BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Anak prasekolah adalah anak berusia dua sampai lima tahun. Rentang usia

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. usia dini sangat berdampak pada kehidupan anak di masa mendatang. Mengingat

I. PENDAHULUAN. Di zaman seperti sekarang ini masih banyak dijumpai orang-orang yang mengalami

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yaitu sesuai standar pertumbuhan fisik anak pada umumnya. Manusia

BAB I PENDAHULUAN. Pada kelompok anak usia sekolah, termasuk remaja usia 16-18

I. PENDAHULUAN. suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan. terjangkau dan aman dikonsumsi bagi setiap warga untuk menopang

BAB I PENDAHULUAN. perkotaan dan pedesaan berdasarkan kriteria klasifikasi wilayah. desa/kelurahan (Badan Pusat Statistik {BPS}, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. berakhir pada usia 19 tahun (Proverawati, 2010) Remaja adalah kelompok yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sosial Ekonomi Keluarga

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Terciptanya SDM yang berkualitas ditentukan oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. seutuhnya dan pembangunan masyarakat seluruhnya. Untuk menciptakan sumber daya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. penurunan tingkat kecerdasan. Pada bayi dan anak, kekurangan gizi akan menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. masih berada dalam kandungan. Salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. mewujudkan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang sehat,

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan utama pembangunan nasional menurut Radiansyah (dalam Oktaviani,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kesehatan termasuk dalam hal gizi. Hal ini terbukti dari

II. TINAJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap makhluk hidup

BAB I PENDAHULUAN. pendekatan penanggulangnya harus melibatkan berbagai sektor terkait.

BAB I PENDAHULUAN. kembangnya dan untuk mendapatkan derajat kesehatan yang baik.

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. A. Sarapan Pagi

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Makanan adalah segala yang kita makan atau masukkan kedalam tubuh yang

BAB I PENDAHULUAN. Konsumsi yang berkualitas dapat diwujudkan apabila makanan yang. kesadaran terhadap pangan beragam, bergizi, seimbang dan aman.

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG KADARZI DENGAN ASUPAN ENERGI DAN STATUS GIZI ANAK BALITA DI DESA JAGAN KECAMATAN BENDOSARI KABUPATEN SUKOHARJO

BAB II T1NJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. cerdas dan produktif. Indikatornya adalah manusia yang mampu hidup lebih lama

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia mengalami masalah gizi ganda, yaitu masalah gizi kurang

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang memerlukan zat gizi untuk hidup, tumbuh, berkembang, Energi dibutuhkan oleh setiap orang untuk mempertahankan hidup,

BAB 1 PENDAHULUAN. Nasional (RPJMN, ) di bidang kesehatan yang mencakup programprogram

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan dan kualitas sumber daya manusia (Dinkes Propsu, 2006).

BAB 1 PENDAHULUAN. lingkungan sosial yang ada di masyarakat umum di luar rumah. Seorang anak TK

BAB I PENDAHULUAN. manusia (SDM). Ketersediaan pangan yang cukup belum dapat digunakan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan, meliputi seluruh kehidupan masyarakat baik dari segi sosial,

BAB 1 PENDAHULUAN. gizi pada ibu hamil dapat menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan dapat

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan Millenium Development Goals (MDGs) ialah. menurunkan angka kematian anak (Bappenas, 2007). Kurang gizi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. makan. Selain itu anak sekolah umumnya tidak pernah lepas dari makanan jajanan, karena anak

KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Gizi. Disusun oleh : AGUSTINA ITRIANI J

BAB I PENDAHULUAN. anak yang rentang usianya 3 6 tahun (Suprapti, 2004). Anak usia

BAB I PENDAHULUAN. Upaya pemeliharaan kesehatan anak dilakukan sejak masih dalam

BAB I PENDAHULUAN. Visi pembangunan bidang kesehatan adalah Indonesia Sehat 2010, diharapkan akan menjadikan masyarakat Indonesia dapat hidup

HUBUNGAN ASUPAN ZAT BESI DENGAN KADAR HEMOGLOBIN DAN KADAR FERRITIN PADA ANAK USIA 6 SAMPAI 24 BULAN DI PUSKESMAS KRATONAN SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan ASI eksklusif atau pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi

BAB 1 PENDAHULUAN. Berbagai permasalahan gizi yang dialami Indonesia saat ini, baik gizi kurang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

2016 GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG NUTRISI ANAK USIA BALITA (0-59 BULAN) DI POSYANDU RW 15 KELURAHAN CICADAS KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Gizi Prof.DR.Dr.Poorwo Soedarmo melalui Lembaga Makanan Rakyat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional sebagai landasan kemajuan suatu bangsa, salah satu ciri bangsa yang maju adalah

BAB I PENDAHULUAN. penting yaitu memberikan air susu ibu kepada bayi segera dalam waktu 30

BAB 1 PENDAHULUAN. berlanjut hingga dewasa bila tidak diatasi sedari dini.

BAB I PENDAHULUAN. yakni gizi lebih dan gizi kurang. Masalah gizi lebih merupakan akibat dari

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa balita adalah masa emas (golden age) dalam rentang. perkembangan seorang individu, pada masa ini anak mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dijelaskan dan diuraikan tentang latar belakang,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

67,3 54,5 43,6 32,7 1,8 0. Kategori umur orangtua contoh. Gambar 3 Sebaran umur orangtua contoh

TINJAUAN PUSTAKA Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu)

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia bagi keberhasilan pembangunan bangsa. Anak sekolah

BAB I PENDAHULUAN. Anak balita adalah anak yang berusia dibawah 5 tahun. Balita usia 1-5

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tantangan utama dalam pembangunan suatu bangsa adalah membangun

TINJAUAN PUSTAKA. B. PENILAIAN STATUS GIZI Ukuran ukuran tubuh antropometri merupakan refleksi darik pengaruh 4

HUBUNGAN SIKAP TENTANG PENGATURAN MENU SEIMBANG DENGAN STATUS GIZI PADA REMAJA DI SMU NEGERI 2 SUKOHARJO

RETNO DEWI NOVIYANTI J

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU IBU DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI ANAK BATITA MALNUTRISI DI POSYANDU DESA SEMBUNGAN BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas dan sukses di masa depan, demikian juga setiap bangsa menginginkan

BAB I PENDAHULUAN. masalah gizi utama yang perlu mendapat perhatian. Masalah gizi secara

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan dan kualitas sumber daya manusia. merupakan faktor yang menentukan untuk meningkatan kesejahteraan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa

BAB I PENDAHULUAN. mampu berperan secara optimal dalam pembangunan. Karena peranan

KUESIONER POLA MAKAN, KECUKUPAN GIZI DAN STATUS GIZI BALITA PADA KELUARGA MISKIN DI PERUMNAS MANDALA, KELURAHAN KENANGAN BARU

BAB I PENDAHULUAN. yang berusia antara satu sampai lima tahun. Masa periode di usia ini, balita

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan kecerdasan anak. Pembentukan kecerdasan pada masa usia

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan zat gizi yang jumlahnya lebih banyak dengan kualitas tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. gizi yang dimulai sejak janin berada di kandungan sampai anak berusia 2 tahun.

BAB I PENDAHULUAN. pacu tumbuh (growth spurt), timbul ciri-ciri seks sekunder, tercapai fertilitas dan

BAB I PENDAHULUAN. adalah masalah gizi, yaitu kurang energi protein (KEP). Adanya gizi

BAB 1 PENDAHULUAN. kematian balita dalam kurun waktu 1990 hingga 2015 (WHO, 2015).

BAB 1 PENDAHULUAN. tergantung pada kemampuan dan kualitas sumber daya manusia (Dinkes Sumut,

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan yang merugikan kesehatan. Hal-hal ini secara langsung menjadi. anak usia dibawah 2 tahun (Depkes RI, 2009)

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Perhatian utama adalah untuk mempersiapkan dan

PEMBIASAAN POLA MAKAN BALITA DI LINGKUNGAN KELUARGA SEJAHTERA 1 DESA CIBODAS BUNGURSARI PURWAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. 24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pemberantasan kemiskinan dan kelaparan menjadi salah satu agenda

BAB I PENDAHULUAN. Status gizi memiliki pengaruh yang sangat besar dalam mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Makanan selain untuk pemuas rasa lapar dan dahaga juga berfungsi

1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas. Peningkatan sumber daya manusia harus

BAB I PENDAHULUAN. seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya. Tujuan. penerus harus disiapkan sebaik-baiknya. Salah satu faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. seutuhnya antara lain diselenggarakan melalui upaya kesehatan anak yang

BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan manusia bekerja secara maksimal (Moehji, 2009).

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Anak prasekolah adalah anak berusia dua sampai lima tahun. Rentang usia tersebut merupakan periode emas seorang anak dalam pertumbuhan dan perkembangan terutama fungsi bahasa, kognitif, dan emosi. Untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan tersebut, asupan nutrisi dari makanan merupakan salah satu faktor yang berperan penting. Pada usia prasekolah, anak mengalami perkembangan psikis menjadi balita yang lebih mandiri, dan dapat berinteraksi dengan lingkungannya, serta dapat mengekspresikan emosinya. Setiap manusia membutuhkan makanan untuk mempertahankan hidupnya. Sikap manusia terhadap makanan banyak dipengaruhi oleh pengalaman- pengalaman dan respon respon yang diperlihatkan oleh orang lain terhadap makanan sejak masa kanak kanak. Pengalaman yang diperoleh ada yang dirasakan menyenangkan atau sebaliknya tidak menyenangkan,sehingga setiap individu dapat mempunyai sikap suka dan tidak suka (like and dislike) terhadap makanan. Makanan yang dikonsumsi beragam jenis dengan berbagai cara pengolahannya. Di masyarakat dikenal pola makan atau kebiasaan makan yang ada pada masyarakat dimana seorang anak hidup. Pola makan kelompok masyarakat tertentu juga menjadi pola makan anak. Seorang anak dapat memiliki kebiasaan makan dan selera makan yang terbentuk dari kebiasaan dalam masyarakat. Menyusun hidangan untuk anak, hal ini perlu diperhatikan disamping kebutuhan zat gizi untuk hidup sehat dan bertumbuh kembang. Kecukupan gizi berpengaruh pada kesehatan dan kecerdasan

anak, maka pengetahuan dan kemampuan mengelola makanan sehat untuk anak adalah suatu hal yang amat penting. Jumlah makanan dan banyaknya jenis bahan makanan dalam pola pangan di suatu negara atau daerah tertentu, biasanya berkembang dari pangan setempat atau dari pangan yang telah ditanam di tempat tersebut untuk jangka waktu yang panjang. Disamping itu kelangkaan pangan dan kebiasaan bekerja keluarga berpengaruh pula terhadap pola pemberian makan. Pola pemberian makan yang seimbang yaitu sesuai dengan kebutuhan disertai pemilihan bahan makanan yang tepat akan melahirkan status gizi yang baik. Asupan makanan yang melebihi kebutuhan tubuh akan menyebabkan kelebihan berat badan dan penyakit yang lain disebabkan oleh kelebihan zat gizi. Sebaliknya, asupan makanan yang kurang dari yang dibutuhkan akan menyebabkaan tubuh menjadi kurus. Frekuensi makan dapat menunjukkan tingkat kecukupan konsumsi gizi. Semakin tinggi frekuensi makan, maka semakin besar kemungkinan terpenuhinya kecukupan gizi. Frekuensi makan pada seseorang dengan ekonomi mampu lebih tinggi dibandingkan orang dengan kondisi ekonomi lemah. Hal ini disebabkan orang kondisi ekonomi yang lemah memiliki daya beli yang rendah, Ketiadaan pangan dapat mengakibatkan berkurangnya asupan seseorang (Arisman, 2009). Para ahli tumbuh dan kembang anak mengatakan bahwa periode 5 (lima) tahun pertama kehidupan anak sebagai masa keemasan (golden period) atau jendela kesempatan (window opportunity), atau masa kritis (critical period). Periode lima tahun pertama kehidupan anak merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan

yang paling pesat pada otak manusia, merupakan masa yang sangat peka bagi otak anak dalam menerima berbagai masukan dari lingkungan sekitarnya. Pada masa ini otak anak bersifat lebih plastis dibandingkan dengan otak orang dewasa dalam arti anak balita sangat terbuka dalam menerima berbagai macam pembelajaran dan pengkayaan baik yang bersifat positif maupun negatif. Sisi lain yang perlu mendapat perhatian otak balita lebih peka terhadap asupan yang kurang mendukung pertumbuhan otaknya seperti asupan zat gizi yang tidak adekuat, kurang stimulasi dan kurang mendapat pelayanan kesehatan yang memadai. Anak prasekolah yaitu anak yang berusia 3-5 tahun. Pada masa ini terjadi pertumbuhan psikologi, biologis, kognitif dan spiritual yang begitu signifikan.kemampuan mereka dalam mengontrol diri, berinteraksi dengan orang lain dan penggunaan bahasa dalm berinteraksi merupakan modal awal anak dalam mempersiapkan tahap perkembangan berikutnya, yaitu tahap masa sekolah (Whaley dan Wong, 1995). Masa prasekolah (3-5 tahun) merupakan fase ketika anak mulai terlepas dari orang tua, dan mulai berinteraksi dengan lingkungannya (Sayogo, 2007). Tugas perkembangan anak prasekolah adalah mencapai otonomi yang cukup, memenuhi dan menangani diri sendiri tanpa campur tangan orang tua secara penuh. Pada tahap ini, anak dapat dilibatkan dalam kegiatan atau pekerjaan rumah tangga untuk membantu orang tua (Whaley dan Wong, 1999) Pada umumnya anak prasekolah mendapat makanan secara dijatah/diambilkan oleh ibunya dan tidak memilih serta mengambil sendiri makanan mana yang disukainya (Ahmad Djaeni, 2000). Usia anak prasekolah, anak beralih dari diet yang

mengandalkan susu untuk memenuhi sebagian besar kebutuhan nutrient dan 50% kandungan energinya berasal dari lemak, menuju diet yang sesuai dengan pedoman pola makan sehat dan mencakup semua kelompok makanan. Makanan yang dimakan oleh keluarga harus menjadi dasar dari diet yang baru. Salah satu faktor sosial ekonomi yang ikut mempengaruhi tumbuh kembang anak adalah pendidikan (Supariasa, 2002). Pendidikan yang tinggi diharapkan sampai kepada perubahan tingkah laku yang baik (Suhardjo, 1989). Menurut World Health Organization (WHO) dalam Notoatmodjo (2002), perilaku dipengaruhi oleh kebudayaan dan ekonomi. Unsure-unsur kebudayaan mampu menciptakan suatu kebiasaan makan penduduk yang terkadang bertentangan dengan prinsip-prinsip ilmu gizi, seperti masih banyaknya terdapat pantangan, tahayul, dalam masyarakat yang menyebabkan komsumsi makanan jadi rendah (Suhardjo, 2003). Faktor ekonomi yaitu berupa kemampuan ibu untuk dapat memilih dan membeli pangan dengan kuantitas dan kualitas yang lebih baik (Baliwati, 2004). Menurut Almatsier (2003), faktor primer terjadinya masalah gizi karena kurangnya kuantitas dan kualitas susunan makanan seseorang. Hal ini dapat terjadi karena kurangnya pengetahuan dan keterampilan ibu dibidang memasak (Santoso, 1999).Menurut Green (1980, dalam Notoatmodjo, 2002), perilaku berupa menyiapkan makanan dipengaruhi oleh pengetahuan, dan pelayanan kesehatan. Untuk dapat menyusun menu yang adekuat, ibu perlu memiliki pengetahuan mengenai bahan makanan dan zat gizi, serta pengetahuan hidangan dan cara pengolahannya (Santoso, 1999). Dengan adanya pengetahuan tentang kadar zat gizi dalam berbagai bahan makanan, dapat membantu memilih bahan makanan yang

hargaanya tidak begitu mahal akan tetapi nilai gizzinya tinggi (Moehji, 2002). Salah satu cara menambah pengetahuan ibu tentang gizi anak adalah melalui fungsi pelayanan kesehatannya itu dalam pemberian informasi seperti dilakukannya penyuluhan tentang kesehatan dan gizi di posyandu (Effendi, 2006). Tingkat pendidikan orang tua khususnya ibu merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pola asuh anak termasuk pemberian makan (Sukandar, 2007). Dari berbagai penelitian diketahui bahwa apabila pendidikan dan pengetahuan dalam berbagai bidang gizi yang dimiliki orang tua baik, maka keadaan gizi anak juga baik (Riyadi, 2006). Semakin tinggi tingkat pendidikan formal maka akan semakin luas wawasan berfikirnya sehingga lebih banyak informasi yang diperoleh. Hal tersebut akan berdampak positif terhadap ragam pangan yang dikonsumsi. Pendidikan ibu yang rendah mempunyai resiko terjadinya status gizi kurang pada anak sebasar 2.386 kali dibandingkan dengan ibu yang memiliki pendidikan tinggi (Nur aeni, 2008). Hasil penelitian Utomo (2001) di wilayah kerja Puskesmas Suruh Kabupaten Semarang menunjukkan ada hubungan pengetahuan ibu dengan status gizi anak. Dari hasil penelitian juga diperoleh bahwa kelompok ibu dengan pengetahuan gizi dengan kategori cukup dengan status gizi anak kurus sebanyak 18,4%, tetapi jumlah anak yang berstatus gizi kurus meningkat pada kelompok ibu dengan pengetahuan gizi dengan kategori kurang. Banyaknya jumlah ibu yang memiliki tingkat pengetahuan gizi kategori cukup dan kurang dikarenakan lebih dari separuh ibu (56,3%) berpendidikan SMP, bahkan masih ada (11,3%) ibu yang berpendidikan SD (Sukmawaty, 2007). Hasil penelitian Harmani (2000) di Kabupaten Gunung

Kidul dan Kabupaten Sukabumi menunjukkan bahwa karakteristik ibu (umur ibu, pendidikan ibu, dan pengetahuan ibu berhubungan dengan status gizi anak balita). Hasil penelitian Aminah (2005) di Kecamatan Kualah Leidong, Kabupaten Labuhan Batu, yang meneliti gambaran konsumsi makanan dan status gizi balita berdasarkan status gizi merupakan suatu keadaan dimana gizi seseorang sangat dipengaruhi oleh konsumsi makanan yang dapat memberikan informasi dan gambaran mengenai jenis dan jumlah makanan yang dimakan oleh seseorang dan merupakan ciri khas untuk kelompok masyarakat tertentu. Masyarakat Kelurahan Mata Halasan merupakan salah satu Kelurahan di Kecamatan Tanjung Balai Utara, dengan memiliki anak prasekolah yang cukup banyak. Masyarakat Kelurahan Mata Halasan Lingkungan I merupakan masyarakat yang miskin, dimana masyarakat Mata Halasan sebagian besar mendapat bantuan dari pemerintah pusat berupa beras raskin sedangkan masyarakat yang tidak tercatat mendapat beras raskin, mendapat bantuan dari pemerintah daerah Tanjung Balai berupa beras madani. Masyarakat Mata Halasan bekerja sebagai nelayan, buruh, membawa becak motor serta pembantu rumah tangga bagi ibu rumah tangga. Orang tua yang bekerja sebagai nelayan akan pergi mencari ikan/melaut dalam jangka waktu yang cukup lama dengan penghasilan yang disesuaikan dengan hasil tangkapan, jika hasil tangkapan banyak maka penghasilan yang di bawa pulang cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga tetapi jika hasil tangkapan sedikit maka hasil yang di bawa pulang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan, sehingga ibu rumah tangga mencari pekerja sebagai pembantu rumah tangga agar cukup untuk memenuhi kebutuhan

hidup. Ibu yang bekerja berangkat mulai dari pagi hari dan pulang menjelang sore, sehingga ibu hanya sempat menyiapkan sarapan pagi dan siang hari untuk anak dengan telur dan nasi putih, anak hanya di berikan uang jajan sebesar seribu sampai dua ribu rupiah. Hal ini menjadi latar belakang peneliti untuk mengetahui Hubungan Pengetahuan Gizi Ibu dengan Pola Pemberian Makan dan Status Gizi anak Usia Prasekolah di Kelurahan Matahalasan Lingkungan 1 Tanjung Balai tahun 2013. 1.2. PerumusanMasalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, yang menjadi permasalahan adalah bagaimana hubungan pengetahuan gizi ibu dengan pola pemberian makan dan status gizi anak usia prasekolah di Kelurahan Matahalasan Lingkungan 1 Tanjung Balai tahun 2013. 1.3. Tujuan penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui bagaimana hubungan pengetahuan gizi ibu dengan pola pemberian makan dan status gizi anak usia prasekolah di Kelurahan Matahalasan Lingkungan 1 Tanjung Balai tahun 2013. 1.3.2. Tujuan Khusus 1. Mengetahui pola pemberian makan anak prasekolah menurut jenis, frekuensi, dan jumlah konsumsi energi dan protein pada anak prasekolah di Kelurahan Matahalasan Lingkungan 1 Tanjung Balai tahun 2013.

2. Mengetahui Tingkat kecukupan energi dan protein anak prasekolah di Kelurahan Mata Halasan Lingkungan I Tanjung Balai tahun 2013. 1.4. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi masyarakat terutama bagi ibu Dapat meningkatkan kesadaran masyarakat khususnya ibu untuk menambah pengetahuan tentang gizi sehingga diharapkan dalam menyediakan/ mengelola makanan selalu memperhatikan aspek gizi yang diberikan pada anak prasekolah. 2. Bagi petugas kesehatan Sebagai bahan referensi bagi para petugas kesehatan dan para kader sehingga mereka dapat memberikan informasi dan arahan kepada masyarakat khususnya ibu agar memperhatikan pola makan dan perkembangan status gizi anak prasekolah.