BAB 1 PENDAHULUAN. bawah lima tahun (balita). Angka kematian balita di negara-negara berkembang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas dan produktif. Untuk

World Hunger Organization (WHO), terdapat empat jenis masalah kekurangan. Anemia Gizi Besi (AGB), Kurang Vitamin A (KVA) dan Gangguan Akibat

BAB 1 PENDAHULUAN. menggembirakan. Berbagai masalah gizi seperti gizi kurang dan gizi buruk,

BAB I PENDAHULUAN. rawan terhadap masalah gizi. Anak balita mengalami pertumbuhan dan. perkembangan yang pesat sehingga membutuhkan suplai makanan dan

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan antara asupan makanan dan penggunaan zat gizi. Bila tubuh

Keluarga Sadar Gizi (KADARZI)

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan berat

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak, masa remaja, dewasa sampai usia lanjut usia (Depkes, 2003).

BAB 1 PENDAHULUAN. yang apabila tidak diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat terpenuhi. Namun masalah gizi bukan hanya berdampak pada

BAB 1 PENDAHULUAN. dimulai dengan perhatian utama pada proses tumbuh kembang sejak. pembuahan sampai mencapai dewasa muda. Pada masa tumbuh kembang

BAB I PENDAHULUAN. depan bangsa, balita sehat akan menjadikan balita yang cerdas. Balita salah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia yang baik. Menciptakan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia sangat dipengaruhi oleh rendahnya

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi kurang masih tersebar luas di negara-negara. berkembang termasuk di Indonesia, masalah yang timbul akibat asupan gizi

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PERBAIKAN GIZI

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas dan sukses di masa depan, demikian juga setiap bangsa menginginkan

BAB 1 PENDAHULUAN. cerdas dan produktif. Indikatornya adalah manusia yang mampu hidup lebih lama

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG KADARZI DENGAN ASUPAN ENERGI DAN STATUS GIZI ANAK BALITA DI DESA JAGAN KECAMATAN BENDOSARI KABUPATEN SUKOHARJO

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu riset menunjukkan setidaknya 3,5 juta anak meninggal tiap tahun karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Nutrisi yang cukup sangat penting pada usia dini untuk memastikan

BAB I PENDAHULUAN. seutuhnya dan pembangunan masyarakat seluruhnya. Untuk menciptakan sumber daya

KERANGKA ACUAN PROGRAM GIZI PUSKESMAS KAMPAR KIRI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental

BAB I PENDAHULUAN. intelektualnya dan keterampilan serta mulai mempunyai kegiatan fisik yang

BAB I PENDAHULUAN. balita yang cerdas. Anak balita salah satu golongan umur yang rawan. masa yang kritis, karena pada saat itu merupakan masa emas

BAB I PENDAHULUAN. atau calon ibu merupakan kelompok rawan, karena membutuhkan gizi yang cukup

PENGETAHUAN IBU DALAM PENATALAKSANAAN GIZI SEIMBANG PADA KELUARGA DI DESA SIBORBORON KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

BAB 1 PENDAHULUAN. tetapi berbagai permasalahan yang sangat mendasar, terutama dalam upaya

PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH DINAS KESEHATAN Jalan Jend.Sudirman No.24 Telp SUNGAI PENUH Kode Pos : 37112

KUESIONER HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DENGAN PRAKTEK KADARZI DI KECAMATAN TRIENGGADENG KABUPATEN PIDIE JAYA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan mempunyai arti yang sangat penting bagi manusia, karena

BAB I PENDAHULUAN. dikonsumsi normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi,

BAB I PENDAHULUAN. fisik dan mentalnya akan lambat. Salah satu indikator kesehatan yang dinilai

BAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional bidang kesehatan yang tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. ketahanan pangan pada tingkat nasional, regional, maupun rumah tangga. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. (Suharno, 1993). Berdasarkan hasil penelitian WHO tahun 2008, diketahui bahwa

BAB 1 PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu masalah utama dalam tatanan kependudukan dunia.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan salah satu unsur penting sebagai penentu dalam peningkatan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. indeks pembangunan manusia, oleh karena itu menjadi suatu keharusan bagi semua

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan yaitu meningkatnya kesadaran,

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional mengarah kepada peningkatan kulitas sumber

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak seimbang menimbulkan masalah yang sangat sulit sekali

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya yang tinggi. Bahkan Indonesia menduduki peringkat ke-empat

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STATUS GIZI BAIK DAN GIZI KURANG PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAYO SELINCAH KOTA JAMBI TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan anak di periode selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini

BAB I PENDAHULUAN. memasuki era globalisasi karena harus bersaing dengan negara-negara lain dalam

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah gizi di Indonesia masih didominasi oleh masalah Kurang Energi

Sikap ibu rumah tangga terhadap penyuluhan gizi dalam pemenuhan gizi balita di wilayah binaan puskesmas I Gatak kecamatan Gatak kabupaten Sukoharjo

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan karena konsumsi makanan yang tidak seimbang, mengkonsumsi

BAB I PENDAHULUAN. yakni gizi lebih dan gizi kurang. Masalah gizi lebih merupakan akibat dari

I. PENDAHULUAN. Prevalensi gizi buruk pada batita di Indonesia menurut berat badan/umur

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kesehatan termasuk dalam hal gizi. Hal ini terbukti dari

BAB I PENDAHULUAN. tahun Konsep pembangunan nasional harus berwawasan kesehatan, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Hasil penelitian multi-center yang dilakukan UNICEF menunjukkan bahwa MP-

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat diperlukan di masa mendatang (Depkes RI, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. Mulai dari kelaparan sampai pola makan yang mengikuti gaya hidup yaitu

BAB I PENDAHULUAN. cukup makan, maka akan terjadi konsekuensi fungsional. Tiga konsekuensi yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan mempunyai visi mewujudkan masyarakat mandiri untuk

BAB I PENDAHULUAN. mengancam kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang sangat diperlukan sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. ganda yaitu masalah kurang gizi dan gizi lebih. Kurang energi protein (KEP) pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan kesehatan di Indonesia saat ini diarahkan untuk

BAB I PENDAHULUAN. pertama kali posyandu diperkenalkan pada tahun 1985, Posyandu menjadi. salah satu wujud pemberdayaan masyarakat yang strategis

BAB 1 PENDAHULUAN. Kasus gizi buruk masih menjadi masalah dibeberapa negara. Tercatat satu

BAB I LATAR BELAKANG. Kekurangan Vitamin A (KVA), Anemia Gizi Besi (AGB), Gangguan Akibat

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJP-N) tahun

BAB I PENDAHULUAN. pendekatan penanggulangnya harus melibatkan berbagai sektor terkait.

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Balita merupakan kelompok masyarakat yang rentan gizi. Kelompok

BAB I PENDAHULUAN. target Millenium Depelopment Goals (MDGs) Dimana angka kematian bayi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan dan kualitas sumber daya manusia (Dinkes Propsu, 2006).

BAB 1 PENDAHULUAN. khususnya di berbagai negara berkembang (WHO, 2004). The United Nations

PENGARUH KOMPETENSI BIDAN DI DESA DALAM MANAJEMEN KASUS GIZI BURUK ANAK BALITA TERHADAP PEMULIHAN KASUS DI KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2008 ARTIKEL

BAB I PENDAHULUAN. kurang dalam hal pemberian makanan yang baik (Akhsan, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia yang berkualitas dalam pembangunan Bangsa

BAB I PENDAHULUAN. dan dewasa sampai usia lanjut. Dari seluruh siklus kehidupan, program perbaikan

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia meningkat dengan pesat dalam 4 dekade

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan

BAB I PENDAHULUAN. Istilah kembang berhubungan dengan aspek diferensiesi bentuk atau fungsi,

BAB 1 : PENDAHULUAN. nasional, karena masalah kesehatan menyentuh hampir seluruh aspek kehidupan manusia. (1)

BAB 1 PENDAHULUAN. lingkungan sosial yang ada di masyarakat umum di luar rumah. Seorang anak TK

BAB I PENDAHULUAN. penurunan tingkat kecerdasan. Pada bayi dan anak, kekurangan gizi akan menimbulkan

PERBEDAAN KADAR HEMOGLOBIN SISWI SMA PEDESAAN DAN PERKOTAAN DI KABUPATEN KLATEN

BAB I PENDAHULUAN. apabila prasyarat keadaan gizi yang baik terpenuhi. Masalah gizi yang sering

BAB I PENDAHULUAN. (United Nations Developments Program), Indonesia menempati urutan ke 111

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Ramadani (dalam Yolanda, 2014) Gizi merupakan bagian dari sektor. baik merupakan pondasi bagi kesehatan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG GIZI BAYI DENGAN PERTUMBUHAN PERKEMBANGAN BAYI USIA 6-12 BULAN DI DESA MANGGUNG SUKOREJO MUSUK BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan dan merupakan masalah gizi utama di Indonesia

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu permasalahan kesehatan di Indonesia adalah kematian anak usia bawah lima tahun (balita). Angka kematian balita di negara-negara berkembang khususnya Indonesia masih cukup tinggi. Salah satu penyebab yang menonjol diantaranya karena keadaan gizi yang kurang baik atau bahkan buruk. Kondisi gizi anak-anak Indonesia rata-rata lebih buruk dibanding gizi anak-anak dunia dan bahkan juga dari anak-anak Afrika (Anonim, 2006). Tercatat satu dari tiga anak di dunia meninggal setiap tahun akibat buruknya kualitas nutrisi. Sebuah riset juga menunjukkan setidaknya 3,5 juta anak meninggal tiap tahun karena kekurangan gizi serta buruknya kualitas makanan (Anonim, 2008). Badan kesehatan dunia (WHO) memperkirakan bahwa 54 persen kematian anak disebabkan oleh keadaan gizi yang buruk. Sementara masalah gizi di Indonesia mengakibatkan lebih dari 80 persen kematian anak (WHO, 2011) Status gizi buruk pada balita dapat menimbulkan pengaruh yang sangat menghambat pertumbuhan fisik, mental maupun kemampuan berpikir yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitas kerja. Balita hidup penderita gizi buruk dapat mengalami penurunan kecerdasan (IQ) hingga 10 persen. Keadaan ini memberikan petunjuk bahwa pada hakikatnya gizi yang buruk atau kurang akan berdampak pada menurunnya kualitas sumber daya manusia. Selain itu, penyakit

rawan yang dapat diderita balita gizi buruk adalah diabetes (kencing manis) dan penyakit jantung koroner. Dampak paling buruk yang diterima adalah kematian pada umur yang sangat dini (Samsul, 2011). Prevalensi balita gizi buruk merupakan indikator Millenium Development Goals (MDGs) yang harus dicapai disuatu daerah (kabupaten/kota) pada tahun 2015, yaitu terjadinya penurunan prevalensi balita gizi buruk menjadi 3,6 persen atau kekurangan gizi pada anak balita menjadi 15,5 persen (Bappenas, 2010). Pencapaian target MDGs belum maksimal dan belum merata di setiap provinsi. Besarnya prevalensi balita gizi buruk di Indonesia antar provinsi cukup beragam. Berdasarkan data riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2010, secara nasional prevalensi balita gizi buruk sebesar 4,9 persen dan kekurangan gizi 17,9 persen. Rentang prevalensi BBLR (per 100) di Indonesia adalah 1,4 sampai 11,2, dimana yang terendah di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan tertinggi di Provinsi Gorontalo. Provinsi Jawa Timur termasuk daerah dengan balita gizi buruk masih tergolong tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan prevalensi gizi buruk sebesar 4,8 persen. Walaupun pada tingkat nasional prevalensi balita kurang gizi telah hampir mencapai target MDGs, namun masih terjadi disparitas antar provinsi, antara perdesaan dan perkotaan, dan antar kelompok sosial-ekonomi (Depkes RI, 2008). Menurut data Susenas tahun 2005 angka prevalensi gizi kurang anak balita sebesar 28% dan diantara angka tersebut 8,8% menderita gizi buruk dan berdasarkan profil data kesehatan Indonesia tahun 2011 Sumatera Utara dalam urutan ke-2 prevalensi kurang gizi balita yaitu gizi buruk 7,8% dan gizi kurang 13,5%.

Merujuk dari laporan Riskesdas tahun 2007 di Sumatera Utara, prevalensi gizi buruk dan gizi kurang di Sumatera Utara lebih tinggi dibandingkan angka Nasional yaitu 22,7 %. (standard WHO : 5-9% rendah, 10-19% medium, 20-39% tinggi, >40% sangat tinggi). (Profil Dinkes Prop. Sumut, 2011). Prevalensi balita dengan gizi kurang di Kabupaten Labuhanbatu Utara pada tahun 2010 berjumlah 26 orang dan balita dengan gizi buruk 10 orang dan diantara kasus gizi buruk 3 orang yang meninggal, 2 laki-laki dan 1 perempuan dan pada tahun 2011 terjadi peningkatan sebesar 5%. (Profil Dinkes Labuhanbatu Utara, 2011). Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah, khususnya Dinas Kesehatan, baik pendekatan strategis maupun pendekatan taktis. Pendekatan strategis yaitu berupaya mengoptimalkan operasional pelayanan kesehatan terhadap ibu hamil dan pelayanan kesehatan balita diantaranya pengoptimalan fungsi posyandu. Pendekatan taktis merupakan upaya antisipasi meningkatnya prevalensi balita gizi buruk serta upaya penurunannya melalui berbagai kajian atau penelitian yang berkaitan dengan balita gizi buruk. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran kemauan dan kemampuan hidup bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang optimal, yang pada akhirnya meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Arah kebijakan pembangunan bidang kesehatan adalah untuk mempertinggi derajat kesehatan, termasuk didalamnya keadaan gizi masyarakat dalam rangka meningkatkan kualitas hidup serta kecerdasan dan kesejahteraan pada umumnya (Suhardjo, 2003).

Usaha Perbaikan Gizi Keluarga merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan keadaan gizi masyarakat, yang sebagian kegiatannya dilaksanakan oleh bidan desa di posyandu. Usaha Perbaikan Gizi Keluarga ini dititikberatkan pada kegiatan penyuluhan gizi dengan menggunakan pesan-pesan gizi sederhana, pelayanan gizi, pemanfaatan lahan perkarangan, yang secara keseluruhan kegiatan tersebut dapat dilaksanakan oleh masyarakat sendiri (Depkes RI,2002). Program Perbaikan Gizi Masyarakat adalah salah satu program pokok Puskesmas yaitu program kegiatan yang meliputi peningkatan pendidikan gizi, penanggulangan Kurang Energi Protein, Anemia Gizi Besi, Gangguan Akibat Kekurangan Yaodium (GAKY), Kurang Vitamin A, Keadaan zat gizi lebih, Peningkatan Survailans Gizi, dan Perberdayaan Usaha Perbaikan Gizi Keluarga/ Masyarakat.Kegiatan-kegiatan program ini ada yang dilakukan harian, bulanan, smesteran (6 bulan sekali) dan tahun (setahun sekali) serta beberapa kegiatan investigasi dan intervensi yang dilakukan setiap saat jika ditemukan masalah gizi misalnya ditemukan adanya kasus gizi buruk. Kegiatan program Perbaikan Gizi Masyarakat dapat dilakukan dalam maupun di luar gedung Puskesmas. Pentingnya usaha peningkatan gizi keluarga dilatarbelakangi oleh masih tingginya kasus gizi buruk sebagai akibat dari rendahnya ketahanan pangan di tingkat rumah tangga. Dampak krisis ekonomi juga menurnkan kemampuan daya beli masyarakat. Keadaan gangguan gizi telah lama menjadi perhatian pemerintah. Pemerintah telah mengupayakan penanggulangan masalah gizi dengan mengembangkan usaha perbaikan gizi keluarga (UPGK). Kegiatan utama UPGK

adalah penyuluhan gizi melalui pemberdayaan keluarga dan masyarakat. Strategi lain yang dapat dilakukan adalah melalui keluarga sadar gizi atau disebut juga dengan KADARZI. Tujuan dari program KADARZI adalah meningkatkan pengetahuan dan perilaku keluarga untuk mengatasi masalah gizi. Indikator keluarga sadar gizi antara lain adalah; status gizi anggota keluarga khusunya ibu dan anak baik, tidak ada lagi bayi berat lahir rendah pada keluarga, semua anggota keluarga menkonsumsi garam beryodium, semua ibu memberikan hanya ASI saja pada bayinya sampai usia 6 bulan dan semua balita yang ditimbang naik berat badannya sesuai usia (Depkes, 2004) Pemerintah telah mengupayakan penanggulangan masalah gizi dengan mengembangkan suatu program yakni Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK). Kegiatan yang dilakukan untuk menanggulangi masalah gizi antara lain dengan penimbangan secara berkala anak-anak dibawah lima tahun (balita) yang pada hakekatnya perpaduan dari kegiatan pendidikan gizi, monitoring gizi, dan intervensi gizi melalui usaha-usaha Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu). Kegiatan ini bertolak dari usaha swadaya masyarakat dan sepenuhnya dilakukan oleh tenaga sukarela desa yang telah mendapat latihan dibawah pengawasan dari Puskesmas. Kegiatan lain yang dilakukan pemerintah unruk menurunkan masalah gizi, baik di perkotaan maupun pedesaan adalah dengan meningkatkan keadaan gizi keluarga, meningkatkan partisipasi masyarakat, dan meningkatkan kualitas pelayanan gizi, baik di Puskesmas, maupun di Posyandu. Ibu balita yang telah memiliki pengetahuan tentang Kadarzi dapat secara mandiri melakukan pencegahan gangguan gizi pada balita dan keluarganya. Usaha-usaha tersebut tidak akan berdaya guna dan

berhasil guna tanpa didukung oleh usaha-usaha lain secara terpadu. Oleh karena itu usaha penanggulangan masalah gizi memerlukan kerjasama dan koordinasi yang mantap antar berbagai sektor pembangunan. Lebih dari itu, keberhasilan penanggulangan gizi sangat tergantung dari pertisipasi aktif masyarakat. Salah satu indikator keberhasilan dalam usaha perbaikan gizi adalah angka pencapaian program yang tinggi. Berdasarkan besarnya masalah gizi dan kesehatan serta variasi faktor penyebab masalah antar wilayah, maka diperlukan program yang komprehensif dan terintegrasi, baik di tingkat kabupaten, provinsi, maupun tingkat nasional. Kesadarn gizi dalam keluarga merupakan salah satu yang diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pembangunan kesehatan khususnya danpembangunan masyarakat pada umumnya. Masalah gizi yang terjadi di tingkat keluarga erat kaitannya dengan perilaku keluarga. Keluarga mandiri sadar gizi merupakan keluarga yang mampu mengenal, mencegah, dan mengatasi masalah gizi di tingkat keluarga/rumah tangga melalui perilaku penimbangan berat badan secara teratur, memberikan hanya ASI saja kepada bayi 0-6 bulan, makan beraneka ragam, memasak menggunakan garam beryodium, dan mengkonsumsi suplemen zat gizi sesuai anjuran (Depkes RI, 2007) Keluarga mandiri sadar gizi diwujudkan dengan cara meningkatkan pengetahuan gizi, merubah sikap dan perilaku keluarga gizi yang kurang mendukung dan menumbuhkan kemandirian keluarga untuk mengatasi masalah gizi yang ada dalam keluarga. Rendahnya pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat khusunya ibu balita rumah tangga terhadap gizi dan kesehatan merupakan salah satu faktor

yang sangat mempengaruhi pada pencapaian program keluarga mandiri sadar gizi (Supardi, 2009). Dalam hal ini perlu perbaikan gizi kepada keluarga ole tenaga kesehatan khususnya bidan desa. Sasaran perbaikan gizi meliputi meningkatnya pemahaman dan kesadaran masyarakat tentang gizi sebagai bagian dari upaya meningkatkan kualitas hidup manusia, serta meningkatnya peran serta aktif masyarakat terutama di pedesaan sehingga kegiatan usaha perbaikan gizi keluarga (UPKG) menjadi gerakan masyarakat yang mantap. Sehubungan dengan itu, kebijaksanaan pokok usaya perbaikan gizi adalah meningkatlkan penyuluhan gizi masyarakat; meningkatkan upaya penanggulangan masalah gizi-kurang (GAKY, AGB, KVA, dan KEP), meningkatkan kualitas dan kuantitas pengelolaan usaya perbaikan gizi melalui peningkatan jumlah dan mutu tenaga gizi yang profesional untuk berbagai jenjang, meningkatkan kegiatan peningkatan unggulan mengembangkan penerapan teknologi pasca panen untuk memenuhi kebutuhan konsumsi pangan yang beraneka ragam dan bergizi dan meningkatkan kemitraan antara dunia usaha, masyarakat lembaga kemasyarakatan dan pemerintah. Kegiatan UPGK meliputi: (1) penyuluhan gizi masyarakat pedesaan, (2) pelayanan gizi posyandu, dan (3) peningkatan pemanfaatan lahan perkarangan. Dalam rangka menggiatkan kegiatan penyuluhan gizi masyarakat perdesaan, telah dilaksanakan penyuluhan melalui kader-kader. Kader tersebut berasal dari kelompok masyarakat yang potensial dalam menyebarluaskan penyuluhan gizi di pedesaan

seperti pengurus dan anggota kelompok pengajian, organisasi wanita keagamaan, kelompok petani dan nelayan, dan berbagai lembaga masyrakat. Kegiatan pelayanan gizi posyandu dilaksanakan sedikitnya sebulan sekali oleh kader PKK khususnya kader gizi dengan bantuan tenaga gizi/kesehatan puskesmas dan bidan di desa. Kegiatannya meliputi: a) pemantauan tumbuh kembang anak, b) penyuluhan gizi ibu dan anak, c) pemberian kapsul yodium kepada penduduk yang tinggal doi daerah endemik, d) pemberian tablet besi kepada ibu hamil, anak balita, dan pekerja wanita, e) pemberian kapsul vitamin A kepada anak balita, dan f) penurunan jumlah penderita kekurangan energi dan protein (KEP). Untuk meningkatkan tercapainya kegiatan perbaikan gizi pada keluarga, perlu melaksanakan komunikasi tatap muka dengan keluarganya. Pada dasarnya komunikasi tatap muka merupakan komunikasi profesional yang mengarah pada tujuan yaitu memengaruhi perilaku ibu dalam UPGK (usaha perbaikan gizi keluarga). Komunikasi tatap muka merupakan salah satu cara untuk membina hubungan saling percaya terhadap ibu dan pemberian informasi yang akurat kepada ibu, sehingga diharapkan dapat berdampak pada peningkatan pengetahuan dan sikap ibu dalam UPGK (usaha perbaikan gizi keluarga). Berbagai penelitian yang berkaitan dengan status gizi balita telah dilakukan, diantaranya Paramita (2008), Hayati (2009), Riskiyanti (2010), serta Inadiar (2010). Paramita (2008) melakukan klasifikasi terhadap status gizi balita di Kabupaten Nganjuk dengan bagging regresi logistik ordinal. Hayati (2009) melakukan pengelompokkan kabupaten/kota di Jawa Timur berdasarkan status gizi buruk balita

dengan analisis diskriminan. Riskiyanti (2010) meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi angka harapan hidup, angka kematian bayi dan status gizi buruk di Provinsi Jawa Timur dengan analisis regresi multivariat. Inadiar (2010) meneliti tentang perbedaan pola asah asih, asuh pada balita status gizi kurang dan normal dengan menggunakan uji Chi-square. Penelitian-penelitian tersebut sebagian besar tidak menekankan aspek humaniora. Aspek humaniora, seperti kekhasan budaya yang direpresentasikan kekhasan lokasi (kabupaten/kota) masih terbatas untuk dikaji. Oleh karena itu dalam penelitian ini akan dikembangkan pemodelan balita gizi buruk yang mengakomodasi adanya aspek prilaku masyarakat yang direpresentasikan dalam spasial (lokasi). Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan peneliti di wilayah kerja Puskesmas Kampung Pajak Kabupaten Labuhanbatu Utara dengan menggunakan data dari Dinas Kesehatan diperoleh bahwa pada tahun 2010 dilaporkan sebesar 5,3% anak dengan gizi kurang dan pada tahun 2011 terdapat sebesar 5,5% anak dengan gizi kurang (Dinkes Labuhanbatu Utara,2011).Melihat data tersebut bahwa anak di wilayah kerja Puskesmas Kampung Pajak Kabupaten Labuhanbatu Utara mengalami penurunan status gizi dari tahun ke tahun. Hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh komunikasi yang kurang baik yang diperoleh ibu tentang usaya perbaikan gizi keluarga. Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk meneliti pengaruh komunikasi tatap muka terhadap pengetahuan dan sikap ibu bayi dan balita dalam

UPGK (usaha perbaikan gizi keluarga) di wilayah kerja Puskesmas Kampung Pajak Kabupaten Labuhanbatu Utara. 1.2. Permasalahan Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi permasalah adalah apakah ada pengaruh komunikasi tatap muka terhadap pengetahuan dan sikap ibu bayi dan balita dalam UPGK (Usaha Perbaikan Gizi Keluarga) di Wilayah Kerja Puskesmas Kampung Pajak Kabupaten Labuhanbatu Utara. 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh komunikasi tatap muka terhadap pengetahuan dan sikap ibu bayi dan balita dalam UPGK (Usaha Perbaikan Gizi Keluarga) di wilayah kerja Puskesmas Kampung Pajak Kabupaten Labuhanbatu Utara. 1.4. Hipotesis Berdasarkan latar belakang dan tujuan penelitian, hipotesis penelitian ditetapkan sebagai berikut : - Ada pengaruh komunikasi tatap muka terhadap pengetahuan dan sikap ibu bayi dan balita dalam UPGK (Usaha Perbaikan Gizi Keluarga) di wilayah kerja Puskesmas Kampung Pajak Kabupaten Labuhanbatu Utara.

- Tidak ada pengaruh komunikasi tatap muka terhadap pengetahuan dan sikap ibu bayi dan balita dalam UPGK (Usaha Perbaikan Gizi Keluarga) di wilayah kerja Puskesmas Kampung Pajak Kabupaten Labuhanbatu Utara. 1.5 Manfaat Penelitian 1. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Labuhanbatu Utara khususnya Puskesmas di Kampung Pajak sebagai informasi untuk meningkatkan status gizi anak guna mewujudkan sumber daya manusia yang sehat. 2. Bagi tenaga kesehatan agar meningkatkan komunikasi kepada ibu tentang usaha perbaikan gizi keluarga 3. Bagi masyarakat sebagai upaya meningkatkan usaha perbaikan gizi keluarga 4. Bagi peneliti sebagai pengembangan ilmu kesehatan masyarakat, khususnya yang terkait dengan status gizi anak.