KEPUTUSAN MENTERI PERHUHUNGAN NOMOR : KM 72 TAHUN 1993 TENTANG PERLENGKAPAN KENDARAAN BERMOTOR MENTERI PERHUBUNGAN,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang biasa disingkat dengan SNI, mewajibkan pengguna kendaraan

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 65 TAHUN 1993 T E N T A N G FASILITAS PENDUKUNG KEGIATAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN MENTERI PERHUBUNGAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 62 TAHUN 1993 T E N T A N G ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS MENTERI PERHUBUNGAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 60 TAHUN 1993 T E N T A N G MARKA JALAN MENTERI PERHUBUNGAN

Penerapan Standar Wajib Helm ber-sni

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 5 TAHUN 1995 TENTANG PENYELENGGARAAN PENIMBANGAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN,

c. bahwa sehubungan dengan pertimbangan di atas, perlu ditetapkan Persyaratan Teknis Sabuk Keselamatan dengan Keputusan Menteri Perhubungan;

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 66 TAHUN 1993 T E N T A N G FASILITAS PARKIR UNTUK UMUM MENTERI PERHUBUNGAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 85 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERLAKUAN KEWAJIBAN MELENGKAPI DAN MENGGUNAKAN SABUK KESELAMATAN

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.2574/AJ.403/DRJD/2017

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN. NOMOR : 14 TAHUN 2007 KM. 74 Tahun 1990 TENTANG KENDARAAN PENGANGKUT PETI KEMAS DI JALAN

KEPUTUSAN MENTERI PERHUHUNGAN NOMOR : KM 70 TAHUN 1993 TENTANG TARIF ANGKUTAN PENUMPANG DAN BARANG DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN,

DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT, bahwa dalam rangka peningkatan pelayanan dan

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN PENGUJIAN BERKALA KENDARAAN BERMOTOR DI KABUPATEN BULUNGAN.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1993 TENTANG KENDARAAN DAN PENGEMUDI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN. NOMOR : 60 Tahun 2006 TENTANG

SOSIALISASI DALAM RANGKA : PERTEMUAN PENGUJI KENDARAAN BERMOTOR SELURUH INDONESIA TAHUN 2010

Penempatan marka jalan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN DAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1993 TENTANG PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BENTUK, WARNA DAN UKURAN SURAT PERSETUJUAN PENGANGKUTAN ALAT BERAT DAN PENGANGKUTAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3)

b. bahwa dalam rangka kebutuhan transportasi dan penanggulangan muatan lebihdi pulau Jawa, diperlukan penetapan kelas jalan;

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Nomor : SK. 75/AJ.601/DRJD/2003. Tentang PENYELENGGARAAN POOL DAN AGEN PERUSAHAAN OTOBUS (PO)

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2012 TENTANG KENDARAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1993 Tentang : Kendaraan Dan Pengemudi

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Nomor: SK.4285/AJ.402/DRJD/2007

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN SEBAGAI PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1992 BUKU II

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI

2012, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN DAN PENINDAKAN PELANGGARAN LALU

LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA. (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor 2 Tahun 2001 Seri C PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (PERDA KOTA YOGYAKARTA)

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.603/AJ 401/DRJD/2007 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : HK.205/1/1/DRJD/2006 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.1320/HK.205/DRJD/2005 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG,

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KP.288 TAHUN 2008 TENTANG

KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Direktorat Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2012 TENTANG KENDARAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5422); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 34

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.2435 / AJ.409 / DRJD / 2007 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.984/AJ. 401/DRJD/2005 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR :SK.967/AJ.202/DRJD/2007 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan

WALI KOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 10 TAHUN 2015

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Nomor: SK.3315/AJ.405/DRJD/ /HM.101/DRJD/2005 TENTANG

Perda No. 19/2001 tentang Pengaturan Rambu2 Lalu Lintas, Marka Jalan dan Alat Pemberi Izyarat Lalu Lintas.

BAB I PENDAHULUAN. Dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk, maka semakin banyak

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG. Nomor 3 Tahun 2002 Seri C PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG

BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT

DEPARTEMEN PERBUHUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT

KUESIONER. Identitas Responden


AKSESIBILITAS BAGI PENYANDANG CACAT DAN ORANG SAKIT PADA SARANA DAN PRASARANA PERHUBUNGAN

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 51 TAHUN 2005 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PEMANFAATAN DAN PENGGUNAAN BAGIAN-BAGIAN JALAN KABUPATEN

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR: 20/PRT/M/2010 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN DAN PENGGUNAAN BAGIAN-BAGIAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 90 TAHUN 2002 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tio Agustian, 2014 Analisis front wheel alignment (fwa) pada kendaraan Daihatsu Gran Max Pick Up

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK 113/HK.207/DRJD/2010 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2012 TENTANG KENDARAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2016, No Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5208); 3. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 20

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOM0R 25 TAHUN 2000 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK TAHUN 2001 NOMOR 59 SERI C PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN

2016, No Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5208); 3. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.653/AJ.202/DRJD/2001 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYELENGGARAAN ANGKUTAN SEWA

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN Nomor : KM 6 Tahun 2004 TENTANG

TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR TAHUN 2012 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 21 Tahun 2017 Seri E Nomor 15 PERATURAN WALI KOTA BOGOR NOMOR 21 TAHUN 2017 TENTANG

2014, No Tahun 2011 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5208); 3. Perat

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Nomor: SK.2891 / AJ.405 / DRJD / 2007 SKK.747/HM.101/DRJD/2005 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.276/AJ-401/DRJD/10 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 11 TAHUN 2002 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 595/MPP/Kep/9/2004 TENTANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 53

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR: SK 3229/AJ 401/DRJD/2006 TENTANG TATA CARA PENOMORAN RUTE JALAN

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM. 43 TAHUN 2010

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM 13 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN LOMBA TERTIB LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KOTA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI PERHUHUNGAN NOMOR : KM 72 TAHUN 1993 TENTANG PERLENGKAPAN KENDARAAN BERMOTOR MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993 tentang Kendaraan dan Pengemudi telah diatur ketentuan mengenai perlengkapan kendaraan bermotor b. bahwa ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a perlu diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Perhubungan; Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 14 tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan jalan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 49, Tambahan Lembaran negara Nomor 3480) jo. Undang-undag Nomor 22 Tahun 1992 tentang Penetapan Peraturan pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1992 tentang Penangguhan mulai berlakunya undang-udnang Nomor 14 tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagai Undang-undang (lembaran Negara Than 1992 Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3494); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan lalu lintas jalan (lembaran Negara tahun 1993 nomor 63, Tambahan Lembaran Negara 3529); 3. Peraturan pemerintah Nomor 44 tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan (Lembaran Negara tahun 1993 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara 3529) 4. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1974 tentang pokok-pokok Organisasi Departemen; 5. Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 1984 tentang Susunan Organisasi Departemen sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 58 Tahun 1993; 6. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM.91/OT.002/Phb-80 dan KM.164/OT.002/Phb-80

tentang organisasi dan Tata Kerja Departemen Perhubungan, Sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM.58 Tahun 1991; MEMUTUSKAN: Dengan mencabut : 1. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor SK 425/U/1971; 2. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 188/Aj.403/PHB-86 tentang Topi pengaman (helm) sebagai perlengkapan Teknis Kendaraan Bermotor dan Penggunaannya Bagi Pengemudi dan Penumpang;. Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN TENTANG PERLENGKAPAN KENDARAAN BERMOTOR. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 (1) Setiap kendaraan bermotor kecuali sepeda motor tanpa kereta samping, dilengkapi perlengkapan kendaraan bermotor sekurang-kurangnya meliputi : a. ban cadangan; b. segitiga pengaman; c. helm bagi kendaraan bermotor roda tempat atau lebih yang tidak dilengkapi dengan rumah-rumah; (2) Setiap sepeda motor dengan atau tanpa kereta samping dilengkapi dengan helm untuk pengemudi dan penumpangnya. Pasal 2 Perlengkapan kendaraan bermotor berupa segitiga pengaman sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 ayat (1) huruf b, dapat digantikan fungsinya dengan lampu peringatan bahaya.

Pasal 3 Perlengkapan kendaraan bermotor selain sebagaimana dimaksud dalam pasal 1, tidak diwajibkan untuk dilengkapi pada kendaraan bermotor. BAB II HELM Pasal 4 (1) Helm adalah bagian dari perlengkapan kendaraan bermotor berbentuk topi pelindung kepala yang berfungsi melindungi kepala pamakainya apabila terjadi benturan. (2) Helm sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri dari bagian-bagian yang meliputi : a. tempurung, yaitu bagian yang keras dan haus merupakan bagian paling luar dari helm; b. pelindung muka, yaitu bagian muka helm yang dapat melindungi sebagian atau seluruh bagian muka dan terbuat dari bahan yang bening; c. lapisan pelindung, yaitu lapisan helm bagian dalam yang dipasang dengan maksud untuk menyerap energi benturan; d. lapisan pengaman, yaitu lapisan lunak yang dipasang di bagian paling dalam dari helm untuk memberikan kenyamanan pada waktu digunakan dan juga berfungsi untuk melindungi kepala pemakaiannya; e. tali pemegang, yaitu bagian dari helm berupa tali yang dilengkapi dengan kunci pengikat yang berfungsi sebagai pengikat helm dengan kepala pemakaiannya, sehingga tidak mudah lepas; f. tutup dagu adalah kelengkapan dari tali pemegang yang menutupi rahang bawah pemakai helm, pada waktu tali pemegang dalam keadaan terkunci; g. pelindung mata, yaitu bagian dari helm yang terbuat dari bahan bening dan berfungsi melindungi mata pemakainya; h. lubang ventilasi, yaitu lubang pada helm yang dibuat agar ada sikurlasi udara di dalam helm; i. lubang pendengarannya itu lubang pada helm yang terletak di bagian telinga, sehingga pemakai tetap dapat mendengar pada waktu menggunakan helm;

j. jaring helm, yaitu bagian dari helm yang langsung bersentuhan dengan kepala dan ukuran jaring helm dapat bersifat tetap atau dapat diubah-ubah pemakaiannya. Pasal 5 Tempurung helm dan lapisan pelindungnya harus menutupi bagian kepala dan diteruskan sekurangkurangnya sampai pada kedua sisi dari kepala. Pasal 6 Bahan helm harus memenuhi ketentuan sebagai berikut : a. dibuat dari bahan yang kuat dan bukan logam, tidak berubah jika ditempatkan di ruang terbuka pada suhu 0 0 sampai 55 0 C selama paling sedikit 4 jam dan tidak terpengaruh oleh radiasi ultra violet, serta harus tahan dari akibat pengaruh bensin, minyak, sabun, air, deterjen dan pembersih lainnya; b. bahan pelengkap helm harus tahan lapuk, tahan air dan tidak dapat terpengaruh oleh perubahan temperatur; c. bahan-bahan yang kontak dengan tubuh tidak boleh terbuat dari bahan yang dapat menyebabkan iritasi atau penyakit pada kulit, dan tidak mengurangi kekuatan terhadap benturan maupun perubahan fisik sebagai akibat dari kontak langsung dengan keringat, minyak dan lemak si pemakai. Pasal 7 Konstruksi helm harus memenuhi persyaratan sebagai berikut ; a. helm harus terdiri dari tempurung keras dengan permukaan halus, lapisan peredam benturan dari tali pengikat ke dagu; b. tinggi helm sekurang-kurangnya 114 milimeter diukur dari puncak helm ke bidang utama yaitu bidang horizontal yang melalui lubang telinga dan bagian bawah dari dudukan bola mata; c. keliling lingkaran bagian dalam helm adalah, 500, 510, 530, 540, 560, 565, 570, 580, 590, 600, 610, 630 dan 640 milimeter; d. tempurung terbuat dari bahan yang keras, sama tebal dan homogen kemampuannya pada seluruh tempurung,

tidak menyatu dengan pelindung muka dan mata serta tidak boleh mempunyai penguatan setempat; e. peredam benturan terdiri dari lapisan peredam kejut yang dipasang pada permukaan bagian dalam tempurung dengan tebal sekurang-kurangnya 10 millimeter dan jaringan helm atau konstruksi lain yang berfungsi seperti jaring helm; f. tali pengikat dagu lebarnya minimum 14 millimeter dan harus benar-benar berfungsi sebagai pengikat helm ketika dikenakan di kepala dan dilengkapi dengan penutup telinga dan tengkuk; g. tempurung tidak boleh ada tonjolan keluar yang tingginya melebihi 5 millimeter dari permukaan luar tempurung dan setiap tonjolan harus ditutup dengan bahan lunak dan tidak boleh ada tepi-tepi yang tajam; h. lebar sudut panjang keliling sekurang-kurangnya 105 derajat pada tiap sisi dan sudut pandang vertikal sekurang-kurangnya 30 derajat di atas dan 45 derajat dibawah bidang utama. Pasal 8 (1) Helm yang merupakan perlengkapan kendaraan bermotor jenis sepeda motor sebelum di impor maupun diproduksi secara masal di dalam negeri, harus mendapatkan pengesahan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Penegasahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan terhadap satu contoh produksi oleh Direktur Jenderal Perhubungan Darat atau pejabat yang ditunjuk. Pasal 9 Terhadap seri produksi helm yang contohnya telah mendapatkan pengesahan, pada bagian luarnya harus diberi tanda oleh produsen atau importir berupa : a. simbul/merek pabrik pembuatannya; b. tanda pengesahan Pasal 10 (1) Pengemudi dan penumpang sepeda motor atau Pengemudi kendaraan bermotor roda empat atau lebih

yang tidak dilengkapi dengan rumah-rumah, wajib menggunakan helm. (2) Helm sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memiliki tanda sebagaimana dimaksud alma pasal 9 Pasal 11 (1) Helm harus digunakan dalam posisi menempel secara erat pada kepala pemakainya dan sabuk pengikat harus dalam keadaan terkunci. (2) Pemakaian helm sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak boleh mengakibatkan terganggunya kebebasan gerak kepada pemakainya. BAB III SEGITIGA PENGAMAN Pasal 12 (1) Segitiga pengaman sebagaimana dimaksud alam pasal 1 ayat (1) huruf b, dapat dipergunakan pada waktu kendaraan berhenti atau parkir dalam keadaan darurat di jalan, untuk memberi peringatan pada kendaraan yang datang dari arah depan atau dari arah belakang. (2) Segitiga pengaman sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. berupa pelat segitiga sama sisi yang dibuat dari bahan yang tidak mudah berkarat, dengan panjang sisi sekurang-kurangnya 0,40 meter dan tepinya berwarna merah yang lebarnya tidak kurang dari 0,05 meter dengan bagian dalam berlubang; b. warna merah sebagaimana dimaksud alam huruf a, harus dapat memantulkan cahaya pada waktu terkena sinar lampu; c. pada waktu ditempatkan diatas permukaan jalan posisinya melintang jalan dengan sudut runcing menghadap ke atas dan warna merah menghadap arah lalulintas. Pasal 13 Segitiga pengaman sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 ditempatkan pada permukaan jalan, di depan dan

dibelakang kendaraan dengan jarak sekurang-kurangnya 4 meter dari posisi kendaraan berhenti dan jarak dari samping kendaraan tidak boleh lebih dari 40 centimeter. BAB IV BAN CADANGAN Pasal 14 (1) Ban cadangan yang merupakan bagian dari perlengkapan kendaraan harus memiliki kedalaman alur sekurang-kurangnya 1,00 millimeter. (2) Ukuran dan tekanan ban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sama atau hampir sama dengan banban yang terpasang pada kendaraan bermotor yang bersangkutan. BAB V KETENTUAN PENUTUP Pasal 15 Direktur Jenderal Perhubungan Darat mengawasi pelaksanaan keputusan in. Pasal 16 Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal 17 September 1993. Ditetapkan di : JAKARTA Pada tanggal : 9 September 1993 MENTERI PERHUBUNGAN Dr. HARYANTO DHANUTIRTO SALINAN Keputusan ini disampaikan kepada: 1. Para Menteri Kabinet Pembangunan VI; 2. Kepala Kepolisian Republik Indonesia; 3. Sekretaris Jenderal, Inspektur Jendral, para Direktur Jenderal dan para Kepala Badan di lingkungan Departemen Perhubungan;

4. Direktur Jenderal Perhubungan Darat; 5. Direktur Jenderal Bina Marga; 6. Para Gubernur Kepala Daerah Tingkat I 7. Para Kepala Kepolisian Daerah 8. Para Kepala Kantor Wilayah Departemen Perhubungan; 9. Para Kepala Dinas LLAJ