BAB I PENDAHULUAN. beberapa jenis makan yang kita konsumsi, boraks sering digunakan dalam campuran

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Berbagai usaha dilakukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Misalnya

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan oleh Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM)

BAB I PENDAHULUAN. Warna merupakan salah satu sifat yang penting dari makanan, di samping juga

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kunyit untuk warna kuning. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahan pewarna saat ini memang sudah tidak bisa dipisahkan dari

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama tiga bulan meliputi pemeliharaan hewan coba di

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatkan selera makan manusia sebagai konsumen. 2. Secara garis besar, terdapat 3 macam pewarna makanan yaitu

BAB I PENDAHULUAN. banyak digunakan karena bahan ini paling ekonomis, mudah diperoleh dipasaran.

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan dalam jumlah kecil, dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. pewarna sintesis yang digunakan dalam makanan adalah aman. bahan yang diwarnai berwarna merah. Penyalahgunaan Rhodamine B pada

BAB I PENDAHULUAN. Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 033 tahun 2012 tentang Bahan

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dari sumber alami dan industri. Salah satu sumber utama fluorida ada pada air

BAB IV METODE PENELITIAN. Forensik, Ilmu Patologi Anatomi dan Farmakologi.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. saraf pusat tanpa menghilangkan kesadaran. 2,3 Parasetamol umumnya digunakan

Zat Kimia Berbahaya Pada Makanan

BAB I PENDAHULUAN. memilih bahan makanan maka kita perlu memperhatikan kebersihan dan mutunya

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. produsen makanan sering menambahkan pewarna dalam produknya. penambahan

I. PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha di Indonesia pada saat ini kian pesat, terutama di

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Terutama pada masa pertumbuhan anak-anak. Upaya utama dalam pemeliharaan

PENGARUH PEMBERIAN BORAKS DOSIS BERTINGKAT TERHADAP PERUBAHAN GAMBARAN MAKROSKOPIS DAN MIKROSKOPIS HEPAR SELAMA 28 HARI (Studi pada tikus wistar)

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Manusia dapat terpapar logam berat di lingkungan kehidupannya seharihari.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Rancangan penelitian dalam penelitian ini menggunakan rancangan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan korban tersering dari kecelakan lalu lintas. 1. Prevalensi cedera secara nasional menurut Riskesdas 2013 adalah 8,2%,

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Histologi, Patologi Anatomi dan

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

MENGENAL BAHAYA FORMALIN, BORAK DAN PEWARNA BERBAHAYA DALAM MAKANAN

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. makanan dicerna untuk diserap sebagai zat gizi, oleh sebab itu kesehatan. penyakit dalam dan kehidupan sehari-hari (Hirlan, 2009).

EFEK TOKSISITAS SUBKRONIK EKSTRAK ETANOL KULIT BATANG SINTOK PADA TIKUS PUTIH GALUR WISTAR* Intisari

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Balai Laboratorium Dinas Kesehatan Daerah Provinsi Sumatera Utara yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Aspirin adalah golongan Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS), yang

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi minuman ini. Secara nasional, prevalensi penduduk laki-laki yang

BAB I PENDAHULUAN. dan merata. Maksudnya bahwa dalam pembangunan kesehatan setiap orang

PENGARUH PEMBERIAN BORAKS DOSIS BERTINGKAT TERHADAP PERUBAHAN MAKROSKOPIS DAN MIKROSKOPIS GASTER TIKUS WISTAR SELAMA 4 MINGGU JURNAL MEDIKA MEDIA MUDA

BAB III METODE PENELITIAN. dibagi menjadi kelompok kontrol dan perlakuan lalu dibandingkan kerusakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

CONTOH KARYA TULIS ILMIAH

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh rusaknya ketahanan mukosa gaster. Penyakit ini. anemia akibat perdarahan saluran cerna bagian atas (Kaneko et al.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ilmu pengetahuan terpenuhi. Menurut UU No.7 tahun 1996 menyebutkan bahwa

BAB 1 PENDAHULUAN. makanan dan kosmetik di berbagai negara. Pangan yang ditemukan

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. berat badan, dan sindrom restoran Cina, pada sebagian orang. 2, 3

BAB I PENDAHULUAN. rutin, dengan waktu dan cara yang tepat. 2 Kebiasaan menyikat gigi, terutama

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PEDAHULUAN. banyak terdapat ternak sapi adalah di TPA Suwung Denpasar. Sekitar 300 ekor sapi

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian (galenika) atau campuran dari bahanbahan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian menggunakan rancangan eksperimental dengan Post Test Only

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan generasi penerus bangsa. Kualitas anak-anak akan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. saluran pembuluh darah. Akibatnya, aliran darah terganggu dan jika

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Zat pewarna makanan alami sejak dulu telah dikenal dalam. industri makanan untuk meningkatkan daya tarik produk makanan

Pengaruh sodium tripoliphosphat (STPP) terhadap sifat karak (kerupuk gendar) Noor Ernawati H UNIVERSITAS SEBELAS MARET I.

PENGARUH PROTEKTIF PEMBERIAN MADU PERSONDE TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI GINJAL PADA TIKUS WISTAR JANTAN YANG DIINDUKSI METANOL

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

EFEK TOKSISITAS SUBKRONIK EKSTRAK ETANOL KULIT BATANG SINTOK PADA TIKUS PUTIH GALUR WISTAR. Intisari

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian dengan rancangan eksperimental dengan (Post Test Only

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan dari penelitian ini adalah Histologi, Patologi

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. sekarang para ahli tidak henti-hentinya meneliti mekanisme kerja dari obat

BAB 1 PENDAHULUAN. alami tersebut, sekarang marak dipakai pewarna sintetik/buatan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. berkhasiat obat ini adalah Kersen. Di beberapa daerah, seperti di Jakarta, buah ini

berupa boraks pada jajanan bakso tusuknya. Dalam hal ini, populasi dalam penelitian adalah seluruh pedagang bakso tusuk di Kabupaten Kulon Progo

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. perlakuan pada hewan uji (Taufiqurrahman, 2004). Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling, yaitu subyek

BAB 1 PENDAHULUAN. mempertahankan hidup. Tercantum dalam Undang-undang Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. ini ternyata semakin meningkat. Disektor pertanian, herbisida digunakan

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Oleh : Wiwik Yulia Tristiningrum M BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan nyamuk. Dampak dari kondisi tersebut adalah tingginya prevalensi

PENGARUH FORMALIN PERORAL DOSIS BERTINGKAT SELAMA 12 MINGGU TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGIS GASTER TIKUS WISTAR JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN (Sari, 2007). Parasetamol digunakan secara luas di berbagai negara termasuk

BAB III METODE PENELITIAN

Lesi mukosa akut lambung akibat Aspirin atau dengan istilah Aspirin gastropati merupakan kelainan mukosa akibat efek topikal yang akan diikuti oleh

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

INTISARI IDENTIFIKASI METHANYL YELLOW PADA MANISAN BUAH NANAS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Korpus merupakan zona sempit selebar 2-3 cm, tempat muara esofagus kedalam

BAB I PENDAHULUAN. penjual makanan di tempat penjualan dan disajikan sebagai makanan siap santap untuk

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akhir- akhir ini sering dibicarakan tentang boraks yang terdapat pada beberapa jenis makan yang kita konsumsi, boraks sering digunakan dalam campuran beberapa bahan makanan karena selain dapat mengawetkan makanan zat ini juga dapat memperbaiki tekstur dan makanan yang ingin di buat, sehingga lebih menarik minat konsumen, boraks juga sering digunakan sebagai antiseptik kayu 12. Berdasarkan hasil investigasi dan pengujian laboratorium yang dilakukan Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) di Jakarta, ditemukan sejumlah produk pangan seperti ikan asin, mie basah dan tahu banyak yang mengandug boraks. Penggunaan boraks sebagai komponen dalam makanan sudah meluas di Indonesia. Padahal pemerintah telah melarang penggunaan boraks per Juli 1979, dan dimantapkan melalui SK Menteri Kesehatan RI No.733/Menke s/per/ix/1988 3. Seringnya mengonsumsi makanan yang mengandung boraks akan menyebabkan gangguan pada beberapa organ tubuh. Boraks tidak hanya diserap melalui pencernaan, namun juga melalui kulit dan melalui inhalasi. Terhirup: iritasi membran mukosa, tenggorokan sakit, dan batuk, efek pada sistem saraf pusat berupa hiperaktifitas, agitasi dan kejang 4. Aritmia berupa atrial fibrilasi, syok dan asidosis metabolik. Kematian dapat terjadi setelah pemaparan, akibat syok, depresi saraf pusat atau gagal ginjal. Kontak dengan kulit: Eritrodemik rash (merah), iritasi dan gejala 1

2 seperti orang mabuk3 deskuamasi dalam 3-5 hari setelah pemaparan. Tertelan: mual, muntah, diare, gangguan pencernaan, denyut nadi tidak beraturan, nyeri kepala, gangguan pendengaran dan penglihatan, sianosis, kejang dan koma. Keracunan berat dan kematian umumnya terjadi pada bayi dan anak-anak dalam 1-7 hari setelah penelanan, sedangkan pada orang dewasa jarang terjadi. 5 Gaster sebagai reservoar makanan berfungsi menerima makanan atau minuman, mencampur dan mengosongkan makanan ke dalam duodenum.. Selain itu, fungsi gaster adalah sebagai penghasil asam hidroklorida (HCL) dan enzim lain yang berguna untuk pencernaan protein.gaster yang selalu berhubungan dengan semua jenis makanan, minuman dan obat-obatan dapat mengalami iritasi kronik 6. Gaster dilindungi oleh mucus dan kerusakan oleh asam hidroklorida dan enzim. Setiap kelainan pada lapisan mucus ini, misalnya yang disebabkan oleh infeksi bakteri Helicobacter pylorii atau karena pengaruh obat aspirin, dapat menyebabkan kerusakan yang mengarah terbentuknya tukak gaster (Gastritis) 6. sebelumnya mengatakan zat pengawet seperti formalin menyebabkan perubahan gambaran histopatologi gaster, yaitu deskuamasi epitel, erosi epitel dan ulserasi epitel gaster7. Penulis menyebutkan seorang pemilik peternakan pernah menemukan hewan ternak nya mati secara tiba-tiba setelah mengkonsumsi boraks, gejala yang di tunjukan adalah gelisah, dan diare dan setelah di periksa oleh para ahli tenyata sebagian besar hewan tersebut menderita gastroenteritis hemoragik. Berdasarkan uraian diatas, peneliti ingin melakukan penelitian mengenai efek pemberian boraks dosis bertingkat terhadap gaster pada tikus wistar. gaster

3 dipilih sebagai organ yang diteliti dengan pertimbangan bahwa gaster adalah salah satu organ gastrointestinal memiliki peranan dalam menyimpan sejumlah besar makanan yang dikonsumsi sampai bisa di proses di dalam gaster, deudenum dan traktus intestinal bawah, dan mencampur makanan dengan sekresi dari lambung sampai membentuk suatu campuran makanan setengah cair yang di sebut kimus. Peneliti ingin melihat efek yang terjadi pada gaster tikus wistar yang di berikan dosis boraks bertingkat selama 4 minggu dan diberikan masa pemulihan selama 2 minggu baik secara makroskopik maupun mikroskopik. 1.2 Rumusan Masalah Apakah terdapat perbedaan gambaran makroskopik dan mikroskopik gaster tikus wistar terhadap pemberian boraks peroral dengan dosis bertingkat selama 4 minggu dan di lanjutkan selama 2 minggu tanpa pemberian boraks? 1.3 Tujuan 1.3.1 Tujuan Umum Membandingkan gambaran makroskopik dan mikroskopik gaster tikus wistar terhadap pemberian boraks per oral dosis bertingkat selama selama 4 minggu dan di lanjutkan selama 2 minggu tanpa pemberian boraks dengan kelompok kontrol.

4 1.3.2 TUJUAN KHUSUS 1) Membandingkan gambaran makroskopik dan mikroskopik gaster tikus wistar pada pemberian boraks peroral dosis 300 mg/kgbb/hari selama 4 minggu dan dilanjutkan masa tanpa paparan boraks selama 2 minggu dibandingkan dengan kelompok kontrol. 2) Membandingkan gambaran makroskopik dan mikroskopik gaster tikus wistar pada pemberian boraks peroral dosis 600 mg/kgbb/hari selama 4 minggu dan dilanjutkan masa tanpa paparan boraks selama 2 minggu dibandingkan dengan kelompok kontrol. 3) Membandingkan gambaran makroskopik dan mikroskopik gaster tikus wistar pada pemberian boraks peroral dosis 300 mg/kgbb/hari selama 4 minggu dan dilanjutkan masa tanpa paparan boraks selama 2 minggu dibandingkan dengan kelompok yang diberikan boraks peroral dosis 600mg/kgBB/hari dengan waktu yang sama. 1.4 MANFAAT PENELITIAN 1. Dibidang Ilmu Kedokteran Forensik, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah modalitas diagnosis keracunan sodium borate dengan melihat kerusakan organ yang disebabkan karena efek toksik sodium borate. 2. Bagi masyarakat umum, hasil penelitian ini dapat memberikan bukti bahaya sodium borate jika di tambahkan dalam makanan dan minuman.

5 3. Memberikan informasi pada peneliti lain mengenai pengaruh pemberian dosis boraks peroral secara bertingkat terhadap gambaran histopatologi gaster tikus wistar selama 4 minggu dan di berikan masa pemulihan selama 2 minggu, guna mengetahui reversibilitas kerusakan yang disebabkan oleh boraks.

6 1.5 KEASLIAN PENELITIAN Tabel 1. Keaslian NO Metode Hasil 1 Katherina S. Pengaruh formalin peroral dosis bertingkat selama 12 minggu terhadap gambaran histopatologis gaster tikus wistar ;2008 2 Octavia P. Pengaruh pemberian boraks terhadap gambaran histopatologi hepar tikus putih (Rattus Norvegikus) ; 2007 3 Mauludiyah D. Efek pemberian boraks (Na2B407.10H20) terhadap gambaran histopatologi hati dan ginjal mencit (Musculus) ; 2007 Sampel sebanyak 20 tikus wistar yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, kemudian dibagi menjadi 4 kelompok, K merupakan kelompok kontrol..p1 diberi formalin peroral 50mg/kgBB/hari, P2 diberi formalin peroral 100mg/kgBB/hari, dan P3 diberi formalin peroral 200mWkgBB/hari. Setelah 12 minggu sera sampel diambil organ gasternya untuk dilakukan pemeriksaan histopatologis. Tikus putih galur wistar umur 45 hari yang kemudian dibagi menjadi lima perlakuan yaitu perlakuan 0 (aquadest steril 0,5 ml/ekor/hari), perlakuan 1 (diberi boraks 26 mg/ekor/hari), perlakuan 2 (diberi boraks 52 mg/ekor/hari), perlakuan 3 (diberi boraks 78 mg/ekor/hari), dan perlakuan 4 (diberi boraks 104 mg/ekor/hari) selama 2 minggu. Dinilai perubahan dan kongesti gambaran histopatologi hepar. 29 ekor mencit jantan,mencit dibagi lima kelompok, sate kelompok control dan empat kelompok perlakuan. Diberikan larutan boraks peroral terhadap masing- Nilai rerata jumlah kerusakan epitel mukosa tertinggi pada kelompok P3. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa boraks dapat menyebabkan perubahan degenerasi dan nekrosis pada hepar tikus putih (Rattus norvegicus). Hasil penelitian menunjukkan bahwa larutan boraks yang diberikan secara peroral dapat menyebabkan kerusakan pada organ hati dan ginjal yang berbeda nyata dengan control

7 NO Metode Hasil 4 Octavia S Uji Toksisitas Subkronis Boraks (Sodium Tetraborate) Pada Hati dan Ginjal Mencit (Mus musculus L) galur Swiss Webster ; 2007 dilakukan selama 54 hari, hewan ujia dikelompokan menjadi 7 kelompok dosis. Kelompok tersebut antara lain kontrol; 1; 3,1; 9,8; 30,6; 95,9; dan 300mg/kg BB. ini menunjukan peningkatan berat badan semua kelompok, penurunan berat organ ginjal dan hati pada dosis 300mg/kg bb, terdapat perubahan sel hati dan ginjal pada dosis 300mg/kg bb, dosis NOAEL (No Observed Adverse Effect Level) sebesar 95,9mg/kg bb (10,88 mg B/kg bb), dan dosis aman bagi manusia sebesar 57,54 mg/hari (6,53 ini berbeda dengan penelitian yang telah ada sebelumnya baik, dari segi hewan coba, dosis, dan lama waktu pemberian boraks. Pada penelitian ini, hewan coba yang digunakan adalah tikus wistar jantan dan paparan boraks akan diberikan melalui oral dengan cara personde sehingga dosis paparan diharapkan akan benar-benar tercapai. Fokus penelitian adalah perubahan gambaran mikroskopis dan makroskopis gaster sebagai efek paparan boraks peroral dosis 300 dan 600 mg/kgbb/hari dan kelompok kontrol selama 4 minggu dan diberikan 2 minggu masa tanpa paparan boraks.