BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (supremacy of law).

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah

PROVINSI RIAU BUPATI KEPULAUAN MERANTI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROSES PENYUSUNAN PERATURAN DESA

LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G NOMOR 13 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO

TENTANG BUPATI MUSI RAWAS,

- 1 - PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN 2012 PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2010 SERI D.1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 65 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR PENYUSUNAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA MEMPERSIAPKAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2010 NOMOR 16

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG,

PEMERINTAH KABUPATEN LAHAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

BUPATI BANTAENG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTAENG NOMOR 8 TAHUN 2012 T E N T A N G PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH KABUPATEN BANTAENG

P E M E R I N T A H K A B U P A T E N K E D I R I

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

PERATURAN DAERAH KOTA PALOPO NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALOPO,

RANCANGAN BUPATI BANTUL PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

MEMBANGUN KUALITAS PRODUK LEGISLASI NASIONAL DAN DAERAH * ) Oleh : Prof. Dr. H. Dahlan Thaib, S.H, M.Si**)

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

Gubernur Jawa Barat DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

- 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG LEGISLASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PRODUK HUKUM DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

PEMERINTAH PROVINSI JAMBI

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH


BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 02 TAHUN 2014 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO SERI C

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG NOMOR 09 TAHUN 2010

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIJUNJUNG NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIJUNJUNG,

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG

PROVINSI RIAU BUPATI KEPULAUAN MERANTI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 06 TAHUN 2014 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 3 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN PERATURAN DAERAH DI KABUPATEN INDRAMAYU

PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUM. Peraturan Perundang-undangan. Penyusunan. Pedoman

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 159 TAHUN : 2013 PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

DASAR HUKUM UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK PUSANEV_BPHN

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara merata bagi seluruh rakyat Indonesia yang sesuai dengan sila

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82,

8. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan, Pengundangan dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan;

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR.6 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PARTISIPASI MASYARAKAT

I. PENDAHULUAN. meningkatkan kesadaran perlunya pembangunan berkelanjutan.

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

MATRIKS PERUBAHAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKALIS NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2/1/2008 RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SRAGEN,

PERATURAN DAERAH KOTA PAREPARE NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

PEMERINTAH KABUPATEN SELUMA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peraturan perundang-undangan merupakan peraturan tertulis yang memuat

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA NOMOR 14 TAHUN 2014

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 disebutkan bahwa : Negara Indonesia adalah negara hukum. Ketentuan pasal tersebut merupakan landasan konstitusional bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. Hukum ditempatkan sebagai satu-satunya aturan main dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (supremacy of law). Setiap negara di dunia memiliki sistem hukum yang berbeda beda. Hal ini menentukan juga jalannya pemerintahan di suatu negara. Indonesia memakai sistem hukum positif, pada hakekatnya yang dimaksud dengan hukum positif adalah hukum yang berlaku sekarang di suatu tempat atau negara, jadi melekat pada suatu negara (Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, SH., 1999: 121). Hukum Positif adalah hukum yang dibuat oleh pejabat berwenang, mengikat umum dan berlaku pada saat dan wilayah tertentu. Bentuk hukum positif Indonesia yang berupa peraturan perundangundangan menurut Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundangundangan. Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang 1

2 Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan terdiri atas : 1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat; 3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; 4. Peraturan Pemerintah; 5. Peraturan Presiden; 6. Peraturan Daerah Provinsi; dan 7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Dari jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan tersebut, Peraturan Daerah ada di bagian terbawah. Peraturan Daerah kabupaten/kota adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dengan persetujuan bersama Bupati/Walikota. Dalam ketentuan Pasal 136, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan Daerah dibentuk dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah Propinsi/ Kabupaten/ Kota dan tugas pembantuan serta merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas masing-masing daerah. Sesuai ketentuan Pasal 14, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, materi muatan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota berisi materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, serta menampung

3 kondisi khusus daerah dan/atau penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Sebelum terbentuknya peraturan daerah, pembuatan peraturan daerah selalu diawali dengan rancangan peraturan daerah. Menurut Pasal 140 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, rancangan peraturan daerah dapat berasal dari DPRD atau Bupati/ Walikota. Jika dalam waktu yang bersamaan (satu masa sidang) kepala daerah (Bupati/ Walikota) dan DPRD menyampaikan rancangan peraturan daerah dengan materi yang sama, maka yang dibahas adalah rancangan peraturan daerah yang disampaikan oleh DPRD, sedang rancangan peraturan daerah yang disampaikan oleh kepala daerah digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan. Dalam pembentukan peraturan daerah sangatlah diperlukan keterbukaan pemerintah, dengan adanya keterbukaan pemerintah terhadap publik dimungkinkan keterlibatan masyarakat untuk berpartisipasi, baik dari proses perancangan peraturan sampai dengan diberlakukannya suatu peraturan. Partisipasi masyarakat dalam pembentukan peraturan perundang-undangan berupa peraturan daerah dalam Pasal 96 Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, bahwa masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam pembentukaan peraturan perundangundangan. Masukan secara lisan dan/atau tertulis sebagaimana dimaksud tersebut dapat dilakukan melalui rapat dengar pendapat umum, kunjungan

4 kerja, sosialisasi dan/ atau, seminar, lokakarya dan/atau diskusi. Senada dengan hal tersebut, dalam Pasal 139 Ayat (1), Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah juga terdapat ketentuan bahwa masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka penyiapan atau pembahasan rancangan peraturan daerah. Penjelasan Pasal 139 Ayat (1) tersebut, bahwa hak masyarakat dalam ketentuan ini dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Tata Tertib DPRD. Pasal 96 Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan Pasal 139 Ayat (1) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, serta penjelasannya dapat diketahui bahwa: 1. masyarakat berhak memberikan masukan dalam rangka penyiapan atau pembahasan rancangan peraturan daerah; 2. masukan masyarakat tersebut dapat dilakukan secara lisan atau tertulis; dan 3. hak masyarakat tersebut dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Tata Tertib DPRD. Ketentuan Pasal 96 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan Pasal 139 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, memberikan penyadaran kepada semua pihak, bahwa rakyat di daerah memiliki hak untuk berpartisipasi dalam proses pembahasan rancangan peraturan daerah. Hal ini juga menyadarkan kepada kedua lembaga

5 pembentuk peraturan daerah untuk bersikap terbuka dengan memberikan saluran dan tempat untuk rakyat di daerah dalam proses pembahasan rancangan peraturan daerah. Tujuan dasar dari peran serta masyarakat adalah untuk menghasilkan masukan dan persepsi yang berguna dari warga negara dan masyarakat yang berkepentingan (public inters) dalam rangka meningkatkan kualitas pengambilan keputusan. Masyarakat yang terkena dampak akibat kebijakan dan kelompok kepentingan (interest groups), para pengambil keputusan dapat menangkap pandangan, kebutuhan dan penghargaan dari masyarakat dan kelompok tersebut, untuk kemudian menuangkannya ke dalam satu konsep (Mahendra Putra Kurnia dkk, 2007: 72). Konsep itu yang seharusnya ada di kabupaten Barito Timur dalam setiap pengambilan keputusan khususnya dalam pembentukan peraturan daerah. Kabupaten Barito Timur sebagai daerah otonom menyelenggarakan otonomi daerah berdasarkan asas desentralisasi yang secara ideal diharapkan dapat secara mandiri berkonsentarsi membangun daerahnya dengan memperhatikan aspirasi masyarakat. Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Usaha merupakan produk hukum yang dibuat oleh pemerintah Kabupaten Barito Timur. Peraturan daerah tersebut mendapat banyak penolakan dari masyarakat khususnya para pedagang pasar yang mengeluhkan terlalu tingginya tarif retribusi yang harus mereka bayar. Para pedagang pasar melakukan unjur rasa di depan kantor DPRD

6 Kabupaten Barito Timur pada tanggal 28 Juni 2011. Penolakan yang dilakukan para pedagang pasar di Barito Timur tersebut menimbulkan pertanyaan penting, tentang pelibatan para pedagang pasar dalam proses pembentukan Rancangan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Usaha. Dalam Pasal 96 ayat (3) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, bahwa masyarakat adalah orang perseorangan atau kelompok orang yang mempunyai kepentingan atas substansi Rancangan Peraturan Perundang-undangan. Maria Farida Indrati S (2007: 262-265) menyebutkan bahwa masyarakat adalah setiap orang pada umumnya terutama masyarakat yang rentan terhadap peraturan tersebut, setiap orang atau lembaga terkait, atau setiap lembaga swadaya masyarakat yang terkait. Hal tersebut dapat menjadi salah satu indikator bahwa aspirasi masyarakat khususnya para pedagang pasar sangatlah diperlukan dalam pembentukan Peraturan Daerah khususnya dalam proses pembentukan Rancangan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Usaha, supaya dapat dijalankan sesuai rencana. Para pedagang pasar tersebut adalah masyarakat yang rentan dan mempunyai kepentingan terhadap Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Usaha, dan merupakan mandat yang diberikan rakyat untuk menjamin pencapaian tujuan-tujuan pembangunan daerah kabupaten Barito Timur.

7 Berkembangnya berbagai wacana masyarakat yang kecewa aspirasinya tidak tanggapi dan rasa ingin tahu tentang partisipasi masyarakat dalam pembentukan peraturan daerah di kabupaten Barito Timur, penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap partisipasi masyarakat dalam proses pembentukan Rancangan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Usaha di kabupaten Barito Timur. B. Rumusan Masalah Berdasarkan Latar Belakang Masalah yang telah dijelaskan maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Mengapa Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Usaha di Kabupaten Barito Timur menimbulkan penolakan oleh para pedagang pasar? 2. Bagaimana partisipasi masyarakat dalam proses pembentukan Rancangan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Usaha di Kabupaten Barito Timur? C. Batasan Masalah Dan Konsep Penelitian ini dibatasi pada : 1. Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Usaha di Kabupaten Barito Timur menimbulkan penolakan oleh para pedagang pasar. Peraturan Daerah merupakan salah satu jenis dari peraturan perundang-undangan. Menurut Riawan Tjandra dan Kresno Budi

8 Darsono (2009: 81) suatu peraturan perundang-undangan yang baik sekurang-kurangnya harus memiliki tiga landasan yaitu : a. Landasan Filosofis Ditinjau dari segi landasan filosofis, produk hukum harus mencerminkan sistem nilai maupun sebagai sarana mewujudkannya dalam tingkah laku masyarakat. Uraian yang memuat tentang pemikiran terdalam yang wajib terkandung dalam peraturan perundang-undangan, yaitu nilai-nilai proklamasi dan pancasila. b. Landasan Yuridis Landasan yuridis dari penyusunan peraturan perundangundangan meliputi kewenangan dari pembuat peraturan perundang-undangan, kesesuaian bentuk atau jenis peraturan perundang-undangan dengan materi yang diatur, dan keharusan mengikuti prosedur dan tata cara pembentukan yang telah ditentukan. c. Landasan Sosiologis. Secara sosiologis, suatu produk regulasi harus mencerminkan kenyataan yang hidup dalam masyarakat sehingga dapat diterima oleh masyarakat dan memiliki daya laku efektif. Kenyataan itu bisa berupa kebutuhan atau tuntutan atau masalahmasalah aktual yang dihadapi. Peraturan perundang-undangan yang dihasilkan seharusnya menitik beratkan pada unsur

9 pengakuan yang lebih menekankan pada aspek penerimaan masyarakat berdasarkan rasa keadilan dan kebutuhan masyarakat itu sendiri. 2. Partisipasi masyarakat dalam proses pembentukan Rancangan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Usaha. Menurut Bagir Manan (2001: 85-86) partisipasi masyarakat dapat dilakukan dengan cara: a. Mengikut sertakan dalam tim atau kelompok kerja penyusunan Peraturan daerah. b. Melakukan public hearing atau mengundang dalam rapat-rapat penyusunan Peraturan daerah. c. Melakukan uji sahih kepada pihak-pihak tertentu untuk mendapat tanggapan. d. Melakukan loka karya (workshop) atas Rancangan Peraturan Daerah sebelum secara resmi dibahas oleh DPRD. e. Mempublikasikan Rancangan Peraturan Daerah agar mendapat tanggapan publik. Dari berbagai uraian di atas untuk membentuk peraturan daerah yang dapat memenuhi aspirasi yang diinginkan masyarakat tentunya harus diimbangi dengan keterlibatan masyarakat, meliputi; a. Keterlibatan dalam penyusunan rancangan peraturan daerah. Pada tahap ini masyarakat dapat terlibat dalam proses penyusunan dalam tim/kelompok kerja, terlibat dalam penyiapan naskah

10 akademik, maupun penyampaian masukan yang disampaikan secara lisan, tulisan, ataupun melalui media massa ditujukan kepada penggagas peraturan daerah/tim. Adapun yang menjadi kendala adalah transparansi serta komitmen stakeholder terkait, sehingga masyarakat mengetahui dan dapat memberi masukan tentang agenda yang sedang dan akan dibahas. b. Keterlibatan dalam proses pembahasan peraturan daerah. Proses ini sebagian besar berada pada posisi pembahasan antara DPRD dan Pemerintah Daerah. Dalam tahap ini seharusnya sebelum dibahas terlebih dahulu diumumkan di media massa untuk memberi kesempatan kepada masyarakat menyampaikan aspirasinya. Selanjutnya dalam proses pembahasan masyarakat bisa memberikan masukan secara lisan, tertulis ataupun pada saat rapat-rapat pembahasan perda. Terhadap kehadiran dalam rapat memang menjadi dilema, karena hal tersebut tergantung keinginan DPRD maupun pemerintah daerah apakah akan mengundang masyarakat atau membiarkan proses pembahasan berjalan tanpa keterlibatan masyarakat. c. Keterlibatan pada pelaksanaan peraturan daerah. Keterlibatan masyarakat pada tahap ini bisa terlihat bagaimana masyarakat patuh terhadap materi peraturan daerah karena merasa sudah sesuai aspirasi, atau justru kebalikannya masyarakat merasa dirugikan atau tidak merasa tersalurkan aspirasi. Apabila

11 masyarakat merasa dirugikan dapat menempuh jalur memberikan masukan kepada lembaga pembentuk peraturan perundangundangan, dan bisa dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan perubahan ataupun mencabut peraturan tersebut. Adapun batasan konsep dari beberapa konsep yang ada dalam penelitian ini adalah : a. Partisipasi adalah ikut serta, berperan serta dalam suatu kegiatan, mulai dari perencanaan sampai dengan evaluasi (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2001: 831). b. Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul atau berintraksi antara satu dengan yang lainnya. Kesatuan hidup manusia yang berintraksi menurut suatu system adat istiadat tertentu yang bersifat kontinyu dan terikat oleh suatu rasa identitas bersama(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31505/4/cha pter%20ii.pdf ). c. Partisipasi masyarakat adalah hak masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pembentukan peraturan daerah yaitu memberi masukan secara lisan dan/atau tertulis dalam persiapan maupun pembahasan rancangan peraturan daerah, khususnya hak masyarakat kabupaten Barito Timur (Pasal 139 Ayat (1), Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah).

12 d. Proses adalah runtunan perubahan (peristiwa) dalam perkembangan sesuatu. Rangkaian tindakan, pembuatan, atau pengolahan yang menghasilkan produk (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2001: 899). e. Pembentukan Peraturan daerah adalah proses pembuatan peraturan daerah yang pada dasarnya dimulai dari perencanaan, pembahasan, teknik penyusunan, perumusan, pembahasan, pengesahan, pengundangan dan penyebarluasan (Pasal 1 Angka 1, Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2011 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah). f. Retribusi adalah pembayaran wajib dari penduduk kepada negara karena adanya jasa tertentu yang diberikan oleh negara bagi penduduknya secara perorangan (Marihot Pahala Siahaan, S.E.,M.T., 2010: 5). g. Retribusi Jasa Usaha adalah retribusi yang dipungut atas jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip-prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta (Pasal 1 Angka 29, Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah). D. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai Partisipasi Masyarakat dalam Proses Pembentukan Rancangan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Usaha di Kabupaten Barito Timur yang merupakan karya

13 asli penulis bukan merupakan karya orang lain baik sebagian maupun seluruhnya. Penelitian dalam tesis ini memfokuskan pada : 1. kajian mengenai penolakan oleh para pedagang pasar terhadap Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Usaha di Kabupaten Barito Timur. 2. kajian mengenai partisipasi masyarakat dalam proses pembentukan Rancangan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Usaha di Kabupaten Barito Timur. Berbeda dengan penelitian yang sudah pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya yang memfokuskan pada issu hukum retribusi sebagaimana tersebut dibawah ini : 1. Eli Esra S Tarigan, nomor mahasiswa 107005032/HK, Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, judul Perlindungan Hukum Bagi Pedagang Kaki Lima Dan Kontribusinya Terhadap Pendapatan Asli Daerah Di Kabupaten Deli Serdang: Studi Atas Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2000 Tentang Restribusi Pasar. Tujuan Penelitian : a. Untuk menganalisis perlindungan hukum terhadap Pedagang Kaki Lima (PKL) sebagai pembayar retribusi sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2000.

14 b. Untuk mengkaji pemberian izin usaha tempat berjualan bagi Pedagang Kaki Lima (PKL) memberikan kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Deli Serdang. c. Untuk mengkaji yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Deli Serdang untuk mengoptimalkan penerimaan retribusi pasar dari Pedagang Kaki Lima (PKL) Hasil penelitian, diketahui bahwa Pedagang Kaki Lima (PKL) tersebut tidak mempunyai perlindungan hukum walaupun kontribusi Pedagang Kaki Lima (PKL) bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui sektor retribusi pasar dan sampah cukup besar yaitu 31%. Dengan melakukan pendekatan persuasif dengan sistem door to door kepada Pedagang Kaki Lima (PKL) diharapkan dapat mengatasi kendala yang ada dalam memaksimalkan retribusi Pedagang Kaki Lima (PKL) sehingga target yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Daerah dapat terealisasi bahkan akan melebihi target yang telah ditetapkan. 2. Nanang Budi Priyanto, nomor mahasiswa 09.1397 / PS / MIH, 2011 Program Studi Magister Hukum Program Pascasarjana Universitas Atmajaya Yogyakarta, Judul Dampak Pengaturan Retribusi Oleh Pemerintah Pusat Terhadap Pengaturan Dan Pendapatan Daerah Khususnya Retribusi Pasar Di Kabupaten Boyolali Tujuan penelitian :

15 a. Untuk mengetahui dan mengevaluasi sinkronisasi pengaturan kebijakan retribusi daerah oleh pemerintah pusat dan pengaturan retribusi pasar di kabupaten Boyolali b. Untuk mengetahui dan mengevaluasi dampak dari pengaturan kebijakan retribusi daerah oleh pemerintah pusat terhadap peraturan dan pendapatan retribusi pasar di Kabupaten Boyolali. Hasil penelitian, terdapat ketidak sinkronan antara kebijakan retribusi daerah oleh pemerintah pusat dengan penaturan retribusi pasar di Kabupaten Boyolali sehingga pengaturan dan pendapatan retribusi daerah khususnya retribusi pasar di Kabupaten Boyolali berdampak mengalami pertumbuhan fluktuasi. 3. Ichan Fachri Kemhay, nomor mahasiswa115201600/ps/mih, 2013 Program Studi Magister Hukum Program Pascasarjana Universitas Atmajaya Yogyakarta, Judul Fungsi Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Terhadap Peningkatan Pendapatan Asli Daerah Di Kabupaten Kepulauan Sula Provinsi Maluku Utara. Tujuan Penelitian : a. Untuk mengetahui dan menganalisis fungsi pengawasan DPRD terhadap peningkatan Pendapatan Asli Daerah dari sektor retribusi di Kabupaten Kepulauan Sula Provinsi Maluku Utara. b. Untuk mengetahui dan menganalisis kendala apa yang dihadapi DPRD dalam mendorong peningkatan Pendapatan Asli Daerah dari sektor retribusi di kabupaten Sula Provinsi Maluku Utara.

16 Hasil penelitian, pengawasan DPRD kabupaten Sula terhadap Pendapatan Asli Daerah oleh komisi II yang membidangi bidang ekonomi, keuangan dan industri sebagai alat kelengkapan teknis DPRD kabupaten Sula dengan tiga bentuk pengawasan politik yakni preliminary control, interim control dan post control. Hambatan terbesar dalam pengembangan dan pengelolaan PAD khususnya retribusi adalah ketidakmampuan sumberdaya manusia, aparatur pengelola PAD khususnya retribusi. E. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk kepentingan teoritis dan praktis. 1. Manfaat teoritis, yaitu sebagai bahan pengembangan llmu pengetahuan di bidang Hukum Tata Negara. Penulisan ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi yang akan melakukan penelitian dengan permasalahan yang sama, sehingga hasil penelitian ini dapat dijadikan perbandingan dan pedoman dalam penulisan tesis. 2. Manfaat Praktis, yaitu bagi : a. Pemerintah Daerah Kabupaten dan DPRD kabupaten, sumbangan pemikiran dalam pelaksanaan partisipasi masyarakat dalam proses pembentukan peraturan daerah. b. Masyarakat, sumbangan pemikiran dalam meningkatkan kesadaran masyarakat untuk berparitisipasi dalam proses pembentukan peraturan daerah.

17 F. Tujuan Penelitian Pada dasarnya setiap penulisan tesis mempunyai tujuan yang hendak dicapai, demikian pula dengan penulisan ini bertujuan untuk : 1. Untuk mengkaji penolakan oleh para pedagang pasar terhadap Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Usaha di Kabupaten Barito Timur. 2. Untuk mengkaji partisipasi masyarakat dalam proses pembentukan Rancangan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Usaha di Kabupaten Barito Timur. G. Sistematika Penulisan Penulisan laporan penelitian ini disusun menjadi 5 (lima) bagian, yaitu: BAB I. PENDAHULUAN Pada bagian ini menjelaskan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah dan batasan konsep, keaslian penelitian, manfaat penelitian, tujuan penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Bagian ini berisi mengenai penjelasan-penjelasan tentang partisipasi masyarakat, proses pembentukan peraturan daerah, partisipasi masyarakat dalam proses pembentukan peraturan daerah, dan retribusi jasa usaha. BAB III. METODE PENELITIAN

18 Bagian ini memaparkan tentang jenis penelitian, pendekatan yang digunakan, sumber data, metode pengumpulan data, metode analisis data, dan proses berpikir. BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bagian ini menguraikan tentang proses pebentukan peraturan daerah di Kabupaten Karito Timur, proses pembentukan peraturan daerah tentang retribusi jasa usaha di Kabupaten Barito Timur, alasan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Usaha di Kabupaten Barito Timur menimbulkan penolakan oleh para pedagang pasar, serta partisipasi masyarakat dalam pembentukan peraturan daerah tentang retribusi jasa usaha di Kabupaten Barito Timur. BAB V. PENUTUP Bagian ini merupakan bagian penutup dari penulisan, yang terdiri dari kesimpulan dan saran mengenai partisipasi masyarakat dalam proses pembentukan Rancangan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Usaha di kabupaten Barito Timur.