BAB I PENDAHULUAN. dalam penyebaran dan pergerakan penduduk. Hal ini mengakibatkan di. masyarakat, fungsi pelayanan dan kegiatan ekonomi.

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Kebijakan pemerintah dalam melaksanakan penertiban Pedagang Kaki Lima

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Tidak bisa dipungkiri bahwa zaman sekarang mencari pekerjaan untuk

PERAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DALAM PENGATURAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KABUPATEN KUTAI BARAT

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LABUHANBATU SELATAN

I. PENDAHULUAN. berjalan ke arah yang lebih baik dengan mengandalkan segala potensi sumber daya yang

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Setelah mencermati dan mengkaji tentang peranan Badan Satuan Polisi Pamong

BAB III IMPLEMENTASI TENTANG LARANGAN MENGALIHFUNGSIKAN TROTOAR DAN SUNGAI YANG AKTIF UNTUK TEMPAT BERDAGANG PADA PERATURAN DAERAH NOMOR 5 TAHUN 2011

UCAPAN TERIMA KASIH...

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN JEPARA

BAB I PENDAHULUAN. Kota Padang merupakan salah-satu daerah di Sumatera Barat dengan roda ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. otoriter juga dipicu oleh masalah ekonomi dan adanya perubahan sosial dalam

PELAKSANAAN TUGAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DALAM MENERTIBKAN PEDAGANG MOBIL KELILING

PENGATURAN BAGI PEDAGANG KAKI LIMA BERDASARKAN PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 3 TAHUN

PEMERINTAH KOTA TEGAL SATUAN POLISI PAMONG PRAJA Jalan Ki Gede Sebayu Nomor 2 (0283) Tegal

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Negara berkembang saat ini sedang giat-giatnya melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara pada hakekatnya adalah suatu organisasi kekuasaan yang

BUPATI BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA,

IMPLIKASI METODE KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DALAM PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA DI PASAR BAMBU KUNING BANDAR LAMPUNG

I. PENDAHULUAN. kewenangan dan kekuasaan yang legal (formal) dengan adanya kualitas keahlian

BAB I PENDAHULUAN. orang-orang yang berada di dalamnya. Sumber daya manusia (SDM) akan

PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KOTA CIMAHI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI

Kecil dalam Lingkungan Daerah Propinsi Sumatera Selatan (Lembaran Negara RI Tahun 1956 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 1091) ; 3.

RANCANGAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA TAHUN 2011 NOMOR 11 PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG

WALIKOTA TANGERANG SELATAN

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BENGKULU dan WALIKOTA BENGKULU MEMUTUSKAN:

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian terhadap efektifitas hukum. 56 Dalam penelitian ini, peneliti

BAB I PENDAHULUAN. 1. Sejarah dan Perkembangan Satpol PP Kabupaten Rembang

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR % TAHUN2017 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 60 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR K TAHUN 2017 TENTANG

PEDOMAN WAWANCARA PROFESIONALISME APARAT SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DALAM PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 44 TAHUN 2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. banyak menjadi permasalahan di indonesiaterutama di kota-kota besar yang padat

BUPATI POLEWALI MANDAR PROVINSI SULAWESI BARAT

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG

BAB I PERANAN POLISI DALAM PELAKSANAAN PENERTIBAN PEKERJA SEKS KOMERSIAL DI KOTA SURAKARTA

PEMERINTAH KOTA GORONTALO

PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA

STRATEGI DINAS PENGELOLAAN PASAR KOTA BANDAR LAMPUNG DALAM PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI PASAR BAMBU KUNING TRANSKRIP HASIL WAWANCARA

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2009 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian tersirat amanat

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2018 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KETENTERAMAN, KETERTIBAN UMUM DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT

STANDAR KOMPETENSI JABATAN

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2008 NOMOR : 9 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN BANYUWANGI

PEMERINTAH KOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 06 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA

I. PENDAHULUAN. dan ketertiban umum serta penegakan peraturan daerah. Pedagang Kaki Lima atau yang biasa disebut PKL adalah istilah untuk

BAB I PENDAHULUAN. daerah (Pemda) adalah menjamin kepastian hukum, menciptakan, serta memelihara

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KOTA BALIKPAPAN

PERAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DALAM PENATAAN TEMPAT USAHA PEDAGANG KAKI LIMA DI SEKITAR WILAYAH PASAR KEPUTRAN KOTA SURABAYA

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1998 TENTANG POLISI PAMONG PRAJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


BUPATI NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA

PEMERINTAH KOTA BATU

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Landasan Hukum

BUPATI SIGI PROVINSI SULAWESI TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI LAHAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAHAT NOMOR 04 TAHUN 2013 T E N T A N G

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah. Sehingga kebijakan tidak bersifat satu arah. Kebijakan bisa dibilang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

LAMPIRAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG

BAB I PENDAHULUAN. khususnya sumber daya manusia yang berkualitas. Sumber daya manusia disini adalah

LEMBARAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR 10 TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. dalam waktu yang lain bekerja dalam waktu yang singkat. tingginya tuntutan biaya hidup di zaman saat sekarang ini.

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 91 TAHUN : 2008 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 10 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI CILACAP PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 38 TAHUN 2014 TENTANG SEKRETARIAT PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT

BUPATI SEMARANG SAMBUTAN BUPATI SEMARANG PADA APEL BERSAMA DALAM RANGKA 17-AN TANGGAL 17 OKTOBER 2014

PERANAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN PERATURAN DAERAH TENTANG PEDAGANG KAKI LIMA DI SURAKARTA

KEPUTUSAN KEPALA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DAN PEMADAM KEBAKARAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA PROVINSI JAWA TIMUR

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 60 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

MENTERI DALAM NEGERI REPUBIK INDONESIA

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR 63 TAHUN 2014 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KLATEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH KABUPATEN KLATEN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA SEBAGAI PENEGAK PERATURAN DAERAH Sejarah Pembentukan Satuan Polisi Pamong Praja

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR : 104 TAHUN 2013 TENTANG

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh seseorang yang menempati posisi di dalam status sosial (Margono Slamet, 1995: 15).

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 62 TAHUN 2008 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PEMERINTAHAN DALAM NEGERI DI KABUPATEN/KOTA

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 42 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

I. PENDAHULUAN. pemerintah dalam era otonomi daerah seperti saat ini. Hal tersebut disebabkan

I.PENDAHULUAN. Pedagang Kaki Lima (PKL) menjadi pilihan yang termudah untuk bertahan hidup.

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan perkotaan amat besar perannya dalam penyebaran dan pergerakan penduduk. Hal ini mengakibatkan di bagian wilayah tersebut terdapat berbagai kegiatan ekonomi primer, sekunder, maupun tersier, serta fungsi pelayanan yang mampu meningkatkan daya tarik bagi masyarakat. Pada sisi lain pengelompokan kegiatan, fasilitas, dan penduduk serta berpusatnya berbagai keputusan yang menyangkut publik merupakan faktor yang menarik bagi kegiatan ekonomi. Namun yang terjadi kemudian adalah adanya interaksi yang dinamis antar masyarakat, fungsi pelayanan dan kegiatan ekonomi. Sebagaimana kota-kota besar di Indonesia dengan penduduknya, Kabupaten Kutai Timur yang dalam hal ini kota sangatta yang menjadi ibu kota kabupaten juga mengalami hal yang sama, dari data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil kabupaten kutai timur tahun 2014 dengan luas wilayah 35.747,50 km 2 didiami penduduk sebanyak 253.847 jiwa, dengan kepadatan sebesar 7,1 jiwa/km 2 (sensus 2010) (https://id.wikipedia.org/wiki/kabupaten _Kutai_Timur. (15 Juni 2015)). Jumlah penduduk kutai timur yang berangsur mulai padat tersebut berimplikasi terhadap jumlah angkatan kerja, yang jika tidak di barengi dengan kesempatan kerja akan meningkat jumlah pengangguran di kutai

2 timur. Kondisi ini memerlukan adanya lapangan pekerjaan yang memadai supaya tidak terjadi pengangguran baru. Lapangan pekerjaan di kutai timur tidak hanya terjadi di sektor formal saja tetapi juga terjadi di sektor informal. Pedagang kaki lima yang biasa disebut PKL termasuk kelompok di sektor informal. Kehadiran PKL menimbulkan konflik ketika mereka menggunakan/menyerobot ruang-ruang publik yang mereka anggap strategis secara ekonomis, seperti jalan, trotoar, jalur hijau, dan sebagainya. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Dinas Pengelolaan Pasar kutai timur tahun 2015 di kutai timur terdapat sebanyak 874 PKL tersebar di 5 wilayah kecamatan. Sebagian besar PKL berada di wilayah Kecamatan sangatta utara, sangatta selatan dan sangkulirang. Dari hasil pendatan menunjukkan terdapat PKL yang paling banyak adalah berada di 3 kecamatan di kutai timur, sehingga diperlukan Satpol PP yang bertugas menjalankan peraturan daerah dalam hal ini untuk menata PKL. Pada hakekatnya, seorang anggota Satpol PP adalah seorang polisi, yang oleh karenanya dapat (dan bahkan harus) dibilangkan sebagai bagian dari aparat penegak hukum (law enforcer). Dikatakan demikian, karena Satpol PP dibentuk untuk membantu kepala daerah dalam menegakkan peraturan daerah (Perda). Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Perda adalah salah satu jenis perundang-undangan.

3 Fungsi Satpol PP sebagai aparat penegak Perda dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (8) dan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Satuan Polisi Pamong Praja. Kedua pasal tersebut pada intinya menyatakan eksistensi Satpol PP sebagai bagian perangkat daerah dibentuk untuk membantu kepala daerah menegakkan Perda dan menyelenggarakan ketertiban umum dan ketertiban masyarakat. Pasal 3 dan 4 PP Nomor 6 Tahun 2010 tentang Satuan Polisi Pamong Praja pula menegaskan tugas Satpol PP menegakkan Perda dan menyelenggarakan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat. Demi ketertiban umum dan ketentraman masyarakat, Satpol PP diharapkan tidak menggunakan cara-cara kekerasan dalam melakukan setiap penertiban, melainkan mengedepankan pendekatan persuasif. Kenyataan yang ada di kebanyakan daerah di Indonesia, Satpol PP dalam menegakkan Perda cenderung menggunakan cara kekerasan. Menurut Hermanto selaku ketua divisi advokasi lembaga bantuan hukum (LBH) Jakarta mengatakan, LBH Jakarta mendesak agar Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dibubarkan. Apalagi kekerasan Satpol PP sering mengakibatkan kerugian masyarakat kecil dan penganiayaan. Contoh yang baru aadalah penertiban satpol pp terhadap pedangan warteg yang buka di sianghari pada buan romadhon (https://news.detik.com/berita/3232501/jatuh-bangun-saenidirazia-satpol-pp-dibantu-netizen-hingga-tutup-warung (13 Mei 2016)) (http://medan.tribunnews.com/2016/03/14/oknum-satpol-pp-medan-akukan-

4 kekerasan terhadap -anak-di-bawah-umur-ini-ragam-siksaannya (13 Mei 2016)). Ini terlihat dalam pelaksanaan penertiban biasanya dalam menertibkan PKL, Satpol PP sudah dibekali dengan pentungan, tameng, helm atau alat-alat yang bisa membubarkan para PKL sepintas hal demikian menggambarkan kalau Satpol PP siap berperang dengan para PKL yang menolak untuk digusur, dan kadang kalanya disertai dengan adu fisik. Hal demikian berbeda di sangatta kutai timur, Satpol PP turun patroli hanya bermodalkan peluit dan buku saku pedoman operasional Satpol PP sangatta kutai timur yang selalu ada di tas pinggang mereka. Sifat humanis tersebut diperlukan karena PKL juga memiliki potensi untuk menciptakan dan memperluas lapangan kerja, terutama bagi tenaga kerja yang kurang memiliki kemampuan dan keahlian yang memadai untuk bekerja di sektor formal karena rendahnya tingkat pendidikan yang mereka miliki. Hasil survey yang dilakukan Dinas Pengelolaan Pasar Kabupaten Kutai Timur tahun 2014 sebagian besar PKL berpendidikan tingkat SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi masing-masing (21,15%, 32,03%, 23,76%, 0,86% ) dan yang tidak bersekolah sebesar 22,20% (Dinas Pengelolaan Pasar Kabupaten Kutai Timur, 2014:11). Data tersebut menunjukkan bahwa mayoritas PKL adalah masyarakat yang berpendidikan rendah bahkan tidak bersekolah. Bekal pendidikan yang rendah tersebut, menggambarkan bahwa Pedagang Kaki Lima yang merupakan bagian dari sektor informal perlu mendapatkan perhatian yang serius dan bukan

5 sebaliknya dipersempit ruang geraknya atau keberadaannya (Sriyanto, 2006: 112). Demi eksistensi PKL maka diperlukan penataan. Penataan tersebut dilakukan oleh petugas atau aparatur pemerintahan yang menangani masalah tersebut, dimana diamanatkan dalam pasal 148 ayat (1) Undangundang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Satpol PP adalah perangkat daerah yang membantu tugas kepala daerah dalam menegakkan Perda dan ketentraman masyarakat, yang dikepalai oleh kepala daerah. Aparat Satpol PP dalam pelaksanaannya diharapkan bertindak tegas menertibkan para PKL yang sengaja mendirikan tenda/tempat dagangannya diatas trotoar/saluran air, di bahu jalan, dan sebagainya. Selaras dengan pemikiran tersebut, maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul: Peranan Satuan Polisi Pamong Praja Dalam Mengimplementasikan Peraturan Daerah Tentang Padagang Kaki Lima di Sangatta Kabupaten Kutai Timur. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka rumusan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah peranan Satpol PP dalam mengimplementasikan peraturan daerah tentang PKL di Sangatta Kabupaten Kutai Timur? 2. Kegiatan-kegiatan apakah yang dilaksanakan Satpol PP dalam penertiban PKL di Sangatta Kabupaten Kutai Timur?

6 3. Apa kendala yang dialami Satpol PP dalam penertiban PKL di Sangatta Kabupaten Kutai Timur dan cara mengatasinya? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Untuk mengetahui peranan Satpol PP dalam mengimplementasikan peraturan daerah tentang PKL di Sangatta Kabupaten Kutai Timur. 2. Untuk mengetahui kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan Satpol PP dalam penertiban PKL di Sangatta Kabupaten Kutai Timur. 3. Untuk mengetahui kendala yang dialami Satpol PP dalam penertiban PKL di Sangatta Kabupaten Kutai Timur dan cara mengatasinya. 1.4. Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis Secara teoritis diharapkan penelitian ini memberikan deskripsi tentang peranan Satpol PP dalam mengimplementasikan peraturan daerah tentang PKL di Sangatta Kabupaten Kutai Timur. 2. Secara Praktis a. Bagi Peneliti Penelitian ini dapat mejadi informasi mengenai peranan Satpol PP di Sangatta Kabupaten Kutai Timur, terutama yang berkaitan dengan persoalan PKL.

7 b. Bagi Pemerintah Kabupaten Kutai Timur Sebagai masukan untuk menentukan kebijakan mendatang, terutama dalam perencanaan dan penataan PKL. c. Bagi Satpol PP 1) Memberi dorongan agar Satpol PP lebih meningkatkan peran aktifnya dalam melaksanakan fungsinya sesuai ketentuan Peraturan Daerah Kabupaten Kutai Timur Nomor 3 Tahun 20013 tentang Pengelolaan Pedagang Kaki Lima. 2) Sebagai bahan evaluasi terhadap pelaksanaan Satpol PP dalam mengimplementasikan Perda tentang Pedagang Kaki Lima. d. Bagi Pedagang Kaki Lima Mengetahui hak dan kewajiban Pedagang kaki Lima dalam menjalankan usaha informalnya.