Mudjiati Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
Setiap norma per. Per-UU-an wajib melarang perlakuan : b.perbedaan; c.pengucilan; dan d.pembatasan. Atas dasar jenis kelamin

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KESETARAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

2017, No kewajiban negara untuk memastikan bahwa perempuan memiliki akses terhadap keadilan dan bebas dari diskriminasi dalam sistem peradilan

RESUME PARAMETER KESETARAAN GENDER DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

MATRIKS PERUBAHAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA,

MENCEGAH DISKRIMINASI DALAM PERATURAN DAERAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

Mewujudkan Payung Hukum Penghapusan Diskriminasi Gender di Indonesia Prinsip-Prinsip Usulan Terhadap RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) PEMERINTAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

HUKUM TERTULIS Adalah hukum yang sengaja dibuat oleh pemerintah untuk mengatur kehidupan bersama manusia dalam masyarakat

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MULAI BERLAKU : 3 September 1981, sesuai dengan Pasal 27 (1)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

BAB 9 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Indonesia merupakan negara hukum yang menyadari, mengakui, dan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

KLARIFIKASI PERDA DISKRIMINATIF GENDER

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

2015, No f. bahwa untuk mewujudkan pemenuhan hak dan perlindungan bagi perempuan dan anak sebagaimana dimaksud dalam huruf b dan huruf c, Kement

WALIKOTA PEKALONGAN, PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH


PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN

Lampiran Usulan Masukan Terhadap Rancangan Undang-Undang Bantuan Hukum

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

WALIKOTA PROBOLINGGO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2008, No e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tenta

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK

Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

JAWA TIMUR MEMUTUSKAN : PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

MAKALAH. CEDAW: Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan. Oleh: Antarini Pratiwi Arna, S.H., LL.M

PELUANG DAN KENDALA MEMASUKKAN RUU KKG DALAM PROLEGNAS Oleh : Dra. Hj. Soemientarsi Muntoro M.Si

BAB III INSTRUMEN INTERNASIONAL PERLINDUNGAN HAM PEREMPUAN

BAB II PENGATURAN LEGISLATOR PEREMPUAN DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA

ANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014

PEREMPUAN DAN HAK ASASI MANUSIA Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 8 Agustus 2016; disetujui: 14 Oktober 2016

BUPATI LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia,

BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DIDAERAH

Muchamad Ali Safa at

PEMERINTAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PROSES PEMBENTUKAN PUU BERDASARKAN UU NO 10 TAHUN 2004 TENTANG P3 WICIPTO SETIADI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 1 TAHUN 2014

No ekonomi. Akhir-akhir ini di Indonesia sering muncul konflik antar ras dan etnis yang diikuti dengan pelecehan, perusakan, pembakaran, perkel

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 122 TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan.

WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

BAB 12 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN

DISKRIMINASI TERHADAP PEREMPUAN: KONVENSI DAN KOMITE. Lembar Fakta No. 22. Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER KABUPATEN SINJAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI,

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN NASIONAL PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DI BIDANG POLITIK MENYONGSONG PEMILU 2009

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2010 SERI D.1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DESA

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA PP&PA. Strategi Nasional. Sosial Budaya.

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROSEDUR REVISI UNDANG-UNDANG. Revisi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme

ASPEK HUKUM PENATAAN RUANG PULAU KEPULAUAN

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

BUPATI BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI DALAM NEGERI PADA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK DALAM KONFLIK SOSIAL

KONVENSI PENGHAPUSAN SEGALA BENTUK DISKRIMINASI TERHADAP PEREMPUAN

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Pe

Transkripsi:

MEMBANGUN PERSPEKTIF GENDER DALAM MATERI MUATAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Mudjiati Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik indonesia Jakarta, 26 Juni 2012 1

Apa Peraturan Perundang-undangan Peraturan Perundang-undangan adalah: peraturan tertulis, yang memuat norma hukum, yang mengikat secara umum, dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkandalam Peraturan Perundangundangan. 2

Pasal 6 ayat (1) UU 12 Th. 2011, berbunyi: Materi Muatan Peraturan Perundang-Undangan mencerminkan asas: a). Pengayoman c). Kebangsaan, b). Kemanusiaan d). Kekeluargaan e). Kenusantaraan f). Bhinneka Tunggal Ika g). Keadilan h)kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan i). Ketertiban dan kepastian hukum, dan/atau j). Keseimbangan, keserasian, dan keselarasan 3

Penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf h UU No. 12 Tahun 2011 Yang dimaksud dengan asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan adalah: bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan; tidak boleh memuat hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain: - agama, suku, ras, golongan, gender, atau status sosial. 4

Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan Muatan Materi Peraturan Perundangundangan adalah: - Materi yang dimuat dlm Peraturan Puu-an - sesuai jenis, - fungsi, dan - hierarkhi Peraturan Puu-an. - (Pasal 1 angka 13 UU No.12/2011 ttg PPP) 5

Jenis dan Hierarkhi Peraturan Puu-an * Pasal 7 ayat (1) UU No.12/2011 Jenis dan hierarki Peraturan Puu-an, terdiri atas: c.uud RI Tahun 1945; d.ketetapan MPR; e.uu/perpu; f.peraturan Pemerintah; g.perpres; h.peraturan Daerah Provinsi, dan i.peratuar Daerah Kabupaten/Kota 6

Jenis Peraturan Puu-an selain yang ditentukan Pasal 7 ayat (1) Mencakup peraturan yangditetapkan: MPR, DPR, DPD, MA, MK, BPK, KY, BI, Menteri. Badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan UU atau Pemerintah atas perintah UU, DPRD Provinsi, Gubernur, DPRD Kab/Kota, Bupati/ Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat. Peraturan Puu-an tsb diakui keberadaannya dan memp kekuatan hukum mengikat. Sepanjang dibentuk oleh peraturan Puu-an yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan. 7

MATERI MUATAN YG HRS DG UU, berisi: Pengaturan lebih lanjut dari ketentuan UUD 1945; Perintah UU untuk diatur dg UU; Pengesahan Perjanjian internasional tertentu; Tindak lanjut atas Putusan Mahkamah Konstitusi; dan/atau Pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat. Pasal 10 ayat (1) Tindak lanjut atas Putusan Mk dilakukan oleh DPR atau Pemerintah. (Pasal 10 ayat (2) 8

Materi Muatan Peraturan Puu-an yang lain: Perpu, sama dengan UU; Peraturan Pemerintah, berisi materi untuk mejnalankan UU sbgmn mestihya; Perpres, berisi materi yang diperintahkan UU, untuk melaksanakan PP, atau untuk menyelenggarakan kekuasaan Pemerintahan Perda, berisi materi muatan penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta menampung kondisi daerah. 9

HAL PENTING perlu DIPERSIAPKAN dalam membentuk Peraturan Puu-an: persyaratan yang berkaitan dengan sistem, asas, atau cara penyiapan, dan pembahasan, serta teknik penyusunan maupun pemberlakuannya. Untuk menunjang Peraturan Perundang-undangan diperlukan peran tenaga perancang peraturan perundang-undangan: - Tenaga Profesional dan Berkualitas; - dalam pelaksanaan tugas: menyiapkan, mengolah, dan merumuskan rancangan Peraturan Puu-an. 10

Peraturan Perundang-Undangan yang Adil-Setara Gender Peraturan perundang-undangan yang Responsif Gender, akan mengandung ketentuan yang: - kedayagunaan dan kehasilgunaannya dapat dirasakan adil dan setara gender, - baik oleh perempuan maupun laki-laki. - Hal ini dimaksudkan untuk adanya keadilan dan kesetaraan secara riil baik untuk laki-laki maupun perempuan; (Saat ini telah diterbitkan pedoman: Parameter Kesetaraan Gender Dalam Pembentukan Peraturan Perundangundangan) 11

Berbagai Rekomendasi Konvensi CEDAW Berbagai keprihatinan dan rekomendasi Konvensi CEDAW sebagaimana dimaksud dalam Komentar Akhir (Concluding Comments) pada Sidang Umum CEDAW 27 Juli 2007 di New York, telah merekomendasikan kepada negara Indonesia, antara lain sbb: Memastikan bahwa ketentuan, prinsip dan konsep Konvensi diberlakukan dan digunakan dalam hukum nasional; Memasukkan definisi Diskriminasi ke dalam Konstitusi atau peraturan perundang-undangan sesuai dengan ketentuan Pasal 1 Konvensi; 12

Lanjutan. Memastikan adanya mekanisme dan bantuan hukum yang efektif bagi perempuan yang HAMnya (yg ditentukan dalam Konvensi) telah dilanggar; Memastikan bahwa Konvensi dan peraturan perundang-undangan terkait dijadikan bagian integral dalam pendidikan, haukum dan pelatihan pejabat-pejabat peradilan, termasuk hakim, ahli hukum, pengacara dan jaksa, dan diketahui dengan baik oleh para pembuat undang-undang, supaya dengan tegas dibentuk budaya hukum yang mendukung kesetaraan perempuan dan non diskriminasi di Indonesia. Mengidentifikasi dan memprakarsai revisi UU atau peraturan perundang-undangan yang diindikasi bias gender (Keprihatinan Komite, sampai saat ini belum dilakukan upaya revisi). 13

Apa itu CEDAW? Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women - CEDAW ) adalah: Kesepakatan hak asasi internasional secara khusus yang mengatur hak-hak perempuan dan anak perempuan. 14

Konvensi CEDAW : Mendefinisikan prinsip-prinsip tentang hak-hak asasi manusia normanorma dan standar kelakukan serta kewajiban negara-negara peserta (sepakat untuk memenuhinya). Mewajibkan negara-negara peserta untuk memastikan adanya pengakuan dan pemenuhan hak-hak perempuan, serta penikmatan hak-hak asasi oleh perempuan tanpa diskriminasi. Mengharuskan negara-negara peserta agar lebih banyak melakukan sesuatu bukan hanya sekedar memastikan tidak ada peraturan yang diskriminatif terhadap perempuan, tapi juga memastikan bahwa semua hal yang diperlukan perempuan bisa dinikmati hak-haknya secara penuh. 15

Mengapa CEDAW Penting? satu-satunya instrumen hukum internasional yang secara khusus dibentuk untuk mempromosikan dan melindungi perempuan secara menyeluruh dan sistematis. Mendeskripsikan prinsip-prinsip kesetaraan substansi antara lakilaki dan perempuan. Secara legal mengikat semua negara yang menandatangani dan meratifikasinya. Mengakui persoalan kekerasan yang dialami perempuan dalam rumah tangga dan menjawab ketimpangan gender dalam lingkungan keluarga. 16

Mengharuskan semua negara peserta untuk memastikan agar organisasi swasta, perusahaanperusahaan dan individu-individu mewujudkan dan melindungi hak-hak perempuan. Mengharuskan semua negara peserta untuk menghapuskan segala prasangka-prasangka negatif dan tradisi serta semua kebiasaan-kebiasaan yang menghambat pemberdayaan perempuan, yang kesemuanya berasal dari pemahaman yang keliru tentang kelemahan dan kekuatan dari laki-laki dan perempuan. 17

Prinsip-Prinsip CEDAW? Perlindungan dan promosi hak-hak perempuan/hak asasi manusia yang berkesetaraan gender, di dalam Konvensi CEDAW didasarkan atas 3 (tiga) prinsip, yaitu: 1). Prinsip Kesetaraan Substantif 2). Prinsip Non Diskriminatif 3). Prinsip Kewajiban Negara Aksi Affirmasi (Affirmative Action) 18

Ketiga Prinsip tersebut tidak hanya berguna untuk mengenali dan memahami diskriminasi gender, tetapi juga untuk mengembangkan tindakan dan strategi untuk melucuti prasangkaprasangka dan rintangan-rintangan yang sudah ada sejak lama yang menghalangi perempuan menikmati kebebasan dan melaksanakan hak-haknya sebagai manusia Setiap Prinsip merupakan unsur tersendiri dan saling tergantung satu dengan yang lain Apabila digabungkan bersama-sama, Prinsip-prinsip tersebut memberikan kerangka menyeluruh untuk mewujudkan hak-hak perempuan 19

Prinsip Kesetaraan Substantif, memerlukan: - Kesetaraan kesempatan - Kesetaraan akses - Kesetaraan hasil dan manfaat Sasaran pendekatan Substantif adalah untuk memastikan bahwa hal-hal yang dihasilkan dari peraturan perundangundangan, kebijakan dan program mempunyai sifat tanggap terhadap gender. Analisis gender dengan pendekatan dari: akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat yang adil. 20

KEBUTUHAN ANALISIS GENDER, untuk memahami: - masalah perbedaan antara laki-laki dan perempuan; - asumsi-asumsi yang mendasari perbedaan tersebut - Hal-hal yang berkisar dari norma-norma budaya hingga prasangka, kepercayaan yang keliru, dan struktur politik - Pendekatan yang dilakukan melalui: akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat. 21

Analisis Gender juga untuk: - Memahami bagaimana asumsi menimbulkan dan melipatgandakan hal-hal yang merugikan dan menghalangi perempuan menikmati hak-nya sejajar dengan laki-laki - Memetakan strategi untuk mengkoreksi atau membetulkan halhal tersebut - Menciptakan pendukung yang memungkinkan perempuan untuk menikmati kebebasan dan melaksanakan hak-haknya secara penuh 22

2. Prinsip Non Diskriminasi Pasal 1 CEDAW Dalam Konvensi ini, istilah diskriminasi terhadap perempuan berarti setiap pembedaan, pengucilan/pengesampingan atau pembatasan yang dilakukan berdasarkan jenis kelamin yang mempunyai dampak atau maksud yang merugikan atau menihilkan pengakuan terhadap, kepemilikan dan penggunaan, atau pelaksanaan oleh perempuan dari hak-hak sebagai manusia dan kebebasan mendasar di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, sipil, atau bidang lainnya berlandaskan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. 23

CEDAW mengharuskan pemerintah negara-negara pesertanya untuk memastikan bahwa kebijakan, program dan kegiatan mereka tidak mendiskriminasikan perempuan, ini berarti bahwa negara-negara harus memastikan bahwa perempuan tidak dirugikan karena ia perempuan, kondisi-kondisi fisik dan psikis karena ia perempuan, atau karena norma-norma budaya dan sosial. CEDAW mendefinisikan diskriminasi terhadap perempuan sebagai setiap pembedaan, pengecualian/pengesampingan atau pembatasan berdasarkan jenis kelamin atau asumsi sosial budaya bahwa perempuan lebih rendah derajatnya daripada laki-laki dan tidak patut mendapatan peran, manfaat, atau hak-hak tertentu. 24

CEDAW berupaya menghapus diskriminasi baik disengaja (langsung) maupun tidak disengaja (tidak langsung). - Diskriminasi Langsung: tindakan-tindakan yang disengaja untuk memberikan perlakuan berbeda kepada perempuan dan menempatkannya di bawah laki-laki - Diskriminasi Tidak Langsung: terjadi ketika dilakukan tanpa sengaja; dan dilakukan atau tidak dilakukannya perbuatan tersebut menghalangi perempuan untuk mendapatkan kesempatan yang sama dengan yang didapat laki-laki; atau dampak dari perbuatan tersebut berakibat perempuan tidak menikmati hak-haknya. - Misal: program pemberian kredit yang mensyaratkan minimal pendidikan penerima kredit lulus kelas 6 SD. (Sementara: fakta masih menunjukkan banyak perempuan yang butuh kredit tersebut tidak lulus SD). 25

Konvensi CEDAW tidak membuat perbedaan antara pelaku swasta dan pelaku publik. Prinsip non diskriminasi tidak hanya dilakukan oleh pemerintah saja, tetapi juga serangkaian tindakan yang dilakukan oleh pelaku swasta, perorangan (individu) hingga keluarga, masyarakat, perusahaan bisnis dan lembaga-lembaga keagamaan di bidang politik, sosial, ekonomi, budaya dan bidangbidang lainnya. Pemerintah bertanggung jawab untuk memastikan bahwa keputusan-keputusan yang dibuat oleh penyusun kebijakan (pemerintah dan non pemerintah) tidak mendiskriminasikan perempuan. 26

3. PRINSIP KEWAJIBAN NEGARA Semua negara peserta CEDAW (termasuk Indonesia) secara hukum terikat untuk memenuhi kewajiban-kewajiban yang dipersyaratkan dalam Konvensi. 27

Dengan meratifikasi CEDAW, Negara Wajib untuk: - Mengakhiri diskriminasi terhadap perempuan dalam segala bentuknya dan mengambil upaya-upaya yang tepat. - Memasukkan prinsip kesetaraan dalam sistem hukum, mencabut semua perundang-undangan yang bersifat diskriminatif; dan - Menetapkan Peraturan Perundang-undangan yang tepat, yang melarang diskriminasi. 28

- Membentuk pengadilan khusus dan lembaga-lembaga publik lainnya untuk memastikan perlindungan efektif dan memastikan penghapusan semua perbuatan diskriminatif terhadap perempuan oleh orang perorangan, organisasi atau perusahaan - Memastikan bahwa organisasi-organisasi swasta perusahaan-perusahaan dan individu-individu mewujudkan dan melindungi hak-hak perempuan 29

AKSI AFIRMASI (AFFIRMATIVE ACTION) CEDAW menyebutkan bahwa negara peserta dapat melakukan aksi afirmasi (affirmative action) atau langkah tindak sementara (temporary special measure) untuk mempererat kesetaraan partisipasi perempuan di semua tingkat masyarakat. 30

Pada prinsipnya, CEDAW menentukan ada 2 (dua) sisi Kewajiban Negara: De-Jure Apa yang terkandung dalam hukum/ peraturan perundangundangan - Memastikan terwujudnya de jure kesetaraan gender - Negara harus mengeluarkan peraturan perundang-undangan dan kebijakan baru supaya hak-hak perempuan dan laki-laki dijamin dalam kerangka hukum nasional, sesuai dengan kebutuhan substansifnya. De-Facto Untuk mencapai kesetaraan substantif, negara harus memastikan terwujudnya kesetaraan gender dan mengambil langkahlangkah serta upaya yang tepat guna mencapai kesetaraan dalam kehidupan yang sesungguhnya, yakni kesetaraan bagi laki-laki dan perempuan. 31

Kesetaraan Substantif yaitu; kesetaraan riil yang didasarkan atas prinsip kesetaraan antara laki-laki dan perempuan, menjamin tidak hanya kesetaraan dalam kesempatan, namun kesetaraan riilkesetaraan yang secara nyata tercermin dalam hasil. Hal ini dapat dianalisis dengan pendekatan perspektif gender, yakni, menemukenali isu-isu gender dengan pendekatan akses, partisipasi, manfaat dan kontrol terhadap sumber daya. 32

Pokok-pokok Substantif dalam CEDAW tercantum dalam Pasal 1 Pasal 16 Pasal 1: Definisi Diskriminasi Diskriminasi terhadap perempuan meliputi setiap pembedaan, pengucilan/pengesampingan atau pembatasan yang menyebabkan perempuan tidak dapat menikmati hak-hak politik, ekonomi, sosial, budaya, sipil atau lainnya yang sama dengan yang dinikmati laki-laki. Pasal 2: Upaya-upaya Kebijakan Cedaw mewajibkan negara-negara peserta untuk mengambil langkah-langkah kongkret guna menghapus diskriminasi terhadap perempuan di dalam parlemen, kebijakan dan program, dan didukung oleh mekanisme kelembagaan. 33

Pasal 3: Jaminan Hak-Hak Asasi Manusia dan Kebebasan Mendasar Negara-negara peserta Konvensi berkewajiban mengambil semua upaya yang tepat untuk memastikan bahwa perempuan dapat menikmati hak-hak asasi manusia dan kebebasan mendasar sebagaimana kebebasan mendasar yang dinikmati oleh laki-laki Pasal 4: Langkah Tindak Sementara Negara-negara peserta berhak menetapkan langkah tindak sementara untuk mempercepat terwujudnya kesetaraan bagi perempuan. Mereka dapat memperkenalkan affirmative action sampai pada saat kesetaraan de-facto benar-benar terealisasi. Usaha-usaha, termasuk misalnya langkah tindak sementara yang ditujukan untuk memberikan perlindungan terhadap kehamilan dan persalinan tidak akan dianggap sebagai bentuk diskriminasi. 34

Pasal 5: Stereotype Peran Berdasarkan Jenis Kelamin dan Prasangka CEDAW mengakui pengaruh budaya dan tradisi yang membatasi perempuan dalam menikmati hakhaknya. Oleh karena itu, negara-negara peserta konvensi harus mengambil upaya-upaya yang tepat untuk menghapus penstereotipan peran berdasarkan jenis kelamin dan prasangka yang berasal dari pemikiran bahwa jenis kelamin yang satu lebih rendah atau lebih tinggi derajatnya daripada jenis kelamin yang lainnya. Pendidikan keluarga juga ditekankan untuk mengajarkan bahwa laki-laki maupun perempuan sama-sama bertanggung jawab dalam mengasuh dan membesarkan anak 35

Pasal 6: Trafficking dan Prostitusi Negara-negara peserta harus mengambil semua upaya, termasuk upaya-upaya legislatif untuk menghentikan semua bentuk trafiking dan eksploitasi perempuan untuk prostitusi. Pasal 7: Kehidupan Politik dan Publik CEDAW`mewajibkan negara-negara peserta untuk mempromosikan dan melindungi hak perempuan untuk memberikan suara dalam pemungutan suara, hak untuk dipilih, hak berpartisipasi dalam penyusunan dan implementasi kebijakankebijakan pemerintah, dan untuk bergabung dengan organisasiorganisasi non pemerintah dan asosiasi-asosiasi yang peduli pada persoalan-persoalan publik dan politik 36

Pasal 8: Partisipasi di Tingkat Internasional Negara-negara peserta harus memastikan bahwa perempuan mempunyai hak yang sama dengan laki-laki untuk mewakili negara di tingkat internasional. Pasal 9: Kewarganegaraan Perempuan mempunyai hak-hak yang sama dengan laki-laki untuk mempertahankan dan mengganti kewarganegaraannya dan untuk memberikan kewarganegaraannya kepada anak-anaknya. Dalam pengertian ini, perempuan tidak boleh dipaksa untuk mengganti kewarganegaraannya ketika menikah dengan laki-laki yang bukan warga negara dari negara perempuan yang bersangkutan. Perempuan juga mempunyai hak untuk tetap mempertahankan kewarganegaraannya ketika suaminya berganti kewarganegaraan. 37

Pasal 10: Pendidikan Perempuan dan anak perempuan hendaknya mendapat bimbingan karir dan kejuruan di semua tingkatan, kurikulum-kurikulum, ujianujian, staf pengajar, gedung/bangunan dan perlengkapan sekolah, dan kesempatan untuk memperoleh beasiswa dan hibah atas dasar yang sama dengan laki-laki dan anak laki-laki. Pendidikan bersama secara aktif didorong terutama melalui revisi buku-buku pelajaran dan program sekolah serta penyesuaian metode-metode pengajaran. Selanjutnya, perempuan dan anak perempuan mempunyai hak untuk berpartisipasi secara aktif dalam olahraga dan pendidikan jasmani; untuk memperoleh informasi pendidikan yang berifat spesifik tentang kesehatan dan kesejahteraan keluarga; dan untuk melanjutkan pendidikan tanpa putus sekolah. 38

Pasal 11: Lapangan Kerja CEDAW mengakui hak perempuan untuk bekerja berdasarkan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Perempuan harus mendapatkan kesempatan yang sama dalam pekerjaan, pengupahan, kenaikan jabatan, pelatihan, jaminan sosial, serta kondisi kerja yang sehat dan memenuhi unsur-unsur keselamatan. Terutama, hendaknya tidak dilakukan diskriminasi terhadap perempuan karena perkawinan, kehamilan, persalinan dan perawatan anak. Pasal 12: Perawatan Kesehatan dan Keluarga Berencana Perempuan mempunyai hak untuk mendapatkan perawatan kesehatan dan pelayanan-pelayanan lainnya yang berkaitan dengan keluarga berencana, selama dan sesudah kehamilan 39

Pasal 13 Tunjangan Ekonomi dan Sosial Konvensi mengakui hak perempuan untuk mendapatkan tunjangan keluarga, pinjaman bank, hipotek, dan bentuk-bentuk kredit keuangan lainnya. Konvensi juga memastikan bahwa perempuan dapat berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan rekreasi, olahraga dan kehidupan budaya. Pasal 14Perempuan Pedesaan Negara-negara peserta hendaknya mengambil upaya-upaya untuk menghapus diskriminasi terhadap para perempuan di daerah-daerah pedesaan supaya mereka dapat berpartisipasi dalam dan memperoleh manfaat yang sama dengan yang diperoleh laki-laki dari pembangunan desa, termasuk perencanaan pembangunan, pendidikan, pelatihan, perawatan kesehatan, kredit keuangan, akses pasar dan programprogram jaminan sosial. 40

- Pasal 15 Kesetaraan di Hadapan Hukum Perempuan harus diperlakukan setara dengan laki-laki di hadapan hukum dan dalam kemampuan hukum, khususnya yang menyangkut penandatanganan kontrak, pembelian dan penjualan harta benda, dan pemilihan tempat untuk tinggal. - Pasal 16 Perkawinan dan Kehidupan Berkeluarga CEDAW`mengakui bahwa perempuan mempunyai hak yang sama dengan suaminya dalam perkawinan, mengasuh anak dan segi-segi lain kehidupan berkeluarga. Catatan: Terhadap penerapan ketentuan Pasal 16 ini, perlu kehatihatian dan kecermatan dengan tetap memperhatikan dan menghormati ketentuan hukum agama dan hukum adat yang dianut oleh Bangsa Indonesia. 41

Kesimpulan Beberapa ketentuan substantif dan prinsip-prinsip yang terkandung dalam CEDAW pernting untuk diintegrasikan ke dalam setiap penyusunan Peraturan Perundangundangan, didahului dengan melakukan analisis gender, guna menemukan, mewujudkan, dan/atau menguatkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang Responsif Gender. Negara peserta CEDAW (Indonesia) tidak saja harus memastikan ketentuan keadilan dan kesetaraan gender dalam setiap pembentukan (termasuk revisi) Peraturan Perundang-undangannya, tetapi juga diwajibkan untuk menjamin penikmatan hasil yang bermanfaat atas pemenuhan hak-hak secara substantif. Misalnya, memastikan untuk adanya penyediaan sarana dan prasarana kesehatan (tempat/ruang beserta perangkat alat kesehatan persalinan) dalam rangka pemenuhan hak asasi perempuan. 42

Terima Kasih 43