BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

dokumen-dokumen yang mirip
Perdagangan dan Eksploitasi Manusia di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki derajat yang sama dengan yang lain. untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran. Dalam Pasal 2 Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dewasa ini dalam pembaharuan hukum, indonesia telah melahirkan

UPAYA PENANGGULANGAN PERDAGANGAN TENAGA KERJA (TRAFFICKING IN PERSON FOR LABOR) DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG. A. Pengaturan Tindak Pidana Perdagangan Orang Menurut KUHP

TENAGA KERJA INDONESIA, PERDAGANGAN MANUSIA (HUMAN TRAFFICKING) DAN UPAYA PENANGGULANGANNYA (SUDUT PANDANG HUKUM KETENAGAKERJAAN)

BAB I PENDAHULUAN. orang/manusia bukan kejahatan biasa (extra ordinary), terorganisir

BAB I PENDAHULUAN. kaum perempuan yang dipelopori oleh RA Kartini. Dengan penekanan pada faktor

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (human traficking) terutama terhadap perempuan dan anak

BAB I PENDAHULUAN. lama. Hanya saja masyarakat belum menyadari sepenuhnya akan kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. serangkaian tindakan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang. ditentukan dalam Undang-Undang No. 21 Tahun 2007.

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (trafficking) merupakan salah satu bentuk perlakuan terburuk

Institute for Criminal Justice Reform

Perdagangan anak yang dipahami disini adalah perdagangan orang. Undang-undang Republik Indonesia No.21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENGATURAN-PENGATURAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA. Oleh: Nurul Hidayati, SH. 1.

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Di masa lalu

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG. A. Pengertian Tindak Pidana Perdagangan Anak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum pidana menempati posisi penting dalam seluruh sistem

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SANKSI PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG (HUMAN TRAFFICKING) DI INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Disparitas pidana tidak hanya terjadi di Indonesia. Hampir seluruh Negara di

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Ini merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Di masa lalu,

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ANAK DAN PEREMPUAN

BAB III DESKRIPSI ASPEK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG

BAB I PENDAHULUAN. umumnya. Menurut Sadjijono dalam bukunya mengatakan:

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (traficking) terutama terhadap perempuan merupakan pengingkaran terhadap

BAB I PENDAHULUAN. rapi dan sangat rahasia keberadaannya. 2

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan orang (human trafficking) merupakan fenomena yang. berkembang secara global dan merupakan dampak negatif dari semakin

BAB I PENDAHULUAN. kekuatan pertahanan keamanan negara lainnya membina. terjadi dikalangan masyarakat pada umumnya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan Orang khususnya perempuan dan anak kembali ramai

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Mewaspadai Modus Operandi Human Trafficking (Perdagangan Orang) Dan Strategi Penanggulangannya

PEKERJA ANAK. Dibahas dalam UU NO 13 Tahun 2003 Bab X Perlindungan, Pengupahan, dan Kesejaterahan Bagian 1 Paragraf 2.

BAB I PENDAHULUAN. orang migrasi ke kota untuk bekerja. Adanya migrasi ke kota membawa

BAB I PENDAHULUAN. melekat dan menjadi predikat baru bagi Negara Indonesia. Dalam pandangan

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan manusia atau istilah Human Trafficking merupakan sebuah

BAB I PENDAHULUAN. makhluk sosial, sejak dalam kandungan sampai dilahirkan anak. mempunyai hak atas hidup dan merdeka serta mendapat perlindungan baik

-2- Selanjutnya, peran Pemerintah Daerah dalam memberikan pelindungan kepada Pekerja Migran Indonesia dilakukan mulai dari desa, kabupaten/kota, dan p

PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK)

BAB I PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ANAK TERHADAP PRAKTIK PERDAGANGAN ANAK (TRAFFICKING) DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BUPATI SEMARANG PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA ASAL INDONESIA TERKAIT TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG BERDASARKAN HUKUM NASIONAL DAN HUKUM INTERNASIONAL *

HAK ANAK DALAM KETENAGAKERJAAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam undang-undang, maka orang

BAB I PENDAHULUAN. resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah Tindak Pidana atau strafbaarfeit atau perbuatan pidana merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Hukum bukan

BAB I PENDAHULUAN. kabur meskipun secara yurisdiksi tetap tidak berubah. Namun para pelaku

MASALAH PERDAGANGAN MANUSIA YANG TERJADI DI INDONESIA. Nama : Akbar Pradipta Nomor : Dosen : Mohammad Idris.P,DRS,MM

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan jumlah penduduk dunia meningkat sangat pesat, ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. sangat mengkhawatirkan. Pada era globalisasi sekarang ini, modern slavery marak

IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NO. 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI KABUPATEN SUBANG PROVINSI JAWA BARAT

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ]

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bagian integral dari penghormatan Hak Asasi Manusia (HAM) sesungguhnya sudah diamanatkan oleh Undang-Undang DasarNegara

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO. Jl. Lanto Dg Pasewang No. 34 Telp. (0411) Kode Pos PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO

KAJIAN PRAKTEK PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA

WALIKOTA PAREPARE PERATURAN WALIKOTA PAREPARE NOMOR 30 TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. telinga masyarakat Indonesia. Human trafficking adalah salah satu kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan orang merupakan salah satu bentuk perlakuan terburuk dari

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya kasus trafiking yang tidak dipungkiri sering terjadi di Indonesia sendiri.

Kekerasan Seksual. Sebuah Pengenalan. Bentuk

BAB I PENDAHULUAN. yang sama dengan manusia yang lain. Pengertian anak menurut Anwar Riksono adalah :

Bentuk Kekerasan Seksual

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2014

KABUPATEN CIANJUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIANJUR

BAB 1 PENDAHULUAN. Kepolisian Republik Indonesia merupakan salah satu lembaga atau

BAB I PENDAHULUAN. terhadap perempuan dan anak. Dengan demikian upaya perlindungan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. mencari nafkah. Hal ini yang mendorong munculnya paktek perdagangan

BAB V PENUTUP. kriminalitas namun perdagangan anak juga menyangkut tentang pelanggaran terhadap

DAERAH TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PERDAGANGAN ORANG TERUTAMA PEREMPUAN DAN ANAK. BAB I KETENTUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN PEREMPUAN DAN ANAK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERLINDUNGAN KORBAN KEJAHATAN PERDAGANGAN MANUSIA SEBAGAI WUJUD PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA. Oleh I Gede Suryadi Suatra Putrawan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

BAB 2 DATA DAN ANALISA. Deskriptif Kualitatif merupakan metode menguraikan menurut kualitas. Teknik pengumpulan data dilakukan dari berbagai sumber:

BAB I PENDAHULUAN. menurut Direktur World Development Report (WDR), Norman Loayza

II. TINJAUAN PUSTAKA

LATAR BELAKANG. Click to edit Master subtitle style

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR: 3 TAHUN 2008 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG DI JAWA BARAT

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MASYARAKATUNTUK MENCEGAH TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ANAK DAN PEREMPUAN

STUDI KOMPARASI TINDAK PIDANA PERDAGANGAN MANUSIA DALAM KUHP DAN UU RI NO 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT

Pencegahan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Lex et Societatis, Vol. II/No. 9/Desember/2014

PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 25/KEP/MENKO/KESRA/IX/2009 TENTANG

Laporan Hasil Penelitian Kebijakan, Intervensi Hukum, Sistem, Rencana Strategi dan Struktur Penegak Hukum Dalam Penanganan Korban Perdagangan Anak

UPAYA PENCEGAHAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG (TRAFFICKING) TRI WAHYU WIDIASTUTI, SH.MH. Dosen Fakultas Hukum UNISRI

BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERLINDUNGAN SAKSI KORBAN DAN RESTITUSI DALAM TINDAK PIDANA TRAFIKING (Studi Di Pengadilan Negeri Lubuk Pakam) Eliwarti Ferri Aries Suranta ABSTRAK

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perdagangan Manusia untuk tenaga kerja (Trafficking in persons for labor) merupakan masalah yang sangat besar. Data Perdagangan Manusia di Indonesia sejak 1993-2003 menunjukkan bahwa perdagangan manusia dengan modus menjanjikan pekerjaan banyak terjadi dan ini dialami oleh kalangan perempuan dan anak-anak. Dampak yang dialami para korban perdagangan manusia beragam, umumnya masuk dalam jurang prostitusi (PSK), eksploitasi tenaga kerja dan sebagainya. Sedangkan dari sisi Pelaku umumnya dilakukan oleh agen penyalur tenaga kerja dengan modus janji memberi pekerjaan dan dilakukan baik secara pasif (dengan iklan lowongan pekerjaan) maupun dengan aktif (langsung ke rumah-rumah penduduk) merekrut mereka yang memang mengharapkan pekerjaan. Eksploitasi tenaga kerja ini menjerumuskan para tenaga kerja pada sistem kerja tanpa upah yang jelas, tanpa ada syarat-syarat kerja, tanpa perlindungan kerja dan sebagainya layaknya kerja paksa. 1 Hasil studi International Labour Organization (ILO) menunjukkan bahwa di dunia sekitar 12,3 juta orang terjebak dalam kerja paksa. Dari jumlah itu, sekitar 9,5 juta pekerja paksa berada di Asia sebagai wilayah pekerja paksa yang paling besar. Sisanya, tersebar sebanyak 1,3 juta di Amerika Latin dan Karibia, 660 ribu orang di sub-sahara Afrika, 260 ribu orang di Timur Tengah dan Afrika Utara, 360 ribu di negara-negara industri, dan 210 orang di negara-negara transisi. Dari korban kerja paksa itu 40-50 persennya merupakan anak-anak yang berusia di bawah 18 tahun. Ekploitasi tenaga kerja itu tidak hanya terjadi di sektor informal tapi juga terdapat di berbagai sektor, misalnya pertanian, kontruksi, pembuatan bata, bengkel dan manufaktur. Pada umumnya terjadi di negara yang sedang berkembang. Kerja paksa tersebut kemungkinan besar terjadi di wilayah dengan pengawasan ketenagakerjaan yang tidak memadai antara lain terhadap agen penyalur tenaga kerja dan sistem sub kontrak. 1 Abdul Hakim,SH,, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Bandung : PT.Citra Aditya Bakti), hlm:36

Dengan diundangkannya UU 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang rumusan tentang perdagangan orang/human trafficking yang terdapat dalam UU ini menjadi rujukan utama. Pasal 1 angka 1 menyebutkan: Perdagangan Orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi. Secara normatif perlindungan terhadap tenaga kerja perempuan dan anak dipayungi oleh UU 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, dimana dalam rumusannya secara khusus mengatur tentang pekerja perempuan dan pekerja anak. Dalam Bab X khusus menyangkut perlindungan atas pekerja anak, perempuan, dan penyandang cacat: Pasal 68 jo Pasal 69 UU 13 Tahun 2003 mengatur bahwa anak dilarang untuk dipekerjakan, kecuali bagi anak usia 13 sampai 15 tahun dapat melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan dan kesehatan fisik, mental dan social. Pasal 76 UU 13 Tahun 2003 mengatur tentang perlindungan pekerja perempuan di tempat kerja. Selain itu juga ketentuan dalam UU ini memuat larangan diskriminasi bagi pekerja lakilaki dan perempuan. Khusus dalam UU 39 tahun 2004 tentang PPTKI diperuntukkan bagi pekerja/buruh migran (TKI yang bekerja ke luar negeri). UU inilah sesungguhnya yang secara langsung berkenaan dengan pencegahan dan upaya penanggulangan perdagangan tenaga kerja perempuan dan anak ke luar wilayah negara Indonesia. Sebagaimana dinyatakan dalam UU 39 Tahun 2004 bahwa tenaga kerja Indonesia di luar negeri sering dijadikan objek perdagangan manusia termasuk perbudakan dan kerja paksa, korban kekerasan, kesewenang-wenangan, kejahatan atas harkat dan martabat manusia, serta perlakuan lain yang melanggar hak asasi manusia.

B. IDENTIFIKASI MASALAH 1. Apakah Instrument Hukum Ketenagakerjaan belum cukup mendukung pencegahan perdagangan tenaga kerja khususnya perempuan dan anak? 2. Bagaimana upaya penanggulangan perdagangan tenaga kerja tersebut? C. TUJUAN PENELITIAN 1. Untuk mengetahui proses dari perekrutan perdagangan manusia itu sendiri seperti apa dan kenapa peristiwa tersebut semakin marak terjadi. 2. Untuk memberikan gambaran kepada pemerintah dalam hal ini agar pemerintah bisa menaggulangi kejadian tersebut. 3. Untuk mengetahui beberapa factor yang melatarbelakangi peristiwa perdagangan manusia. D. KEGUNAAN PENELITIAN 1. Kegunaan Teoritis a. Untuk memberikan referensi terhadap pemerintah dalam menanggulangi kasus perdagangan manusia b. Untuk memberikan referensi terhadap masyarakat agar tidak gampang terpengaruhi terhadap calo-calo yang mengajak untuk bekerja dengan iming-iming yang menarik. 2. Kegunaan Praktis Pemerintah dan masyarakat bisa saling bekerja sama dalam mencegah timbulnya perdagangan manusia yang semakin hari semakin marak, dan khususnya bagi masyarakat agar bisa lebih berhati-hati untuk bekerja. E. KERANGKA PEMIKIRAN Belum ada rumusan yang memadai tentang Human Trafficking, penggunaan yang paling mungkin untuk menunjukkan bahwa tindakan perdagangan manusia tersebut adalah sebuah kejahatan tersebut tersebar dalam berbagai undang-undang. Misalnya KUHP, Undang-undang Perlindungan Anak, Undang-undang Buruh Migran, dan lain-lain. Karena

itu, upaya memasukkan jenis kejahatan ini ke dalam perundang-undangan di Indonesia adalah langkah yang positif. Dengan diundangkannya UU 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang rumusan tentang perdagangan orang/human trafficking yang terdapat dalam UU ini menjadi rujukan utama. Pasal 1 angka 1 menyebutkan: Perdagangan Orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi. Sebelum lahirnya UU ini pengertian trafficking yang umumnya paling banyak dipakai adalah pengertian yang diambil dari Protokol PBB untuk Mencegah, Menekan dan Menghukum Pelaku Trafficking terhadap Manusia, Khususnya Perempuan dan Anak (selanjutnya disebut Protokol Trafficking). Dalam protokol ini pengertian trafficking ialah: Perekrutan, pengangkutan, pemindahan, penyembunyian atau penerimaan seseorang, melalui penggunaan ancaman atau tekanan atau bentuk-bentuk lain dari kekerasan, penculikan, penipuan, kecurangan, penyalahgunaan kekuasaan, atau posisi rentan atau memberi/menerima pembayaran atau memperoleh keuntungan sehingga mendapatkan persetujuan dari seseorang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, untuk tujuan eksploitasi. Eksploitasi dapat meliputi, paling tidak, adalah: 1. eksploitasi untuk melacurkan orang lain atau bentuk-bentuk lain dari eksploitasi seksual. 2. kerja atau pelayanan paksa. 3. perbudakan atau praktek-praktek yang serupa dengan perbudakan. 4. penghambaan. 5. pengambilan organ-organ tubuh. PBB dalam Sidang Umum-nya tahun 1994 mendefinisikan trafficking : Pemindahan orang melewati batas nasional dan internasional secara gelap dan melanggar hukum, terutama dari Negara berkembang dan dari negara dalam transisi ekonomi dengan tujuan memaksa

perempuan dan anak perempuan masuk dalam situasi penindasan dan eksploitasi secara seksual dan ekonomi, sebagaimana juga tindakan ilegal lainnya yang berhubungan dengan perdagangan perempuan seperti pekerja paksa domestik, kawin palsu, pekerja gelap dan adopsi palsu demi kepentingan perekrut, pedagang dan sindikasi kejahatan. Selain itu Trafficking Victims Protection Act - TVPA menyebutkan bentuk-bentuk perdagangan berat didefinisikan sebagai : (a). perdagangan seks dimana tindakan seks komersial diberlakukan secara paksa dengan cara penipuan atau kebohongan atau dimana seseorang dimintai secara paksa melakukan suatu tindakan sedemikian, belum mencapai usia 18 tahun; atau (b).merekrut, menampung, mengangkut, menyediakan atau mendapatkan seseorang untuk bekerja atau memberikan pelayanan melalui paksaan, penipuan atau kekerasan untuk tujuan penghambaan, penjeratan utang atau perbudakan. F. METODE PENELITIAN Metode penelitian dalam hal ini dilakukan dengan cara observasi ke tempat-tempat yang memang mayoritas pekerja yang berusia muda, dan terbilang masih anak-anak. Perdagangan manusia berawal dari sebuah perekrutan yang awalnya dijanjikan akan dipekerjakan yang layak akan tetapi pada kenyataannya hal tersebut tidak sesuai apa yang dijanjikan dari awal,namun dikarenakan sudah terlanjur dan karena alasan ekonomi maka terlanjur diajalani saja.