PENENTUAN SUHU PERMUKAAN LAUT DARI DATA NOAA-AVHRR

dokumen-dokumen yang mirip
MODIFIKASI ALGORITMA AVHRR UNTUK ESTIMASI SUHU PERMUKAAN LAUT (SPL) CITRA AQUA MODIS

Jurnal KELAUTAN, Volume 3, No.1 April 2010 ISSN : APLIKASI DATA CITRA SATELIT NOAA-17 UNTUK MENGUKUR VARIASI SUHU PERMUKAAN LAUT JAWA

MODIFIKASI ALGORITMA AVHRR UNTUK ESTIMASI SUHU PERMUKAAN LAUT (SPL) CITRA SATELIT TERRA MODIS

VALIDASI ALGORITMA MCSST SATELIT NOAA-AVHRR UNTUK PENENTUAN SUHU PERMUKAAN LAUT DENGAN MENGGUNAKAN DATA BUOY TAO

PEMANFAATAN CITRA NOAA-AVHRR UNTUK PENENTUAN SUHU PERMUKAAN LAUT GUNA PREDIKSI DAERAH POTENSI PENANGKAPAN IKAN

Di zaman modern seperti sekarang ini, semakin sering. DNB/VIIRS: Menatap Bumi di Malam Hari AKTUALITA

SENSOR DAN PLATFORM. Kuliah ketiga ICD

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Evapotranspirasi Potensial Standard (ETo)

STUDY ON MERGING MULTI-SENSOR SSTs OVER THE EAST ASIA. Penggabungan multi sensor sst disepanjang Asia timur

KETEPAT PENGU SUHU DENGAN NOAA-AVHRR DAN ARTI

1. Pendahuluan. Deteksi Parameter Geobiofisik dan Diseminasi Penginderaan Jauh

MODIFIKASI ALGORITMA AVHRR UNTUK ESTIMASI SUHU PERMUKAAN LAUT (SPL) CITRA AQUA MODIS

PENGUKURAN SUHU PERMUKAAN LAHAN UNTUK PREDIKSI LETUSAN GUNUNG API

SEMINAR NASIONAL GEOGRAFI UMS 2016 Farid Ibrahim, Fiqih Astriani, Th. Retno Wulan, Mega Dharma Putra, Edwin Maulana; Perbandingan Ekstraksi

Sistem Pengolahan Data NOAA dan METOP

ANALISA SUHU PERMUKAAN LAUT PADA SENSOR SATELIT NOAA/AVHRR DAN EOS AQUA/TERRA MODIS SKRIPSI

PEMETAAN SUHU PERMUKAAN LAUT (SPL) MENGGUNAKAN CITRA SATELIT ASTER DI PERAIRAN LAUT JAWA BAGIAN BARAT MADURA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Pengkajian Pemanfaatan Data Terra-Modis... (Indah Prasasti et al).

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

4 METODOLOGI. Gambar 9 Cakupan wilayah penelitian dalam informasi spasial ZPPI

PUSAT PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH LAPAN PEDOMANPEMBUATAN INFORMASI SPASIAL ZONA POTENSI PENANGKAPAN IKAN BERBASIS DATA SATELIT PENGINDERAAN

PENGOLAHAN DATA SATELIT NOAA-AVHRR UNTUK PENGUKURAN SUHU PERMUKAAN LAUT RATA-RATA HARIAN

LOGO PEMBAHASAN. 1. Pemetaan Geomorfologi, NDVI dan Temperatur Permukaan Tanah. 2. Proses Deliniasi Prospek Panas Bumi Tiris dan Sekitarnya

PENGARUH FENOMENA LA-NINA TERHADAP SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN KABUPATEN MALANG

2. TINJAUAN PUSTAKA. Suhu permukaan laut Indonesia secara umum berkisar antara O C

MODIFIKASI ALGORITMA AVHRR UNTUK ESTIMASI SUHU PERMUKAAN LAUT (SPL) CITRA SATELIT TERRA MODIS

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENENTUAN ARUS PERMUKAAN MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT NOAA DAN METODE MAXIMUM CROSS CORRELATION

KAJIAN DINAMIKA SUHU PERMUKAAN LAUT GLOBAL MENGGUNAKAN DATA PENGINDERAAN JAUH MICROWAVE

Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997

5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik

Jurnal Geodesi Undip Januari 2017

Bambang Sukresno*) Abstract

STUDI PERBANDINGAN SEBARAN HOTSPOT DENGAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT NOAA/AVHRR DAN AQUA MODIS (Studi Kasus : Kabupaten Banyuwangi dan Sekitarnya)

ix

PENGINDERAAN JAUH. --- anna s file

Pemetaan Distribusi Spasial Konsentrasi Klorofil-a dengan Landsat 8 di Danau Towuti dan Danau Matano, Sulawesi Selatan

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 2 A. PENGINDERAAN JAUH NONFOTOGRAFIK. a. Sistem Termal

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print)

PROPOSAL (REVISI) PENGUATAN KAPASITAS DAERAH DAN SINERGI PEMANFAATAN INFORMASI ZONA POTENSI PENANGKAPAN IKAN (ZPPI) DI SULAWESI SELATAN

ANALISA DAERAH POTENSI BANJIR DI PULAU SUMATERA, JAWA DAN KALIMANTAN MENGGUNAKAN CITRA AVHRR/NOAA-16

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO. a. Berdasarkan Spektrum Elektromagnetik

BAB III BAHAN DAN METODE

Lampiran 1. Karakteristik satelit MODIS.

METODE PENELITIAN Bujur Timur ( BT) Gambar 5. Posisi lokasi pengamatan

TUGAS AKHIR GIATIKA CHRISNAWATI Oleh

BAB III METODA. Gambar 3.1 Intensitas total yang diterima sensor radar (dimodifikasi dari GlobeSAR, 2002)

2 BAB II TEORI DASAR

OLEH : SEPTIAN ANDI PRASETYO

KARAKTERISTIK CITRA SATELIT Uftori Wasit 1

BAB III DATA DAN METODOLOGI PENELITIAN

PENGUKURAN SUHU MENGGUNAKAN THERMOMETER INFRA MERAH

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

GD 319 PENGOLAHAN CITRA DIGITAL KOREKSI RADIOMETRIK CITRA

3. METODOLOGI. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga Desember 2010 yang

ANALISIS SPASIAL SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN LAUT JAWA PADA MUSIM TIMUR DENGAN MENGGUNAKAN DATA DIGITAL SATELIT NOAA 16 -AVHRR

penginderaan jauh remote sensing penginderaan jauh penginderaan jauh (passive remote sensing) (active remote sensing).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENENTUAN DISTRIBUSI TIPE AWAN DI PROVINSI RIAU MENGGUNAKAN CITRA SATELIT MTSAT IR1

STUDI PERUBAHAN SUHU PERMUKAAN LAUT (SPL) MENGGUNAKAN SATELIT AQUA MODIS

MENU STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR MATERI SOAL REFERENSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Citra Satelit Landsat

BAB III METODOLOGI. 3.1 Data. Data yang digunakan dalam studi ini meliputi :

ESTIMASI UNSUR-UNSUR CUACA UNTUK MENDUKUNG SISTEM PERINGKAT BAHAYA KEBAKARAN HUTAN/LAHAN DENGAN DATA MODIS

PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-4 Tahun Miranti Indri Hastuti *), Annisa Nazmi Azzahra

BAB III. METODOLOGI 2.5 Pengindraan Jauh ( Remote Sensing 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Data dan Alat Penelitian Data yang digunakan

PEMANFAATAN DATA SATELIT MODIS UNTUK MENENTUKAN SUHU PERMUKAAN LAUT

HIDROMETEOROLOGI TATAP MUKA KEEMPAT (RADIASI SURYA)

Muchlisin Arief Peneliti Bidang Aplikasi Penginderaan Jauh, LAPAN ABSTRACT

Analisa Perbandingan Curah Hujan Berdasarkan Data Citra Noaa Avhrr dengan Data Curah Hujan di Lapangan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software For evaluation only. 23 LAMPIRAN

PEMETAAN ZONA TANGKAPAN IKAN (FISHING GROUND) MENGGUNAKAN CITRA SATELIT TERRA MODIS DAN PARAMETER OSEANOGRAFI DI PERAIRAN DELTA MAHAKAM

ANALISIS PERUBAHAN SUHU PERMUKAAN TANAH DENGAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT TERRA DAN AQUA MODIS (STUDI KASUS : DAERAH KABUPATEN MALANG DAN SURABAYA)

I PENDAHULUAN. α =...(1) dimana, α : albedo R s : Radiasi gelombang pendek yang dipantulkan R s : Radiasi gelombang pendek yang datang

Endang Prinina 1, Lalu Muhamad Jaelani 1, Salam Tarigan 2 1

Berkala Fisika ISSN : Vol. 17, No. 2, April 2014, hal 67-72

JURNAL TEKNIK ITS Vol. X, No. X, (2016) ISSN: ( Print) 1

Uji Akurasi Produk Reflektan-Permukaan Landsat Menggunakan Data In situ di Danau Kasumigaura, Jepang

EVALUASI PENGUKURAN ANGIN DAN ARUS LAUT PADA DATA SENTINEL-1, DATA BMKG, DAN DATA IN-SITU (Studi Kasus: Perairan Tenggara Sumenep)

PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian METODE Waktu dan Tempat Penelitian

12/1/2009. Pengamatan dilakukan dengan kanal yang sempit Sensor dapat memiliki 200 kanal masing-

3. METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

3. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

ANALISIS SPASIAL SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN LAUT JAWA PADA MUSIM TIMUR DENGAN MENGGUNAKAN DATA DIGITAL SATELIT NOAA 16 -AVHRR

Evaluasi Pengukuran Angin dan Arus Laut Pada Data Sentinel-1, Data Bmkg, dan Data In-Situ (Studi Kasus: Perairan Tenggara Sumenep)

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN

ISTILAH DI NEGARA LAIN

Keywords : sea surface temperature, rainfall, time lag

memberikan informasi tentang beberapa daftar penelitian LAI dengan pendekatan optik dan hukum Beer-Lambert.

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Titik Panas

Image Fusion: Trik Mengatasi Keterbatasan Citra

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Remote Sensing (Penginderaan Jauh)

11/25/2009. Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi. Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I

Identifikasi Lokasi Potensial Budidaya Tiram Mutiara Dengan Mengunakan Citra Satelit Landsat 7 ETM+

Transkripsi:

LAMPIRAN B-5a PENENTUAN SUHU PERMUKAAN LAUT DARI DATA NOAA-AVHRR Disusun oleh: Dra. Maryani Hartuti, M.Sc. 153

154

PENENTUAN SUHU PERMUKAAN LAUT DARI DATA NOAA-AVHRR Dra. Maryani Hartuti, M.Sc. Bidang Pemantauan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, PUSBANGJA LAPAN Jl. LAPAN 70 Pekayon, Pasar Rebo, Jakarta Timur 13710 Telp. 8710065 Fax 8722733 Email: mhartuti@yahoo.com 1. Pendahuluan Suhu permukaan laut merupakan parameter oseanografi yang dapat diukur secara langsung oleh sensor satelit yang bekerja pada spektrum infra merah termal. Satelit yang mempunyai sensor infra merah termal antara lain Landsat, NOAA, Aqua/Terra, Fengyun, dan ERS. Karakteristik sensor infra merah termal pada beberapa satelit dapat dilihat pada Tabel 1. Landsat-TM (Landsat-5) mempunyai resolusi spasial 120 x 120 m 2 dan Landsat-ETM (Landsat-7) mempunyai resolusi 60 x 60 m 2 pada kanal infra merah termal sehingga dapat memberikan variasi spasial yang cukup terinci. Data tersebut banyak dimanfaatkan untuk analisa yang memerlukan resolusi spasial tinggi seperti untuk mengetahui sebaran limbah termal. NOAA-AVHRR dan Fengyun mempunyai resolusi spasial 1,1 x 1,1 km 2 tetapi dengan resolusi temporal sampai 2 kali sehari sehingga dapat memberikan informasi suhu permukaan laut harian, mingguan, maupun bulanan. Suhu permukaan laut dari data penginderaan jauh mempunyai berbagai potensi aplikasi seperti untuk klimatologi, perubahan suhu permukaan laut global, respon atmosfer terhadap anomali suhu permukaan laut, prediksi cuaca, pertukaran gas antara udara dengan permukaan laut, pergerakan massa air, studi polusi, perikanan, dan dinamika oseanografi seperti fenomena eddi, gyre, front dan upwelling (Robinson, 1991). Tabel 1. Karakteristik sensor infra merah termal Sensor Panjang gelombang Resolusi spasial Resolusi temporal Landsat-TM Kanal 6: 10.40-12.50 120 x 120 m 2 16 hari (Landsat 5) μm Landsat-ETM Kanal 6: 10.40-12.50 60 x 60 m 2 16 hari (Landsat 7) μm NOAA-AVHRR Kanal 3A: 1.57-1.64 μm 1.1 x 1.1 km 2 2 kali sehari 3B: 3.55-3.93 μm Kanal 4: 10.3-11.3 μm Kanal 5: 11.5-12.5 μm Fengyun Kanal 3: 3.55-3.95 μm Kanal 4: 10.3-11.3 μm Kanal 5: 11.5-12.5 μm 1.1 x 1.1 km 2 2 kali sehari 155

Pengukuran suhu dari data penginderaan jauh didasarkan pada prinsip bahwa tiap benda memancarkan energi elektromagnetik sesuai dengan suhu, panjang gelombang dan emisivitas. Suhu yang dideteksi oleh sensor termal adalah suhu kecerahan (brightness temperature). Pada benda hitam sempurna (black body), nilai suhu kecerahan sama dengan suhu benda tersebut. Setiap benda di permukaan bumi mempunyai emisivitas e (e<1) yang berbeda yang mengemisikan energi elektromagnetik sebesar e.i, di mana I adalah radiansi benda hitam pada suhu yang sama. Jadi, nilai e dan radiansi yang diemisikan harus diukur agar dapat menghitung suhu dengan tepat (lihat Gambar 1). Tetapi, nilai e untuk air laut hampir mendekati 1 dan juga relatif konstan sementara nilai e untuk permukaan bumi adalah tidak homogen. Jadi, suhu permukaan laut dapat diperkirakan dengan lebih akurat dari pada suhu permukaan darat. Karena suhu kecerahan aktual mencakup radiansi yang diemisikan dari atmosfer, hal ini akan menyebabkan galat (error) suhu sebesar 2-3 o C antara suhu permukaan laut sebenarnya dengan suhu kecerahan yang dihitung dari data satelit. Oleh karena itu, koreksi atmosfer sangat penting untuk pengukuran suhu permukaan laut secara akurat (Murai, 1999). Gambar 1. Pengukuran suhu permukaan laut menggunakan NOAA-AVHRR (Murai, 1999) 156

2. Penentuan suhu permukaan laut dari data NOAA-AVHRR NOAA-AVHRR mempunyai resolusi temporal yang tinggi sehingga berpotensi untuk aplikasi perikanan. Saat ini terdapat 4 seri satelit NOAA yang masih beroperasi, yaitu NOAA-15, NOAA-16, NOAA-17, dan NOAA-18 yang masing-masing melintasi lokasi yang sama 2 kali sehari. Pengolahan data NOAA-AVHRR untuk memperoleh informasi suhu permukaan laut, terdiri atas dua tahap, yaitu (a) Kalibrasi radiometrik, (b) Perhitungan suhu permukaan laut a. Kalibrasi kanal infra merah termal (kanal 3B, 4, 5) Kalibrasi kanal infra merah termal selengkapnya diuraikan dalam NOAA KLM User s Guide (http://www2.ncdc.noaa.gov/docs/klm). Pada tiap baris scan in-orbit, sensor AVHRR mengamati tiga tipe target yang berbeda, seperti pada Gambar 2. Pertama, memberikan keluaran 10 count ketika mengamati angkasa (cold space), kemudian count tunggal untuk tiap 2048 pixel target permukaan bumi, dan 10 count ketika mengamati target blackbody internal (Sebenarnya hanya cermin scan AVHRR yang berotasi). Target angkasa (cold space) dan blackbody internal digunakan untuk kalibrasi AVHRR, karena nilai radiansi dapat secara independen ditentukan untuk tiap target. Gambar 2. Skema urutan kalibrasi kanal termal AVHRR 157

Suhu blackbody internal (T BB ) diukur oleh empat platinum resistance thermistor (PRT) yang terdapat pada instrumen AVHRR. Radiansi (N BB ) yang diterima oleh AVHRR dari blackbody internal pada tiap kanal termal dihitung dari T BB dan fungsi respon spektral tiap kanal tersebut. Nilai radiansi angkasa (radiance of space), N S, yang dirancang untuk secara akurat menjelaskan informasi pre-launch, dihitung dari data pre-launch. Radiansi tersebut, bersama dengan count space rata-rata (Cs) dan count blackbody rata-rata (C BB ) menyediakan 2 titik (C BB, N BB ) dan (C S, N S ) pada grafik radiansi versus count. Garis lurus yang ditarik antara kedua titik tersebut menghasilkan radiansi linier versus perkiraan count. Keluaran count AVHRR dari permukaan bumi (C E ) dimasukkan ke dalam persamaan linier tersebut dan menghasilkan radiansi linier N LIN. Pengukuran pre-launch menunjukkan bahwa grafik radiansi aktual versus count adalah kuadratik sehingga N LIN merupakan input dalam persamaan kuadrat, yang didefinisikan dalam pengukuran pre-launch, untuk memberikan koreksi radiansi nonlinier N COR. Radiansi yang datang dari bumi, N E, yang menghasilkan nilai count keluaran AVHRR, C E, diperoleh dengan menambahkan N COR pada N LIN. Suhu blackbody, T E selanjutnya dapat dihitung dari nilai radiansi N E. Langkah 1. Menghitung suhu blackbody internal (T BB ) Suhu target blackbody internal diukur dengan 4 PRT. Pada tiap baris scan, data word 18, 19, dan 20 dalam format frame minor HRPT mempunyai 3 nilai dari 4 PRT. PRT yang berbeda disampling pada tiap baris scan; setiap baris scan ke-lima, semua ketiga nilai PRT adalah 0 yang menunjukkan bahwa satu set 4 data PRT telah disampling. Nilai count C PRT dari tiap PRT dihitung menjadi suhu dengan formula: Nilai koefisien d 0, d 1, d 2, d 3, dan d 4 untuk tiap PRT ditampilkan pada Tabel 2 untuk satelit NOAA-15, 16, 17, dan 18. (1) Untuk menghitung suhu blackbody internal T BB, NESDIS menggunakan perata-rataan: (2) 158

Langkah 2. Menghitung radiansi blackbody internal (N BB ) Radiansi N BB pada tiap kanal termal dari blackbody internal pada suhu T BB adalah rataan terbobot fungsi Planck pada response spektral kanal tersebut. Fungsi respon spektral untuk tiap kanal diukur pada sekitar 200 internal panjang gelombang dan disediakan bagi NESDIS oleh pembuat instrumen. Secara praktis, suatu look-up tabel yang menghubungkan radiansi dengan suhu dibuat untuk tiap kanal. Tiap tabel menunjukkan radiansi pada tiap 1/10 derajat Kelvin antara 180 dan 340K. Tabel ini disebut Tabel Energi. Didapatkan bahwa persamaan dua-langkah berikut secara akurat menghasilkan Tabel Energi setara dengan suhu blackbody dengan ketelitian ± 0.01K pada range 180 sampai 340K. Tiap kanal termal mempunyai satu persamaan, yang menggunakan bilangan gelombang pusat (centroid wavenumber), ν C, dan suhu blackbody efektif, T BB *. Persamaan dua-langkah tersebut adalah: (3) (4) di mana konstanta radiasi c 1 dan c 2 adalah: c 1 = 1.1910427 x 10-5 mw/(m 2 -sr-cm -4 ) c 2 = 1.4387752 cm-k. Nilai ν C dan koefisien A dan B untuk kanal 3B, 4, dan 5 NOAA-15, 16, 17, dan 18 ditampilkan pada Tabel 3. Bilangan gelombang pusat tunggal untuk tiap kanal menggantikan metode sebelumnya, yang menggunakan bilangan gelombang pusat yang berbeda untuk tiap empat range suhu. Langkah 3. Menghitung radiansi permukaan bumi (N E ) menggunakan koreksi nonlinier Keluaran dari dua target kalibrasi in-orbit digunakan untuk menghitung perkiraan linier dari radiansi permukaan bumi N E. Tiap baris scan, AVHRR mengukur target 159

blackbody internal dan mengeluarkan 10 nilai count untuk tiap tiga detektor kanal termal; yang terletak pada words 23 sampai 52 dalam susunan data HRPT. Ketika AVHRR mengarah ke angkasa (cold space), 10 count dari tiap lima kanal dikeluarkan dan disimpan pada word 53 sampai 102. Nilai count tiap kanal dirata-ratakan untuk menghaluskan noise acak; seringkali counts dari 5 baris scan yang berurutan dirataratakan karena diperlukan 5 baris untuk memperoleh satu set pengukuran seluruh 4 PRT. Count blackbody rata-rata, C BB, dan count angkasa (space) rata-rata, C S, bersama dengan radiansi blackbody N BB dan radiance angkasa, N S, digunakan untuk menghitung perkiraan radiansi linier, N LIN, di mana C E adalah keluaran count AVHRR pada target permukaan bumi (2048 count tiap baris scan). (5) Detektor kanal termal 3B mempunyai respon linier terhadap radiansi yang datang sehingga radiansi linier yang dihitung dengan persamaan (5) merupakan nilai sebenarnya untuk kanal 3B. Untuk kanal ini, nilai radiansi angkasa N S adalah = 0; sehingga tidak diperlukan koreksi non linier. Detektor Mercury-Cadmium-Telluride yang digunakan untuk kanal 4 dan 5 mempunyai respon non linier terhadap radiansi yang datang. Pengukuran laboratorium pada prelaunch menunjukkan bahwa: a. radiansi scene adalah fungsi non linier (kuadratik) dari count keluaran AVHRR. b. Ketidaklinieran tersebut tergantung pada suhu operasi AVHRR Diasumsikan bahwa respon non linier akan tetap ada pada saat mengorbit. Untuk seri satelit NOAA KLM (NOAA-15, 16, 17), NESDIS menggunakan metode koreksi non linier berdasarkan radiansi. Pada metode ini, perkiraan radiansi linier mula-mula dihitung menggunakan radiansi angkasa non-zero, N S pada persamaan (5). Kemudian, nilai radiansi linier dimasukkan ke dalam persamaan kuadrat untuk menghasilkan koreksi radiansi non linier, N COR : Akhirnya, radiansi permukaan bumi diperoleh dengan menambahkan N COR pada N LIN, (6) 160

(7) Menetapkan nilai radiansi angkasa non-zero merupakan cara matematis yang mempunyai dua keuntungan utama. Pertama, hanya diperlukan satu persamaan koreksi kuadratik per kanal; koefisien kuadratik adalah tidak bergantung pada suhu operasi AVHRR. Kedua, metode ini menghasilkan pengukuran pre-launch dengan sangat baik; perbedaan RMS antara data fitted dan data hasil pengukuran adalah sekitar 0.1 K untuk kedua kanal 4 dan 5. Nilai N S dan koefisien kuadratik b 0, b 1, dan b 2 ditampilkan pada Tabel 4 untuk NOAA-15, 16, 17 dan 18. Langkah 4. Konversi radiansi permukaan bumi (N E ) menjadi suhu blackbody (T E ) Suhu T E didefinisikan dengan membuat invers langkah-langkah yang digunakan untuk menghitung radiansi N E yang diukur oleh kanal AVHRR dari blackbody pada suhu T E. Proses dua-langkah tersebut adalah: (8) (9) Nilai ν C dan koefisien A dan B ditampilkan pada Tabel 3 untuk NOAA-15, 16, 17, dan 18. Tabel 2-a. NOAA-15 AVHRR/3 conversion coefficients. PRT d 0 d 1 d 2 d 3 d 4 1 276.60157 0.051045 1.36328E-06 0 0 2 276.62531 0.050909 1.47266E-06 0 0 3 276.67413 0.050907 1.47656E-06 0 0 4 276.59258 0.050966 1.47656E-06 0 0 161

Tabel 2-b. NOAA-16 AVHRR/3 conversion coefficients. PRT d 0 d 1 d 2 d 3 d 4 1 276.355 5.562E-02-1.590E-05 2.486E-08-1.199E-11 2 276.142 5.605E-02-1.707E-05 2.595E-08-1.224E-11 3 275.996 5.486E-02-1.223E-05 1.862E-08-0.853E-11 4 276.132 5.494E-02-1.344E-05 2.112E-08-1.001E-11 Tabel 2-c. NOAA-17 AVHRR/3 conversion coefficients. PRT d 0 d 1 d 2 d 3 d 4 1 276.628 0.05098 1.371 E-06 0 0 2 276.538 0.05098 1.371 E-06 0 0 3 276.761 0.05097 1.369 E-06 0 0 4 276.660 0.05100 1.348 E-06 0 0 Tabel 2-d. NOAA-18 AVHRR/3 conversion coefficients. PRT d 0 d 1 d 2 d 3 d 4 1 276.601 0.05090 1.657 E-06 0 0 2 276.683 0.05101 1.482 E-06 0 0 3 276.565 0.05117 1.313 E-06 0 0 4 276.615 0.05103 1.484 E-06 0 0 Tabel 3-a. NOAA-15 AVHRR/3 thermal channel temperature to radiance coefficients. ν c A B Channel 3B 2695.9743 1.621256 0.998015 Channel 4 925.4075 0.337810 0.998719 Channel 5 839.8979 0.304558 0.999024 Tabel 3-b. NOAA-16 AVHRR/3 thermal channel temperature to radiance coefficients. ν c A B Channel 3B 2700.1148 1.592459 0.998147 Channel 4 917.2289 0.332380 0.998522 Channel 5 838.1255 0.674623 0.998363 162

Tabel 3-c. NOAA-17 AVHRR/3 thermal channel temperature to radiance coefficients. ν C A B Channel 3B 2669.3554 1.702380 0.997378 Channel 4 926.2947 0.271683 0.998794 Channel 5 839.8246 0.309180 0.999012 Tabel 3-d. NOAA-18 AVHRR/3 thermal channel temperature to radiance coefficients. ν c A B Channel 3B 2659.7952 1.698704 0.996960 Channel 4 928.1460 0.436645 0.998607 Channel 5 833.2532 0.253179 0.999057 Tabel 4-a. NOAA-15 radiance of space and coefficients for nonlinear radiance correction quadratic. N s b 0 b 1 b 2 Channel 4-4.50 4.76-0.0932 0.0004524 Channel 5-3.61 3.83-0.0659 0.0002811 Tabel 4-b. NOAA-16 Radiance of Space and coefficients for nonlinear radiance correction quadratic. N S b 0 b 1 b 2 Channel 4-2.467 2.96-0.05411 0.00024532 Channel 5-2.009 2.25-0.03665 0.00014854 Tabel 4-c. NOAA-17 Radiance of Space and coefficients for nonlinear radiance correction quadratic. N S b 0 b 1 b 2 Channel 4-8.55 8.22-0.15795 0.00075579 Channel 5-3.97 4.31-0.07318 0.00030976 163

Tabel 4-d. NOAA-18 Radiance of Space and coefficients for nonlinear radiance correction quadratic. N S b 0 b 1 b 2 Channel 4-5.53 5.82-0.11069 0.00052337 Channel 5-2.22 2.67-0.04360 0.00017715 b. Perhitungan suhu permukaan laut Perhitungan suhu permukaan laut (SPL) dilakukan hanya pada piksel yang bebas awan. Oleh karena itu perlu dilakukan prosedur untuk mendeteksi piksel yang berawan. Langkah-langkah untuk mendeteksi awan dilakukan sebagai berikut: (i) Jika suhu kecerahan dari kanal 5 (Tb 5 ) lebih kecil dari 280 K maka pixel tersebut berawan. Ambang batas 280 K adalah berdasarkan analisis statistik piksel yang berawan dan yang bebas awan untuk daerah di Samudera Hindia antara 5 o LS-30 o LU (Nath, 1993). (ii) Jika standard deviasi dari window 3 x 3 suhu kecerahan kanal 4 (Tb4) lebih besar dari 0.2 K maka pixel-pixel tersebut terkontaminasi oleh awan. (iii) Jika rasio kanal 2 dan kanal 1 lebih besar dari 0.6 maka pixel tersebut berawan (iv) Jika selisih antara suhu kecerahan kanal 4 dan kanal 5 lebih besar dari 2.5 K maka piksel tersebut berawan Metode untuk mendeteksi piksel berawan pada data NOAA-AVHRR lebih lengkap terdapat pada Saunders dan Kribel (1988). Selanjutnya, dilakukan perhitungan suhu permukaan laut pada piksel-piksel yang bebas awan menggunakan algoritma multichannel, yaitu kombinasi kanal 3, 4, dan 5. Ketelitian estimasi SPL menggunakan kanal 3, 4 dan 5 dipengaruhi oleh absorpsi uap air di atmosfer rendah (Brown et al., 1985). Di samping itu, ketelitian pengukuran SPL juga dipengaruhi oleh kalibrasi dan disain sensor, algoritma koreksi atmosfer, prosedur pengolahan data, dan variasi lokal interaksi antara udara dan laut (Brown et al., 1993). Perbedaan antara SPL dari satelit dengan pengukuran in situ juga dipengaruhi oleh cool skin effect, yaitu lapisan permukaan laut yang sangat tipis (beberapa mikro meter) yang lebih dingin dari air di bawahnya. Satelit hanya mendeteksi suhu permukaan laut ( cool skin ) sementara pengukuran secara in situ umumnya dilakukan pada kedalaman 164

beberapa cm dari permukaan laut. Perbedaan ini dapat dikurangi dengan menguji pasangan data SPL dari satelit dan in situ (McClain, 1985). Ada berbagai algoritma multichannel, beberapa di antaranya ditampilkan pada Tabel 5, dengan SPL dalam o C, Tb 4 dan Tb 5 adalah suhu kecerahan kanal 4 dan 5 (Yokoyama dan Tanba, 1991). Algoritma 1 Deschamps&Phulpin, 1980 2 McClain, 1981 3 McMillin&Crosby, 1984 4 Singh, 1984 5 Strong & McClain, 1984 6 Callison et al, 1989 7 Maul, 1983 8 McClain et al, 1983 9 Goda, 1993 Tabel 5. Algoritma SPL multichannel Fungsi Estimasi SPL SPL = Tb4 + 2.1 (Tb4 - Tb5) - 1.28-273.0 SPL = Tb4 + 2.93 (Tb4 - Tb5) - 0.76-273.0 SPL = Tb4 + 2.702 (Tb4 - Tb5) - 0.582-273.0 SPL = 1.699 Tb4-0.699 Tb5-0.24-273.0 SPL = 1.0346 Tb4 + 2.55 (Tb4 - Tb5) + 0.21-273.0 SPL = 1.0351 Tb4 + 3.046 (Tb4 -Tb5) - 10.93-273.0 SPL = Tb4 + 3.35 (Tb4 - Tb5) + 0.32-273.0 SPL = 1.035 Tb4 + 3.046 (Tb4 - Tb5) - 1.305-273.0 SPL = 3.6569 Tb4-2.6705 Tb5-268.92 Selain algoritma-algoritma tersebut, ada algoritma SPL non linier, yang dikenal dengan Coastwatch SST (Coastwatch, 2006), dengan persamaan sebagai-berikut: NLSST=A 1 (T 11 ) + A 2 (T 11 -T 12 )(MCSST) + A 3 (T 11 -T 12 )(Secq -1)-A 4 (10) MCSST= B 1 (T 11 ) + B 2 (T 11 -T 12 ) + B 3 (T 11 -T 12 )(Secq -1) - B 4 (11) Di mana T 11 and T 12 adalah suhu AVHRR kanl 11 dan 12 µm dalam Kelvin; Secq adalah secant sudut zenith satelit q; NLSST adalah SPL non linier dan MCSST adalah SPL multi kanal masing-masing dalam derajat Celcius, A 1 -A 4 dan B 1 -B 4 adalah koefisien konstanta seperti pada Tabel 6 dan 7. Tabel-6. Koefisien algoritma SPL non linier (NLSST) Satellite Algorithm Time Coefficients NOAA-12 NLSST DAY A 1 =0.876992, A 2 =0.083132, A 3 =0.349877, A 4 =236.667 NOAA-12 NLSST NIGHT A 1 =0.888706, A 2 =0.081646, A 3 =0.576136, A 4 =240.229 NOAA-14 NLSST DAY A 1 =0.939813, A 2 =0.076066, A 3 =0.801458, A 4 =255.165 NOAA-14 NLSST NIGHT A 1 =0.933109, A 2 =0.078095, A 3 =0.738128, A 4 =253.428 NOAA-15 NLSST DAY A 1 =0.913116, A 2 =0.0905762, A 3 =0.476940, A 4 =246.887 NOAA-15 NLSST NIGHT A 1 =0.922560, A 2 =0.0936114, A 3 =0.548055, A 4 =249.819 NOAA-16 NLSST DAY A 1 =0.914471, A 2 =0.0776118, A 3 =0.668532, A 4 =248.116 NOAA-16 NLSST NIGHT A 1 =0.898887, A 2 =0.0839331, A 3 =0.755283, A 4 =244.006 NOAA-17 NLSST DAY A 1 =0.936047, A 2 =0.0838670, A 3 =0.920848, A 4 =253.951 NOAA-17 NLSST NIGHT A 1 =0.938875, A 2 =0.0864265, A 3 =0.979108, A 4 =255.023 165

Tabel-7. Koefisien algoritma SPL multi kanal (MCSST) Satellite Algorithm Time Coefficients NOAA-12 MCSST DAY B 1 =0.963563, B 2 =2.579211, B 3 =0.242598, B 4 =263.006 NOAA-12 MCSST NIGHT B 1 =0.967077, B 2 =2.384376, B 3 =0.480788, B 4 =263.940 NOAA-14 MCSST DAY B 1 =1.017342, B 2 =2.139588, B 3 =0.779706, B 4 =278.430 NOAA-14 MCSST NIGHT B 1 =1.029088, B 2 =2.275385, B 3 =0.752567, B 4 =282.240 NOAA-15 MCSST DAY B 1 =,0.964243 B 2 = 2.71296, B 3 =0.387491, B 4 =262.443 NOAA-15 MCSST NIGHT B 1 = 0.976789, B 2 =2.77072, B 3 =0.435832, B 4 = 266.290 NOAA-16 MCSST DAY B 1 =0.999314, B 2 = 2.30195, B 3 =0.628976, B 4 =273.768 NOAA-16 MCSST NIGHT B 1 = 0.995103, B 2 =2.53657, B 3 =0.753281, B 4 = 273.146 NOAA-16 MCSST NIGHT B 1 = 0.995103, B 2 =2.53657, B 3 =0.753281, B 4 = 273.146 NOAA-16 MCSST NIGHT B 1 = 0.995103, B 2 =2.53657, B 3 =0.753281, B 4 = 273.146 NOAA-17 MCSST DAY B 1 = 0.992818, B 2 =2.49916, B 3 =0.915103, B 4 =271.206 NOAA-17 MCSST NIGHT B 1 = 1.01015, B 2 =2.58150, B 3 =1.00054, B 4 =276.590 DAFTAR PUSTAKA Brown, J. W., O. B. Brown, dan R. H. Evans, 1993. Calibration of Advanced Very High Resolution Radiometer Infrared Channels: A New Approach to Nonlinear Correction. Journal of Geohysical Research, 98: 18257-18268 Brown, O. B., J. W. Brown, dan R H. Evans, 1985. Calibration of Advanced Very High Resolution Radiometer Infrared Observations. Journal of Geophysical Research, 90: 11667-11477 Coastwatch Region SST Validation (http://manati.orbit.nesdis.noaa.gov/sst) 28 Maret 2006 Goda, H.H.,1993. Remote Sensing for Fisheries in India. Asian-Pacific Remote Sensing Journal Vol.5 No. 2. McClain, E. P., W.G. Pichel, dan C. C. Walton, 1985. Comparative Performance of AVHRR-Based Multichannel Sea Surface Temperatures. Journal of geophysical research, 90: 11587-11601 Murai, S. (ed.), 1999. Remote Sensing Notes. Japan Association of Remote Sensing. 166

Robinson, I.S., 1991. Satellite Oceanography, An Introduction for Oceanographer and Remote Sensing Scientist. Ellis Horwood Limited. John Wiley and Sons. New York. Nath, A.N., 1993. Retrieval of Sea Surface Temperature using NOAA-AVHRR Data for Identification of Potential Fishing Zones Dissemination and Validation. Proceeding International Workshop on Application of Satellite Remote Sensing for Identifying and Forecasting Potential Fishing Zones in Developing Countries, India. NOAA KLM User s Guide (http://www2.ncdc.noaa.gov/docs/klm) 28 Maret 2006 noaa.sst (http://noaasis.noaa.gov/noaasis/ml/sst.html) 28 Maret 2006 Saunders, R. W., dan K. T. Kriebel, 1988. An improved method for detecting clear sky and cloudy radiances from AVHRR data. Int. Journal of Remote Sensing, Vol. 9 No. 1, 123-150. Yokoyama, R. dan S. Tanba, 1991. Estimation of Sea Surface Temperature Via AVHRR of NOAA-9 Comparison with Fixed Buoy Data. Int. J. Remote Sensing, Vol.12 No.12:2513-2538. 167

168