BAB 1 PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM), sedangkan ukuran kesejahteraan masyarakat. sasaran yang membutuhkan layanan (Depkes RI, 2006).

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam mencapai tujuan Nasional Bangsa Indonesia sesuai Pembukaan

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat diperlukan di masa mendatang (Depkes RI, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yaitu ukuran fisik. penduduk (Depkes, 2004). Guna menyukseskan hal tersebut maka

BAB I PENDAHULUAN. (United Nations Developments Program), Indonesia menempati urutan ke 111

BAB 1 PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat di Indonesia masih rendah disebabkan banyak

BAB I PENDAHULUAN. penyakit sehingga berkontribusi besar pada mortalitas Balita (WHO, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. mengancam kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang sangat diperlukan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. akhirnya dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Hal. masyarakat dan swasta (Depkes RI, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur

BAB I PENDAHULUAN. Usia antara 0-5 tahun adalah merupakan periode yang sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pelayanan kesehatan masyarakat pada prinsipnya mengutamakan

BAB I PENDAHULUAN. rawan terhadap masalah gizi. Anak balita mengalami pertumbuhan dan. perkembangan yang pesat sehingga membutuhkan suplai makanan dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memprihatinkan karena mengancam kualitas sumber daya manusia yang akan

BAB 1 PENDAHULUAN. penurunan angka kematian ibu dan bayi (Depkes RI, 2006). kesehatan ditingkat desa. Posyandu adalah pusat kegiatan masyarakat dalam

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental

HUBUNGAN PEKERJAAN DAN PENDIDIKAN IBU TERHADAP STATUS GIZI BALITA DI DESA PULO ARA KECAMATAN KOTA JUANG KABUPATEN BIREUEN

BAB I PENDAHULUAN. tersebut anak mengalami pertumbuhan yang pesat. Balita termasuk

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pertumbuhan dan perkembangan secara keseluruhan. Guna. mendukung pertumbuhan dan perkembangan balita, orang tua perlu

BAB 1 PENDAHULUAN. normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme

BAB I PENDAHULUAN. Visi Kementrian Kesehatan adalah mencapai masyarakat yang mandiri

BAB I PENDAHULUAN. (Ocbrianto, 2012). Tiga pilar yang mempengaruhi kualitas hidup sumber daya

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya bayi dan balita. Tujuan Posyandu adalah menunjang penurunan Angka

BAB 1 PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu masalah utama dalam tatanan kependudukan dunia.

BAB 1 PENDAHULUAN. mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi (Kemenkes, 2011).

BAB 1 PENDAHULUAN. yang apabila tidak diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. Untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Upaya Kader Posyandu Dalam Peningkatan Status Gizi Balita di Kelurahan Margasuka Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dibidang kesehatan mempunyai arti penting dalam. kehidupan nasional, khususnya didalam memelihara dan meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan. kualitas sumberdaya manusia yang mengoptimalkan potensi tumbuh kembang

BAB 1 PENDAHULUAN. peningkatan kualitas SDM dimulai dengan perhatian utama pada proses. sayang dapat membentuk SDM yang sehat, cerdas dan produktif

BAB I PENDAHULUAN. target Millenium Depelopment Goals (MDGs) Dimana angka kematian bayi

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. hingga 2030 meneruskan pencapaian Millenium Development Goals (MDGs)

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Nasional (SKN), salah satu indikator kerjanya ditinjau dari angka

BAB I PENDAHULUAAN. Masa balita adalah masa kehidupan yang sangat penting dan perlu

BAB 1 PENDAHULUAN. pemberdayaan masyarakat atau kader posyandu (Depkes, 2007). Menurut MDGs (Millenium Development Goals) di tingkat ASEAN, AKB

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Pencapaian tujuan

BAB I PENDAHULUAN. (pos pelayanan terpadu) di wilayah kerja Puskesmas Tampaksiring I sesuai data

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan oleh pita warna hijau muda sampai hijau tua.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. faktor yang perlu diperhatikan dalam menjaga kesehatan, karena masa balita

BAB I PENDAHULUAN. pertama kali posyandu diperkenalkan pada tahun 1985, Posyandu menjadi. salah satu wujud pemberdayaan masyarakat yang strategis

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu riset menunjukkan setidaknya 3,5 juta anak meninggal tiap tahun karena

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan berat

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas dicirikan dengan fisik yang tangguh, kesehatan yang

BAB I PENDAHULUAN. tingginya angka kematian dan kesakitan karena ISPA. Penyakit infeksi saluran

BAB I PENDAHULUAN. menurunkan angka kematian bayi, anak balita dan angka kelahiran, tergantung pada keberhasilan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan guna memberdayakan masyarakat dan. Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2009, p.98).

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi memiliki dimensi luas, tidak hanya masalah kesehatan tetapi

BAB I PENDAHULUAN. yaitu program pemberantasan penyakit menular, salah satunya adalah program

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. anak di negara sedang berkembang. Menurut WHO (2009) diare adalah suatu keadaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit campak merupakan salah satu penyebab kematian pada anak-anak di

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita adalah masa yang membutuhkan perhatian lebih dari

BAB I PENDAHULUAN. terbesar dalam kelompok penyakit infeksi dan merupakan ancaman besar bagi

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan

BAB I PENDAHULUAN. utama atau investasi dalam pembangunan kesehatan. 1 Keadaan gizi yang baik

BAB 1 PENDAHULUAN. Tantangan utama dalam pembangunan suatu bangsa adalah membangun

STUDI TENTANG MANAJEMEN SISTEM PELAKSANAAN PENAPISAN GIZI BURUK DI DINAS KESEHATAN KABUPATEN BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan salah satu unsur penting sebagai penentu dalam peningkatan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. sering menderita kekurangan gizi, juga merupakan salah satu masalah gizi

BAB I PENDAHULUAN atau 45% dari total jumlah kematian balita (WHO, 2013). UNICEF

BAB I PENDAHULUAN. masih tingginya Angka Kematian Bayi dan Anak yang merupakan indikator

BAB I PENDAHULUAN. Posyandu diselenggarakan untuk kepentingan masyarakat sehingga

SKRIPSI. Skripsi Ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Gizi. Disusun Oleh : SINTIA DEWI J

BAB I PENDAHULUAN. balita yang cerdas. Anak balita salah satu golongan umur yang rawan. masa yang kritis, karena pada saat itu merupakan masa emas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat yang optimal sangat ditentukan oleh tingkat

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesempatan Indonesia untuk memperoleh bonus demografi semakin terbuka dan bisa

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang kekurangan gizi dengan indeks BB/U kecil dari -2 SD dan kelebihan gizi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. sulit diharapkan untuk berhasil membangun bangsa itu sendiri. (Hadi, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. bayi berat lahir rendah (BBLR), dan infeksi (Depkes RI, 2011). mampu menurunkan angka kematian anak (Depkes RI, 2011).

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas dan produktif. Untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah yang terjadi di dunia saat ini adalah menyangkut kemiskinan,

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :

BAB I PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia sangat dipengaruhi oleh rendahnya

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dan terpenting dari

BAB I PENDAHULUAN. gizi anak balitanya. Salah satu tujuan posyandu adalah memantau peningkatan status

Tabel 4.1 INDIKATOR KINERJA UTAMA DINAS KESEHATAN KABUPATEN KERINCI TAHUN Formulasi Penghitungan Sumber Data

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan ibu. Posyandu dicanangkan tahun 1986, jumlah posyandu di

BAB I PENDAHULUAN. dan dewasa sampai usia lanjut. Dari seluruh siklus kehidupan, program perbaikan

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan pembangunan kesehatan, yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 adalah mengumpulkan. dan menganalisis data indikator MDG s kesehatan dan faktor yang

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Ismawati tahun 2010 (dalam Ariyani dkk, 2012), posyandu

BAB 1 PENDAHULUAN. Perbaikan kualitas manusia di suatu negara dijabarkan secara internasional

BAB 1 : PENDAHULUAN. Millenuim Development Goals (MDGs) adalah status gizi (SDKI, 2012). Status

BAB I PENDAHULUAN. perlu dilakukan karena kesehatan bukan tanggung jawab pemerintah saja, namun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas dan berdaya saing (UU No. 17/2007).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan hal yang sangat penting dan bisa dijadikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Kasus gizi buruk masih menjadi masalah dibeberapa negara. Tercatat satu

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hak azasi manusia dan sekaligus sebagai investasi, Sumber daya manusia yang sehat dan berkualitas merupakan modal utama atau investasi dalam pembangunan kesehatan. Ukuran kualitas SDM dapat dilihat pada Indeks Pembangunan Manusia (IPM), sedangkan ukuran kesejahteraan masyarakat antara lain dapat dilihat pada tingkat kemiskinan dan status gizi masyarakat. Upaya pengembangan kualitas SDM dengan mengoptimalkan potensi tumbuh kembang anak dapat dilaksanakan secara merata apabila sistem pelayanan kesehatan yang berbasis masyarakat dapat dilakukan secara efektif dan efisien dan dapat menjangkau semua sasaran yang membutuhkan layanan (Depkes RI, 2006). Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia adalah melalui peningkatan status gizi masyarakat. Status gizi masyarakat merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas hidup dan produktivitas kerja. Angka kematian yang tinggi pada bayi, anak balita, ibu melahirkan dan menurunnya daya kerja fisik, terganggunya perkembangan mental dan kecerdasan jika di telusuri adalah akibat langsung maupun tidak langsung dari kekurangan asupan gizi (Supariasa, 2001) Menurut data WHO pada tahun 2010 kematian bayi dan balita di dunia disebabkan oleh pneumonia 19%, diare 18%, malaria 8%, campak 4%, HIV/AIDS 3%, kondisi neonatal termasuk kelahiran prematur, asfiksia dan infeksi 37 %. Dari

kematian bayi dan balita tersebut lebih dari 50% nya menderita gizi kurang, oleh karena itu menurunkan kejadian gizi kurang berarti menurunkan angka kematian bayi dan balita (WHO, 2011). Menurut data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional pada tahun 2003 Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia mencapai 35/1000 kelahiran hidup menjadi 34/1000 kelahiran hidup pada tahun 2007, angka kematian Balita (AKABA) pada tahun 2003 sebesar 46/1000 kelahiran hidup menjadi 44/1000 kelahiran hidup pada tahun 2007, walaupun ada kecenderungan penurunan pada angka kematian bayi dan angka kematian balita angka tersebut masih jauh dari target Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJM) 2010-2014 dengan indikator dampak tahun 2014 untuk angka kematian bayi menjadi 24/1000 kelahiran hidup dan angka kematian balita 32 / 1000 kelahiran hidup. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 prevalensi status gizi balita dengan berat kurang pada tahun 2010 adalah 17,9% yang terdiri dari 4,9% gizi buruk dan 13% gizi kurang. Jika dibandingkan dengan angka prevalensi nasional tahun 2007 (18,4%) sudah terjadi penurunan. Penurunan terutama pada terjadi pada prevalensi gizi buruk, turun sebesar 0,5%, sedangkan prevalensi gizi kurang masih tetap sebesar 13.0% bila dibandingkan dengan sasaran MDGs tahun 2015 yaitu 15,5% maka prevalensi berat kurang secara nasional masih harus diturunkan. Sementara prevalensi kependekan (stunting) secara nasional tahun 2010 sebesar 35,6%, ada 15 provinsi memiliki prevalensi stunting di atas angka prevalensi nasional, tetapi bila dibandingkan dengan batas non public health problem menurut

WHO untuk masalah kependekan sebesar 20 %, maka semua provinsi masih dalam kondisi bermasalah. Kondisi ini cukup memprihatinkan, karena dapat mengancam kualitas sumber daya manusia di masa yang akan datang. Keadaan status gizi balita di Sumatera Utara berdasarkan berat badan menurut umur pada tahun 2010 menunjukkan berat kurang pada balita juga masih tinggi dibanding angka nasional yaitu mencapai 21,3 % terdiri dari gizi buruk 7,8 % dan gizi kurang 13,5 % dan prevalensi stunting mencapai 41,3 % (Kemenkes RI, 2010). Kondisi status gizi yang buruk pada balita terjadi di berbagai daerah di Sumatera Utara, di Kabupaten Batu Bara terdapat peningkatan persentase kejadian gizi buruk dari 78 di tahun 2008 menjadi 122 pada tahun 2009 (Dinkes Batu Bara, 2010) dan pada tahun 2010 dari 37.906 balita yang ditimbang terdapat 119 gizi kurang dan 29 gizi buruk (Dinkes Provinsi Sumut, 2011). Upaya yang dapat dilakukan untuk penanggulangan dan perbaikan gizi adalah dengan meningkatkan peran serta masyarakat melalui posyandu. Kegiatan posyandu diasumsikan sebagai salah satu pendekatan yang tepat untuk menurunkan angka kematian dan kesakitan balita serta dapat meningkatkan status gizi balita (Adisasmito, 2007 ). Posyandu adalah satu bentuk upaya kesehatan yang bersumber daya masyarakat yang merupakan wujud nyata peran serta masyarakat dalam pembangunan kesehatan. Pengembangan posyandu merupakan strategi tepat untuk melakukan pembinaan kelangsungan hidup dan perkembangan anak (Depkes RI, 2006 ).

Salah satu bentuk peran serta masyakat terhadap upaya kesehatan adalah keaktifan kunjungan ibu membawa balita ke posyandu. Kunjungan ibu di posyandu dengan membawa balitanya sangat mendukung tercapainya salah satu tujuan posyandu yaitu meningkatkan kesehatan ibu dan balita. Namun pemanfaatan posyandu belum berjalan optimal, sampai tahun 2010 diperkirakan ada 266.872 posyandu tersebar di seluruh wilayah Indonesia (Kemenkes RI, 2011). Cakupan penimbangan balita di posyandu (D/S) merupakan indikator berkaitan cakupan pelayanan gizi pada balita. Berdasarkan hasil Riskesdas 2010 cakupan penimbangan balita secara nasional menunjukkan bahwa anak umur 6-59 bulan yang ditimbang secara rutin (4 kali atau lebih), ditimbang 1-3 kali dan yang tidak pernah ditimbang berturut-turut sebesar 49,4%, 26,9% dan 23,8% dan cakupan penimbangan balita di Sumatera Utara masih tergolong rendah ( Tabel 1.1). Tabel 1.1 Persentase Frekuensi Penimbangan Anak 6-59 Bulan Selama Enam Bulan Terakhir Berdasarkan Kelompok Umur di Provinsi Sumatera Utara dan Nasional Frekuensi Penimbangan Kelompok Sumatera Utara Nasional No Umur Tidak > 4 1-3 Tidak > 4 Kali 1-3 Kali Pernah Kali Kali Pernah 1 6-11 bulan 44,7 36,7 18,6 68,6 21,7 9,8 2 12-23 bulan 28,1 40,1 31,8 56,5 26,6 16,9 3 24-35 bulan 51,5 31,3 17,3 48,8 27,2 24,0 4 36-47 bulan 14,1 25,6 60,3 44,2 27,9 27,9 6 48-59 bulan 14,7 21,6 63,7 39,1 27,1 33,8 Sumber : Riskesdas, 2010 Data tersebut menunjukkan ada kecenderungan semakin tinggi kelompok umur anak, semakin rendah cakupan penimbangan rutin (4 kali atau lebih),

sebaliknya semakin tinggi umur anak semakin tinggi pula persentase anak yang tidak pernah ditimbang dan hal ini mengindikasikan frekuensi kunjungan balita ke posyandu semakin berkurang. Perilaku ibu dalam melakukan kunjungan ke posyandu merupakan perilaku yang tampak dari individu. Faktor penentu perilaku individu adalah besarnya intensi individu untuk menampilkan atau tidak perilaku tersebut. Intensi menurut Ajzen (1991) dapat digunakan untuk meramalkan seberapa kuat keinginan individu untuk melakukan perilaku tertentu. Dalam Reason Action Theory (Fishbein dan Ajzen, 1975) digambarkan bahwa intensi merupakan fungsi dari dua determinan, yaitu faktor yang bersifat pribadi yang terlihat dari sikap dan faktor yang mencerminkan pengaruh sosial yaitu norma subjektif. Dalam perkembangan selanjutnya, Ajzen (1988) menyatakan bahwa selain sikap dan norma subjektif, ada faktor ketiga yang juga mempengaruhi yaitu perceived behaviral control. Perceived behavioral control merupakan persepsi individu terhadap kontrol yang dimilikinya sehubungan dengan perilaku tertentu. Jadi, intensi seseorang dapat diramalkan melalui tiga penentu utama; yaitu sikap terhadap perilaku tertentu, norma subjektif yang dimiliki dan perceived behavioral control. Selanjutnya teori ini disebut dengan Theory of Planned Behavior. Perilaku ibu dalam melakukan kunjungan ke posyandu dipengaruhi oleh intensi. Intensi ibu untuk melakukan kunjungan dipengaruhi oleh sikap mereka terhadap posyandu tersebut, mempertimbangkan pengaruh dan dukungan dari orangorang di lingkungan terdekatnya (significant others) dan dipengaruhi pula oleh

persepsi terhadap kendali perilaku oleh faktor pendukung dan penghambat yang dirasakan oleh ibu untuk melakukan kunjungan ke posyandu Berdasarkan penelitian Pamungkas di Kelurahan Grabag Kabupaten Magelang tahun 2008 terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan, sikap dan kepercayaan ibu balita terhadap perilaku ibu berkunjung ke posyandu. Dari hasil penelitan Sambas (2002) di Kelurahan Bojongherang Kabupaten Cianjur ada tiga variabel yang berhubungan dengan kunjungan ibu ke posyandu yakni kepemilikan KMS, bimbingan petugas puskesmas dan pembinaaan kader. Menurut Karr (1988) dalam Notoatmodjo ada lima faktor penentu perilaku yaitu adanya niat untuk bertindak sehubungan dengan stimulus di luar diri seseorang, dukungan dari masyarakat sekitar, tersedianya informasi yang berkaitan dengan tindakan yang dilakukan oleh seseorang, kebebasan pribadi untuk mengambil keputusan dan kondisi situasi yang memungkinkan untuk bertindak. Perilaku ibu balita untuk melakukan kunjungan ke posyandu juga di pengaruhi oleh kelima faktor tersebut. Berdasarkan penelitian Purnamasari (2010) dan Aisyah (2011) dukungan sosial dan dukungan keluarga merupakan faktor yang berpengaruh terhadap keaktifan kunjungan ibu balita ke posyandu. Menurut Widiastuti (2006) di Kota Denpasar faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan posyandu adalah faktor predisposisi yaitu umur kader dan pengetahuan kader, faktor pendukung yaitu persepsi kader tentang peran toma, petugas, sarana serta dukungan dana, faktor kebutuhan yaitu

motivasi kader dan persepsi tentang pentingnya penimbangan balita dan faktor yang paling berpengaruh terhadap pemanfaatan posyandu adalah motivasi kader. Kabupaten Batu Bara merupakan kabupaten baru yang dibentuk pada tahun 2007 yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Asahan yang terdiri dari 7 Kecamatan salah satunya adalah Kecamatan Sei Balai, dengan mayoritas pekerjaan penduduknya adalah petani 47,9% dan tingkat pendidikan yang paling banyak adalah tamat SD 140.080 orang. Kabupaten Batu Bara memiliki posyandu sebanyak 507 pada tahun 2009 yang terdiri dari 24,06% posyandu pratama, 61,54% posyandu madya, 0,14% posyandu purnama dan 0,79% posyandu mandiri dengan posyandu aktif 14,40% (Dinkes Kab. Batu Bara, 2010). Di Kecamatan Sei Balai pemanfaatan posyandu sebagai sarana untuk pemantauan tumbuh kembang balita dan pelayanan gizi masih belum dimanfaatkan secara optimal, dimana kebanyakan ibu balita yang melakukan kunjungan ke posyandu hanya untuk mendapatkan imunisasi dan pengobatan. Pada tahun 2009 jumlah posyandu di Puskesmas Sei Balai sebanyak 48 posyandu dari seluruh strata, posyandu yang aktif hanya 33 %. Jumlah tenaga kesehatan di Puskesmas Sei Balai 19 orang dan petugas gizi hanya 1 orang. Pada waktu pelaksanaan kegiatan posyandu dari jumlah balita 2.699 orang yang ditimbang 2.002 balita yaitu sebesar 74,18 %, sebagian besar dari sasaran posyandu tidak hadir secara rutin bahkan tidak pernah ikut serta dalam kegiatan posyandu sehingga pencapaian kunjungan masih belum mencapai target nasional kunjungan balita ke posyandu yaitu sebesar 90 %. Hal ini menunjukkan bahwa kunjungan balita ke posyandu masih rendah.

Dari uraian di atas, ternyata banyak faktor yang memengaruhi kunjungan balita ke posyandu. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh faktor sikap, norma subjektif dan perceived behavioral control terhadap intensi kunjungan balita ke posyandu di Kecamatan Sei Balai Kabupaten Batu Bara dengan menggunakan pendekatan analisis jalur. 1.2 Permasalahan Rendahnya cakupan kunjungan ke posyandu yaitu sebesar 74,18% yang masih dibawah target nasional sebesar 90% dipengaruhi oleh berbagai faktor. Bersumber pada hasil-hasil penelitian terdahulu, ditemukan sejumlah faktor yang memengaruhi intensi terhadap kunjungan ibu balita ke posyandu, beberapa faktor tersebut adalah faktor sikap, norma subjektif dan perceived behavioral control, maka permasalahan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : Apakah ada pengaruh sikap, norma subjektif dan perceived behavioral control terhadap kunjungan balita ke posyandu di Kecamatan melalui intensi di Kecamatan Sei Balai Kabupaten Batu Bara 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk : 1. Menganalisis pengaruh sikap, norma subjektif dan perceived behavioral control terhadap intensi kunjungan balita ke posyandu 2. Menganalisis pengaruh langsung sikap, norma subjektif dan perceived behavioral control terhadap kunjungan balita ke posyandu.

3. Menganalisis pengaruh intensi terhadap kunjungan balita ke posyandu. 4. Menganalisis pengaruh tidak langsung sikap, norma subjektif dan perceived behavioral control melalui intensi terhadap kunjungan balita ke posyandu 5. Menganalisis pengaruh total sikap, norma subjektif, perceived behavioral control melalui intensi terhadap kunjungan balita ke posyandu 1.4 Hipotesis Ada pengaruh sikap, norma subjektif, perceived behavioral control melalui intensi terhadap kunjungan ibu balita ke posyandu. 1.5 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data dan bahan masukan untuk perumusan kebijakan dan program kerja di Dinas kesehatan Kabupaten Batubara dalam upaya peningkatan kesehatan balita.