BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 33 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGESAHAN RENCANA TAPAK

dokumen-dokumen yang mirip
BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 50 TAHUN 2012 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIDOARJO,

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 35 TAHUN2015

PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PENGESAHAN RENCANA TAPAK BUPATI TANGERANG

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 14 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG IZIN PEMANFAATAN RUANG

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PENYEDIAAN TEMPAT PEMAKAMAN UMUM UNTUK PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENERBITAN RIIL TAPAK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI SLEMAN NOMOR 8 TAHUN 2018 TENTANG

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2014 NOMOR 6 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PEMUTIHAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG NOMOR : 47 TAHUN 2011.

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 44 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

- 1 - BERITA DAERAH KABUPATEN SERANG. Nomor : 05 Tahun : 2016 PERATURAN BUPATI SERANG NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG IZIN PERUNTUKAN PENGGUNAAN TANAH

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 16 TAHUN 2017 TENTANG

LEMBARAN BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 51 TAHUN 2017 TENTANG

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 12 TAHUN 2013

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG ANALISIS DAMPAK LALU LINTAS BUPATI MALANG,

BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 3A TAHUN 2014 TENTANG ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN KE NON PERTANIAN DI KABUPATEN BLORA

WALIKOTA PROBOLINGGO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG IZIN PENGGUNAAN PEMANFAATAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

- 1 - BUPATI HULU SUNGAI SELATAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2016

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG ANALISIS DAMPAK LALU LINTAS

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 62 TAHUN 2011 TENTANG

2 2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 36 TAHUN 2016

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PERIZINAN PEMANFAATAN RUANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

WALIKOTA BANDAR LAMPUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDAR LAMPUNG NOMOR 08 TAHUN 2015 TENTANG

4. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1965 tentang Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Batang dengan mengubah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang

BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, dan c, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 36 TAHUN 2012 TENTANG ANALISIS DAMPAK LALU LINTAS

W A L I K O T A P A D A N G PROVINSI SUMATERA BARAT

PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 84 TAHUN 2011 TENTANG PEMANFAATAN RUANG MILIK JALAN UNTUK KEGIATAN PEMASANGAN JARINGAN TELEKOMUNIKASI

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 41 TAHUN 2012 TENTANG

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

2 Bagian Hukum Setda Kab. Banjar

BUPATI NGAWI PERATURAN BUPATI NGAWI NOMOR 24 TAHUN 2006

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENYEDIAAN DAN PENYERAHAN PRASARANA, SARANA DAN UTILITAS PADA KAWASAN PERUMAHAN

PEMERINTAH KABUPATEN BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR : 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGATURAN PENGKAPLINGAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN

Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 33/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PELEPASAN KAWASAN HUTAN PRODUKSI YANG DAPAT DIKONVERSI

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 7 TAHUN 2016

WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PEMANFAATAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG,

BUPATI BANYUMAS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 5 TAHUN 2016

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PEMAKAIAN DAN PENGUSAHAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TEGAL

diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2012 NOMOR 7 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 9 TAHUN 2009 TENTANG PENYERAHAN PRASARANA, SARANA DAN UTILITAS PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN

WALIKOTA BANJARMASIN

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 21 TAHUN 2016

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG

- 1 - BUPATI SERANG PERATURAN BUPATI SERANG NOMOR 34 TAHUN 2012 TENTANG

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nom

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN BUPATI TEMANGGUNG NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN KABUPATEN TEMANGGUNG

WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 53 TAHUN 2007 TENTANG IZIN PERUNTUKAN PENGGUNAAN TANAH DI KOTA YOGYAKARTA WALIKOTA YOGYAKARTA

BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Hutan Produksi. Pelepasan.

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG PRASARANA, SARANA DAN UTILITAS PERUMAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38/PRT/M/2015 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN WALIKOTA SEMARANG

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 201

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

BUPATI SIDOARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PEMANFAATAN DAN PENGGUNAAN BAGIAN-BAGIAN JALAN KABUPATEN

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 42 TAHUN 2015 TENTANG

Transkripsi:

SALINAN BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 33 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGESAHAN RENCANA TAPAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang BUPATI GARUT, : a. bahwa pengesahan rencana tapak merupakan salah satu implementasi pemanfaatan ruang dan instrumen pengendalian pemanfaatan ruang serta dalam rangka optimalisasi pemanfaatan ruang; b. bahwa dalam rangka tertib administrasi pengesahan rencana tapak sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu diatur tata cara pengesahan rencana tapak; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Tata Cara Pengesahan Rencana Tapak; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Propinsi Jawa Barat (Berita Negara Tahun 1950) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1968 tentang Pembentukan Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Subang dengan Mengubah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Propinsi Jawa Barat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1968 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2851); 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043); 3. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444); 4. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);

2 5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059); 6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); 7. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5188); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 5103); 9. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 24/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Izin Mendirikan Bangunan Gedung; 10. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyerahan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Perumahan dan Permukiman di Daerah; 11. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 2036); 12. Peraturan Daerah Kabupaten Garut Nomor 29 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Garut Tahun 2011-2031 (Lembaran Daerah Kabupaten Garut Tahun 2011 Nomor 29, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 5); 13. Peraturan Daerah Kabupaten Garut Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyerahan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Perumahan (Lembaran Daerah Kabupaten Garut Tahun 2016 Nomor 13, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Garut Nomor 14); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG TATA CARA PENGESAHAN RENCANA TAPAK. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Bupati ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kabupaten Garut.

3 2. Bupati adalah Bupati Garut. 3. Sekretaris Daerah adalah Sekretaris Daerah Kabupaten Garut. 4. Dinas adalah Dinas yang membidangi urusan penataan ruang. 5. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas yang membidangi urusan penataan ruang. 6. Rencana Tapak yang selanjutnya disebut Site Plan adalah peta rencana peletakan bangunan/kavling dengan segala unsur penunjangnya dalam skala batas-batas luas lahan tertentu. 7. Pemisahan Bidang Tanah atau dengan sebutan lain Splitsing Tanah adalah pemisahan satu bidang tanah yang sudah didaftar menjadi sebagian atau beberapa bagian atas permintaan pemegang hak yang bersangkutan 8. Persil adalah sebidang tanah yang diatasnya tidak terdapat bangunan atau terdapat bangunan sebagai tempat tinggal atau tempat kegiatan lainnya milik pribadi atau Badan termasuk parit, selokan, pagar, roil dan lain sebagainya. 9. Izin Prinsip Penanaman Modal yang selanjutnya disebut Izin Prinsip, adalah izin yang wajib dimiliki dalam rangka memulai usaha. 10. Izin Penggunaan Pemanfaatan Tanah adalah pemberian izin atas penggunaan tanah kepada orang pribadi atau badan dalam rangka kegiatan pembangunan fisik dan atau untuk keperluan lain yang berdampak pada struktur ekonomi, sosial budaya, dan lingkungan sesuai dengan rencana tata ruang 11. Izin Lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib Amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat memperoleh izin Usaha dan/atau Kegiatan. 12. Analisis Mengenai Dampak Lalu Lintas adalah serangkaian kegiatan kajian mengenai dampak lalu lintas dari pembangunan pusat kegiatan, permukiman, dan infrastruktur yang hasilnya dituangkan dalam bentuk dokumen hasil dampak lalu lintas. 13. Right of Way atau selanjutnya disingkat ROW yaitu ruang milik jalan adalah ruang manfaat jalan dan sejalur tanah tertentu di luar manfaat jalan yang diperuntukkan bagi ruang manfaat jalan, pelebaran jalan, penambahan jalur lalu lintas di masa datang serta kebutuhan ruangan untuk pengamanan jalan dan dibatasi oleh lebar, kedalaman dan tinggi tertentu. BAB II MEKANISME PENGESAHAN RENCANA SITE PLAN DAN PERUBAHAN SITE PLAN Bagian Kesatu Umum Pasal 2 Setiap orang atau badan hukum yang akan melakukan pembangunan, wajib mengajukan permohonan pengesahan site plan, dalam hal: a. kegiatan pembangunan untuk usaha di atas persil dengan luasan di atas atau sama dengan 5.000 m 2 (lima ribu meter persegi); dan b. kegiatan pembangunan untuk usaha dibatas persil dengan luasan dibawah 5.000 m 2 (lima ribu meter persegi) yang berpotensi menimbulkan dampak lingkungan dan sosial serta lalu lintas.

4 Bagian Kedua Pengesahan Site plan Paragraf 1 Mekanisme Permohonan Pasal 3 (1) Setiap orang atau badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 mengajukan permohonan pengesahan site plan kepada Kepala Dinas. (2) Surat permohonan pengesahan site plan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat secara tertulis dalam bahasa Indonesia yang jelas, dilengkapi dengan persyaratan: a. administrasi, meliputi: 1. gambar pra site plan; 2. foto copy Kartu Tanda Penduduk (KTP) bagi pemohon perseorangan atau akta pendirian bagi perusahaan; 3. surat kuasa bermaterai (jika dikuasakan); 4. foto copy izin lokasi yang dilegalisir oleh Instansi yang berwenang; 5. foto copy surat-surat penguasaan tanah (Sertifikat Hak Milik/Sertifikat Hak Guna Banguan), akta jual beli yang dilengkapi pelepasan hak, perjanjian sewa, gambar situasi (GS)/peta bidang, dan/atau akta hibah; 6. dokumen-dokumen, terdiri dari: a) IPPM; b) IPPT; c) izin lokasi untuk luasan tanah di atas 10.000 m 2 (sepuluh ribu meter persegi); d) izin lingkungan; e) field banjir; f) dokumen analisis dampak lalu lintas; g) keterangan bukan termasuk Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B); h) rekomendasi teknis pemanfaatan ruang milik jalan untuk akses jalan masuk; i) rekomendasi sempadan sungai (jika dibutuhkan); j) letak lokasi pemakaman apabila tidak tercantum dalam rencana site plan; k) rekomendasi Camat setempat; dan l) kajian teknis atau dokumen lain yang dipersyaratkan oleh peraturan perundang-undangan. b. Teknis, meliputi: 1. komposisi lahan terbangun dan terbuka secara umum, untuk: a) non perumahan lahan terbangun dan terbuka adalah 70 : 30 atau ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan; dan

5 b) perumahan: (1) luas lahan sampai dengan 1 hektar lahan terbangun dan terbuka adalah 70 : 30; atau (2) luas lahan di atas 1 hektar lahan terbangun dan terbuka adalah 60 : 40. 2. prasarana dan sarana umum sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; 3. ketentuan sempadan terhadap Garis Sepadan Bangunan (GSB), Garis Sempadan Jalan (GSJ), Garis Sempadan Pantai, rel kereta api, Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT), Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET), Kawasan Keamanan Operasi Penerbangan (KKOP), dan saluran irigasi; 4. menyediakan utilitas berupa air bersih, jaringan listrik, hydrant/alat pemadam kebakaran; dan 5. menyediakan jalur evakuasi bencana pada site/persil dan barier berupa jalur hijau. (3) Selain memenuhi ketentuan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, untuk perumahan dan non perumahan juga harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: a. perumahan: 1. area niaga, area pendidikan dan area kesehatan, maksimal 10% (sepuluh persen) dari luasan efektif dan menyediakan area parkir yang memadai; 2. jalan lingkungan perumahan memiliki ROW minimal 6 m (enam meter) b. non perumahan: 1. jenis kegiatan non perumahan: a) menyediakan pengelolaan limbah sesuai kajian lingkungan; b) pagar bagian atas tembus pandang dan bagian bawah dapat tidak tembus pandang maksimal setinggi 60 (enam puluh) centimeter di atas permukaan tanah; dan c) ROW minimal = sesuai ketentuan kajian andalalin. 2. jenis kegiatan non perumahan, antara lain komplek rumah toko/rumah kantor/rumah usaha: a) luas minimal kavling 40 m 2 (empat puluh meter persegi); b) ROW minimal = 8 m (delapan meter); c) menyediakan lahan parkir sesuai kebutuhan diluar ROW; dan d) menyediakan TPU minimal 2% (dua persen) dari total luas lahan. (4) Setiap orang atau badan hukum yang mengajukan permohonan pengesahan site plan mendapatkan tanda terima surat permohonan yang diberikan oleh pejabat atau staf yang ditunjuk oleh Dinas. (5) Tanda terima pengajuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menjadi tanda bukti penerimaan.

6 Paragraf 2 Verifikasi Administrasi dan Verifikasi Lapangan Pasal 4 (1) Permohonan yang diterima oleh Dinas selanjutnya dilakukan penelitian meliputi kelengkapan pemenuhan persyaratan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2), dengan ketentuan sebagai berikut: a. menolak dengan surat penolakan yang disertai alasan yang jelas apabila persyaratan permohonan tidak lengkap; atau b. menerima dan memproses permohonan pengesahan site plan apabila telah melengkapi persyaratan. (2) Terhadap permohonan pengesahan site plan yang ditolak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, setiap orang atau badan hukum dapat mengajukan kembali permohonan pengesahan site plan dengan melengkapi kekurangan persyaratan. (3) Permohonan yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan verifikasi lapangan oleh petugas lapangan yang ditunjuk oleh Kepala Dinas. (4) Dalam melakukan verifikasi lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), petugas verifikasi berkoordinasi dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah terkait. (5) Hasil verifikasi lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditetapkan dalam laporan hasil verifikasi. Pasal 5 (1) Hasil verifikasi administrasi dan verifikasi lapangan sebagaimaan dimaksud dalam Pasal 4 dijadikan bahan masukan untuk menentukan kesesuaian permohonan pengesahan site plan. (2) Apabila hasil verifikasi administrasi dan verifikasi lapangan dinyatakan belum sesuai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemohon melengkapi kekurangan dan apabila tidak ditindaklanjuti oleh pemohon, dalam kurun waktu paling lama 3 (tiga) bulan, maka permohonan pengesahan site plan dikembalikan. Paragraf 3 Penerbitan Pengesahan dan Autentifikasi Site Plan Pasal 6 (1) Apabila hasil verifikasi telah sesuai atau kekurangannya telah dilengkapi, maka pengesahan site plan dapat diterbitkan. (2) Jangka waktu penyelesaian penerbitan pengesahan site plan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak memenuhi persyaratan. (3) Penandatanganan pengesahan site plan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditandatangani oleh Kepala Dinas.

7 Pasal 7 (1) Pengesahan site plan yang telah ditandatangani selanjutnya dilakukan autentifikasi. (2) Autentifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kepala Dinas/Pejabat yang ditunjuk dengan menunjukan gambar site plan yang asli. Bagian Kedua Pengesahan Perubahan Site Plan Paragraf 1 Umum Pasal 8 (1) Setiap orang atau badan hukum dapat mengajukan permohonan pengesahan perubahan site plan kepada Kepala Dinas. (2) Pengesahan perubahan site plan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi perubahan dengan: a. tanpa perluasan; b. perluasan; atau c. perubahan tipe/bentuk tanpa perubahan luasan/komposisi. Paragraf 2 Mekanisme Permohonan Pasal 9 (1) Surat permohonan pengesahan perubahan site plan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dibuat secara tertulis dalam bahasa Indonesia yang jelas, dengan dilengkapi dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dan ayat (3) serta dokumen untuk: a. tanpa perluasan dan perubahan tipe/bentuk tanpa perubahan luasan/komposisi ditambah gambar site plan yang lama; dan b. dengan perluasan ditambah: 1. izin lokasi baru; dan 2. perubahan luasan rencana tapak disatu hamparan dijadikan satu pada perubahan site plan. (2) Setiap orang atau badan hukum yang mengajukan permohonan pengesahan perubahan site plan mendapatkan tanda terima surat permohonan yang diberikan oleh pejabat atau staf yang ditunjuk oleh Dinas. (3) Tanda terima pengajuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menjadi tanda bukti penerimaan.

8 Paragraf 3 Verifikasi Administrasi dan Verifikasi Lapangan Pasal 10 Ketentuan mengenai verifikasi adminsitrasi dan verifikasi lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 berlaku secara mutatis mutandis terhadap verifikasi administrasi dan verifikasi lapangan pengesahan perubahan site plan. Paragraf 4 Penerbitan Persetujuan Perubahan dan Autentifikasi Site Plan Pasal 11 Ketentuan mengenai penerbitan pengesahan dan autentifikasi site plan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 berlaku secara mutatis mutandis terhadap penerbitan pengesahan perubahan site plan. BAB IV KETENTUAN PENUTUP Pasal 12 Peraturan Bupati ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Bupati ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kabupaten Garut. Ditetapkan di Garut pada tanggal 1-11 - 2016 B U P A T I G A R U T, t t d RUDY GUNAWAN Diundangkan di Garut pada tanggal 1-11 - 2016 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN GARUT, t t d Salinan sesuai dengan aslinya Kepala Bagian Hukum dan HAM I M A N A L I R A H M A N BERITA DAERAH KABUPATEN GARUT TAHUN 2016 NOMOR 33 LUKMAN HAKIM Pembina Tk I, IV/b NIP. 19740714 199803 1 006