2016, No dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan

dokumen-dokumen yang mirip
-;'11'.1ji-'.:-:-;- 1L'-13;?*n "' 5IA TENTANG PADA HUTAN NEGARA. Pen5rusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

BUPATI TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR SUMATERA BARAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi Ekosistem atau Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri pada Hutan

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : P.14/Menlhk-II/2015 TENTANG

TENTANG HUTAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.47/MENHUT-II/2013

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

2016, No tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.42/MenLHK- Setjen/2015 tentang Penatausahaan Hasil Hu

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.73/Menlhk-Setjen/2015

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

2016, No Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehut

2017, No Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan, setiap pemegang izin usaha pemanfaatan hutan wajib menyusun rencana kerja untuk se

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.62/Menlhk-Setjen/2015 TENTANG IZIN PEMANFAATAN KAYU

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 15 TAHUN 2010 T E N T A N G TATA CARA IZIN USAHA INDUSTRI PRIMER HASIL HUTAN KAYU RAKYAT

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 14/Menhut-II/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.91/Menhut-II/2014 TENTANG PENATAUSAHAAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU YANG BERASAL DARI HUTAN NEGARA

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.382/Menhut-II/2004 TENTANG IZIN PEMANFAATAN KAYU (IPK) MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.9/Menlhk-II/2015 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN, PERLUASAN AREAL KERJA DAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Hutan Produksi. Izin. Usaha. Perpanjangan. Tatacara. Pencabutan.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 13/Menhut-II/2009 TENTANG HUTAN TANAMAN HASIL REHABILITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2 Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419); 2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan P

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

BUPATI TANAH DATAR PROPINSI SUMATERA BARAT PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.59/Menhut-II/2011 TENTANG HUTAN TANAMAN HASIL REHABILITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.88/Menhut-II/2014 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2 Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699); 3. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran N

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN,

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERIZINAN PEMANFAATAN HASIL BUKAN KAYU

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

BUPATI MUSI RAWAS, TENTANG

2016, No dimaksud dalam huruf b, perlu disempurnakan; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.32/Menlhk-Setjen/2015 TENTANG HUTAN HAK

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 18/Menhut-II/2010 TENTANG SURAT IZIN BERBURU DAN TATA CARA PERMOHONAN IZIN BERBURU

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.39/Menhut-II/2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SETEMPAT MELALUI KEMITRAAN KEHUTANAN

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik I

2017, No Kehutanan tentang Kerja sama Pemanfaatan Hutan pada Kesatuan Pengelolaan Hutan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tent

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

2016, No. -2- Kehutanan, diperlukan penyempurnaan Peraturan Menteri Kehutanan sebagaimana dimaksud dalam huruf b; d. bahwa berdasarkan pertimbangan se

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.39/Menhut-II/2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SETEMPAT MELALUI KEMITRAAN KEHUTANAN

BUPATI BULUNGAN PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 08 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 37/Menhut-II/2007 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN MENTERI KEHUTANAN,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.65, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Koridor. Penggunaan. Pembuatan.

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 84 TAHUN 2016 TENTANG KERJASAMA PEMANFAATAN HUTAN LINDUNG

this file is downloaded from

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 6886/Kpts-II/2002 TENTANG

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 6886/Kpts-II/2002 TENTANG

2 Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419); 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hi

2 c. bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.55/Menhut-II/2006 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri

BERITA NEGARA. KEMEN-LHK. Hasil Hutan Kayu. Penatausahaan. Perubahan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN KAYU (IPHHK) DI PROVINSI PAPUA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 37/Menhut-II/2007 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN MENTERI KEHUTANAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

2 yang dilimpahkan kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan huruf b,

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.89/Menhut-II/2014 TENTANG HUTAN DESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.23/Menhut-II/2007 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN LINDUNG UNTUK PENAMBANGAN BAWAH TANAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

2 Pemberantasan Korupsi Tahun 2013, maka perlu pengaturan kembali mengenai Tata Cara Pemberian dan Peluasan Areal Kerja Izin Usaha Pemanfaatan Hasil H

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.100, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Iuran Izin Usaha Pemanfaatan. Prosedur. Hutam Produksi.

BUPATI KEPALA DAERAH TINGKAT II SINTANG

BUPATI BANGKA SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PEMANFAATAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 11 TAHUN 2001 TENTANG IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN KAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG IZIN PEMANFAATAN KAYU PADA KAWASAN BUDIDAYA NON KEHUTANAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.31/Menhut-II/2014 TENTANG

2017, No kelestarian keanekaragaman hayati, pengaturan air, sebagai penyimpan cadangan karbon, penghasil oksigen tetap terjaga; c. bahwa revisi

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 58/Menhut-II/2009. Tentang

PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor P.93/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2016 TENTANG PANITIA TATA BATAS KAWASAN HUTAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 23/Menhut-II/2007

2 Litbang Komisi Pemberantasan Korupsi serta dengan mempertimbangkan perkembangan kondisi saat ini, maka penatausahaan hasil hutan kayu yang berasal d

PERATURAN BUPATI OGAN KOMERING ULU NOMOR rz. TAHUN 2008

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.352/Menhut-II/2004

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

RENCANA KERJA USAHA PEMANFAATAN PENYERAPAN DAN/ATAU PENYIMPANAN KARBON PADA HUTAN PRODUKSI

2017, No /KUM.1/11/2016 tentang Pengangkutan Hasil Hutan Kayu Budidaya yang Berasal dari Hutan Hak; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahu

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA : P.

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.1/Menhut-II/2015 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 6885/Kpts-II/2002 TENTANG TATA CARA DAN PERSYARATAN PERPANJANGAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

No.1039, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Hutan Negara. Izin Pemungutan. Pemberian dan Perpanjangan. Tata Cara. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.54/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2016 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN DAN PERPANJANGAN IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN KAYU ATAU HASIL HUTAN BUKAN KAYU PADA HUTAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 45 ayat (3), Pasal 46 ayat (4) dan Pasal 47 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan, telah ditetapkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.46/Menhut-II/2009 tentang Tata Cara Pemberian Izin Pemungutan Hasil Hutan Kayu atau Hasil Hutan Bukan Kayu pada Hutan Produksi; b. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 26 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan, sebagaimana telah diubah

2016, No.1039-2- dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan, ketentuan lebih lanjut mengenai pemungutan hasil hutan bukan kayu pada hutan lindung ditetapkan dengan Peraturan Menteri; c. bahwa berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, Kepala Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPM PTSP) Provinsi mendapat pendelegasian atau pelimpahan wewenang dari Gubernur yang memiliki kewenangan perizinan yang merupakan urusan Pemerintah Provinsi di bidang Penanaman Modal; d. bahwa dalam rangka penyempurnaan tata kelola pemberian izin pemungutan hasil hutan pada hutan negara dan memberikan akses kepada masyarakat di dalam dan di sekitar kawasan hutan untuk memanfaatkan hasil hutan dan turut dalam menjaga kelestarian hutan, perlu dilakukan penyempurnaan atas Peraturan Menteri Kehutanan sebagaimana dimaksud dalam huruf a; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf d, perlu menetapkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentang Tata Cara Pemberian dan Perpanjangan Izin Pemungutan Hasil Hutan Kayu atau Hasil Hutan Bukan Kayu pada Hutan Negara; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang

-3-2016, No.1039 Kehutanan menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412); 2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059); 3. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5432); 4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5887), sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4453); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Serta Pemanfaatan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4696), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan (Lembaran Negara Republik

2016, No.1039-4- Indonesia Tahun 2008 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4814); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2014 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 36); 8. Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 221); 9. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8); 10. Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2015 tentang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015; 11. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.35/Menhut- II/2007 tentang Hasil Hutan Bukan Kayu; 12. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.68/Menhut- II/2014 tentang Penetapan Harga Patokan Hasil Hutan Untuk Perhitungan Provisi Sumber Daya Hutan, Ganti Rugi Tegakan dan Penggantian Nilai Tegakan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1329); 13. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.91/Menhut- II/2014 tentang Penatausahaan Hasil Hutan Bukan Kayu yang Berasal dari Hutan Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1498); 14. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.18/MenLHK-II/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 713); 15. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.44/Menlhk-Setjen/2015 tentang Tata Cara Pengenaan, Pemungutan, dan Penyetoran Provisi Sumber Daya Hutan, Dana Reboisasi, Penggantian Nilai Tegakan, Ganti Rugi Tegakan dan Iuran Izin Usaha Pemanfaatan

-5-2016, No.1039 Hutan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1252); MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN TENTANG TATA CARA PEMBERIAN DAN PERPANJANGAN IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN KAYU ATAU HASIL HUTAN BUKAN KAYU PADA HUTAN NEGARA. BAB I KETENTUAN UMUM Bagian Kesatu Pengertian Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan : 1. Pemungutan Hasil Hutan Kayu dan/atau Bukan Kayu adalah kegiatan untuk mengambil hasil hutan baik berupa kayu dan/atau bukan kayu dengan batasan waktu, luas dan/atau volume tertentu. 2. Izin Pemungutan Hasil Hutan Kayu yang selanjutnya disingkat IPHHK adalah izin untuk mengambil hasil hutan berupa kayu pada hutan alam di hutan produksi melalui kegiatan pemanenan dan pengangkutan untuk jangka waktu dan volume tertentu. 3. Izin Pemungutan Hasil Hutan Bukan Kayu yang selanjutnya disingkat IPHHBK adalah izin untuk mengambil hasil hutan bukan kayu pada hutan lindung dan/atau hutan produksi dalam hutan alam maupun tanaman antara lain berupa rotan, madu, buah, daun, getah, kulit, tanaman obat, untuk jangka waktu dan volume tertentu. 4. Perorangan (individu) adalah orang seorang anggota masyarakat setempat yang berdomisili di dalam atau sekitar hutan yang dimohon, yang cakap bertindak menurut hukum dan Warga Negara Indonesia.

2016, No.1039-6- 5. Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan. 6. Hutan Produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan. 7. Hutan Lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah. 8. Provisi Sumber Daya Hutan yang selanjutnya disingkat PSDH adalah pungutan yang dikenakan kepada pemegang izin sebagai pengganti nilai intrinsik dari hasil hutan yang dipungut dari hutan negara. 9. Perpanjangan IPHHBK-Alam atau IPHHBK-Tanaman adalah pemberian perpanjangan bagi pemegang IPHHBK- Alam atau IPHHBK-Tanaman yang jangka waktunya akan berakhir. 10. Pelayanan Terpadu Satu Pintu yang selanjutnya disingkat PTSP adalah pelayanan secara terintegrasi dalam satu kesatuan proses dimulai dari tahap permohonan sampai dengan tahap penyelesaian produk pelayanan melalui satu pintu. 11. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang lingkungan hidup dan kehutanan. 12. Kepala Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi yang selanjutnya disingkat Kepala BPMPTSP Provinsi adalah badan yang mendapatkan pendelegasian wewenang penerbitan perizinan dan nonperizinan yang menjadi urusan Pemerintah Provinsi dari Gubernur. 13. Kepala Dinas Provinsi adalah Kepala Dinas yang diserahi tugas dan tanggung jawab di bidang kehutanan di wilayah Provinsi.

-7-2016, No.1039 14. Kepala UPT adalah Kepala Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan/atau Direktorat Jenderal Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung. 15. Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung/Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (Kepala KPHL/KPHP) adalah pimpinan, pemegang kewenangan dan penanggung jawab pengelolaan hutan dalam wilayah yang dikelolanya. Bagian Kedua Maksud dan Tujuan Pasal 2 (1) Maksud pengaturan pemberian dan perpanjangan Izin Pemungutan Hasil Hutan Kayu atau Hasil Hutan Bukan Kayu pada Hutan Negara adalah sebagai acuan dalam penyelenggaraan pemungutan hasil hutan kayu atau hasil hutan bukan kayu pada hutan negara untuk mendukung peningkatan pendapatan masyarakat di sekitar kawasan hutan. (2) Tujuan pengaturan pemberian dan perpanjangan Izin Pemungutan Hasil Hutan Kayu atau Hasil Hutan Bukan Kayu pada Hutan Negara adalah untuk menjamin pengelolaan hutan lestari dengan menerapkan tata kelola yang baik. Bagian Ketiga Ruang Lingkup Pasal 3 Ruang lingkup Peraturan Menteri ini adalah pengaturan pemberian dan perpanjangan Izin Pemungutan Hasil Hutan Kayu atau Hasil Hutan Bukan Kayu pada Hutan Negara, yang meliputi Hutan Lindung dan Hutan Produksi.

2016, No.1039-8- BAB II PEMBERIAN IZIN Bagian Kesatu Jenis, Syarat Areal dan Syarat Permohonan Izin Pasal 4 (1) Jenis pemungutan hasil hutan terdiri dari : a. IPHHK pada hutan produksi; b. IPHHBK-Alam pada hutan produksi; c. IPHHBK-Tanaman pada hutan produksi; dan d. IPHHBK-Lindung pada hutan lindung. (2) Syarat areal yang dimohon untuk IPHHK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi : a. hutan alam pada Hutan Produksi yang tidak dibebani izin/hak untuk IPHHK; dan/atau b. tidak berada pada kawasan lindung. (3) Syarat areal yang dimohon untuk IPHHBK-Alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, yaitu Hutan Produksi yang tidak dibebani izin/hak. (4) Syarat areal yang dimohon untuk IPHHBK-Tanaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, adalah hutan tanaman hasil rehabilitasi pada Hutan Produksi yang tidak dibebani izin/hak. (5) Syarat areal yang dimohon untuk IPHHBK-Lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, merupakan hutan alam maupun tanaman hasil rehabilitasi pada blok pemanfaatan Hutan Lindung. (6) Syarat areal yang dimohon sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (5), tidak berada dalam wilayah KPHP dan/atau KPHL yang sudah terbentuk organisasinya. (7) Syarat areal yang dimohon sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4), dapat diberikan pada areal Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan atau KHDTK, setelah mendapat persetujuan tertulis dari pemegang izin yang bersangkutan atau pengelola KHDTK.

-9-2016, No.1039 (8) Pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Alam atau Hutan Tanaman Industri atau Restorasi Ekosistem (IUPHHK-HA/HTI/RE), yang berpotensi menghasilkan hasil hutan bukan kayu dapat diusahakan oleh pemegang izin yang bersangkutan dengan ketentuan : a. tidak menebang pohon berkayu pada areal penghasil atau pelindung hasil hutan bukan kayu dimaksud; dan b. hasil hutan bukan kayu dimaksud telah dimasukkan kedalam rencana kerja usaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 5 (1) Syarat pemohon IPHHK, IPHHBK-Alam, IPHHBK- Tanaman atau IPHHBK-Lindung, adalah : a. Perorangan; dan b. Koperasi. (2) Format permohonan izin tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Bagian Kedua Biaya Perizinan dan Jangka Waktu Izin Pasal 6 Proses perizinan yang berkaitan dengan : a. rekomendasi dari Kepala Desa setempat atau pejabat yang disetarakan; b. sketsa lokasi areal yang dimohon yang diketahui oleh Kepala Desa setempat; c. penilaian kelengkapan administrasi; dan d. penerbitan Pemberian dan Perpanjangan Izin Pemungutan, tidak dikenakan biaya.

2016, No.1039-10- Pasal 7 (1) IPHHK pada Hutan Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a, untuk memenuhi kebutuhan : a. pembangunan fasilitas umum kelompok masyarakat setempat, dengan ketentuan paling banyak 50 (lima puluh) meter kubik dan tidak untuk diperdagangkan, dengan jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun dan tidak dapat diperpanjang; dan b. Individu, dengan ketentuan paling banyak 20 (dua puluh) meter kubik untuk setiap kepala keluarga dan tidak untuk diperdagangkan, dengan jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun dan tidak dapat diperpanjang. (3) IPHHBK-Alam pada produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b, paling banyak 20 (dua puluh) ton untuk setiap Kepala Keluarga dan dapat diperdagangkan untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang, berdasarkan evaluasi yang dilakukan setiap 6 (enam) bulan. (4) IPHHBK-Tanaman pada hutan produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c, paling banyak 20 (dua puluh) ton untuk setiap Kepala Keluarga dan dapat diperdagangkan untuk jangka waktu paling lama 2 (satu) tahun dan dapat diperpanjang, berdasarkan evaluasi yang dilakukan setiap 6 (enam) bulan. (5) IPHHBK-Lindung pada hutan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d, dilaksanakan pada blok pemanfaatan untuk : a. jenis antara lain rotan, madu, getah, buah, dan jamur, paling banyak 20 (dua puluh) ton untuk setiap Kepala Keluarga sekitar hutan, dan dapat diperdagangkan untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang, berdasarkan evaluasi yang dilakukan setiap 6 (enam) bulan; dan b. jenis sarang burung walet, paling banyak 20 (dua puluh) ton untuk setiap Kepala Keluarga sekitar

-11-2016, No.1039 hutan, dan dapat diperdagangkan untuk jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang, berdasarkan evaluasi yang dilakukan berkala setiap 1 (satu) tahun. Bagian Ketiga Permohonan, Penilaian Permohonan dan Penerbitan Izin Pasal 8 (1) Permohonan diajukan oleh pemohon IPHHK, IPHHBK- Alam, IPHHBK-Tanaman atau IPHHBK-Lindung kepada Gubernur Up. Kepala BPM PTSP Provinsi, dengan tembusan kepada Gubernur dan Bupati/Walikota, serta dilampiri : a. Rekomendasi dari Kepala Desa setempat atau pejabat yang disetarakan; b. Fotocopy KTP atau identitas lain beserta foto copy Kartu Keluarga yang diketahui Kepala Desa setempat untuk pemohon perorangan atau Akte pendirian beserta perubahan-perubahannya untuk Koperasi; c. Sketsa lokasi areal yang dimohon yang diketahui oleh Kepala Desa setempat; dan d. Daftar nama dan jenis peralatan yang akan dipergunakan dalam melakukan kegiatan pemungutan hasil hutan. (2) Perorangan atau koperasi yang ingin memanfaatkan hasil hutan bukan kayu pada areal IUPHHK-HA/HTI/RE atau KPHP/L yang sudah terbentuk organisasinya, wajib melakukan kerja sama dengan pemilik IUPHHK- HA/HTI/RE atau KPHP/L. (3) Permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan melalui loket BPMPTSP Provinsi. Pasal 9 (1) Atas dasar permohonan izin yang diajukan sebagaimana

2016, No.1039-12- dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), Kepala BPMPTSP Provinsi dalam waktu 1 (satu) hari kerja melakukan penilaian, yang pelaksanaannya dilakukan oleh pegawai Dinas Provinsi yang ditempatkan pada BPMPTSP Provinsi (Liaison Officer). (2) Penilaian permohonan izin didasarkan pada pemenuhan kelengkapan persyaratan, dan dalam hal permohonan tidak memenuhi kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berkas permohonan izin dikembalikan. (3) Dalam hal permohonan izin memenuhi kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BPMPTSP Provinsi (Liaison Officer) menyiapkan dan menyampaikan konsep Keputusan Gubernur tentang Pemberian IPHHK, IPHHBK-Alam, IPHHBK-Tanaman atau IPHHBK-Lindung kepada Kepala Dinas Provinsi dalam jangka waktu 2 (dua) hari kerja, untuk mendapatkan persetujuan dan membubuhkan paraf. Pasal 10 (1) Berdasarkan konsep pemberian IPHHK, IPHHBK-Alam, IPHHBK-Tanaman atau IPHHBK-Lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3), Kepala Dinas Provinsi setelah menyetujui dan membubuhkan paraf, dalam jangka waktu 3 (tiga) hari kerja menyampaikan kepada Kepala BPMPTSP Provinsi. (2) Dalam jangka waktu 5 (lima) hari kerja setelah menerima konsep pemberian izin pemungutan, Kepala BPMPTSP Provinsi atas nama Gubernur menerbitkan Pemberian Izin Pemungutan. (3) Penyerahan dokumen asli Pemberian Izin Pemungutan oleh Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan pada loket BPMPTSP Provinsi. (4) Contoh format Pemberian Izin Pemungutan oleh Gubernur tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

-13-2016, No.1039 Pasal 11 (1) Dalam rangka untuk lebih mengurangi biaya tinggi dan efisiensi, Gubernur dapat menugaskan Bupati/Walikota dalam pemberian IPHHK, IPHHBK-Alam, IPHHBK- Tanaman atau IPHHBK-Lindung berdasarkan asas Tugas Pembantuan. (2) Penugasan Gubernur kepada Bupati/Walikota ditetapkan dengan Peraturan Gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB III PERPANJANGAN IZIN Pasal 12 (1) Areal yang dimohon untuk perpanjangan izin adalah areal kerja IPHHBK-Alam, IPHHBK-Tanaman atau IPHHBK-Lindung yang habis masa berlakunya. (2) Permohonan perpanjangan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum jangka waktu izin berakhir. (3) Dalam hal pemegang izin tidak mengajukan permohonan perpanjangan izin, dan/atau pemegang izin mengajukan permohonan perpanjangan izin melewati jangka waktu 3 (tiga) bulan sebelum jangka waktu izin berakhir sebagaimana dimaksud pada ayat (2), izin hapus dan tidak berlaku lagi setelah jangka waktunya berakhir. Pasal 13 (1) Permohonan perpanjangan izin diajukan oleh pemegang izin kepada Gubernur Up. Kepala BPMPTSP Provinsi, dengan ditembuskan kepada Gubernur dan Bupati/Walikota. (2) Permohonan perpanjangan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan melalui loket BPMPTSP Provinsi, dengan dilengkapi : a. Hasil evaluasi terhadap pemegang izin yang didasarkan atas kepatuhan pemegang izin terhadap

2016, No.1039-14- pemenuhan kewajiban; b. Rekomendasi dari Kepala Desa setempat atau pejabat yang disetarakan; c. Fotocopy KTP atau identitas lain beserta fotocopy Kartu Keluarga yang diketahui Kepala Desa setempat untuk pemohon perorangan atau Akta pendirian beserta perubahan-perubahannya untuk Koperasi; d. Sketsa lokasi areal yang dimohon perpanjangan izin yang diketahui oleh Kepala Desa setempat; e. Daftar nama dan jenis peralatan yang akan dipergunakan dalam melakukan kegiatan pemungutan hasil hutan. (3) Proses perpanjangan izin selanjutnya menyesuaikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dan Pasal 11. (4) Format permohonan perpanjangan izin tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan Peraturan Menteri ini. (5) Contoh format Perpanjangan Izin Pemungutan oleh Gubernur tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. BAB IV KEWAJIBAN DAN LARANGAN Pasal 14 (1) Pemegang IPHHK, IPHHBK-Alam, IPHHBK-Tanaman atau IPHHBK-Lindung, wajib : a. melakukan pemungutan hasil hutan dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal izin diberikan; b. melakukan pemungutan hasil hutan sesuai dengan izin yang diberikan; c. melakukan perlindungan hutan dari gangguan yang berakibat rusaknya hutan di sekitar pemukimannya; d. melakukan pengukuran atau pengujian hasil hutan;

-15-2016, No.1039 dan e. membayar PSDH sesuai berat atau volume hasil hutan yang dipungut. (2) Pemegang IPHHK, IPHHBK-Alam, IPHHBK-Tanaman atau IPHHBK-Lindung, dilarang memungut hasil hutan kayu atau hasil hutan bukan kayu yang melebihi 5% (lima perseratus) dari target berat atau volume perjenis hasil hutan kayu atau hasil hutan bukan kayu yang tertera dalam izin. BAB V PENGENDALIAN, PENGAWASAN DAN PELAPORAN Pasal 15 (1) Direktorat Jenderal berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi melakukan pengendalian atas izin yang diterbitkan oleh Kepala BPMPTSP Provinsi atas nama Gubernur. (2) Kepala Dinas Provinsi melakukan pengawasan terhadap pemegang IPHHK, IPHHBK-Alam, IPHHBK-Tanaman atau IPHHBK-Lindung yang diterbitkan oleh Kepala BPMPTSP Provinsi. (3) Pemegang IPHHK, IPHHBK-Alam, IPHHBK-Tanaman atau IPHHBK-Lindung, wajib membuat dan menyampaikan laporan kegiatan izinnya secara periodik setiap bulan kepada pemberi izin dan/atau pemberi parpanjangan izin. (4) Pemberi izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) melaporkan kepada Gubernur dengan tembusan Direktur Jenderal, Kepala Dinas Provinsi dan Kepala UPT. BAB VI HAPUSNYA IZIN Izin hapus karena: Pasal 16 a. jangka waktu izin telah berakhir;

2016, No.1039-16- b. izin dicabut oleh pemberi izin karena pemegang izin melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan; c. izin diserahkan kembali oleh pemegang izin kepada pemberi izin sebelum jangka waktu izin berakhir; atau d. telah memenuhi target volume atau berat yang diizinkan dalam izin. BAB VII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 17 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku: a. Permohonan IPHHK-HA atau IPHHBK-HA atau IPHHBK- HT pada hutan produksi yang diajukan sebelum terbitnya Peraturan Menteri ini dan/atau sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tetap dapat diproses lebih lanjut dengan mengikuti ketentuan Peraturan Menteri ini. b. IPHHK-HA atau IPHHBK-HA atau IPHHBK-HT pada hutan produksi, yang telah diterbitkan sebelum ditetapkannya Peraturan Menteri ini tetap berlaku hingga izin dimaksud berakhir. BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 18 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P. 46/Menhut-II/2009 tentang Tata Cara Pemberian Izin Pemungutan Hasil Hutan Kayu atau Hasil Hutan Bukan Kayu pada Hutan Produksi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 216), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 19 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

-17-2016, No.1039 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 22 Juni 2016 MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, ttd SITI NURBAYA Diundangkan di Jakarta pada tanggal 15 Juli 2016 DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd WIDODO EKATJAHJANA

2016, No.1039-18- LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.54/MenLHK/Setjen/Kum.1/6/2016 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN DAN PERPANJANGAN IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN KAYU ATAU HASIL HUTAN BUKAN KAYU PADA HUTAN NEGARA Contoh Blanko Permohonan Izin Pemungutan Hasil Hutan Kayu atau Hasil Hutan Bukan Kayu...,... Nomor : Lampiran: Hal : Permohonan Izin Pemungutan Hasil Hutan Yth. Gubernur... Up. Kepala BPM PTSP Provinsi...... Dengan hormat, Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Umur : Pekerjaan : Alamat : Mengajukan permohonan kepada Bapak untuk dapat diberikan IPHHK, IPHHBK-Alam, IPHHBK-Tanaman atau IPHHBK-Lindung *): a. Di Daerah Kecamatan : Kabupaten/Kota : b. Luas Areal Hutan : c. Lamanya : d. Untuk Keperluan : e. Jenis dan Jumlah Hasil Hutan: Sebagai bahan pertimbangan bersama ini terlampir kami sampaikan: 1... dst;

-19-2016, No.1039 Kami berjanji akan mematuhi segala peraturan perundang-undangan yang berlaku. Demikian Kami sampaikan, atas perkenan dan bantuan Bapak diucapkan terima kasih. Hormat Kami Pemohon, Materai... Tembusan: 1. Gubernur...; 2. Bupati/Walikota...; *) Coret yang tidak perlu, sesuai fungsi kawasan hutan. Salinan sesuai dengan aslinya KEPALA BIRO HUKUM, MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. KRISNA RYA SITI NURBAYA

2016, No.1039-20- LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.54/MenLHK/Setjen/Kum.1/6/2016 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN DAN PERPANJANGAN IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN KAYU ATAU HASIL HUTAN BUKAN KAYU PADA HUTAN NEGARA Contoh Format Keputusan Gubernur Kop Gubernur... KEPUTUSAN GUBERNUR... Nomor :... TENTANG PEMBERIAN (IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN KAYU (IPHHK) ATAU IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU - ALAM ATAU IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU - TANAMAN PADA HUTAN PRODUKSI ATAU IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU LINDUNG PADA BLOK PEMANFAATAN HUTAN LINDUNG*) KEPADA SDR..../KOPERASI..., DI KECAMATAN..., KABUPATEN/KOTA..., PROVINSI... GUBERNUR..., Membaca : Surat Sdr.../Ketua Koperasi...Nomor...tanggal...hal... Memperhatikan : Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor... tentang Tata Cara Pemberian dan Perpanjangan Izin Pemungutan Hasil Hutan Kayu dan Hasil Hutan Bukan Kayu Pada Hutan Negara. Menetapkan : MEMUTUSKAN:

-21-2016, No.1039 KESATU : Memberikan (IPHHK atau IPHHBK-Alam atau IPHHBK- Tanaman atau IPHHBK-Lindung *) kepada : Sdr./Ketua Koperasi : Alamat : Letak Areal Hutan : Fungsi Kawasan Hutan : Jenis Hasil Hutan : Jumlah Hasil Hutan : Jangka Waktu Izin : KEDUA : Pemegang izin pemungutan wajib mematuhi segala peraturan perundang-undangan yang berlaku. KETIGA : Apabila ternyata tidak memenuhi dan mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka pemegang izin dapat dikenakan sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. KEEMPAT : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan untuk jangka waktu. ( ) tahun, kecuali apabila diserahkan kembali oleh pemegang izin atau dicabut oleh pemberi izin. Ditetapkan di : Pada tanggal : An. GUBERNUR... Kepala BPM PTSP Provinsi..., ttd... Salinan Keputusan ini disampaikan kepada Yth: 1. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan; 2. Gubernur...; 3. Bupati/Walilota...; 4. Kepala Dinas Provinsi...; 5. Kepala UPT...;

2016, No.1039-22- 6. Sdr./Kepala Koperasi... *) Coret yang tidak perlu, sesuai fungsi kawasan hutan. Salinan sesuai dengan aslinya KEPALA BIRO HUKUM, MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. KRISNA RYA SITI NURBAYA

-23-2016, No.1039 LAMPIRAN III PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.54/MenLHK/Setjen/Kum.1/6/2016 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN DAN PERPANJANGAN IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN KAYU ATAU HASIL HUTAN BUKAN KAYU PADA HUTAN NEGARA Contoh Blanko Permohonan Perpanjangan Izin Pemungutan Hasil Hutan Bukan Kayu Nomor : Lampiran: Hal...,... : Permohonan Perpanjangan Izin Pemungutan Hasil Hutan Bukan Kayu Yth. Gubernur... Up. Kepala BPM PTSP Provinsi...... Dengan hormat, Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Umur : Pekerjaan : Alamat : Mengajukan permohonan kepada Bapak untuk dapat diberikan perpanjangan IPHHBK-Alam atau IPHHBK-Tanaman atau IPHHBK-Lindung *): a. Di Daerah Kecamatan : Kabupaten/Kota : b. Luas Areal Hutan : c. Lamanya : d. Untuk Keperluan : e. Jenis dan Jumlah Hasil Hutan:

2016, No.1039-24- Sebagai bahan pertimbangan bersama ini terlampir kami sampaikan: 1.... dst; Kami berjanji akan mematuhi segala peraturan perundang-undangan. Demikian Kami sampaikan, atas perkenan dan bantuan Bapak diucapkan terima kasih. Hormat Kami Pemohon, Materai Tembusan: 1. Gubernur...; 2. Bupati/Walikota...;... *) Coret yang tidak perlu, sesuai fungsi kawasan hutan Salinan sesuai dengan aslinya KEPALA BIRO HUKUM, MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. KRISNA RYA SITI NURBAYA

-25-2016, No.1039 LAMPIRAN IV PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.54/MenLHK/Setjen/Kum.1/6/2016 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN DAN PERPANJANGAN IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN KAYU ATAU HASIL HUTAN BUKAN KAYU PADA HUTAN NEGARA Contoh Format Keputusan Gubernur Kop Gubernur... KEPUTUSAN GUBERNUR... Nomor :... TENTANG PERPANJANGAN (IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU - ALAM ATAU IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU - TANAMAN PADA HUTAN PRODUKSI ATAU IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU LINDUNG PADA BLOK PEMANFAATAN HUTAN LINDUNG*) KEPADA SDR..../KOPERASI..., DI KECAMATAN..., KABUPATEN/KOTA..., PROVINSI... GUBERNUR..., Membaca : Surat Sdr.../Ketua Koperasi...Nomor...tanggal...hal... Memperhatikan : Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor... tentang Tata Cara Pemberian dan Perpanjangan Izin Pemungutan Hasil Hutan Kayu dan Hasil Hutan Bukan Kayu Pada Hutan Negara.

2016, No.1039-26- MEMUTUSKAN : Menetapkan : KESATU : Memberikan perpanjangan (IPHHBK-Alam atau IPHHBK- Tanaman atau IPHHBK-Lindung *) kepada : Sdr./Ketua Koperasi : Alamat : Letak Areal Hutan : Fungsi Kawasan Hutan : Jenis Hasil Hutan : Jumlah Hasil Hutan : Jangka Waktu Izin : KEDUA : Pemegang perpanjangan izin pemungutan wajib mematuhi segala peraturan perundang-undangan. KETIGA : Apabila ternyata tidak memenuhi dan mematuhi peraturan perundang - undangan yang berlaku, maka pemegang perpanjangan izin dapat dikenakan sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. KEEMPAT : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan untuk jangka waktu. ( ) tahun, kecuali apabila diserahkan kembali oleh pemegang izin atau dicabut oleh pemberi izin. Ditetapkan di : Pada tanggal : An. GUBERNUR... Kepala BPM PTSP Provinsi..., ttd... Salinan Keputusan ini disampaikan kepada Yth: 1. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan; 2. Gubernur...;

-27-2016, No.1039 3. Bupati/Walilota...; 4. Kepala Dinas Provinsi...; 5. Kepala UPT...; 6. Sdr./Kepala Koperasi... *) Coret yang tidak perlu, sesuai fungsi kawasan hutan. Salinan sesuai dengan aslinya KEPALA BIRO HUKUM, MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. KRISNA RYA SITI NURBAYA