktor pembiak cepat (fast breeder reactor). Hasil samping ekstraksi siklus I proses olah ulang adalah limbah cair aktivitas tinggi (LCAT), yang sebagian besar kandungannya adalah radionuklida hasil belah dan sedikit aktinida. Karakteristik LCAT adalah keasamannya tinggi (6 8 M HNO 3 ), aktivitas gammanya tinggi sehingga panas yang dihasilkan tinggi, dan juga adanya aktinida yang walaupun sedikit tetapi masih memberikan dampak radiologis. Oleh karena itu pengelolaan LCAT diperlukan waktu jutaan tahun [1]. Sebagai contoh di Jepang satu kali proses vitrifikasi, konsentrat LCAT hasil evaporasi volumenya 0,5 m 3 dengan aktivitas 4. 10 5 Ci yang menghasilkan panas radiasi sebesar 1,4 kw/jam. Walaupun keselamatan merupakan pertimbangan utama dalam pemilihan bahan matriks untuk imobilisasi atau solidifikasi LCAT, ada beberapa aspek penting yang perlu dipertimbangkan, yaitu [2] :

Herlan Martono, Aisyah ISSN 0216-3128 57 - Proses pembuatan yang mudah dan praktis. - Kandungan limbah (waste loading) yang tinggi. - Ketahanan kimia, yaitu korosi dan laju pelindihannya. - Kestabilan terhadap radiasi. - Kestabilan terhadap panas, dalam hal gelas yaitu terjadinya devitrifikasi. Beberapa jenis bahan telah dipelajari oleh negara-negara maju di bidang industri nuklir untuk solidifikasi LCAT, yaitu gelas aluminosilikat, gelas fosfat, gelas borosilikat, synroc, dan vitromet. Berdasarkan pertimbangan aspek tersebut di atas, maka gelas borosilikat telah digunakan dalam skala industri untuk pengolahan LCAT [3,1]. Ada 2 macam melter (alat untuk peleburan/ pelelehan gelaslimbah) yang digunakan untuk proses pengolahan LCAT dalam skala industri, yaitu : - Rotary Calciner-Metallic Melter (RCMM), yaitu melter yang dibuat dari logam dan dilengkapi dengan alat kalsinasi (calciner yang berputar). Melter jenis ini dengan pemanas induksi menggunakan koil listrik dalam dinding melter dan panas ditransfer secara induksi dari dinding melter ke gelas-limbah. Teknologi RCMM dioperasikan di Marcoule Perancis. Proses ini digunakan juga di Inggris, dan India. - Slurry Fed Ceramic Melter (SFCM), yaitu melter yang terbuat dari keramik dengan umpan limbah cair yang dimasukkan dalam glass frit berbentuk peluru. Melter jenis ini menggunakan pemanas Joule, dengan memanfaatkan lelehan gelas limbah pada suhu di atas 600 C sebagai penghantar listrik yang menimbulkan panas. Proses ini dioperasikan di Jepang, Amerika, dan Jerman. Dalam makalah ini akan diuraikan perbandingan RCMM dan SFCM untuk vitrifikasi LCAT dalam skala industri. PERBEDAAN KARAKTERISTIK KOMPOSISI GELAS-LIMBAH. Vitrifikasi LCAT dalam RCMM dan SFCM dilakukan pada 1150 C, karena pertimbangan korosi melter. Pada pembuatan gelas-limbah skala laboratorium, komposisi gelas-limbah dibuat yang mempunyai titik lebur pada suhu 1150 C. Gelaslimbah merupakan bahan amorf, jadi titik lebur gelas-limbah adalah suhu dimana viskositas gelaslimbah adalah 100 poise. Jadi gelas-limbah yang dibuat bukanlah gelas-limbah yang paling baik dengan laju pelindihan sekecil mungkin. Gelaslimbah semacam ini akan mempunyai titik lebur yang sangat tinggi, karena kadar silikanya tinggi [4]. Titik lebur yang tinggi akan menaikkan laju korosi melter, sehingga umur melter lebih pendek dan akibatnya akan menimbulkan limbah padat radioaktif sekender yang lebih banyak. Gelaslimbah yang dibuat di laboratorium, komposisinya akan menghasilkan karakteristik gelas-limbah yang memenuhi standar untuk disain melter, proses, operasi, pengeluaran lelehan gelas-limbah dari melter ke canister, transportasi, penyimpanan sementara, dan penyimpanan lestari. Karakteristik gelas-limbah tersebut meliputi densitas, muai panjang, titik transformasi gelas-limbah, titik pelunakan, hantaran panas, panas jenis, viskositas, tahanan listrik, kekuatan mekanik, dan laju pelindihannya. Pada melter dengan pemanas induksi (RCMM), tahanan listrik gelas-limbah tidak perlu ditentukan. Demikian pula adanya logam golongan platina (Ru, Rh, Pd) yang tidak larut dalam gelaslimbah tidak mengganggu proses. Pada melter dengan pemanas Joule (SFCM), tahanan listrik gelas-limbah harus ditentukan. Tahanan listrik gelas-limbah untuk proses dengan pemanas Joule adalah 4,8 ohm.cm pada suhu 1150 ºC. Unsur yang berperan untuk penghantar listrik dalam gelaslimbah adalah ion Na [5]. Adanya Na 2 O dalam gelaslimbah dibatasi maksimum 10% berat. Jika Na 2 O dalam gelas-limbah melebihi 10% berat, maka akan terjadi pemisahan fase yang berwarna kuning dari natrium molibdat [1,6]. Adanya pemisahan fase harus dihindarkan karena menurunkan kualitas gelaslimbah. Jika kadar Na 2 O kecil, maka hantaran listriknya kecil pula. Adanya logam golongan platina dalam gelas-limbah akan mengganggu aliran listrik. Oleh karena itu pada melter dengan pemanas Joule, dasar melter dibuat kerucut dengan sudut 45 ºC [3]. Logam golongan platina yang tidak larut, tidak berpengaruh terhadap viskositas gelas-limbah. Berbagai oksida yang mempengaruhi kualitas gelas-limbah, yaitu [1,6,7] : - Oksida Mo, Zr, dan Cr (MoO 3, ZrO 2, dan Cr 2 O 3) dapat membentuk pemisahan fase dan mempengaruhi viskositas gelas-limbah. - Oksida Fe, Al, dan Si (Fe 2 O 3, Al 2 O 3, SiO 2 ), dapat disatukan dengan gelas, dan menaikkan suhu pembentukan gelas-limbah. Umumnya gelas borosilikat dengan kandungan SiO 2 di atas 40 % mempunyai karakteristik yang baik. - Oksida B (B 2 O 3 ) menurunkan suhu pembentukan gelas-limbah dan viskositas gelas- limbah. Kandungan B 2 O 3 sekitar 15 % berat akan menstabilkan gelas-limbah.

58 ISSN 0216-3128 Herlan Martono, Aisyah - Oksida Mg (MgO) dari bahan bakar Magnox dapat menaikkan suhu pembentukan gelaslimbah. - Oksida Na (Na 2 O) menurunkan suhu pembentukan dan viskositas, tetapi menaikkan laju pelindihan. - Oksida Pu (PuO 2 ) lebih sukar disatukan dengan gelas daripada uranium. Pemisahan fase terjadi jika kadar PuO 2 dalam gelas-limbah melebihi 4 % berat di dalam gelas- limbah. ROTARY CALCINER - METALLIC MELTER Rotary Calciner-Metallic Melter (RCMM) untuk vitrifikasi LCAT ditunjukkan pada Gambar 1 [8,9]. Proses yang terjadi di dalam RCMM ini melalui 2 tahap, yaitu kalsinasi dan vitrifikasi. Limbah cair aktivitas tinggi diumpankan secara konstan ke confluent pot. Aditif larutan gula, azodicar berramide, dan air dimasukkan ke confluent pot. Selanjutnya LCAT dan aditif masuk ke calciner. Kalsinasi dilakukan pada 700 750 ºC dengan pemanas induksi, menghasilkan kalsin yang berupa oksida berbentuk serbuk. Penambahan aditif gula untuk menekan penguapan Ru, sedangkan penambahan aditif azodicar berramide untuk mengurangi ukuran partikel kalsin yang terbentuk [8,10]. Pengurangan ukuran partikel kalsin ini untuk memudahkan penyatuan atau penggabungan kalsin dalam matriks gelas. Aditif air digunakan untuk menghindari terbentuknya cake pada dinding calciner. Operasi kimia yang terjadi dalam calciner tube adalah : - Pemekatan dengan evaporasi. - Destruksi sebagian limbah nitrat dan pembentukan oksida. - Pengeringan kalsin dan sisa nitrat. Kalsin dan glass frit (bahan pembentuk gelas) diumpankan ke dalam metallic induction heated melting pot (tempat peleburan dengan panas induksi yang terbuat dari logam). Campuran padatan tersebut dipanaskan pada 1150 ºC, sehingga menjadi gelas-limbah. Dinding melter metalik dipanaskan dengan induksi, dan panas dipindahkan dari dinding melter ke gelas-limbah secara konduksi. Oleh karena itu suhu pada dinding melter harus lebih tinggi di atas suhu pelelehan gelas-limbah supaya terjadi perpindahan panas. Jika volume maksimum gelas-limbah dalam melter dicapai, lelehan gelas-limbah dituang melalui dasar melter ke canister yang dibuat dari baja tahan karat 304 L. Pada penuangan gelaslimbah dari melter ke canister diawali dengan pemanasan drain nozzle. Penuangan akan berhenti dengan sendirinya, jika pemanasan drain nozzle dihentikan. Pengumpanan kalsin dan glass frit tetap kontinu selama penuangan lelehan gelas-limbah. Canister ditutup, kemudian dilas dan selanjutnya permukaan canister didekontaminasi dengan air. Pemantauan adanya kontaminan dilakukan dengan udara tekan dan pengukuran adanya kontaminasi udara. Selanjutnya penyimpanan sementara canister yang berisi gelas-limbah dilakukan dengan pendingin udara selama 30 50 tahun. SLURRY - FED CERAMIC MELTER Komponen utama proses slurry-fed ceramic melter (SFCM) adalah Joule heated glass melter (JHGM), yaitu melter keramik pada suhu tinggi dengan pemanasan menggunakan arus listrik yang melewati lelehan gelas-limbah. Melter dengan pemanas seperti ini dikenal sebagai melter dengan pemanas Joule. Lelehan gelas pada suhu tinggi di atas 600 ºC dapat menjadi penghantar listrik yang menimbulkan panas. Elektrode yang digunakan adalah baja dari campuran nikel dan krom yang dikenal dengan inconel-690. Melter dengan pemanas Joule mengharuskan adanya gelas-limbah dalam melter, walaupun melter tidak dalam keadaan operasi. Adanya gelas-limbah ini digunakan untuk operasi berikutnya. Pada industri gelas selama periode tidak beroperasi, tenaga diberikan ke melter untuk mencegah pendinginan di bawah suhu dimana pemanas Joule tidak berfungsi. Periode tidak operasi dengan memberikan tenaga ke elektrode dikenal dengan idling [8]. Pada SFCM untuk vitrifikasi LCAT, periode tersebut tidak ada karena adanya panas yang ditimbulkan dari radiasi radionuklida dalam gelas-limbah. Slurry-fed ceramic melter untuk vitrifikasi LCAT ditunjukkan pada Gambar 2 [3,8,9]. Glass frit berbentuk silinder yang mengandung LCAT diumpankan secara langsung ke dalam ruang pelelehan yang mengandung lelehan gelas-limbah. Bagian permukaan dingin (cold top), menutup permukaan lelehan gelas-limbah dan akan menekan penguapan gas-gas dari lelehan gelas-limbah dalam melter. Bagian cold top yang baik antara 80 90 % luas permukaan melter. Jika cold top lebih kecil 80 %, maka laju pengumpanan LCAT dan glass frit lambat. Jika cold top mendekati 100 % luas permukaan melter, maka akan terjadi peledakan gas (gas explosion). Pencampuran secara konveksi alami dalam lelehan gelas-limbah karena perbedaan suhu dan berat jenis akan menghasilkan produk yang lebih homogen. Untuk mengoperasikan melter ada beberapa tahap, yaitu :

Herlan Martono, Aisyah ISSN 0216-3128 59 - Pemanasan awal, yang dilakukan dengan heater (pemanas) dan microwave yang frekuensinya 915 MHz dan kapasitas maksimumnya 50 kw. Pemanasan awal ini dilakukan sampai pada suhu 600 ºC. - Pemanasan dengan elektrode yang menimbulkan aliran listrik. Pada suhu 600 ºC atau lebih, lelehan gelas-limbah dapat menghantarkan arus listrik. Aliran listrik melalui lelehan gelas-limbah antara 2 elektrode yang tercelup dapat menimbulkan panas sampai suhu 1150 ºC. - Pembentukan gelas-limbah, dilakukan pada suhu 1150 ºC. Setelah pengumpanan selesai dan permukaan lelehan gelas limbah dalam keadaan puncak panas, maka lelehan gelas-limbah siap untuk dikeluarkan dari melter ke canister dari baja tahan karat 304. - Selanjutnya canister yang berisi gelas - limbah ditutup, kemudian tutup dilas, permukaan canister didekontaminasi, dan selanjutnya disimpan di tempat penyimpanan sementara dengan pendingin udara selama 30 50 tahun. BAHAN MELTER Pada rotary calciner-metallic melter dengan pemanas induksi, melter dibuat dari inconel-690 [8,9]. Bahan tersebut mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap lelehan gelas-limbah. Laju korosi inconel-690 dalam lelehan gelas-limbah adalah 0,024 mm/hari pada suhu 1150 C [3]. Pada melter dengan pemanas induksi, maka inconel-690 sebagai dinding melter akan mengalami suhu yang lebih tinggi daripada 1150 C, sehingga laju korosinya akan lebih tinggi daripada data tersebut di atas. Pada slurry-fed ceramic melter dengan pemanas Joule, bahan melter ada beberapa lapis. Bata tahan api yang kontak dengan gelas-limbah adalah monofrax-k3 yang tahan terhadap korosi. Laju korosi monofrax-k3 dalam lelehan gelaslimbah pada suhu 1150 C adalah 0,022 mm/hari. Lapisan melter di bagian yang lebih luar adalah bata tahan api MRT-70K, LN-135, AZ-GS, fiberboard, dan baja tahan karat 304. Susunan lapisan bata tahan api pada melter dengan pemanas Joule ini sesuai melter JNC-Jepang [3]. SISTEM PENANGANAN GAS BUANG Pada rotary calciner-metallic melter, gas buang ditimbulkan dalam calciner dan melter mengandung air, nitrogen oksida, beberapa unsur volatil yaitu boron, cesium, dan rutenium, serta debu kalsin. Gas buang didekontaminasi dengan sistem penanganan gas yang terdiri dari penyerap debu dan recycling pot, kondenser dan tower absorpsi untuk menyerap NO x. Pada slurry-fed ceramic melter, gas buang dari melter mengandung uap air, udara, dekomposisi gas, aerosol, dan unsur volatil. Suhu uap di atas permukaan lelehan dari 200 800 C selama operasi tergantung pada laju umpan. Entrainment aerosol sekitar 0,2 % berat umpan LCAT ke melter. Gas buang dikumpulkan di atas permukaan lelehan gelas-limbah pada tekanan sedikit negatif (- 2,50 kpa). Gas buang tersebut diambil dengan sistem penanganan gas buang melalui air film cooler, scrubber, dan filter yang dihubungkan langsung ke melter. Sistem penanganan gas buang dapat mengambil hampir 90 % partikel dan hampir semua uap [8]. Pendingin, scrubber, dan filter didisain cukup dan mampu untuk menangani aliran gas buang secara periodik. TENAGA YANG DIPERLUKAN MELTER Pada melter dengan pemanas induksi, panas yang diberikan melter untuk 300 kg gelas-limbah meliputi [10] : - Panas untuk kalsinasi 25 kw. - Panas untuk pelelehan 60 kw. - Panas total yang diperlukan 85 kw. Pada melter dengan pemanas Joule, panas yang diberikan melter untuk menghasilkan 300 kg gelas-limbah meliputi [3] : - Panas untuk elektrode utama 40 kw. - Panas microwave 23 kw - Panas untuk elektrode pembantu 2,51 kw - Panas untuk antara elektrode utama dan drain nozzle 0,60 kw - Panas total yang diperlukan 66,11 kw. PEMBAHASAN Untuk menghasilkan karakteristik gelaslimbah yang memenuhi standar proses dan operasi melter, maka pengaruh oksida-oksida harus diperhatikan. Pada slurry-fed ceramic melter dengan pemanas Joule, maka ion Na + berperan sebagai penghantar listrik. Makin tinggi kadar Na 2 O meningkatkan hantaran listrik gelas-limbah. Kadar Na 2 O dalam gelas-limbah dibatasi maksimum 10 % berat, karena di atas kadar tersebut akan terjadi pemisahan fase. Terjadinya pemisahan fase akan mengurangi kualitas gelas-limbah. Logam golongan platina (RuO 2, Rh 2 O 3, PdO) tidak larut dalam lelehan gelas-limbah. Adanya endapan logam golongan platina tidak berpengaruh untuk rotary calciner-metallic melter, dan berpengaruh terhadap

60 ISSN 0216-3128 Herlan Martono, Aisyah aliran listrik pada slurry-fed ceramic melter. Endapan logam golongan platina terdapat pada dasar melter, sehingga dasar slurry-fed ceramic melter dibuat berbentuk kerucut dengan sudut 45. Pada slurry-fed ceramic melter dengan pemanas Joule, gelas-limbah dilelehkan pada suhu 1150 C. Kenyataan terjadi distribusi suhu, yaitu suhu yang dekat pemanas lebih tinggi dibanding yang jauh dari pemanas [3]. Adanya distribusi suhu ini mengakibatkan aliran atau konveksi alami yang disebabkan karena perbedaan berat jenis. Hasil solidifikasi gelas-limbah dengan slurry-fed ceramic melter lebih homogen dibanding rotary calcinermetallic melter. Bahan rotary calciner metallic-melter adalah inconel-690. Pelelehan atau pembentukan gelaslimbah terjadi pada suhu 1150 C. Ini berarti bahwa pemanasan dinding melter inconel-690 jauh lebih tinggi daripada suhu tersebut agar terjadi perpindahan panas dari dinding melter ke gelaslimbah. Laju korosi inconel-690 dalam lelehan gelas-limbah adalah 0,024 mm/hari pada suhu 1150 C. Kenyataan pada operasi melter, suhu dinding melter inconel-690 jauh lebih tinggi dari 1150 C, sehingga laju korosinya lebih cepat daripada data tersebut di atas. Umur rotary calciner-metallic melter dengan tebal 6 mm adalah 5000 jam atau sekitar 1 tahun operasi [10]. Bahan atau bata tahan api untuk slurry-fed ceramic melter yang kontak dengan gelas- limbah adalah monofrax-k3 yang tahan terhadap korosi. Laju korosi monofrax-k3 dalam lelehan gelaslimbah adalah 0,022 mm/hari. Kenyataan gelaslimbah dilelehkan pada suhu 1150 C, tetapi suhu gelas-limbah yang kontak dengan monofrax-k3 lebih rendah dari 1150 C, sehingga laju korosi monofrax-k3 lebih rendah dari data tersebut di atas. Bata tahan api yang lebih luar adalah MRT-70K, LN-135, AZ-GS, fiberboard, baja tahan karat 304. Bata tahan api MRT-70K digunakan untuk mencegah korosi bata tahan api LN-135 yang laju korosinya tinggi. Lapisan fiberboard digunakan untuk menyerap tekanan yang disebabkan oleh ekspansi karena pemuaian. Baja tahan karat 304 yang merupakan lapisan terluar digunakan untuk menahan tekanan, berat melter, dan gelas-limbah. Tebal baja tahan karat yang digunakan 2 cm. Tebal monofrax-k3 pada melter JNC-Jepang adalah 15 cm, dan umur melter jenis ini 5 tahun [3]. Untuk memperbaiki melter ini hanya dengan mengganti monofrax-k3 saja. Dari segi penanganan gas buang, rotary calciner-metallic melter meliputi 2 tahap yaitu penanganan gas buang pada kalsinasi dan vitrifikasi. Komposisi gas buang yang ditimbulkan dalam calciner dan melter meliputi uap air, nitrogen oksida, beberapa produk volatil (B, Cs, dan Ru), dan debu kalsin. Untuk mengurangi volatilitas Ru digunakan gula. Penanganan gas buang dilakukan dengan sistem penanganan gas buang yang terdiri dari penyerap debu dan recycling pot, kondenser, dan tower absorpsi untuk menyerap uap NO x. Komposisi gas buang dari slurry-fed ceramic melter adalah uap air, produk volatil (B, Cs, dan Ru), aerosol. Banyaknya aerosol adalah 0,2 % berat limbah yang diumpankan ke melter [10]. Gas buang terkumpul di ruangan melter di atas permukaan lelehan gelas-limbah, yang diatur pada tekanan sedikit negatif 2,50 kpa. Dari ruangan tersebut gas ditangani dengan sistem pengolahan gas buang, yang meliputi air film cooler yang dihubungkan langsung dengan melter. Air film cooler ini untuk mengencerkan dan mendinginkan gas buang. Selanjutnya gas tersebut berturut-turut diolah dengan submerged bed scrubber, venturi scrubber, water scrubber, high efficiency mist eliminator, penyerap rutenium, dan filter HEPA. Pada saat pengumpanan dengan kondisi yang baik, maka bagian luas cold top pada permukaan melter 80 90 % luas permukaan melter. Jika cold top kurang dari 80 %, maka laju pengumpanan lambat. Jika cold top mendekati 100 %, maka laju pengumpanan terlalu cepat dan ledakan (eksplosi) gas akan terjadi. Untuk mencegah eksplosi gas maka heater atau energi panas dinaikkan dan laju pengumpanan diturunkan. Adanya cold top ini akan mencegah penguapan gas, seperti Ru. Prinsip penangan gas buang rotary calciner-metallic melter dan slurry fed ceramic melter adalah sama, yaitu penurunan suhu, absorpsi dan filtrasi. Dari segi keselamatan kedua macam proses tersebut telah memenuhi aspek keselamatan untuk digunakan dalam skala industri pada pengolahan limbah cair aktivitas tinggi. Dari segi biaya operasi slurry-fed ceramic melter dengan pemanas Joule lebih murah, tetapi dari segi biaya konstruksi dan dekomisioning rotary calciner-metallic- melter dengan pemanas induksi lebih murah [3,810,11]. Berdasarkan atas pertimbangan konstruksi, operasi, dekomissioning, dan sistem pendanaan di Indonesia, maka slurry-fed ceramic melter lebih layak untuk digunakan. KESIMPULAN Unsur-unsur yang mempengaruhi karakteristik gelas-limbah pada saat menentukan komposisi gelas-limbah harus diperhatikan baik untuk proses dan operasi melter. Perbedaan komposisi gelas-limbah untuk rotary calciner metallic melter dan slurry-fed ceramic melter adalah kandungan Na 2 O untuk hantaran listrik dan logam

Herlan Martono, Aisyah ISSN 0216-3128 61 golongan platina yang tidak larut dalam gelaslimbah. Pada slurry-fed ceramic melter untuk mengatasi logam golongan platina yang mempengaruhi arus listrik, maka dasar melter dibuat kerucut dengan sudut 45. Gelas-limbah yang dihasilkan oleh slurry-fed ceramic melter lebih homogen daripada yang dihasilkan oleh rotary calciner-metallic melter. Bahan rotary calciner-metallic melter dari inconel-690, sedangkan bahan slurry-fed ceramic melter yang kontak dengan gelas-limbah adalah monofrax-k3. Lapisan diluarnya adalah MRT-70K, LN-135, AZ-GS, fiberboard, dan baja tahan 304. Jika monofrax-k3 sudah tipis karena korosi, maka yang diganti hanya monofrax-k3 nya saja. Laju korosi karena jenis bahan dan penggunaan pada suhu tinggi, inconel-690 lebih cepat korosi. Umur slurry-fed ceramic melter lebih panjang daripada rotary calciner metallic melter. Komposisi LCAT dan glass-frit yang sama, akan menghasilkan komposisi gas buang yang sama. Prinsip proses penanganan gas buang adalah sama pada rotary calciner metallic melter dan slurry-fed ceramic melter. Penanganan gas buang tersebut meliputi penurunan suhu, absorpsi, dan filtrasi. Dari segi keselamatan, kedua macam proses tersebut telah memenuhi aspek keselamatan untuk digunakan dalam skala industri pada pengolahan limbah cair aktivitas tinggi. Tenaga yang diperlukan rotary calcinermetallic melter lebih besar daripada slurry-fed ceramic melter. Biaya operasi rotary calciner-metallic melter lebih tinggi daripada biaya slurry-fed ceramic melter, tetapi biaya konstruksi dan dekomisioningnya lebih mahal. Berdasarkan atas konstruksi, operasi, dekomisioning, dan kondisi pendanaan di Indonesia, maka slurry-fed ceramic melter lebih layak digunakan. DAFTAR PUSTAKA 1. IAEA, Characteristics of Solidified High Level Waste Product, Technical Report Series No. 187, IAEA, Vienna, 1979. 2. MENDEL J.E, The Fixation of High Level Waste in Glasses, PNL Richland, Washington, 1985. 3. MARTONO H, Characterization of Waste- Glass and Treatment of High Level Liquid Waste, Report at Tokai Work, PNC SN8440 88-010- Japan, 1988. 4. HLAVAC J, The Technology of Glass and Ceramics, Department of Silicates, Institute of Chemical Technology Prague, Elsevier Scientific Publishing Company, Amsterdam- Oxford-New York, 1983. 5. STANEK J, Electric Melting of Glass, Department of Silicate, Institute of Chemical Technology Prague, Elsevier Scientific Publishing Company, New York, 1977. 6. LAUDE F et al, Confinement of Radioactivity in Glasses, International Symposium on Management of Radioactive Waste from The Nuclear Fuel Cycle, Vienna, 1976. 7. AISYAH, MARTONO H, Pengaruh Kalium Oksida, Litium Oksida, dan Kalsium Oksida Pada Kualitas Limbah Hasil Vitrifikasi, Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah Penelitian Dasar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir, Yogyakarta, Juli 1999. 8. BROUNS A, Immobilization of High Level Defence Waste in a Slurry-Fed Electric Glass Melter, PNL-3372, 1990. 9. IAEA, Techniques for Solidification of High- Level Waste, Technical Report Series No. 176, IAEA, Vienna, 1977. 10. MARTONO H, Vitrification Process with Induction Heating, Report of Scientific Visit, Commissariat A L Energie Atomique, Perancis, 1989. 11. SUNG IL KIM et al, Economic Assestment on Vitrification Facility of Low and Intermediate-level Radioactive Wastes in Korea, Waste Management Conference, Tuczon, 2003.