3.1 Sistem. 3.2 Data

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.39/Menhut-II/2012 TENTANG

2 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, maka perlu menetapkan Peraturan Menteri Kehutanan tentang

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.83/Menhut-II/2014 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.53/Menhut-II/2006 TENTANG LEMBAGA KONSERVASI MENTERI KEHUTANAN,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor: P.52/Menhut-II/2006 TENTANG PERAGAAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA LIAR DILINDUNGI MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.53/Menhut-II/2006 TENTANG LEMBAGA KONSERVASI MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor P.40/Menhut-II/2012 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.65, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Koridor. Penggunaan. Pembuatan.

MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 479 /Kpts-11/1998 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 104/Kpts-II/2000 TENTANG TATA CARA MENGAMBIL TUMBUHAN LIAR DAN MENANGKAP SATWA LIAR

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90/PMK.04/2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.79/Menhut-II/2014 TENTANG PEMASUKAN SATWA LIAR KE TAMAN BURU DAN KEBUN BURU

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.31/Menhut-II/2012 TENTANG LEMBAGA KONSERVASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 17/Menhut-II/2010 TENTANG PERMOHONAN, PEMBERIAN, DAN PENCABUTAN IZIN PENGUSAHAAN TAMAN BURU

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.31/Menhut-II/2012 TENTANG LEMBAGA KONSERVASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No Peraturan Menteri; d. bahwa dalam rangka optimalisasi penanganan barang bukti tindak pidana lingkungan hidup dan kehutanan perlu diatu

Keputusan Menteri Kehutanan Dan Perkebunan No. 479/Kpts-II/1994 Tentang : Lembaga Konservasi Tumbuhan Dan Satwa Liar

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 14/Menhut-II/2013 TENTANG

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN J A K A R T A

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.525, 2015 KEMEN-LHK. Kawasan Hutan. Perubahan Fungsi. Tata Cara. Perubahan.

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA : P.

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 18/Menhut-II/2010 TENTANG SURAT IZIN BERBURU DAN TATA CARA PERMOHONAN IZIN BERBURU

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN LINDUNG UNTUK KEGIATAN PERTAMBANGAN MENTERI KEHUTANAN,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

-2- Pasal 68 ayat huruf c dan Pasal 69 ayat UndangUndang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.29/Menhut-II/2014 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Hutan Produksi. Pelepasan.

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2008 TENTANG

TATA CARA MASUK KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN J A K A R T A : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.56/Menhut-II/2014 TENTANG MASYARAKAT MITRA POLISI KEHUTANAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

Draft 0 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. /Menhut -II/2014 TENTANG PANITIA TATA BATAS KAWASAN HUTAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR63/PMK.04/2011 TENTANG REGISTRASI KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 6887/KPTS-II/2002 TENTANG

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.908, 2011 KEMENTERIAN KEUANGAN. Pemberian Premi. Tata Cara.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Hutan Produksi. Izin. Usaha. Perpanjangan. Tatacara. Pencabutan.

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.23/Menhut-II/2007 TENTANG

2018, No Lembaga Penelitian dan Pengembangan Asing, Badan Usaha Asing, dan Orang Asing sudah tidak sesuai dengan kebutuhan dan perubahan organis

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P.71/Menhut-II/2014 TENTANG MEMILIKI DAN MEMBAWA HASIL BERBURU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1996 TENTANG IZIN PENGUSAHA BARANG KENA CUKAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.27/Menhut-II/2014 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 33/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PELEPASAN KAWASAN HUTAN PRODUKSI YANG DAPAT DIKONVERSI

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 243/PMK.04/2011 TENTANG PEMBERIAN PREMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2016, No Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 243/PMK.04/2011 TENTANG PEMBERIAN PREMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.352/Menhut-II/2004

BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2007 NOMOR : 7 PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2 Pemberantasan Korupsi Tahun 2013, maka perlu pengaturan kembali mengenai Tata Cara Pemberian dan Peluasan Areal Kerja Izin Usaha Pemanfaatan Hasil H

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM Nomor : P. 01/IV- SET/2012 TENTANG

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN,

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan L

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor P.93/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2016 TENTANG PANITIA TATA BATAS KAWASAN HUTAN

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan.

BERITA NEGARA. No.2082, 2015 KEMENRISTEK-DIKTI. Tata Naskah Dinas. Pencabutan. PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 88 TAHUN 2017 TENTANG PENYELESAIAN PENGUASAAN TANAH DALAM KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

~ 2 ~ C:\Documents and Settings\BAHAN WEB\Per-UU\NSPK hilang Agustus1.rtf

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Izin Pemanfaatan Kayu. Prosedur.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 144/PMK.011/2012 TENTANG

2017, No Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.28/Menhut-II/2014 TENTANG

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan L

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 15 TAHUN 2010 T E N T A N G TATA CARA IZIN USAHA INDUSTRI PRIMER HASIL HUTAN KAYU RAKYAT

1 of 5 21/12/ :18

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 34/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

TENTANG HUTAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.47, 2009 DEPARTEMEN KEHUTANAN. Tata Cara. Sanksi Administratif. Pemegang Izin. Pengenaan. Pencabutan.

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN NOMOR 677/KPTS-II/1998 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN KESEHATAN. Industri. Usaha Obat. Tradisional. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 006 TAHUN 2012 TENTANG INDUSTRI DAN USAHA OBAT TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 52/Permentan/OT.140/9/2011 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Sistem Definisi sistem menurut dari Jogiyanto (2005:2) dalam buku yang berjudul Analisis dan Desain Sistem Informasi menjelaskan bahwa: sistem adalah kumpulan dari elemen-elemen yang berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan-tujuan tertentu. Sistem juga merupakan kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan yang berada dalam suatu wilayah serta memiliki item-item penggerak, contoh umum misalnya seperti negara. Negara merupakan suatu kumpulan dari beberapa elemen kesatuan lain seperti provinsi yang saling berhubungan sehingga membentuk suatu negara dimana yang berperan sebagai penggeraknya yaitu rakyat yang berada dinegara tersebut. 3.2 Data Data adalah bentuk jamak dari datum. Data merupakan keterangan-keterangan tentang suatu hal, dapat berupa sesuatu yang punya makna. Data dapat diartika sebagai sesuatu yang diketahui atau yang dianggap atau anggapan. Sesuatu yang diketahui biasanya didapat dari hasil pengamatan atau percobaan dan hal itu berkaitan dengan waktu dan tempat. Anggapan atau asumsi merupakan suatu perkiraan atau dugaan yang sifatnya masih sementara, sehingga belum tentu benar. Oleh karena itu, anggapan atau asumsi perlu dikaji kebenarannya. 11

12 Menurut Arikunto (2002), data merupakan segala fakta dan angka yang dapat dijadikan bahan untuk menyusun suatu informasi, sedangkan informasi adalah hasil pengolahan data yang dipakai untuk suatu keperluan. 3.3 Informasi Istilah informasi Sering kita soroti dalam lingkup Teknologi, seperti istilah teknologi informasi yang umum kita ketahui. Namun informasi memiliki pengertian yang sangat luas bukan hanya ada dalam teknologi. Meskipun kenyataannya tidak bisa kita pungkiri bahwa informasi ini memiliki kaitan erat dengan teknologi, karena dengan perkembangan teknologi itu sendiri informasi juga berkembang dengan pesat, karena itu tepat lah bahwa perkembangan teknologi dan informasi ini membentuk sebuah era yaitu Era Informasi. Menurut Sutabri (2005:42), sistem informasi adalah suatu sistem di dalam suatu organisasi yang mempertemukan kebutuhan pengolahan transaksi harian yang mendukung fungsi operasi organisasi yang bersifat manajerial dengan kegiatan strategi dari suatu organisasi untuk dapat menyediakan kepada pihak luar tertentu dengan laporan-laporan yang diperlukan. 3.4 Arsip Secara etimologi (Ilmu asal usul kata) ARSIP berasal dari bahasa yunani yaitu ARCHEA kemudian berubah menjadi ARCHEON yang berarti catatan atau dokumen mengenai masalah pemerintah. Dan FELUM (latin) berarti bendel ataupun kumpulan dari warkat atau dokumen atau juga yang berarti benang atau tali.

13 Dalam bahasa Inggris, arsip dinyatakan dengan istilah file. Karena pada awalnya orang-orang Inggris menyatukan warkat dengan cara mengikatnya dengan tali atau benang. Bukti-bukti kegiatan kantor didalam Ilmu Kearsipan dinamakan arsip. Proses pekerjaan yang berhubungan dengan pengelolaan arsip disebut dengan kearsipan atau filling. Menurut Doserno dan Kynaston (2005) Yaitu dokumen dalam media yang mempunyai nilai historis atau hokum sehingga disimpan secara permanen. 3.5 Pertukaran Satwa 3.5.1 Undang-undang dan pasal mengenai pertukaran satwa menurut peraturan Mentri Kehutanan republik Indonesia 3.5.1.1 Tujuan pertukaran Menurut pasal 2 mengenai pertukaran satwa adalah pertukaran jenis tumbuhan atau satwa liar dilindungi dengan lembaga konservasi di luar negeri dilakukan dengan tujuan untuk mempertahankan atau meningkatkan populasi jenis secara ex-situ, menambah keanekaragaman jenis koleksi, penelitian dan ilmu pengetahuan, dan/atau penyelamatan jenis yang bersangkutan. 3.5.1.2 Izin Pertukaran 1. Menurut pasal 3 mengenai pertukaran satwa adalah : a. Pertukaran jenis tumbuhan atau satwa liar dilindungi dengan lembaga konservasi di luar negeri, hanya dapat dilakukan melalui izin.

14 b. Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diberikan kepada lembaga konservasi yang telah memperoleh registrasi dari Kementerian Kehutanan. c. Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Menteri. d. Dalam hal tertentu Menteri dalam memberikan izin pertukaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat melimpahkan kewenangannya kepada Direktur Jenderal. 2. Menurut pasal 4 mengenai pertukaran satwa adalah : a. Izin pertukaran jenis tumbuhan atau satwa liar dilindungi dengan lembaga konservasi di luar negeri yang diberikan oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3). b. Izin pertukaran jenis tumbuhan atau satwa liar dilindungi dengan lembaga konservasi di luar negeri yang diberikan oleh Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4), untuk jenis tumbuhan dan satwa liar dilindungi selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1). c. Izin pertukaran jenis tumbuhan atau satwa liar dilindungi dengan lembaga konservasi di luar negeri yang diberikan oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah mendapat persetujuan Presiden Republik Indonesia. 3. Menurut pasal 5 mengenai pertukaran satwa adalah Izin pertukaran jenis tumbuhan atau satwa liar dilindungi dengan lembaga konservasi di luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, diberikan berdasarkan :

15 a. permohonan langsung lembaga konservasi yang telah mempunyai mitra lembaga konservasi di luar negeri; atau b. permohonan langsung lembaga konservasi luar negeri dan/atau melalui perwakilan diplomatik (diplomatic channel) kepada Pemerintah. 3.5.1.3 Kegiatan Pertukaran 1. Menurut pasal 6 mengenai pertukaran satwa adalah a. Kegiatan pertukaran jenis tumbuhan atau satwa liar dilindungi, hanya dapat dilakukan antara satwa dengan satwa, atau tumbuhan dengan tumbuhan. b. Kegiatan pertukaran jenis tumbuhan atau satwa liar dilindungi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan terhadap jenis tumbuhan atau satwa liar yang sudah dipelihara atau merupakan spesimen koleksi Lembaga Konservasi. 2. Menurut pasal 7 mengenai pertukaran satwa adalah a. Kegiatan pertukaran jenis tumbuhan atau satwa liar dilindungi yang dilakukan berdasarkan permohonan sebagaimana dalam Pasal 5 huruf b, pelaksanaannya dilakukan oleh lembaga konservasi yang telah teregistrasi yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal. b. Penunjukan lembaga konservasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan atas penilaian lembaga konservasi yang dilakukan secara internal dan secara eksternal.

16 c. Lembaga konservasi yang ditunjuk Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan lembaga konservasi yang telah dinilai dengan predikat sangat baik (A) dan baik (B). d. Penilaian lembaga konservasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal. 3. Menurut pasal 8 mengenai pertukaran satwa adalah Kegiatan pertukaran jenis tumbuhan atau satwa liar dilindungi antar lembaga konservasi dalam negeri diatur dengan Peraturan Menteri tersendiri. 4. Menurut pasal 9 mengenai pertukaran satwa adalah : a. Kegiatan pertukaran jenis tumbuhan atau satwa liar dilindungi dengan lembaga konservasi di luar negeri, hanya dapat dilakukan terhadap jenis yang mempunyai keseimbangan nilai konservasi. b. Keseimbangan nilai konservasi jenis tumbuhan atau satwa liar dilindungi yang dipertukarkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan dalam bentuk rekomendasi dari tim penilai keseimbangan nilai konservasi jenis tumbuhan dan satwa dilindungi. c. Tim penilai keseimbangan nilai konservasi jenis tumbuhan dan satwa liar dilindungi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri. d. Penilaian keseimbangan nilai konservasi jenis tumbuhan atau satwa liar dilindungi yang akan dipertukarkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal.

17 3.5.1.4 Izin Pertukaran oleh Mentri 1. Menurut pasal 10 mengenai pertukaran satwa adalah : a. Permohonan izin pertukaran jenis tumbuhan atau satwa liar dilindungi dengan lembaga konservasi luar negeri diajukan oleh pemohon kepada Menteri dengan tembusan kepada Direktur Jenderal, bagi jenis tumbuhan dan satwa liar dilindungi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1). b. Permohonan izin pertukaran jenis tumbuhan atau satwa liar dilindungi dengan xlembaga konservasi luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilampiri dengan: 1. perjanjian kerjasama; 2. rekomendasi tim penilai keseimbangan nilai konservasi jenis; 3. rekomendasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, bagi jenis tumbuhan atau satwa liar dilindungi dan termasuk apendiks I CITES; 4. rekomendasi Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam dilengkapi berita acara pemeriksaan tumbuhan atau satwa liar; 5. urat keterangan kesehatan jenis tumbuhan atau satwa liar dari instansi yang berwenang; dan 6. dokumen catatan silsilah.

18 2. Menurut pasal 11 mengenai pertukaran satwa adalah : a. Direktur Jenderal dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja menyampaikan pertimbangan teknis atas permohonan izin pertukaran jenis tumbuhan atau satwa liar dilindungi dengan lembaga konservasi di luar negeri kepada Menteri. b. Atas dasar pertimbangan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri dapat menyetjui atau menolak permohonan. c. Dalam hal permohonan izin pertukaran : 1. disetujui, Direktur Jenderal dalam waktu 17 (tujuh belas) hari kerja, menyampaikan konsep Keputusan Menteri melalui Sekretaris Jenderal untuk dilakukan penelaahan. 2. ditolak, Direktur Jenderal atas nama Menteri dalam waktu 17 (tujuh belas) hari kerja, menyampaikan konsep surat penolakan. d. Berdasarkan hasil telaahan Sekretaris Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, permohonan telah memenuhi persyaratan, dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja Sekretaris Jenderal menyampaikan konsep Keputusan Menteri tentang Pemberian Izin Pertukaran jenis tumbuhan atau satwa liar dilindungi tertentu dengan lembaga konservasi di luar negeri kepada Menteri.

19 e. Berdasarkan telaahan Sekretaris Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Menteri menerbitkan Keputusan tentang Izin Pertukaran Jenis Tumbuhan atau Satwa Liar Dilindungi tertentu dengan lembaga konservasi di Luar Negeri. 3.5.1.5 Izin Pertukaran oleh Direktur Jendral 1. Menurut pasal 12 mengenai pertukaran satwa adalah : a. Permohonan izin pertukaran jenis tumbuhan atau satwa liar dilindungi dengan lembaga konservasi luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), diajukan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Direktur Teknis. b. Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Teknis dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja, menyampaikan pertimbangan teknis kepada Direktur Jenderal. c. Atas dasar pertimbangan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Jenderal dapat menyetujui atau menolak permohonan. d. Dalam hal permohonan izin pertukaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3): 1. disetujui, Direktur Teknis dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja, menyampaikan konsep Keputusan Menteri kepada Direktur Jenderal melalui Sekretaris Direktorat Jenderal untuk dilakukan penelaahan. 2. ditolak, Direktur Teknis dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja, atas nama Direktur Jenderal menyampaikan surat penolakan.

20 e. Berdasarkan telaahan Sekretaris Direktorat Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a permohonan telah memenuhi persyaratan, Sekretaris Direktorat Jenderal dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja, menyampaikan konsep Keputusan Direktur Jenderal tentang pemberian izin pertukaran jenis tumbuhan atau satwa liar dilindungi dengan lembaga konservasi di luar negeri kepada Direktur Jenderal. f. Direktur Jenderal berdasarkan telaahan Sekretaris Direktorat Jenderal dimaksud pada ayat (4), menerbitkan Keputusan tentang izin pertukaran jenis tumbuhan atau satwa liar dilindungi dengan lembaga konservasi di luar negeri. 2. Menurut pasal 13 mengenai pertukaran satwa adalah Izin pertukaran jenis tumbuhan atau satwa liar dilindungi dengan lembaga konservasi di luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (5) dan Pasal 12 ayat (5) termasuk izin pengangkutannya. 3.5.1.6 Hak dan Kewajiban 1. Menurut pasal 14 mengenai pertukaran satwa adalah Pemegang izin pertukaran jenis tumbuhan atau satwa liar dilindungi, mempunyai hak: a. mengkoleksi, memelihara dan mengelola jenis tumbuhan atau satwa liar hasil pertukaran sesuai kaedah etika dan kesejahteraan satwa; b. memperagakan kepada umum jenis tumbuhan atau satwa liar hasil pertukaran di dalam areal pengelolaannya atau di luar areal pengelolaannya peraturan perundang-undangan;

21 c. melakukan penelitian terhadap jenis tumbuhan atau satwa liar hasil pertukaran; dan d. turunan hasil pertukaran jenis tumbuhan atau satwa liar dapat dipertukarkan kembali berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. 2. Menurut pasal 15 mengenai pertukaran satwaadalah pemegang izin pertukaran jenis tumbuhan atau satwa liar dilindungi wajib: a. melaporkan hasil realisasi pertukaran jenis tumbuhan atau satwa liar hasil pertukaran kepada Direktur Jenderal; b. memelihara jenis tumbuhan atau satwa liar hasil pertukaran sesuai kaidah kesejahteraan satwa; dan c. menjamin pengelolaan jenis tumbuhan atau satwa liar hasil pertukaran dalam lingkungan yang terkontrol untuk menghindari dampak jenis tersebut menjadi impasif. 3.5.1.7 Ketentuan dan Larangan 1. Menurut pasal 16 mengenai pertukaran satwa adalah pemegang izin pertukaran jenis tumbuhan atau satwa liar dilindungi dilarang melakukan kegiatan : a. memperjualbelikan jenis tumbuhan atau satwa liar hasil pertukaran; b. memindahtangankan izin pertukaran pada pihak lain; c. menelantarkan satwa; dan

22 d. menyilangkan satwa. 3.5.1.8 Sanksi 1. Menurut pasal 17 mengenai pertukaran satwa adalah : a. Lembaga Konservasi pemegang izin pertukaran jenis tumbuhan atau satwa liar dilindungi dengan lembaga konservasi di luar negeri, yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dapat dikenakan sanksi pencabutan izin. b. Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah diberikan peringatan tertulis dari Direktur Jenderal atas nama Menteri sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan jangka waktu masing-masing 30 (tiga puluh) hari. 3.5.1.9 Pengawasan dan Pelaporan 1. Menurut pasal 18 mengenai pertukaran satwa adalah : a. Pengawasan terhadap lembaga konservasi dalam melakukan kegiatan pertukaran jenis tumbuhan atau satwa liar dilindungi dilakukan oleh Kepala UPT setempat. b. Kepala UPT melakukan pemeriksaan jenis yang akan dipertukarkan dan jenis hasil pertukaran yang dimuat dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan dilaporkan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan Direktur Teknis.