BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. kritis dari teori Teun A. Van Dijk terhadap tayangan program paket berita jurnal

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. media melalui perbedaan kemasan dan sifat siarannya. dirasakan oleh audiencennya. Menurut Marshall Mc Luhan, Media televisi telah

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. (indepth interview) dengan para narasumber di Indonesia Siang untuk penelitian

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, & Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS)

BAB I PENDAHULUAN. Di era yang semakin dikuasai oleh teknologi dan informasi seperti saat ini, menuntut

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK RADIO REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 20 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK LOKAL RANTAU TV (RAN TV) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK TELEVISI REPUBLIK INDONESIA

Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi I DPR RI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK TELEVISI REPUBLIK INDONESIA

No TGL PROGRAM PELANGGARAN TV SANKSI 1 20 Sept Menyiarkan Konvensi Partai Demokrat (15 September 2013) UU Penyiaran: Pasal 14 (1), Pasal 36 (4)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK RADIO REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Severin & Takard (2001:295) menyatakan bahwa media massa menjadi

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK RADIO REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG PENDIRIAN RAN TV SEBAGAI TELEVISI SIARAN PEMERINTAH KABUPATEN TAPIN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK RADIO REPUBLIK INDONESIA


PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK TELEVISI REPUBLIK INDONESIA

BAB IV PENUTUP. Dari analisis berita di atas yang disiarkan oleh Metro Tv tentang aksi klaim yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2005 TENTANG SEKRETARIAT JENDERAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

KOMISI PENYIARAN INDONESIA DAERAH SULAWESI SELATAN KEPUTUSAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA (KPI) Nomor 240/SK/KPID-SS/03/2018 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pemilihan presiden 2014 cukup menyita perhatian masyarakat Indonesia.

PENGHARMONISASIAN, PEMBULATAN, DAN PEMANTAPAN KONSEPSI ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENYIARAN

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam pengantar pesan. Setiap informasi yang dimuat dapat

KAJIAN HARMONISASI RUU PENYIARAN BADAN LEGISLASI DPR RI 2017

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan (check and balances) antara Pemerintah dan DPR RI. Ketiga fungsi

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peristiwa politik selalu menarik perhatian media massa sebagai bahan

BAB V. Penutup. Dari kajian wacana mengenai Partai Komunis Indonesia dalam Surat Kabar

BAB I PENDAHULUAN. pesan secara massal, dengan menggunakan alat media massa. Media. massa, menurut De Vito (Nurudin, 2006) merupakan komunikasi yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PENYIARAN LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK

BAB I PENDAHULUAN. Media massa berkembang pada tahun 1920-an atau 1930-an (McQuail,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2005 TENTANG SEKRETARIAT JENDERAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

PETUNJUK TEKNIS I. PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. media yang didesain secara khusus mampu menyebarkan informasi kepada

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PENYIARAN LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya komunikasi adalah unsur pokok dalam suatu organisasi karena

INFORMASI PEMILU DI MEDIA SIARAN

BAB IV PENUTUP. peneliti menemukan makna-makna atas pelanggaran-pelanggaran kode etik

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PENYIARAN LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Penerapan Kode Etik Jurnalistik dalam Jurnalisme Online (Studi Deskriptif pada Detikcom) Wulan Widyasari, S.Sos, MA

KLASIFIKASI INFORMASI PUBLIK DI DPR INFORMASI PUBLIK YANG WAJIB TERSEDIA SETIAP SAAT DPR RI. Biro Pemberitaan Parlemen. Bagian Persidangan Paripurna

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan Televisi di Indonesia saat ini sangat pesat. Ini terlihat dari

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 41B/DPR RI/I/ TENTANG

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Perkembangan perbankan syariah tahun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sany Rohendi Apriadi, 2013

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan zaman, segala sesuatu yang ada di

Pernyataan Pers MAHKAMAH AGUNG HARUS PERIKSA HAKIM CEPI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Hukum dan Pers. Oleh Ade Armando. Seminar Nasional Mengurai Delik Pers Dalam RUU KUHP Hotel Sofyan Betawi, Kamis, 24 Agustus 2006

Strategi Komunikasi Publik Jelas, Akurat dan Terpercaya Johan Budi SP Staf Khusus/ Juru Bicara Presiden

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebebasan pers Indonesia ditandai dengan datangnya era reformasi dimulai

BAB 14 PERWUJUDAN LEMBAGA DEMOKRASI YANG MAKIN KUKUH

BAB I PENDAHULUAN. Freeport kembali menghatkan masyarakat Indonesia. Berita ini berawal dari

Fungsi Kontrol Publik Dalam Penyelenggaraan Penyiaran Di Indonesia Oleh: Akhmad Aulawi *

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Mencermati hasil analisis data dan pembahasan mengenai profesionalisme wartawan / jurnalis pada stasiun televisi lokal

BAB I PENDAHULUAN. kepada setiap daerah untuk melaksanakan kebijakan, ternyata membawa

BAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan kebenaran secara fairness. Yaitu salah satu syarat objektivitas

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan. Dari hasil temuan penelitian yang dilakukan peneliti yang mencoba

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sebagian masyarakat berpikir menjadi seorang jurnalis merupakan

Strategi Komunikasi Publik Kementerian Kelautan dan Perikanan Johan Budi SP Staf Khusus/ Juru Bicara Presiden

PEMERINTAH KABUPATEN LINGGA

KUASA HUKUM Munathsir Mustaman, S.H., M.H. dan Habiburokhman, S.H., M.H. berdasarkan surat kuasa hukum tertanggal 18 Desember 2014

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Oleh: Ir. Alimin Abdullah A-469

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Paska perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PENYIARAN LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK

Teknik Reportase dan Wawancara

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

Inilah Tugas dan Fungsi Humas

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

KORUPSI BISNIS DAN POLITIK: TANTANGAN UTAMA DAN SOLUSI YTH. SARIFUDIN SUDDING SH, MH WAKIL KETUA MAHKAMAH KEHORMATAN DPR RI

Marketing Politik; Media dan Pencitraan di Era Multipartai, oleh Roni Tabroni Hak Cipta 2014 pada penulis GRAHA ILMU Ruko Jambusari 7A Yogyakarta

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN KENDAL. SALINAN KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN KENDAL NOMOR: 11/Kpts/KPU-Kab-012.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

PERATURAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 01 TAHUN 2013 KOMISI PENYIARAN INDONESIA DAERAH TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. pada hakikatnya sudah dikenal sejak lama sebelum kebudayaan tulis atau

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

BAB I PENDAHULUAN. elemen yang saling membutuhkan. Dalam menjalankan kewajibannya sebagai

DAFTAR PUSTAKA. Chozanah, Nunung dan Ating Tedja Sutisna, Dasar-dasar Manajemen, Armico, Bandung,1996

PENYERAPAN ANGGARAN DEWAN PERS TAHUN ANGGARAN 2011*

ANGGARAN RUMAH TANGGA ALIANSI JURNALIS INDEPENDEN

BAB I PENDAHULUAN. menjadikan media sebagai salah satu alatnya (Maryani, 2011:3).

PROGRAM STUDI S1 ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS TANJUNGPURA SIKAP

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat kita sebagai suatu kebutuhan, dari hanya sekedar untuk tahu

BAB I PENDAHULUAN. membuat informasi yang dibutuhkan dapat diakses dengan cepat, dan memiliki tampilan yang

-1- BAB I PENDAHULUAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.24/MEN/2010 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 104/PUU-XIV/2016 Keterwakilan Anggota DPD Pada Provinsi Baru Yang Dibentuk Setelah Pemilu 2014

1 of 8 3/17/2011 4:31 PM

Transkripsi:

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN Setelah melakukan penelitian dengan menggunakan metode analisis wacana kritis dari teori Teun A. Van Dijk terhadap tayangan program paket berita jurnal parlemen pada episode tanggal 9 Oktober 2013, dimana dalam paket berita tersebut terdapat tiga judul berita yang peneliti analisis, adapun judul berita tersebut yaitu sistem pengawasan eksternal Mahkamah Konstitusi, gula rafinasi beredar kepasar konsumsi dan peran RRI dalam PEMILU 2014. sehingga dari keseluruhan penelitian dari awal hingga akhir, maka penelitian dapat dipaparkan sebagai berikut: Dalam episode 9 Oktober 2013 yang ditayangkan di TVRI pada program jurnal parlemen, ini terlihat bahwa adanya ideologi politik dari pemilik TV Parlemen yaitu anggota DPR RI. Ideologi politik dari anggota DPR adalah ingin membuat persepsi masyarakat tentang anggota DPR itu tidak selalu terlibat dengan masalah hukum seperti kasus korupsi, skandal seks dll, selanjutnya ingin menciptakan citra positif anggota DPR RI menjelang PEMILU 2014 melalui pemberitaan TV Parlemen dengan program berita jurnal parlemen. Hal ini terlihat dari bagaimana media tersebut menyiarkan berita tentang sistem pengawasan eksternal Mahkamah Konstitusi dalam berita tersebut narasi yang digunakan hanya berisi statement-statement dari anggota DPR saja yang lebih menyudutkan pihak Mahkamah Konstitusi sehingga membuat kondisi semakin keruh. Kalau 140

dilihat dari unsur cover both side berita hal ini sangat melanggar aturan P3SPS yang berbunyi Lembaga penyiaran wajib menjunjung tinggi prinsip-prinsip jurnalistik, antara lain: akurat, berimbang, adil, tidak beritikad buruk, tidak menghasut dan menyesatkan, tidak mencampuradukkan fakta dan opini pribadi, lalu Lembaga penyiaran wajib menjaga independensi dan netralitas isi siaran dalam setiap program siaran. Selanjutnya dalam pasal 36 ayat 4 undang-undang No 22 tahun 2002 tentang penyiaran yang berbunyi isi siaran wajib dijaga netralitasnya dan tidak boleh mengutamakan kepentingan golongan tertentu. Hal ini diperkuat dari statement pemimpin redaksi TV Parlemen bapak Syahroni yang penulis wawancarai ia mengatakan, Bahwa masih ada kelemahan dari sisi tim reporter dan karena ada kendala teknis dilapangan, Lalu TV Parlemen yang dibiayai oleh uang rakyat ini cenderung mendukung anggota DPR ini dapat terlihat dari narasi yang ada dalam berita jurnal parlemen pada episode tanggal 6 Oktober 2013 ini menggunakan kata-kata yang mengandung makna tertentu yang mendukung anggota DPR RI dan selalu menyudutkan atau bahkan menjatuhkan pihak lain contohnya seperti dalam berita yang berjudul sistem pengawasan eksternal Mahkamah Konstitusi, didalam berita tersebut yang seharusnya memberi solusi tetapi justru menjurus kepada ajang untuk pencitraan bagi anggota DPR RI dimana dalam berita tersebut hanya mencantumkan statement dari pihak anggota DPR RI saja, jika TV Parlemen berniat untuk memberikan jalan keluar terhadap kasus yang sedang menimpa Mahkamah Konstitusi sebaiknya dalam berita tersebut dicantumkan juga statement dari beberapa pakar hukum agar berita yang disajikan mengandung unsur cover both side berita. 141

Selanjutnya dalam berita yang berjudul gula rafinasi beredar dipasar konsumsi, tidak jauh berbeda dengan berita sebelumnya, TV Parlemen hanya mencantumkan statement dari pihak anggota DPR RI saja, dalam berita ini tidak terdapat klarifikasi dari pihak Dirjen Perdagangan Dalam Negeri, Dirjen Industri Agro, Deputi Pelayanan Penanaman Modal atau pabrik gula rafinasi yang pada saat itu hadir dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi 6 DPR RI mengenai mengapa gula rafinasi sampai dapat beredar dipasar konsumsi. TV Parlemen justru hanya mewawancarai anggota Komisi 6 saja dan memakai statement - statement yang dikeluarkan oleh anggota Komisi 6 tersebut. Sehingga berita yang disajikan tidak ada unsur cover both side, hal ini sangat bertentangan dengan aturan yang terdapat dalam P3SPS 2012 dan undang-undang penyiran. Selanjutnya dalam episode tentang gula rafinasi beredar dipasar konsumsi ini tidak ditampilkan visualisasi gula rafinasi yang diperjual belikan dipasar konsumsi tetapi justru yang ditampilkan hanya rapat dengar pendapat antara Komisi 6 dengan Dirjen Perdagangan Dalam Negeri, Dirjen Industri Agro, Deputi Pelayanan Penanaman Modal, Badan Koordinasi Penanaman Modal, ketua AGRI (asosiasi gula rafinasi indonesia) dan beberapa pabrik gula rafinasi. Selain itu narasi yang dipakai dalam berita ini cenderung menyudutkan pihak pemerintah dalam hal ini diwakili oleh Dirjen Perdagangan Dalam Negeri, Dirjen Industri Agro, Deputi Pelayanan Penanaman Modal, Badan Koordinasi Penanaman Modal. Menurut pemimpin redaksi TV Parlemen bapak Syahroni yang peneliti wawancarai beberapa waktu lalu mengatakan, Hal tersebut lebih terkendala dari teknis dilapangan 142

karena terbatas sumber daya dan peralatan, sehingga tidak bisa mengejar stock shot atau footage-footage diluar. Selanjutnya dalam berita yang berjudul Peran RRI Dalam Pelaksanaan PEMILU 2014. Berita yang di produksi TV Parlemen ini setali tiga uang dengan berita sebelumnya yaitu hanya menggunakan statement statement dari anggota DPR RI yang diwawancarai dan tidak ada klarifikasi dari pihak RRI mengenai peran mereka dalam pelaksanaan PEMILU 2014 nanti sehingga unsur cover both side dalam berita ini menjadi hilang. Hal ini bertentangan dengan aturan yang terdapat P3SPS dan undang-undang tentang penyiaran. Menurut pemimpin redaksi TV Parlemen bapak Syahroni, Hal itu karena TV Parlemen dibawah Biro Humas dan Pemberitaan, nah Biro Humas dan Pemberitaan kan membidangi Kehumasan DPR, jadi yang diberitakan kinerja DPR yang lebih diutamakan bukan kinerja pemerintah. Karena TV Parlemen bukan corong pemerintah. 5.2 Saran Setelah melakukan penelitian ada beberapa hal yang ingin peneliti sampaikan sebagai saran dan masukan pada program Jurnal Parlemen yang tayang di TVRI sebagai berikut : 1. Sebagai TV komunitas, TV Parlemen jika ingin memuat berita-berita mengenai kinerja positif anggota Dewan sebaiknya di tayangkan hanya dalam lingkungan DPR RI saja, karena jika berita yang ditayangkan di TVRI harus mengikuti aturan yang telah ada seperti P3SPS, UU No 22 143

tahun 2002 tentang Penyiaran dll. Karena TVRI adalah lembaga penyiaran publik yang daya jangkauan siarannya sangat luas. Jika menampilkan berita tentang hal-hal positif mengenai anggota dewan dirasa kurang tepat program jurnal parlemen di tayangkan di TVRI. 2. Pimpinan TV Parlemen, sebaiknya menindak tegas kepada para reporter yang melakukan kesalahan seperti tidak membuat cover both side berita, agar kejadian seperti yang ada dalam episode ini tidak terulangi kembali. 3. Seorang jurnalis atau wartawan harus menunjukan jati dirinya sebagai jurnalis yang memiliki tujuan menyampaikan informasi kepada masyarakat yang sebenarnya, cover both side, adil dan tidak memihak kepada suatu pihak. 4. Jangan menganggap remeh aturan yang berlaku seperti UU Penyiaran dan P3SPS. Karena berita yang dibuat sebaiknya tidak ada unsur kepentingan suatu golongan saja. 5. Karena TV Parlemen dibiayai oleh APBN yang sumbernya dari uang rakyat, maka TV Parlemen tidak digunakan untuk kepentingan anggota DPR saja. 6. Yang harus diketahui, gelombang frekuensi radio yang digunakan adalah kepunyaan publik yang telah diatur penggunaannya dalam UU Penyiaran dan P3SPS, sehingga jangan menyimpang dalam menggunakannya. 144