Lex et Societatis, Vol. IV/No. 4/Apr/2016

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. yang menjadi sarana dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah yaitu kebijakan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam agenda pembangunan nasional Tahun , secara politis dikatakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Nomor 31 Tahun 1992 TLN Nomor 3472, Pasal 4. Aditya Bakti, 2003), hal 86. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. mendukung sistem perekonomian suatu negara. Jika industri perbankan dalam

BABl PENDAHULUAN. Industri perbankan memiliki peranan yang sangat penting dalam. pembangunan nasional, salah satunya sebagai pengatur urat nadi

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB V PENUTUP. Dari rangkaian diskusi dalam bab-bab sebelumnya dapat ditarik kesimpulan,

BAB I PENDAHULUAN. badan hukum yang mengalami kasus pailit, begitu juga lembaga perbankan.

*36403 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 28 TAHUN 1999 (28/1999) TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penanganan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) bermasalah yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini perbankan di Indonesia diatur dalam UU Nomor 10 tahun 1998

BAB I PENDAHULUAN. antara lain sektor hukum, ekonomi, politik, sosial, budaya, dan sebagainya. Sektor yang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1999 TENTANG PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III PELAKSANAAN PENJAMINAN OLEH LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN SESUAI DENGAN UU RI NOMOR 7 TAHUN 2009

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. keuangan dalam pembiayaan pembangunan sangat diperlukan. Bank

LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN (LPS)

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus senantiasa memperhatikan keserasian, keselarasan, dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I. KETENTUAN UMUM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1999 TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENDAHULUAN. Menurut Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan diperbaharui dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998.

BAB I PENDAHULUAN. bermanfaat bagi individu dan masyarakat secara keseluruhan, tetapi juga berperan

Peran Lembaga Penjamin Simpanan Terhadap Klaim Dana Nasabah Bank Likuidasi

NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Keuangan Bank (Bank Financial Institution) merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan perbankan memiliki peranan yang strategis dalam

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan mempunyai peranan penting dalam menjalankan. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan diatur bahwa:

PENANGANAN BANK GAGAL BERDAMPAK SISTEMIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

ASURANSI DAN KREDIT PERBANKAN

BAB I PENDAHULUAN. saat ini dan masa yang akan datang tidak akan lepas dari sektor perbankan,

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional adalah mewujudkan masyarakat adil dan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional merupakan upaya untuk mewujudkan masyarakat

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1999 TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kata Bank dalam kehidupan sehari-hari bukanlah merupakan hal yang asing lagi.

BAB I PENDAHULUAN. Bank memiliki peranan yang sangat penting dalam perekonomian

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas.

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan pemberi layanan perbankan bagi masyarakat. Bank merupakan suatu lembaga keuangan yang ada di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan suatu lembaga kepercayaan. 1 Hal ini berarti bahwa nasabah

BAB I PENDAHULUAN. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi dapat juga diartikan sebagai perkembangan

LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1996 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 3/25/PBI/2001 TENTANG PENETAPAN STATUS BANK DAN PENYERAHAN BANK KEPADA BADAN PENYEHATAN PERBANKAN NASIONAL

PENJAMIN SIMPANAN DITINJAU DARI ASPEK HUKUM BISNIS. DR. H. M. Kamal Hijdaz, SH, MH Dosen pada Fakultas Hukum UMI Dan STIE YPUP

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN. meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Peran strategis tersebut terutama disebabkan

I. PENDAHULUAN. nasional dan stabilitas industri perbankan yang mempengaruhi stabilitas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kebutuhan papan adalah kebutuhan tempat tinggal untuk tidur,

BAB I PENDAHULUAN. bank sebagai tempat untuk mencetak, mengatur, dan mengawasi peredaran

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1996 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah. Kebijakan moneter Bank Indonesia dilaksanakan dalam rangka mencapai

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini banyak bermunculan bermacam-macam bank umum di

I. PENDAHULUAN. perkapita, kesempatan kerja, distribusi pendapatan, dan lain-lain. Sasaran itu terus

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 5/POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA PENJAMINAN

2017, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN TENTANG PENGELOLAAN, PENATAUSAHAAN, SERTA PENCATATAN ASET DAN KEWAJIBAN D

SIARAN PERS OJK TERBITKAN TIGA PERATURAN TINDAK LANJUT UU PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk menyimpan dananya pada bank semata-mata dilandasi

2017, No Indonesia Nomor 3608); 2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20

PERANAN BANK INDONESIA DALAM PENGAWASAN DAN PEMBINAAN BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR) Oleh Eli Ratnaningsih

2017, No tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 T

Sistem Informasi Perbankan, Pertemuan Ke-1 PENGENALAN BANK. DEFINISI BANK BANK Bahasa ITALIA Banco yang artinya Bangku

BAB I PENDAHULUAN. terkait, baik pemilik dan pengelola bank, masyarakat pengguna jasa bank maupun

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Asia. Langkah yang ditempuh dalam menghadapi krisis moneter salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. Bank-Bank di Indonesia dimana bank-bank dinilai oleh Otoritas Perbankan,

Sosialisasi UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. SAMARINDA, 2 juli 2015

ekonomi Kelas X BANK SENTRAL DAN OTORITAS JASA KEUANGAN KTSP & K-13 A. Pengertian Bank Sentral Tujuan Pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. awal berkembangnya Perbankan di Indonesia. Paket kebijakan Perbankan yang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 93, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3720)

PENGARUH STRATEGI PENGEMBALIAN PINJAMAN TERHADAP RENTABILITAS PT. BPR RESTUDHANA CITRA SEJAHTERA ROGOJAMPI BANYUWANGI RAHAYUNINGSIH ABSTRAK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

No Restrukturisasi Perbankan, Peraturan Lembaga Penjamin Simpanan tentang Penanganan Permasalahan Solvabilitas Bank Sistemik, Peraturan Lembaga

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 2/11/PBI/2000 TENTANG PENETAPAN STATUS BANK DAN PENYERAHAN BANK KEPADA BADAN PENYEHATAN PERBANKAN NASIONAL

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 26 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ekonomi nasional dewasa ini menunjukkan arah

BAB I PENDAHULUAN. penting dari sebuah lembaga keuangan seperti peran perbankan sebagai lembaga

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 1 / 9 /PBI/1999 TENTANG PEMANTAUAN KEGIATAN LALU LINTAS DEVISA BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN NON BANK

KAJIAN PENDALAMAN. Perkara Nomor 1/PUU-XVI/2018

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Kegiatan- kegiatan tersebut dapat dijelaskan pada gambar berikut:

BAB IV. Akibat hukum adalah akibat dari melakukan suatu tindakan untuk. memperoleh suatu akibat yang dikehendaki oleh pelaku dan atau telah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1999 TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN MAKALAH LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

Ruang Lingkup Perbankan

BAB I PENDAHULUAN. Dunia perbankan Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini telah. mengalami perkembangan yang cukup pesat, ini dibuktikan dengan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

KAJIAN HUKUM TERHADAP LIKUIDASI DAN KEPAILITAN BANK BERDASARKAN UNDANG- UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERBANKAN 1 Oleh : Romi Johanes 2 ABSTRAK Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif. Metode pendekatan yuridis normatif digunakan untuk mengkaji / menganalisis data skunder yang berupa bahan-bahan hukum, terutama bahanbahan hukum primer dan bahan-bahan hukum sekunder. 3 Bertitik tolak dari judul dan permasalahan yang mendasari penelitian ini, maka penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif analitis. 4 Hasil penelitian menunjukan bahwa Penyelesaian melalui kepailitan relatif cepat karena pada dasarnya telah ditetapkan timing untuk setiap tindakan yang akan dilakukan untuk mencapai penyelesaian. Kecepatan penyelesaian inilah sebenarnya yang menjadi tujuan utama diundangkannya Undang-Undang Kepailitan. Terlepas dari kendala yang mungkin dihadapi kurator dalam kepailitan, bila dibandingkan antara ketentuan kepailitan dan likuidasi sebenarnya lebih baik bagi BI memanfaatkan upaya kepailitan dibanding likuidasi karena kepailitan mempunyai prospek yang lebih baik dan lebih pasti dibandingkan dengan likuidasi. Kata kunci: Likuidasi, Kepailitan, Bank PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan antara bank dengan nasabahnya ternyata tidaklah seperti hubungan kontraktual biasa, tetapi dalam hubungan tersebut terdapat pula kewajiban bagi bank untuk tidak membuka rahasia dari nasabahnya kepada pihak lain mana pun kecuali jika ditentukan lain oleh perundang-undangan yang berlaku. Dengan mengacu kepada rahasia bank, maka rahasiarahasia lain yang bukan merupakan rahasia 1 Artikel Tesis. Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Wulanmas A. P. G. Frederik, SH, MH; Dr. Johny Lembong, SH, MH 2 Mahasiswa pada Pascasarjana Universitas Sam Ratulangi, NIM. 1023208079 3 Ronny Hanitijo Soemitro,. Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1988, hlm. 11-12 4 Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Sosial : Format- Format Kantitatif dan Kualitatif, Airlangga University press, 2001, hlm. 48. antara bank dengan nasabahnya, sungguhpun juga bersifat rahasia, tidak tergolong ke dalam istilah rahasia bank menurut Undang-Undang Perbankan. Rahasia-rahasia lain yang bukan merupakan rahasia bank tersebut, misalnya, rahasia mengenai data dalam hubungan dengan pengawasan bank oleh Bank Indonesia, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3) dan Pasal 33 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Menurut Pasal 1 angka 28 Undang-Undang Perbankan, yang dimaksud dengan rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya. Pembangunan nasional memerlukan sumber pendanaan yang tidak kecil guna mencapai sasaran-sasarannya: pertumbuhan ekonomi, pendapatan perkapita, kesempatan kerja, distribusi pendapatan, dan lain-lain. Sasaran ini terus diupayakan untuk ditingkatkan kualitasnya dari waktu ke waktu. Untuk itu upaya memperbaiki dan memperkuat sektor keuangan khususnya industri perbankan menjadi sangat penting. Sektor perbankan memiliki peran yang sangat vital, antara lain sebagai pengatur urat nadi perekonomian nasional. Lancarnya aliran uang sangat diperlukan untuk mendukung kegiatan ekonomi. Dengan demikian, kondisi sektor perbankan yang sehat dan kuat penting menjadi sasaran akhir dari kebijakan sektor perbankan. Peran sektor perbankan dalam pembangunan juga dapat dilihat pada fungsinya sebagai alat transmisi kebijakan moneter. Di samping itu perbankan merupakan alat yang sangat vital dalam menyelenggarakan transaksi pembayaran, baik nasional maupun internasional. Mengingat pentingnya fungsinya ini, maka upaya menjaga kepercayaan 5 masyarakat terhadap perbankan menjadi bagian yang sangat penting untuk dilakukan. 6 Bisnis perbankan merupakan bisnis yang penuh risiko, di samping menjanjikan keuntungan yang besar jika dikelola secara baik dan hati-hati. 5 Hikmahanto Juwana, Analisis Ekonomi Atas Hukum Perbankan, Jurnal Hukum dan Pembangunan, Edisi Nomor 1-3 Tahun XXVIII Januari-Juni 1998, hal. 86 6 Syahril Sabirin, Kebijakan Moneter dan Perbankan dalam Mendukung Pembangunan Nasional dalam http.//www.publikasi BI/co.id. 54

Dikatakan sebagai bisnis penuh risiko karena aktivitasnya sebagian besar mengandalkan dana titipan masyarakat, baik dalam bentuk tabungan, giro, maupun deposito. Besarnya peran yang diemban oleh sektor perbankan, bukan berarti membuka keran sebebas-bebasnya bagi siapa saja untuk mendirikan, mengelola ataupun menjalankan bisnis perbankan tanpa didukung atau di backup dengan aturan perbankan yang baik dan sehat. Pemerintah melalui otoritas keuangan dan perbankan berwenang menetapkan aturan dan bertanggung jawab melakukan pengawasan terhadap jalannya usaha dan aktivitas perbankan. Oleh karenanya, kebijakan pemerintah di sektor perbankan harus diarahkan pada upaya mewujudkan perbankan yang sehat, kuat dan kokoh. Hal ini mengingat kebijakan di bidang perbankan ini tidak lagi semata-mata memegang peranan penting dalam pengembangan infrastruktur keuangan dalam rangka mengatasi kesenjangan antara tabungan dan investasi, tetapi juga berperan penting dalam memelihara kestabilan ekonomi makro melalui keterkaitannya dengan efektivitas kebijakan moneter. 7 Pemerintah telah cukup mencurahkan perhatian pada penyempurnaan peraturanperaturan hukum di bidang perbankan. Mulai dari undang-undang hingga peraturan yang sifatnya teknis sudah cukup tersedia. Bahkan, peraturan yang berhubungan dengan prinsip kehati-hatian pun sudah sangat memadai. Namun demikian, kelengkapan peraturan terutama menyangkut prinsip kehati-hatian tidaklah cukup untuk dijadikan ukuran bahwa perbankan nasional lepas dari segala permasalahan. Buktinya sebagian besar bank nasional (khususnya bank swasta) merupakan bank bermasalah, yang satu per satu masuk kandang Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), bahkan lebih tragis lagi beberapa bank swasta nasional terpaksa dilikuidasi pada masa awal krisis ekonomi dan keuangan melanda Indonesia. 8 Salah satu faktor yang membuat sistem perbankan nasional keropos adalah akibat perilaku para pengelola dan pemilik bank yang cenderung mengeksploitasi dan/atau mengabaikan prinsip kehati-hatian dalam berusaha, di samping faktor penunjang lain, yakni lemahnya pengawasan dari Bank Indonesia (BI). Dampak dari krisis perbankan dimulai tahun 1997 yang menyebabkan 16 bank dinilai oleh otoritas perbankan tidak mungkin lagi dipertahankan eksistensinya, sehingga dicabut izin usahanya. Berdasarkan Undang-Undang No.1 Tahun 1992 tentang Perbankan (sebelum direvisi dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998), yang memiliki kewenangan untuk menerbitkan dan mencabut izin usaha bank adalah Menteri Keuangan berdasarkan rekomendasi dari Bank Indonesia. Berdasarkan pengalaman tersebut, dan beberapa negara lain tampaknya kegiatan perbankan tidak bisa seluruhnya diserahkan kepada mekanisme pasar, karena kenyataannya pasar tidak selalu mampu membetulkan dirinya sendiri bila terjadi sesuatu di luar dugaan. 9 Oleh karena itu dukungan kontrol terhadap aktivitas perbankan oleh BI dengan kewajiban melaksanakan prinsip kehati-hatian merupakan solusi terbaik dalam rangka menjaga dan mempertahankan eksistensi perbankan, yang pada akhirnya akan menumbuhkan kepercayaan masyarakat kepada industri perbankan itu sendiri. Demikianlah, kemudian bagian umum Penjelasan UU No. 10 Tahun 1998 dinyatakan, agar pembinaan dan pengawasan bank dapat terlaksana secara efektif, kewenangan dan tanggung jawab mengenai perizinan bank, yang semula berada pada Menteri Keuangan, menjadi berada pada Pimpinan Bank Indonesia sehingga Bank Indonesia memiliki kewenangan dan tanggung jawab yang utuh untuk menetapkan perizinan, pembinaan, dan pengawasan bank serta pengenaan sanksi terhadap bank yang tidak mematuhi peraturan perbankan yang berlaku. 10 7 Syahril Sabirin, Upaya Keluar dari Krisi Ekonomi dan Moneter, Orasi Ilmiah disampaikan pada acara wisuda Sarjana Universitas Muhammadiyah Sumatera Berata tanggal 29 September 2001 di Padang, hal. 5 8 Achjar Iljas, BLBI dan Penyelamatan Sistem Perbankan, Media 31 Januari 2000. 9 Heru Supraptomo, Analisis Ekonomi Terhadap Hukum Perbankan, Jurnal Hukum Bisnis Volume 1/1997, Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, Jakarta, 1997, hal. 63 10 Heru Supranoto, Ibid, hal. 64 55

B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana kewenangan Bank Indonesia dan perlindungan nasabah dalam likuidasi bank menurut UU No. 10 Tahun 1998? 2. Bagaimana aspek hukum kewenangan Bank Indonesia atas kepailitan Bank berdasarkan UU No. 10 Tahun 1998? C. Metode Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif. Metode pendekatan yuridis normatif digunakan untuk mengkaji / menganalisis data skunder yang berupa bahan-bahan hukum, terutama bahan-bahan hukum primer dan bahan-bahan hukum sekunder. 11 Bertitik tolak dari judul dan permasalahan yang mendasari penelitian ini, maka penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif analitis. Menurut Burhan Bungin, penelitian sosial yang menggunakan format deskriptif bertujuan untuk menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi atau berbagai variabel yang timbul di masyarakat yang menjadi obyek penelitian itu. Kemudian menarik ke permukaan sebagai suatu ciri atau gambaran tentang kondisi, situasi ataupun variable tertentu. 12 Di samping itu, penelitian ini juga merupakan penelitian preskriptif yaitu suatu penelitian yang ditujukan untuk mendapatkan saran-saran mengenai apa yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah tertentu. Teknik pengumpulan data yang dipergunakan adalah : Data yang dikumpulkan adalah data skunder. Data sekunder di bidang hukum (dipandang dari sudut kekuatan mengikatnya) dapat dibedakan menjadi 13 : bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, bahan hukum tertier. Analisis data dilakukan secara kualitatif. Analisis kualitatif yaitu metode analisis yang pada dasarnya mempergunakan pemikiran logis, analisis dengan logika, dengan induksi, analogi / interpretasi, komparasi dan sejenis itu. HASIL DAN PEMBAHASAN 11 Ronny Hanitijo Soemitro,. Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1988, hlm. 11-12 12 Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Sosial : Format- Format Kantitatif dan Kualitatif, Airlangga University press, 2001, hlm. 48. 13 Ronny Hanitijo Soemitro, Op Cit. 1. Kewenangan Bank Indonesia Dalam Likuidasi. Bisnis perbankan merupakan bisnis yang penuh risiko, di samping menjanjikan keuntungan yang besar jika dikelola secara baik dan hati-hati. Dikatakan sebagai bisnis penuh risiko karena aktivitasnya sebagian besar mengandalkan dana titipan masyarakat, baik dalam bentuk tabungan, giro, maupun deposito. Peran yang diemban oleh sektor perbankan, bukan berarti membuka keran sebebasbebasnya bagi siapa saja untuk mendirikan, mengelola ataupun menjalankan bisnis perbankan tanpa didukung atau di-back-up dengan aturan perbankan yang baik dan sehat. Pemerintah melalui otoritas keuangan dan perbankan berwenang menetapkan aturan dan bertanggung jawab melakukan pengawasan terhadap jalannya usaha dan aktivitas perbankan. Oleh karenanya, kebijakan pemerintah di sektor perbankan harus diarahkan pada upaya mewujudkan perbankan yang sehat, kuat dan kokoh. Hal ini mengingat kebijakan di bidang perbankan ini tidak lagi semata-mata memegang peranan penting dalam pengembangan infrastruktur keuangan dalam rangka mengatasi kesenjangan antara tabungan dan investasi, tetapi juga berperan penting dalam memelihara kestabilan ekonomi makro melalui keterkaitannya dengan efektivitas kebijakan moneter. 14 Pemerintah telah cukup mencurahkan perhatian pada penyempurnaan peraturanperaturan hukum di bidang perbankan. Mulai dari undang-undang hingga peraturan yang sifatnya teknis sudah cukup tersedia. Bahkan, peraturan yang berhubungan dengan prinsip kehati-hatian pun sudah sangat memadai. Namun demikian, kelengkapan peraturan terutama menyangkut prinsip kehati-hatian tidaklah cukup untuk dijadikan ukuran bahwa perbankan nasional lepas dari segala permasalahan. Buktinya sebagian besar bank nasional merupakan bank bermasalah, yang satu per satu masuk kandang Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), bahkan lebih tragis lagi beberapa bank swasta 14 Syahril Sabirin, Upaya Keluar dari Krisis Ekonomi dan Moneter, Orasi Ilmiah disampaikan pada acara Wisuda Sarjana Universitas Muhammadiyah Sumatra Barat tanggal 29 September 2001 di Padang, hal. 5 56

nasional terpaksa dilikuidasi pada masa awal krisis ekonomi dan keuangan melanda Indonesia. 15 Salah satu faktor yang membuat sistem perbankan nasional keropos adalah akibat perilaku para pengelola dan pemilik bank yang cenderung mengeksploitasi dan/atau mengabaikan prinsip kehati-hatian dalam berusaha, di samping faktor penunjang lain, yakni lemahnya pengawasan dari Bank Indonesia (BI). 16 Bank dinilai oleh otoritas perbankan tidak mungkin lagi dipertahankan eksistensinya, sehingga dicabut izin usahanya. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (sebelum direvisi dengan Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1998), yang memiliki kewenangan untuk menerbitkan dan mencabut izin usaha bank adalah Menteri Keuangan berdasarkan rekomendasi dari Bank Indonesia. Berdasarkan pengalaman tersebut, dan beberapa negara lain, tampaknya kegiatan perbankan tidak bisa seluruhnya diserahkan kepada mekanisme pasar, karena kenyataannya pasar tidak selalu mampu membetulkan dirinya sendiri bila terjadi sesuatu di luar dugaan. 17 Oleh karena itu, dukungan kontrol terhadap aktivitas perbankan oleh BI dengan kewajiban melaksanakan prinsip kehati-hatian merupakan solusi terbaik dalam rangka menjaga dan mempertahankan eksistensi perbankan, yang pada akhirnya akan menumbuhkan kepercayaan masyarakat kepada industri perbankan itu sendiri. Demikianlah, kemudian bagian UMUM Penjelasan UU No. 10 Tahun 1998 dinyatakan, agar pembinaan dan pengawasan bank dapat terlaksana secara efektif, kewenangan dan tanggung jawab mengenai perizinan bank, yang semula berada pada Menteri Keuangan, menjadi berada pada Pimpinan Bank Indonesia, sehingga Bank Indonesia memiliki kewenangan dan tanggung jawab yang utuh untuk menetapkan perizinan, pembinaan, dan pengawasan bank serta 15 Achjar lljas, BLBI dan Penyelamatan Sistem Perbankan, Media 31 Januari 2000 16 Susidarto, Reposisi Pengawasan Bank, dalam http://www.kompas.com/kompas-cetak/0204/ 26/opini/menu33.htm 17 Heru Supraptomo, Analisis Ekonomi Terhadap Hukum Perbankan, Jurnal Hukum Bisnis, Volume 1/1997, Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, Jakarta, 1997, hal. 63 pengenaan sanksi terhadap bank yang tidak mematuhi peraturan perbankan yang berlaku. 18 Sebagai tindak lanjut dari pencabutan izin usaha, dilakukan pembubaran badan hukum bank tersebut melalui proses likuidasi bank. Likuidasi terhadap 16 bank tersebut pada saat itu ternyata menimbulkan domino effect antara lain didahului dengan adanya rush di sektor perbankan sehingga kepercayaan masyarakat terhadap perbankan nasional menjadi terpuruk. Alasan yang memperkuat pendirian Sjahdeini adalah selain implikasi yuridis yang sangat kompleks dan proses penyelesaian yang memakan waktu lama, likuidasi suatu bank dapat mengguncangkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan dan menimbulkan keresahan sosial. Walaupun kekhawatiran Sjahdeini telah direduksi dengan adanya peraturan khusus tentang pencabutan izin, pembubaran dan likuidasi bank dan jaminan dana simpanan nasabah, tetapi permasalahan belum terselesaikan, karena dalam pelaksanaan kewenangan Bank Indonesia untuk melakukan pencabutan, pembubaran dan likuidasi bank berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1999 tentang Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran dan Likuidasi Bank, terdapat beberapa hal yang belum tersentuh, misalnya berkaitan dengan kepastian hukum keberadaan tim likuidasi yang dibatasi selama 5 tahun pada bank yang telah bubar apabila masih terdapat aset bermasalah. 19 Berdasarkan hal di atas, diperlukan suatu kajian untuk melengkapi hal-hal yang belum tersentuh pengaturannya terkait dengan kewenangan Bank Indonesia melakukan pencabutan, pembubaran dan likuidasi bank, di samping tidak menutup kemungkinan memunculkan alternatif lain dalam penanganan bank bermasalah, misalnya melalui sarana Undang-Undang Kepailitan, yakni Undang- Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang tentang Kepailitan Menjadi Undang-Undang (sekarang 18 UU. No. 10 Tahun 1998 tentang Bank Indonesia, Jakarta 19 PP. No. 25/1999 tentang Pencabutan Izin Usaha 57

Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU). Untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan nasional, pemerintah mengeluarkan jaminan kewajiban pembayaran bank umum atau dikenal dengan blanket guarantee yang merupakan financial safety net dengan Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1998. 2. Aspek Hukum Kewenangan Bank Indonesia Terhadap Kepailitan Bank Berdasarkan UU No. 17 Tahun 1998 Dengan adanya pengaturan tentang kehatihatian di bidang perbankan, tugas pengawas bank pada prinsipnya adalah memantau dan memeriksa apakah pemilik dan pengeiola bank telah melaksanakannya. Dengan pengawasan, maka akan dapat segera diakukan langkahlangkah yang diperlukan apabila terdapat peraturan atau ketentuan yang tidak dilaksanakan. Pengawasan yang baik adalah pengawasan yang dilakukan dengan mengkombinasikan pengawasan tidak langsung dan langsung meskipun tekanan pada masing-masing jenis pengawasan tersebut berbeda-beda di berbagai negara. 20 Pengawasan secara tidak langsung adalah pengawasan yang dilakukan melalui berbagai laporan yang disampaikan oleh bank. Laporanlaporan tersebut pada umumnya berupa laporan keuangan, yaitu neraca dan laporan rugi laba serta berbagai laporan yang terkait dengan kegiatan operasional bank, seperti laporan tentang kualitas aktiva bank. Dengan pengawasan tidak langsung, pengawas dapat memantau ketaatan pengurus bank terhadap ketentuan yang berlaku sehingga dapat mengidentifikasi penyimpangan atau hal-hal yang memerlukan perhatian, serta dapat segera mengambil tindakan yang diperlukan. Selain itu, pengawas juga dapat memperoleh berbagai informasi, data mengenai kondisi suatu bank, serta menentukan prioritas bank mana yang perlu segera dilakukan pemeriksaan secara langsung. 21 Sementara itu, pengawasan secara langsung dilakukan dengan langsung mendatangi dan melakukan pemeriksaan terhadap bank yang 20 Suseno Piter Abdullah, Sistem dan Kebijakan Perbankan di Indonesia, BI, Jakarta, 2003, hal. 17 21 Ibid, hal. 18 bersangkutan. Pengawasan secara langsung dapat bersifat umum atau khusus. Namun, pengawasan langsung terutama dilakukan untuk memeriksa kebenaran dan akurasi laporan keuangan dan seluruh kegiatan operasional bank, menilai kualitas manajemen serta sistem pengawasan yang dimiliki bank, serta berbagai pemeriksaan yang tidak dapat dilakukan secara langsung. Pengawasan jenis ini dapat dilakukan secara periodik, misalnya setiap tahun atau dilakukan pada saat saat diperlukan. Kebijakan perbankan di Indonesia telah berkembang dari waktu ke waktu dalam kurun yang cukup panjang. Kebijakan tersebut juga berkembang sesuai dengan perkembangan sektor ekonomi, moneter, dan khususnya perkembangan industri perbankan di Indonesia. Kebijakan perbankan yang dirumuskan dan dilaksanakan dalam bentuk pengaturan dan pengawasan tersebut sebenarnya merupakan penjabaran lebih lanjut dari apa yang sudah diamanatkan oleh undang-undang. Pada saat ini kebijakan perbankan di Indonesia pada dasarnya mengacu pada undang-undang pokok tentang perbankan dan undang-undang tentang Bank Indonesia. Berdasarkan dua undang-undang tersebut kebijakan perbankan dirumuskan dan dilaksanakan. Kebijakan perbankan pada dasarnya adalah bertujuan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Selanjutnya, perlu ditekankan bahwa penyehatan bank merupakan tanggung jawab bersama, yaitu bank-bunk yang bersangkutan, pemerintah serta masyarakat pengguna bank. Kebijakan perbankan juga diarahkan untuk menyehatkan bank, baik secara individu maupun perbankan nasional. Jenis bank di Indonesia sebagaimana disebutkan dalam UU No.V Tahun 1992 yang telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan meliputi Bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Yang dimaksud dengan bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Sementara itu, yang dimaksud dengan BPR adalah bank yang 58

melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. 22 Peranan Bank Indonesia dalam kebijakan perbankan tidak terlepas dari sejarah perkembangan bank dan sejarah keberadaan Bank Indonesia itu sendiri. Di lihat dari keberadaannya lembaga perbankan di Indonesia telah ada jauh sebelum kemerdekaan Indonesia. Namun demikian, pengaturan dan pengawasan bank secara formal baru mulai dikenal sejak diberlakukannya UU No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Mulai saat itu pula Bank Indonesia berperan besar sebagai penentu kebijakan perbankan di Indonesia. 23 Peranan Bank Indonesia dalam kebijakan perbankan menjadi semakin jelas setelah dilakukan pembenahan ekonomi keuangan dan moneter di Indonesia. Hal tersebut secara formal dituangkan dalam bentuk undangundang, yaitu dengan dikeluarkannya UU No. 14 Tahun 1967 tentang perbankan. Peran Bank Indonesia dalam mengatur dan mengawasi bank kemudian lebih dipertegas dengan dikeluarkannya UU No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Berdasarkan kedua undangundang ini, Bank Indonesia tetap memiliki peranan dalam kebijakan perbankan, tetapi strategi dan pola kebijakan pengaturan dan pengawasan bank mengalami perubahan yaitu bahwa pengaturan dan pengawasan bank dilakukan oleh Bank Indonesia atas nama Departemen Keuangan, dan tidak atas nama Dewan Moneter lagi. 24 Berdasarkan undang-undang tersebut karena Bank Indonesia melaksanakan pengawasan atas nama Menteri Keuangan, maka berbagai ketentuan pelaksanaan baik yang menyangkut perizinan, pengaturan, pengawasan, sampai pemberian sanksi atas suatu pelanggaran, sebagaimana yang diatur dalam kedua undang-undang tersebut lebih lanjut dituangkan dalam bentuk Keputusan Menteri Keuangan. Dalam hal ini Bank Indonesia hanya melaksanakan berbagai keputusan tersebut. Sebagai contoh, pemberian izin pembukaan dan penutupan 22 UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perekonomian, Jakarta 23 UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, Jakarta 24 UU No. 25 Tahun 1999, Ibid suatu bank, berdasarkan undang-undang dan keputusan menteri keuangan, sepenuhnya menjadi wewenang Menteri Keuangan, Bank Indonesia dalam hal ini hanya berwenang memberikan rekomendasi. Berbagai perkembangan yang terjadi dalam perekonomian Indonesia, termasuk dengan adanya deregulasi perbankan yang dimulai pada tahun 1983 dan berlanjut sampai 1988 tidak merubah peran Bank Indonesia di bidang pengaturan dan pengawasan bank. Perubahan yang sangat pesat yang terjadi setelah deregulasi di sektor perbankan kembali mendorong dilakukannya berbagai pembenahan berbagai ketentuan di bidang perbankan yang selanjutnya dituangkan dalam UU No.7 Tahun 1992 tentang Pokok-pokok Perbankan. Peranan Bank Indonesia dalam kebijakan perbankan baru berubah setelah UU No. 7 Tahun 1992 tentang Pokok-pokok Perbankan diamandemen dengan dikeluarkannya UU No. 10 Tahun 1998 tentang perbankan. Dengan perubahan undang-undang tersebut peranan Bank Indonesia dalam kebijakan perbankan mengalami perubahan yang drastis. Perubahan dalam undang-undang tersebut antara lain mengatur: (1) pengalihan wewenang perizinan di bidang perbankan dari Menteri Keuangan kepada Pimpinan Bank Indonesia; (2) pemilikan bank oleh pihak asing tidak dibatasi, tetapi tetap memperhatikan prinsip kemitraan; (3) pengembangan bank berdasarkan syariah; (4) perubahan cakupan rahasia bank yang semula meliputi sisi aktiva dan pasiva dari neraca bank, menjadi hanya nasabah penyimpan dan simpanannya; (5) pembentukan lembaga penjamin simpanan (LPS); dan (6) pendirian badan khusus yang bersifat sementara dalam rangka penyehatan perbankan. 25 Peranan penting Bank Indonesia dalam kebijakan perbankan, yaitu sebagai otoritas tunggal yang berwenang mengatur dan mengawasi perbankan tersebut kemudian ditegaskan kembali dalam UU No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. 26 Dalam undangundang tersebut dinyatakan bahwa fungsi pengawasan bank merupakan salah satu pilar penting yang harus dilakukan Bank Indonesia 25 UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Jakarta 26 UU No. 23 Tahun 1999, Op Cit 59

dalam menciptakan dan memelihara stabilitas nilai rupiah. Namun demikian dalam undangundang tersebut dinyatakan juga bahwa pengawasan bank akan dialihkan dari Bank Indonesia ke Lembaga Pengawasan Sektor Jasa Keuangan (LPJK) yang independen yang harus sudah dibentuk berdasarkan undang-undang selambat-lambatnya tanggal 31 Desember 2002. Sampai pertengahan tahun 2003 lembaga ini belum terbentuk dan terjadi perubahan konsep dari LPJK menjadi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang direncanakan mengambil alih tidak hanya fungsi pengawasan bank, tetapi juga fungsi pengaluran bank dari BI (berdasarkan UU No.23 Tahun 1999 yang dialihkan hanya fungsi pengawasan bank). Terhambatnya pembentukan lenibaga pengawasan baik dalam bentuk LPJK maupun dalam bentuk OJK tidak terlepas dari kontroversi siapa yang harus mengawasi bank. 27 PENUTUP 1. Kesimpulan a. Bank merupakan suatu badan usaha yang dapat melakukan perbuatan hukum yang mempunyai hak dan kewajiban sebagai subjek hukum menggerakkan dunia bisnis dan mempunyai tugas sebagai perantara untuk menyalurkan penawaran dan permintaan kredit pada waktu yang ditentukan dan suatu badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan penyalurannya akan kembali pada masyarakat juga dalam jangka meningkatkan taraf hidup masyarakat. Sebagai badan usaha, bank akan selalu berusaha mendapatkan keuntungan dari usaha yang dijalankannya, sebaliknya sebagai lembaga keuangan, bank mempunyai kewajiban pokok untuk menjaga kestabilan nilai uang, untuk mendorong kegiatan ekonomi dan perluasan kesempatan kerja. Sebaliknya, sebagai lembaga keuangan, bank mempunyai kewajiban pokok untuk menjaga kestabilan nilai uang, mendorong kegiatan ekonomi dan perluasan kesempatan kerja, itulah dua fungsi bank yang tidak dapat dipisahkan. 27 Widjamarto, Hukum Dan Ketentuan Perbankan, Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 2001, hal. 98 Selanjutnya, Pasal 3 dan Pasal 4 Undang- Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 menyebutkan fungsi dan tujuan perbankan Indonesia, yaitu: 1) fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat; 2) perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Bank Indonesia karena selama ini upaya likuidasi dianggap lebih pas digunakan untuk menyelesaikan hak dan kewajiban bank bermasalah. Berdasarkan undang-undang yang ada, Bank Indonesia dapat menggunakan upaya kepailitan atau likuidasi. b. Kepailitan merupakan upaya penyelesaian kredit bermasalah di luar penyelesaian berdasarkan gugatan perdata. Penyelesaian melalui kepailitan relatif cepat karena pada dasarnya telah ditetapkan timing untuk setiap tindakan yang akan dilakukan untuk mencapai penyelesaian. Kecepatan penyelesaian inilah sebenarnya yang menjadi tujuan utama diundangkannya Undang-Undang Kepailitan. Undang-Undang Kepailitan diharapkan membantu percepatan negara Indonesia keluar dari krisis ekonomi, sebagaimana diatur pada UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Terlepas dari kendala yang mungkin dihadapi kurator dalam kepailitan, bila dibandingkan antara ketentuan kepailitan dan likuidasi sebenarnya lebih baik bagi BI memanfaatkan upaya kepailitan dibanding likuidasi karena kepailitan mempunyai prospek yang lebih baik dan lebih pasti dibandingkan dengan likuidasi. 2. Saran a. Perkembangan perekonomian global membawa pengaruh terhadap perkembangan hukum terutama hukum ekonomi. Bahwa globalisasi hukum akan 60

menyebabkan peraturan-peraturan negara-negara berkembang mengenai investasi, perdagangan, jasa-jasa, dan bidang-bidang ekonomi lainnya mendekati negara-negara maju. Mempelajari perkembangan hukum kepailitan yang berlaku di Indonesia tidak terlepas dari kondisi perekonomian nasional, khususnya yang terjadi pada pertengahan tahun l997. Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan, yang memberi kewenangan hanya kepada Pengadilan Niaga untuk memeriksa dan memutus perkara kepailitan, juga dalam menangani kemungkinan kasus lain yang muncul setelah debitur dinyatakan pailit, akan menimbulkan masalah yang lain. Undang-Undang Kepailitan telah memberi hak khusus bagi Bank Indonesia. Sebagai pihak yang memiliki otoritas pengajuan kepailitan/pada bank. Hal diatas sangat beralasan karena bank sebagai lembaga perantara/yang mengerahkan dana masyarakat dan menyalurkannya kembali, apabila telah memiliki izin usaha, bukan lagi milik pemegang saham, akan tetapi juga milik masyarakat. Dalam rangka pemberian hak khusus tersebut harus dilakukan secara proporsional, sebab dari hal inilah sering kali timbul permasalahan karena dalam kenyataannya bank-bank di Indonesia kebal pailit. Bank Indonesia menyikapi kewenangan mengajukan permohonan pailit yang diberikan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Kepailitan (No. 4 Tahun 1998) kepadanya. Hal ini tampak ketika Bank Indonesia jelas-jelas menolak mempailitkan Bank Danamon padahal upaya damai yang telah dirintis dan diupayakan kepada kedua bank yang bertikai tidak membuahkan hasil. b. Otoritas Bank Indonesia untuk mengajukan permohonan pailit bagi bank bermasalah diatur dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang No. 4 Tahun 1998, yang menyatakan : Dalam hal debitur adalah bank, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia. Sehubungan dengan masalah kepailitan, selanjutnya terdapat aturan tentang pemohon kepailitan, yang termasuk juga bagi Bank Indonesia, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 7 ayat (1). Selama putusan atas permohonan pernyataan pailit belum diucapkan, setiap kreditor, Kejaksaan, Bank Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal, atau Menteri Keuangan, dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan untuk meletakkan sita jaminan terhadap sebagian atau seluruh kekayaan debitur; menunjuk kurator sementara untuk mengawasi pengelolaan usaha debitur; dan mengawasi pembayaran kepada kreditor, pengalihan, atau penggunaan kekayaan debitur yang dalam rangka kepailitan merupakan wewenang kurator.. DAFTAR PUSTAKA Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Sosial : Format-Format Kantitatif dan Kualitatif, Airlangga University press, 2001. Hikmahanto Juwana, Analisis Ekonomi Atas Hukum Perbankan, Jurnal Hukum dan Pembangunan, Edisi Nomor 1-3 Tahun XXVIII Januari-Juni 1998. Syahril Sabirin, Kebijakan Moneter dan Perbankan dalam Mendukung Pembangunan Nasional dalam http.//www.publikasi BI/co.id. Achjar Iljas, BLBI dan Penyelamatan Sistem Perbankan, Media 31 Januari 2000. Heru Supraptomo, Analisis Ekonomi Terhadap Hukum Perbankan, Jurnal Hukum Bisnis Volume 1/1997, Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, Jakarta, 1997. Ronny Hanitijo Soemitro,. Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1988. Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Sosial : Format-Format Kantitatif dan Kualitatif, Airlangga University press, 2001. Syahril Sabirin, Upaya Keluar dari Krisis Ekonomi dan Moneter, Orasi Ilmiah disampaikan pada acara Wisuda Sarjana Universitas Muhammadiyah Sumatra Barat tanggal 29 September 2001 di Padang. Susidarto, Reposisi Pengawasan Bank, dalam http://www.kompas.com/kompascetak/0204/ 26/opini/menu33.htm 61

Suseno Piter Abdullah, Sistem dan Kebijakan Perbankan di Indonesia, BI, Jakarta, 2003. Widjamarto, Hukum Dan Ketentuan Perbankan, Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 2001. 62