PENAMPILAN REPRODUKSI DOMBA LOKAL YANG DISINKRONISASI DENGAN MEDROXY PROGESTERON ACETAT PADA KONDISI PETERNAK DI KELURAHAN JUHUT, KABUPATEN PANDEGLANG

dokumen-dokumen yang mirip
PERTUMBUHAN ANAK KAMBING KOSTA SELAMA PERIODE PRASAPIH PADA INDUK YANG BERUMUR LEBIH DARI 4 TAHUN

PENAMPILAN REPRODUKSI KAMBING INDUK: BOER, KACANG DAN KACANG YANG DISILANGKAN DENGAN PEJANTAN BOER

PRODUKTIVITAS TERNAK DOMBA GARUT PADA STASIUN PERCOBAAN CILEBUT BOGOR

EFISIENSI REPRODUKSI INDUK KAMBING PERANAKAN ETAWAH YANG DIPELIHARA DI PEDESAAN

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005

PENGARUH UMUR TERHADAP PERFORMA REPRODUKSI INDUK DOMBA LOKAL YANG DIGEMBALAKAN DI UP3 JONGGOL SKRIPSI AHMAD SALEH HARAHAP

PENYERENTAKAN BERAHI DENGAN PROGESTERON DALAM SPONS PADA TERNAK DOMBA DI KABUPATEN CIANJUR

UJI ADAPTASI DOMBA KOMPOSIT PADA KONDISI USAHA PETERNAKAN RAKYAT DI PEDESAAN

REPRODUKSI AWAL KAMBING KACANG DAN BOERKA-1 DI LOKA PENELITIAN KAMBING POTONG

Produktivitas Domba Komposit Sumatera dan Barbados Cross pada Kondisi Lapang

PRODUKTIVITAS KAMBING KACANG PADA KONDISI DI KANDANGKAN: 1. BOBOT LAHIR, BOBOT SAPIH, JUMLAH ANAK SEKELAHIRAN DAN DAYA HIDUP ANAK PRASAPIH

HASIL DAN PEMBAHASAN

MANAJEMEN PEMELIHARAAN DOMBA PETERNAK DOMBA DI KAWASAN PERKEBUNAN TEBU PG JATITUJUH MAJALENGKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia dengan populasi yang

UPAYA PENINGKATAN EFISIENSI REPRODUKSI TERNAK DOMBA DI TINGKAT PETAN TERNAK

PENGARUH JENIS SINKRONISASI DAN WAKTU PENYUNTIKAN PMSG TERHADAP KINERJA BERAHI PADA TERNAK KAMBING ERANAKAN ETAWAH DAN SAPERA

DASAR-DASAR PROGRAM PENINGKATAN MUTU GENETIK DOMBA EKOR TIPIS

KARAKTERISTIK SEMEN SEGAR TIGA GENOTIPE DOMBA PERSILANGAN

Model Kampoeng Ternak Domba Mengarah Pada Pengembangan Village Breeding Centre Sebagai Salah Satu Wahana Diseminasi Balai Penelitian Ternak

HASIL DAN PEMBAHASAN. Performans Bobot Lahir dan Bobot Sapih

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu

Pemotongan Sapi Betina Produktif di Rumah Potong Hewan di Daerah Istimewa Yogyakarta

INJAUAN PUSTAKA Domba Komposit Sumatera

IDENTIFIKASI KELAYAKAN PROGRAM INSEMINASI BUATAN (IB) TERNAK DOMBA DI DAERAH KANTONG PRODUKSI DI KABUPATEN CIANJUR

FLUKTUASI BOBOT HIDUP KAMBING KACANG INDUK YANG DIKAWINKAN DENGAN PEJANTAN BOER DARI KAWIN SAMPAI ANAK LEPAS SAPIH

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

PENAMPILAN DOMBA KOMPOSIT DI PEDESAAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Persebaran Kambing Peranakan Ettawah (PE) galur lainnya dan merupakan sumber daya genetik lokal Jawa Tengah yang perlu

Rini Ramdhiani Muchtar, Bandiati, S K P, Tita D. Lestari Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Jatinangor, Sumedang ABSTRAK

LAMA BUNTING, BOBOT LAHIR DAN DAYA HIDUP PRASAPIH KAMBING BOERKA-1 (50B;50K) BERDASARKAN: JENIS KELAMIN, TIPE LAHIR DAN PARITAS

KARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA DI KABUPATEN LEBAK DAN PANDEGLANG PROVINSI BANTEN

TEKNOLOGI TEPAT GUNA PENGGEMUKAN TERNAK DOMBA

PENAMPILAN REPRODUKSI INDUK KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE) YANG DIBERI PAKAN JERAMI PADI FERMENTASI: PERKEMBANGAN BOBOT HIDUP ANAK SAMPAI PRASAPIH

PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun diperlihatkan dengan data Badan Pusat Statistik. menjadi ekor domba pada tahun 2010.

I. PENDAHULUAN. penting di berbagai agri-ekosistem. Hal ini dikarenakan kambing memiliki

PERTUMBUHAN PRA-SAPIH KAMBING PERANAKAN ETAWAH ANAK YANG DIBERI SUSU PENGGANTI

HASIL DAN PEMBAHASAN. dan pengembangan perbibitan ternak domba di Jawa Barat. Eksistensi UPTD

MAKALAH MANAJEMEN TERNAK POTONG MANAJEMEN PEMILIHAN BIBIT

PRODUKTIVITAS ANAK DOMBA GARUT DI DUA AGROEKOSISTEM YANG BERBEDA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil

I. PENDAHULUAN. Kambing merupakan salah satu ternak yang banyak dipelihara dan dikembang

Respon Seleksi Domba Garut... Erwin Jatnika Priyadi RESPON SELEKSI BOBOT LAHIR DOMBA GARUT PADA INTENSITAS OPTIMUM DI UPTD BPPTD MARGAWATI GARUT

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

Animal Agriculture Journal 4(2): , Juli 2015 On Line at :

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA. dunia dengan hidup yang sangat beragam dari yang terkecil antara 9 sampai 13 kg

TEKNOLOGI REPRODUKSI MENUNJANG PROGRAM PENGGEMUKAN TERNAK DOMBA

KORELASI BOBOT BADAN INDUK DENGAN LAMA BUNTING, LITTER SIZE, DAN BOBOT LAHIR ANAK KAMBING PERANAKAN ETAWAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak Domba. karena pakan utamanya adalah tanaman atau tumbuhan. Meski demikian domba

LAJU PERTUMBUHAN PRASAPIH DAN SAPIH KAMBING BOER, KACANG DAN BOERKA-1

PENERAPAN SINKRONISASI BIRAHI KAMBING BOERKA DENGAN LOKAL DI AREAL PERKEBUNAN BERBASIS TANAMAN JERUK PADA LAHAN KERING

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambaran Umum PT Widodo Makmur Perkasa Propinsi Lampung

BIRTH WEIGHT, WEANING WEIGHT AND LINEAR BODY MEASUREMENT OF ONGOLE CROSSED CATTLE AT TWO GROUP PARITIES ABSTRACT

KARAKTERISTIK REPRODUKSI KELINCI REX, SATIN DAN REZA

ANALISIS POTENSI REPRODUKSI KAMBING KACANG DI WILAYAH PESISIR KEPULAUAN WANGI-WANGI, KABUPATEN WAKATOBI

PENYERENTAKAN'BIRARI DADA DOMBA BETINA - St. CROIX

PRODUKTIVITAS KAMBING HASIL PERSILANGAN ANTARA PEJANTAN BOER DENGAN INDUK LOKAL (PE) PERIODE PRASAPIH

Analisis litter size, bobot lahir dan bobot sapih hasil perkawinan kawin alami dan inseminasi buatan kambing Boer dan Peranakan Etawah (PE)

EVALUASI POTENSI GENETIK GALUR MURNI BOER

PRODUKTIVITAS KAMBING HASIL PERSILANGAN KACANG DENGAN PEJANTAN BOER (BOBOT LAHIR,BOBOT SAPIH DAN MORTALITAS)

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Usaha diversifikasi pangan dengan memanfaatkan daging kambing

KAJIAN PERFORMANS REPRODUKSI SAPI ACEH SEBAGAI INFORMASI DASAR DALAM PELESTARIAN PLASMA NUTFAH GENETIK TERNAK LOKAL

KARAKTERISASI SIFAT-SIFAT KUANTITATIF KAMBING KOSTA JANTAN DI KABUPATEN PANDEGLANG PROVINSI BANTEN

POTENSI KERAGAMAN SUMBERDAYA GENETIK KAMBING LOKAL INDONESIA

PENGARUH UMUR TERHADAP PERFORMA REPRODUKSI INDUK DOMBA LOKAL YANG DIGEMBALAKAN DI UP3 JONGGOL SKRIPSI AHMAD SALEH HARAHAP

I. PENDAHULUAN. sedikit berbukit. Kecamatan Tanjung Bintang merupakan daerah yang sebagian

KARAKTERISTIK FISIK DAN PERFORMA PRODUKSI INDUK DOMBA PRIANGAN DI KECAMATAN BANYURESMI KABUPATEN GARUT

PENGARUH AKAR GINSENG ( Wild ginseng ) DALAM RANSUM MENCIT ( Mus musculus) TERHADAP JUMLAH ANAK DAN PERTUMBUHAN ANAK DARI LAHIR SAMPAI DENGAN SAPIH

PEMBERIAN KONSENTRAT DENGAN LEVEL PROTEIN YANG BERBEDA PADA INDUK KAMBING PE SELAMA BUNTING TUA DAN LAKTASI

Endah Subekti Pengaruh Jenis Kelamin.., PENGARUH JENIS KELAMIN DAN BOBOT POTONG TERHADAP KINERJA PRODUKSI DAGING DOMBA LOKAL

KAJIAN PRODUKTIVITAS TERNAK KAMBING PADA SISTEM PEMELIHARAAN YANG BERBEDA DI KECAMATAN ANDOOLO BARAT KABUPATEN KONAWE SELATAN

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

STRATEGI PERBIBITAN KAMBING/DOMBA DI INDONESIA

Evaluasi Indeks Kumulatif Salako Pada Domba Lokal Betina Dewasa Di Desa Neglasari Kecamatan Darangdan Kabupaten Purwakarta

4. GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

PENGARUH PEJANTAN, PERIODE EJAKULASI DAN KELOMPOK BOBOT INDUK SAAT DI IB TERHADAP TINGKAT KEBUNTINGAN DAN KELAHIRAN ANAK

Hubungan Antara Bobot Potong... Fajar Muhamad Habil

Reny Debora Tambunan, Reli Hevrizen dan Akhmad Prabowo. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Lampung ABSTRAK

HASIL DAN PEMBAHASAN. P2 * hari hari hari

DINAMIKA POPULASI DAN PRODUKTIVITAS KERBAU DI JAWA : STUDI KASUS DI KABUPATEN SERANG

TINJAUAN PUSTAKA. penting diberbagai agro-ekosistem, karena memiliki kapasitas adaptasi yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan salah satu jenis ternak ruminansia kecil yang telah

POLA PERTUMBUHAN BOBOT BADAN KAMBING KACANG BETINA DI KABUPATEN GROBOGAN (Growth Pattern of Body Weight of Female Kacang Goats in Grobogan Regency)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boerawa merupakan hasil persilangan antara kambing Boer jantan

Oleh Administrator Kamis, 22 Desember :17 - Terakhir Diupdate Kamis, 22 Desember :28

VIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA

KARAKTERISTIK MORFOLOGI KAMBING PE DI DUA LOKASI SUMBER BIBIT

Lama Kebuntingan, Litter Size, dan Bobot Lahir Kambing Boerawa pada Pemeliharaan Perdesaan di Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk Ordo Artiodactyla, Subordo

PENDAHULUAN. Saat ini kebutuhan manusia pada protein hewani semakin. meningkat, yang dapat dilihat dari semakin banyaknya permintaan akan

Analisis Keunggulan Relatif Domba Garut Anak dan Persilangannya

I PENDAHULUAN. Salah satu sumber daya genetik asli Indonesia adalah domba Garut, domba

SISTEM BREEDING DAN PERFORMANS HASIL PERSILANGAN SAPI MADURA DI MADURA

BAB II TINJUAN PUSTAKA. Kambing merupakan ternak kecil pemakan rumput yang dapat dibedakan. menjadi tiga yaitu : potong, perah dan penghasil bulu.

STATUS REPRODUKSI DAN ESTIMASI OUTPUT BERBAGAI BANGSA SAPI DI DESA SRIWEDARI, KECAMATAN TEGINENENG, KABUPATEN PESAWARAN

TINJAUAN PUSTAKA. Rataan sifat-sifat kuantitatif domba Priangan menurut hasil penelitian Heriyadi et al. (2002) terdapat pada Tabel 1.

PERFORMA TURUNAN DOMBA EKOR GEMUK PALU PRASAPIH DALAM UPAYA KONSERVASI PLASMA NUTFAH SULAWESI TENGAH. Yohan Rusiyantono, Awaludin dan Rusdin ABSTRAK

DOE PRODUCTIVITY AND KID CROP OF ETAWAH GRADE DOES KEPT UNDER INDIVIDUAL AND GROUP HOUSING IN TURI SUB DISTRICT, SLEMAN DISTRICT - DIY PROVINCE

BAB I PENDAHULUAN. khususnya daging sapi dari tahun ke tahun di Indonesia mengalami peningkatan

Transkripsi:

PENAMPILAN REPRODUKSI DOMBA LOKAL YANG DISINKRONISASI DENGAN MEDROXY PROGESTERON ACETAT PADA KONDISI PETERNAK DI KELURAHAN JUHUT, KABUPATEN PANDEGLANG (Local Sheep Reproductive Performance Synchronized With Medroxy Progesterone Acetat on Farmer Condition in Juhut Village, District of Pandeglang, Banten) UMI ADIATI dan D. PRIYANTO Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002 ABSTRACT One effort improving local body weight sheep meat type is crossing with fellow tropical sheep that has a good body performance. St. Croix sheep, Sumatra Composite and Garut composite has been widely used to cross with thin-tail sheep on the scale of the experimental station. Field research was carried out at Village Juhut, district of Karang Tanjung, Pandeglang, Banten who attempted as the source of breed and for meat purposes. The number of respondents were 25 farmers with 74 head of synchronized ewes. Before crossing in field, it will elected on Research Institute of Animal Production. The system will naturally but there would be synchronised with the use of medroxy progesterone acetate in sponges which aims to produce lamb in a uniform age. After leading up to the age of 60 days (two months), the sheep are examined since mated using USG. Measured parameters are the mating percentage result of synchronised, number lamb who are born and mortality of postweaning lamb. The result showed that mating percentage of synchronised obtained by 83,02%, 75.7% birth rate by the number lamb produced 82 heads and litter size was 1,55. The mortality percentage of postweaning 38.02% happens in one lamb 18.2%, 45.8 % in twins, 57.1% in triplets and a 75% quadruplets. Key Words: Sheep, Medroxy Progesterone Acetate, Synchronization ABSTRAK Salah satu upaya meningkatkan bobot badan ternak domba lokal tipe pedaging adalah dengan mengawin silangkan dengan sesama domba tropis yang memiliki performan badan yang baik. Domba St. Croix, Komposit Sumatra dan Komposit Garut telah banyak digunakan untuk menyilangkan domba Ekor Tipis pada skala stasiun percobaan. Penelitian lapangan ini dilakukan di Kelurahan Juhut, Kecamatan Karang Tanjung, Kabupaten Pandeglang, Propinsi Banten yang diupayakan sebagai daerah sumber bibit ternak domba untuk tujuan pembibitan dan daging. Jumlah peternak responden yang terlibat sebanyak 25 orang dengan jumlah induk domba disinkronisasi 74 ekor. Sebelum dilakukan persilangan dilapangan maka pejantan yang akan digunakan untuk mengawini adalah pejantan terpilih yang sudah dilakukan seleksi di stasiun percobaan Balai Penelitian Ternak. Sistem perkawinannya secara alami akan tetapi ada perlakuan penyerentakan berahi dengan menggunakan medroxy progesteron acetate dalam spons yang bertujuan untuk mendapatkan anak yang seragam umurnya. Setelah menjelang umur 60 hari (dua bulan) sejak dikawinkan, ternak diperiksa kebuntingannya dengan menggunakan USG. Parameter yang diukur adalah persentase kebuntingan hasil penyerentakan berahi, jumlah anak yang dilahirkan dan kematian anak prasapih. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa tingkat kebuntingan ternak domba hasil sinkronisasi diperoleh sebesar 83,02%, sedangkan tingkat kelahiran 75,7% dengan jumlah anak yang dihasilkan sebanyak 82 ekor dan jumlah anak sekelahiran (JAS) sebesar 1,55. Persentase kematian anak prasapih 38,02% yang terjadi pada anak tunggal 18,2%, kembar dua 45,8%, kembar tiga 57,1% dan kembar empat sebesar 75%. Kata Kunci: Domba, Medroxy Progesterone Acetate, Sinkronisasi 77

PENDAHULUAN Pola persilangan antara domba lokal dengan domba unggul Balitnak menunjukkan bahwa anak yang dihasilkan memiliki laju pertumbuhan bobot badan yang cukup tinggi, namun pada saat mencapai bobot potong, domba hasil persilangan tersebut memiliki sistem perlemakan yang tinggi sehingga mengurangi preferensi konsumen. CHESTNUTT (1994) menjelaskan bahwa seiring dengan laju pertumbuhan bobot badan ternak domba maka proporsi lemak dalam karkas akan meningkat baik itu terjadi di dalam otot maupun antar otot. Oleh karenanya, pada kondisi pemotongan ternak yang memiliki bobot badan tinggi cenderung diikuti dengan tingginya kandungan lemak tubuh yang didapat. Demikian pula menurut POLLOT et al. (1994) mengatakan bahwa terdapat korelasi genetik yang kuat antara bobot badan dengan ketebalan lemak tubuh. Hasil pengamatan dari beberapa laporan terdahulu menunjukkan bahwa penampilan produksi anak hasil persilangan antara domba rambut dengan lokal Sumatera lebih baik dibanding dengan penampilan domba lokal itu sendiri. SUBANDRIYO et al. (1996) melaporkan bahwa penampilan anak domba hasil persilangan mendekati penampilan yang ditunjukkan dari ternak murni impor. Selanjutnya dilaporkan pula hal yang sama oleh INOUNU et al. (1999) terhadap hasil persilangan antara domba lokal Garut dengan pejantan St. Croix dari Virgin Island (Amerika) maupun Moulton Charollais dari Perancis memberikan hasil bahwa bobot badan anak tunggal domba lokal maupun hasil persilangan secara statistik tidak menunjukkan perbedaan, baik pada anak jantan maupun betina. Namun secara rataan dari kedua jenis kelamin tersebut bobot anak domba lokal lebih rendah dibanding bobot anak hasil persilangan. Guna mendapatkan beberapa kepentingan dalam rangka meningkatkan produktivitas domba lokal khususnya peningkatan bobot badan, maka perlu adanya induk-induk domba lokal yang telah ditingkatkan mutu genetiknya. Perbaikan induk dapat dilihat dari tingkat kesuburan yang tinggi, diimbangi dengan rendahnya kematian anak pada periode pra sapih serta kemampuan anak yang terlahir memiliki laju pertambahan bobot badan yang tinggi. Atas dasar pertimbangan tersebut maka cara yang paling baik adalah dengan mengkawin-silangkan antara domba lokal dengan domba-domba unggul Tujuan kegiatan penelitian ini adalah mendapatkan anak domba hasil persilangan yang memiliki bobot badan yang lebih tinggi dan seragam umurnya. MATERI DAN METODA Kegiatan penelitian dilakukan di Desa Cinyurup, Kelurahan Juhut, Kecamatan Karang Tanjung, Kabupaten Pandeglang, Propinsi Banten dengan melibatkan peternak sebanyak 25 responden. Pertimbangan dipilihnya desa tersebut diatas, karena sumber pakan hijauan yang tersedia cukup baik. Ternak yang digunakan sebanyak 74 ekor induk domba yang diserentakkan berahinya dengan menggunakan medroxy progesterone acetate dalam spons dan dikawinkan secara alami yang bertujuan untuk mendapatkan anak domba hasil persilangan yang memiliki bobot badan yang lebih tinggi dan seragam umurnya. Sebelum dilakukan persilangan dilapangan maka pejantan yang akan digunakan untuk mengawini adalah pejantan terpilih yang sudah dilakukan seleksi di stasiun percobaan Balai Penelitian Ternak. Penyerentakan berahi dilakukan dengan cara memasukkan spons yang berisi hormone medroxy progesterone acetate ke dalam vagina domba dan dibiarkan selama 14 hari, kemudian dicabut. Setelah spons dicabut kemudian dilakukan perkawinan dengan cara memasukkan ternak jantan ke dalam kelompok selama 7 hari, kemudian dikeluarkan. Perkawinan dilakukan secara kelompok dengan komposisi lebih kurang 10 ekor induk dengan dua ekor pejantan yang dibagi ke dalam 5 kelompok rumpun bangsa pejantan yaitu Komposit Sumatra, Komposit Garut, Barbados Cross, St Croix dan Garut. Setelah menjelang umur 60 hari (dua bulan) sejak dikawinkan, ternak diperiksa kebuntingannya dengan menggunakan alat Ultra Sonografi (USG) untuk mengetahui kebuntingan ternak domba. Parameter yang diukur adalah persentase kebuntingan hasil penyerentakan berahi, jumlah anak yang dilahirkan dan kematian pra sapih. 78

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi umum wilayah penelitian Kelurahan Juhut adalah salah satu kelurahan di Kecamatan Karangtanjung yang merupakan klasifikasi desa Swasembada. Lokasi Kelurahan tersebut memiliki batas wilayah yakni: disebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Cigadung, sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Pandeglang, sebelah Barat berbatasan dengan kawasan kehutanan, dan sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Pandeglang, yang dibatasi oleh jalan raya Provinsi. Ketinggian lokasi adalah antara 250 m 700 m dari permukaan laut (dpl) yang membentang antara Tenggara dan Barat laut dengan bentangan jarak sekitar 2,7 km. Kriteria ketinggian lokasi dibedakan dalam wilayah terendah yakni di perkampungan Juhud dan sekitarnya (250 300 m dpl), sedangkan perkampungan sedang adalah di Kampung Canggoang (300 400 m dpl), dan perkampungan tertinggi (paling atas) adalah perkampungan Cinyurup dan sekitarnya (400 700 m dpl) dengan kondisi kemiringan terjal, dengan luas wilayah mencapai 387,45 ha yang dikatagorikan wilayah dengan kondisi agro-ekosistem lahan kering. Distribusi pemanfaatan lahan sebagai ladang/tegalan sangat dominan yakni mencapai 294,41 ha atau mencapai 75,99 persen dari total luas areal, areal pemukiman penduduk 14,30 persen, areal sawah 30 ha yang terdistribusi di lokasi Dusun Juhud dan Dusun Canggoang masing-masing 20 ha dan 10 ha. Potensi lahan untuk penyediaan hijauan pakan ternak masih tersedia banyak, yang terbukti bahwa peternak tidak kekurangan akan pakan ternak (berupa rumput lapang maupun legume pohon) yang tertanam di lahan tegalan, dan terdistribusi secara berkelanjutan walaupun pada musim kemarau serta dapat mencukupi kebutuhan seluruh ternak domba di Kelurahan Juhut (total populasi 416 ekor). Disamping itu, potensi hijauan juga dapat diperoleh dari lahan kehutanan yang terletak berbatasan dengan lokasi disebelah Barat dan Utara wilayah. Kelurahan Juhut memiliki jumlah penduduk 6.191 jiwa yang terdiri dari 1.383 Kepala Keluarga (KK) dengan pekerjaan pokok mayoritas sebagai petani. Kinerja reproduksi induk domba Perkawinan ternak dilakukan secara kelompok dengan komposisi lebih kurang 10 ekor induk dengan dua pejantan unggul yang sama rumpun bangsanya. Penempatan ternak jantan ini hanya 7 hari dalam kandang kelompok karena ternak induk sudah diserentakkan berahinya sehingga dengan cara perkawinan ini maka perkiraan kelahiran anak sudah dapat diprediksi. Bobot badan saat kawin memiliki pengaruh terhadap bobot badan anak yang terlahir. Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa kondisi bobot badan betina pada kelompok di atas 30 kg saat kawin persentasenya paling rendah yaitu sebesar 14,86% atau sebanyak 11 ekor, hal ini dapat dimengerti bahwa induk-induk yang telah mencapai bobot tinggi merupakan induk tua yang telah melewati bobot dewasa tubuh. Jumlah ternak domba dengan bobot kawin berkisar antara 20 sampai dengan di bawah 25 kg merupakan kelompok yang paling tinggi persentasenya yaitu 37,84%. Kelompok bobot badan terbesar kedua diperoleh pada bobot kisaran di bawah 20 kg sebesar 22,98%, sedangkan bobot antara 25 kg sampai dengan Tabel 1. Distribusi jumlah dan persentase bobot betina saat kawin menurut pejantan yang mengawini (ekor) Kisaran bobot (kg) Jenis pejantan (ekor) KS KG BC SC Garut Total Persentase (%) < 20-6 - 8 3 17 22,98 20 > 25 2 14 4 5 2 28 37,84 25 < 30 3 4 4 5 2 18 24,32 > 30 2 5-1 3 11 14,86 KS: Komposit Sumatera; KG: Komposit Garut; BC: Barbados Cross; SC: St Croix 79

di bawah 30 kg yaitu 24,32%. Tingginya kelompok bobot induk ini terutama terjadi pada induk yang dikawinkan dengan pejantan Komposit Garut (KG). Rataan bobot kawin ternak domba betina pada seluruh ternak yang diserentakkan berahi adalah 23,65 ± 5,71 kg, namun apabila dikelompokkan menurut kelompok pejantan hasil yang didapat adalah pejantan Komposit Sumatra dikawinkan dengan betina yang memiliki rataan bobot badan sebesar 26,20 ± 3,60 kg; pejantan Komposit Garut dikawinkan dengan betina yang rataan bobot badannya adalah 24,81 ± 7,20 kg; pejantan Barbados Cross dikawinkan dengan betina yang rataan bobot badannya adalah 23,45 ± 5,16 kg; pejantan St. Croix dikawinkan dengan betina yang rataan bobot badannya adalah 21,52 ± 4,40 kg dan pejantan Garut dikawinkan dengan betina yang rataan bobot badannya adalah 23,73 ± 5,74 kg. Angka bobot badan yang terdapat pada pejantan St Croix relatif paling rendah dibandingkan dengan rataan bobot betina yang dikawinkan dengan pejantan lainnya. Pada Tabel 2. terlihat dari hasil pemeriksaan kebuntingan menunjukkan bahwa rataan persentase kebuntingan mencapai 83,02%, hasil ini lebih baik dari penelitian ADIATI et al (2006) sebelumnya yang menggunakan hormon progesteron acetate dengan perkawinan secara IB yang menghasilkan persentase kebuntingan sebesar 76,37%. Tingkat kebuntingan tertinggi didapat pada induk yang dikawini oleh pejantan Barbados Cross yaitu 100% ternak bunting, kemudian diikuti oleh induk-induk yang dikawini pejantan Komposit Garut, Komposit Sumatra dan Garut masing-masing persentase kebuntingan diperoleh sebesar 86,2; 85,7; 80%, sedangkan persentase kebuntingan terendah diperoleh induk yang dikawini pejantan St. Coix hanya sebesar 63,2%. Rataan tingkat kegagalan domba betina untuk bunting hanya sebesar 16,98% (14 ekor). Ini banyak terjadi pada induk dalam kelompok perkawinan dengan pejantan St. Croix sebesar 36,8% (7 ekor). Kegagalan bunting ini lebih banyak disebabkan karena spons yang digunakan lepas sehingga ternak tidak berahi dan tidak dikawini oleh pejantan. Pada Tabel 3. terlihat bahwa dari induk yang bunting diperoleh produksi anak sebanyak 82 ekor dengan rataan jumlah anak sekelahiran (JAS) sebesar 1,55 ekor per induk. Hasil ini lebih rendah dengan hasil penelitian sebelumnya yang mendapatkan JAS sebesar 1,77 (YULISTIANI et al. 2000). Distribusi JAS dari penelitian ini adalah 40,2% tunggal, 29,3% kembar dua, 25,6% kembar tiga dan 4,9% kembar empat. Hal ini menunjukkan bahwa domba lokal induk mempunyai fertilitas yang tinggi dan merupakan ternak yang cukup prolifik (dapat beranak banyak), karena suatu populasi ternak dapat dikelompokkan menjadi prolifik bila mempunyai rataan jumlah anak Tabel 2. Kinerja reproduksi induk domba menurut pejantan yang mengawini Peubah Jenis Pejantan KS KG BC SC Grt Jumlah induk (ekor) 7 29 9 19 10 Jumlah induk bunting (ekor) 6 25 9 12 8 Jumlah induk keguguran (ekor) - 2 2 - - Jumlah induk tidak bunting (ekor) 1 4-7 2 Persentase kebuntingan (%) 85,7 86,2 100 63,2 80,0 Jumlah induk beranak (ekor) 6 21 7 12 7 Jumlah anak lahir (ekor) 8 35 9 20 10 Jumlah anak sekelahiran 1,33 1,67 1,29 1,67 1,43 Jumlah anak mati 1 15 3 10 3 Persentase mortalitas anak (%) 12,5 42,9 33,3 50,0 30,0 KS: Komposit Sumatera; KG: Komposit Garut; BC: Barbados Cross; SC: St Croix 80

Tabel 3. Distribusi jumlah anak yang lahir menurut tipe kelahiran pada domba lokal Tipe Kelahiran Uraian 1 2 3 4 Jumlah Jumlah induk beranak (ekor) 33 12 7 1 53 Jumlah anak lahir (ekor) 33 24 21 4 82 Jumlah anak lahir hidup (ekor) 27 13 9 1 50 Jumlah anak mati (ekor) 6 11 12 3 32 Persentase anak hidup (%) 81,8 54,2 42,9 25 61,0 Persentase kematian anak prasapih (%) 18,2 45,8 57,1 75 39,0 lahir banyak dengan JAS > 1,75 ekor (INOUNU, et al. 1999). Pada Tabel 3. Jumlah anak lahir hidup adalah 81,8% pada kelahiran tunggal, 54,2% kembar dua, 42,9% kembar tiga. Sedangkan anak yang bertahan hidup pada anak kembar empat hanya 25%. Hal ini menunjukkan kecenderungan bahwa persentase daya hidup anak pada kelahiran tunggal lebih besar daripada kelahiran kembar. Tingkat kematian anak prasapih cukup tinggi yaitu 39,02%, dan ini banyak terjadi pada anak kelahiran kembar dua (45,8%) dan tiga (57,1%), sedangkan 75% kematian terjadi pada anak kembar empat. Tingginya tingkat kematian anak disebabkan karena manajemen yang kurang baik seperti anak terinjak induk karena disatukan dalam kandang kelompok. KESIMPULAN Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penyerentakan berahi dengan hormon medroxy progesteron acetate dan dikawinkan secara alam dengan bangsa baru dilapangan dapat dilakukan dengan tingkat kebuntingan yang cukup baik yaitu 83,02%. Jumlah anak sekelahiran (JAS) sebesar 1,55 dari jumlah produksi anak hidup sebanyak 82 ekor dengan persentase kematian anak prasapih 39,02% yang terjadi pada anak kelahiran kembar. DAFTAR PUSTAKA ADIATI, U., D.A. KUSUMANINGRUM dan D. PRIYANTO. 2007. Penyerentakan berahi dengan progesterone dalam spons pada ternak domba di Kabupaten Cianjur. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Puslitbangnak. INOUNU, I., B. TIESNAMURTI, SUBANDRIYO dan H. MARTOJO. 1999. Produksi anak pada domba prolifik. JITV 4(3): 148 160. SUBANDRIYO, B. SETIADI, M. RANGKUTI, K. DIWYANTO, E. HENDIWIRAWAN, E. ROMJALI, M. DOLOKSARIBU, S. ELISER dan L. BATUBARA. 1996. Pemuliaan bangsa domba sintetis hasil persilangan antara domba lokal sumatera dengan domba bulu. Puslitbang Peternakan, Bogor. YULISTIANI, D., B. SETIADI, B.TIESNAMURTI, SUBANDRIYO dan U. ADIATI. 2000. Tampilan productivitas induk kambing Kosta secara exsitu. Pros. Simposium Nasional Pemuliaan dan Plasma Nutfah. PERIPI. hlm. 621 629 81