BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. tubuh dikenal dengan benda asing endogen (Yunizaf, 2012).

Bagian torakal: 1. Panjang cm, setinggi vertebra torakalis II-IX 2. Berada di mediastinum superior antara trakea dan kolumna vertebralis

BAB 1 PENDAHULUAN. Aspirasi benda asing pada saluran nafas, terutama pada traktus trakeobronkhial sangat

Bronkitis pada Anak Pengertian Review Anatomi Fisiologi Sistem Pernapasan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 1 urutan tingkat perkembangan divertikulum pernapasan dan esophagus melalui penyekatan usus sederhana depan

TUGAS NEONATUS. Pengampu : Henik Istikhomah, S.SiT, M.Keb POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURAKARTA JURUSAN KEBIDANAN TAHUN AJARAN 2013/2014

BENDA ASING HIDUNG. Ramlan Sitompul DEPARTEMEN TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anatomi dan Fisiologi Esofagus

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN IX (SEMBILAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PERNAPASAN MANUSIA. A. Organ-Organ Pernapasan

Yani Mulyani, M.Si, Apt STFB

BAB 3 GAMBARAN RADIOGRAFI KALSIFIKASI ARTERI KAROTID. Tindakan membaca foto roentgen haruslah didasari dengan kemampuan

PENYAKIT REFLUKS GASTROESOFAGUS. HARRY A. ASROEL Fakultas Kedokteran Bagian Tenggorokan Hidung dantelinga Universitas Sumatera Utara

Organ yang Berperan dalam Sistem Pernapasan Manusia. Hidung. Faring. Laring. Trakea. Bronkus. Bronkiolus. Alveolus. Paru-paru

Benda Asing Kacang di Trakea

TUTORIAL 2 SISTEM TUBUH 2. Sistem Respirasi Manusia

Pembacaan Foto Rontgen Toraks Jantung

Universitas Indonusa Esa Unggul FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT Jurusan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan ANATOMI FISIOLOGI

BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) DAN RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Traktus trakeobronkhial terdiri dari trakhea dan bronkus. Trakea merupakan pipa yang

D. Patofisiologi Ketika kita hirup masuk dan keluar, udara masuk ke dalam hidung dan mulut, melalui kotak suara (laring) ke dalam tenggorokan

BAB I PENDAHULUAN. A.Mekanisma ini terbahagi kepada tarikan nafas dan hembusan nafas. B.Ia melibatkan perubahan kepada :

Pertukaran gas antara sel dengan lingkungannya

TRAUMA MUKA DAN DEPT. THT FK USU / RSHAM

ETT. Ns. Tahan Adrianus Manalu, M.Kep.,Sp.MB. SATU dalam MEDISTRA membentuk tenaga keperawatan yang Profesional dan Kompeten

Task Reading: ASBES TOSIS

Kanker Paru-Paru. (Terima kasih kepada Dr SH LO, Konsultan, Departemen Onkologi Klinis, Rumah Sakit Tuen Mun, Cluster Barat New Territories) 26/9

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pasien tersebut. Pasien dengan kondisi semacam ini sering kita jumpai di Intensive

Sejarah X-Ray. Wilheim Conrad Roentgen

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

LUKA BAKAR Halaman 1

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu tempat terjadinya inflamasi primer akut. 3. yang akhirnya dapat menyebabkan apendisitis. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. muka sekitar 40%. Lokasi hidung di tengah dan kedudukan di bagian anterior

Kadang kanker paru (terutama adenokarsinoma dan karsinoma sel alveolar) terjadi pada orang

PROFIL RADIOLOGIS TORAKS PADA PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DI POLIKLINIK PARU RSUD DR HARDJONO-PONOROGO SKRIPSI

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 5. SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIALATIHAN SOAL

BAB I PENDAHULUAN. ini terdapat diseluruh dunia, bahkan menjadi problema utama di negara-negara

Gambar. Klasifikasi ukuran tonsil

BAB VII SISTEM PERNAPASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

11/29/2013. Paru-paru terdapat dalam rongga thoraks pada bagian kiri dan kanan. Paru-paru memilki :

BAB I PENDAHULUAN. Laennec di tahun 1819, kemudian diperinci oleh Sir William Osler pada

Anatomi dan Fisiologi saluran pernafasan. 1/9/2009 Zullies Ikawati's Lecture Notes 1

Sistem Respirasi Manusia L/O/G/O

PENUNTUN KETERAMPILAN KLINIK IV BLOK 2.5 (RONTGEN)

PENDAHULUAN ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gangguan pada sistem pernafasan merupakan penyebab utama

27 Benda Asing pada Saluran Napas


PENUNTUN KETRAMPILAN KLINIS PEMERIKSAAN RADIOGRAFI TORAKS BLOK 2.6 GANGGUAN RESPIRASI. Edisi 1, 2016

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat sensitif terhadap sentuhan dan cenderung mengalami robekan. BAK dan aktivitas seksual ibu pasca melahirkan.

ANATOMI DAN FISIOLOGI

SISTEM PERNAPASAN MANUSIA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB VIII PEMERIKSAAN PARU-PARU A. PENDAHULUAN

PYLORUS STENOSIS HYPERTROPHY

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. kehamilan ektopik yang berakhir dengan keadaan ruptur atau abortus. 12 Kehamilan

BAB I PENDAHULUAN. progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari

Penemuan PasienTB. EPPIT 11 Departemen Mikrobiologi FK USU

5. Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang dinamakan... a. pleura b. bronkus c. alveolus d. trakea

Sistem Pernafasan Manusia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Ekspertise Efusi Pleura

BAB I PENDAHULUAN. Intususepsi merupakan salah satu penyebab tersering dari obstruksi usus dan

BAB I PENDAHULUAN. akhir tahun 2011 sebanyak lima kasus diantara balita. 1

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 18. SISTEM PERNAPASANLATIHAN SOAL BAB 18

1. Batuk Efektif. 1.1 Pengertian. 1.2 Tujuan

BAB 8 SISTEMA RESPIRATORIA

Gambar 1. Anatomi Palatum 12

BAB II KAJIAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Intubasi endotrakeal merupakan "gold standard" untuk penanganan jalan nafas.

PENUNTUN CSL Keterampilan Interpretasi Foto Thorax

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih dini pada usia bayi, atau bahkan saat masa neonatus, sedangkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. STH adalah Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Strongyloides stercoralis,

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 11. SISTEM EKSKRESI MANUSIALatihan Soal 11.4

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan adalah modal utama bagi manusia, kesehatan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pharynx merupakan suatu kantong fibromuskuler yang berbentuk seperti

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BENDA ASING TELINGA HIDUNG TENGGOROK DI BAGIAN/SMF THT-KL BLU/RSUP PROF. DR. R.D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI 2008 DESEMBER 2011

BAB I PENDAHULUAN. Bronkitis menurut American Academic of Pediatric (2005) merupakan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 4 HASIL. Grafik 4.1. Frekuensi Pasien Berdasarkan Diagnosis. 20 Universitas Indonesia. Karakteristik pasien...,eylin, FK UI.

FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA

Definisi. Kelainan ini tidak diturunkan dan memerlukan waktu bertahuntahun hingga menimbulkan gejala

BAB 1 PENDAHULUAN. ditemukan di seluruh dunia dewasa ini (12.6% dari seluruh kasus baru. kanker, 17.8% dari kematian karena kanker).

RONTGEN Rontgen sinar X

BAB 1 PENDAHULUAN. negara di seluruh dunia (Mangunugoro, 2004 dalam Ibnu Firdaus, 2011).

PRAKTIKUM 10 AUSKULTASI PARU, SUCTION OROFARINGEAL, PEMBERIAN NEBULIZER DAN PERAWATAN WSD

BAB IV PEMBAHASAN DAN SIMPULAN. nafas dan nutrisi dengan kesenjangan antara teori dan intervensi sesuai evidance base dan

PENDAHULUAN Sekitar 1% dari bayi lahir menderita kelainan jantung bawaan. Sebagian bayi lahir tanpa gejala dan gejala baru tampak pada masa kanak- kan

PERTOLONGAN GAWAT DARURAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

MODUL MATA PELAJARAN IPA

Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Emboli Cairan

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jantung dan pembuluh darah (26,3%). Ditemukan angka kematian akibat penyakit

Transkripsi:

5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Benda Asing pada Esofagus 2.1.1 Definisi Benda asing didalam suatu organ ialah benda yang berasal dari luar tubuh atau dari dalam tubuh, yang dalam keadaan normal tidak ada. Benda asing pada esofagus adalah benda tajam maupun tumpul atau makanan yang tersangkut dan terjepit di esofagus karena tertelan, baik secara sengaja maupun tidak sengaja (Yunizaf, 2011). 2.1.2 Epidemiologi Kasus benda asing pada esofagus lebih banyak terjadi pada anak-anak daripada orang dewasa. Umumnya, anak-anak sekitar 6 bulan sampai 5 tahun lebih sering menelan benda asing. Pada orang dewasa sekitar 50 70 tahun juga ditemukan kasus benda asing pada esofagus walaupun tidak sebanyak pada anakanak (Ekim, 2010). Tertelannya benda asing dapat menjadi kondisi yang serius dikaitkan dengan morbiditas dan mortalitasnya (Erbil et al., 2013). Pada tahun 1999, American Association of Poison Control mendokumentasikan sebanyak 182.105 kejadian tertelannya benda asing pada pasien dibawah 20 tahun (Abdurehim et al., 2014). Terdapat 1500-1600 insidensi kematian per tahun akibat komplikasi yang terjadi karena benda asing pada esofagus di Amerika (Erbil et al., 2013). 2.1.3 Etiologi Benda asing pada esofagus dapat dibagi menjadi golongan anak dan dewasa. Pada anak-anak dapat disebabkan oleh anomali kongenital termasuk stenosis kongenital, web, fistel trakeoesofagus, dan pelebaran pembuluh darah. Belum tumbuhnya gigi molar untuk dapat menelan dengan baik, koordinasi proses menelan dan sfingter laring yang belum sempurna pada usia 6 bulan sampai 1 tahun, retardasi mental, gangguan pertumbuhan, dan penyakit neurologik juga

6 dapat menjadi faktor predisposisi pada anak-anak. Pada orang dewasa, tertelannya benda asing sering dialami oleh pemakai gigi palsu, pemabuk, dan pada pasien gangguan mental (Yunizaf, 2011). Pemakaian gigi palsu merupakan hal yang paling sering terjadi pada orang dewasa karena menurunnya sensasi pada rongga mulut (Rathore et al., 2009). Pada orang dewasa, penyakit-penyakit medis juga sering menjadi penyebab tertelannya benda asing. Striktur esofagus merupakan penyebab tersering dikarenakan oleh penyakit medis. Keganasan pada esofagus dan akalasia juga dapat menyebabkan impaksi benda asing pada esofagus (Ambe et al., 2012). 2.1.4 Lokasi Benda Asing Benda asing pada esofagus lebih sering ditemukan pada segmen servikalis atau pada sfingter krikofaringeal, dimana ini adalah lokasi pertama penyempitan pada esofagus. Dapat juga ditemukan benda asing pada daerah penyempitan esofagus kedua dan ketiga, yaitu pada rongga dada bagian tengah akibat tertekan lengkung aorta dan pada hiatus esofagus (Rybojad et al., 2012). 2.1.5 Jenis Benda Asing Jenis benda asing dapat dikategorikan sesuai dengan usia (Erbil et al., 2013). Menurut penelitian yang dilakukan, benda asing yang banyak ditemukan pada anak-anak adalah benda-benda organik seperti kacang-kacangan dan bijibijian. Sedangkan pada orang dewasa, sisa-sisa makanan dan tulang (tulang ayam, tulang ikan, dll) juga menjadi benda yang paling sering menjadi penyebab kasus benda asing (Saki et al., 2009). Benda asing anorganik juga dapat ditemukan dalam kasus benda asing pada esofagus. Benda-benda berbahan logam seperti baterai dan koin paling banyak ditemukan pada kasus ini. Selain itu, benda-benda seperti mainan-mainan kecil, kancing baju, dan cincin juga dapat ditemukan (Chinski et al., 2010). Jenis benda asing juga dapat dibedakan berdasarkan negara. Umumnya, pada negara dimana penduduk wanita nya banyak yang menggunakan jilbab, peniti dapat menjadi benda asing yang banyak ditemukan (Erbil et al., 2013).

7 2.1.6 Gejala Klinis Berdasarkan lokasinya, gejala yang ditimbulkan oleh benda asing pada esofagus berbeda-beda. Batuk adalah gejala utama yang ditimbulkan setelah tertelan benda asing. Gejala lain yang ditimbulkan adalah disfagia, muntah, hipersalivasi, dan rasa sakit. Muntah dan hipersalivasi merupakan gejala yang signifikan terjadi pada lokasi penyempitan pertama esofagus atau sfingter krikofaringeal. Pada kasus benda asing pada esofagus, muntah dapat menjadi gejala yang berbahaya karena tekanan yang dihasilkan dapat menyebabkan ruptur dinding esofagus yang tipis. Gejala disfagia dapat terjadi pada semua lokasi di esofagus, namun paling banyak terjadi pada lokasi penyempitan pertama dan kedua esofagus (Rybojad et al., 2012). 2.1.7 Diagnosis Data yang didapatkan dari hasil anamnesis dapat menjadi hal yang sangat penting dalam menentukan diagnosis benda asing. Pemeriksaan tambahan dan intervensi segera terhadap benda asing diputuskan sesuai dengan informasi yang diberikan pasien mengenai jenis benda asing yang tertelan, keluhan klinis dan pemeriksaan fisik (Erbil et al., 2013). Foto rontgen polos esofagus servikal dan torakal anteroposterior dan lateral dapat dilakukan pada pasien yang diduga tertelan benda asing. Benda asing radioopak seperti uang logam, mudah diketahui lokasinya dan harus dilakukan foto ulang sesaat sebelum tindakan esofagoskopi. Hal ini dilakukan untuk memastikan benda asing belum berpindah ke bagian distal (Yunizaf, 2011). Untuk benda asing radiolusen, pemeriksaan foto rontgen tidak terlalu menunjukkan hasil yang berarti. Oleh karena itu, pemeriksaan CT-Scan dapat dilakukan untuk mendiagnosis benda asing dengan sensitifitas 100% dan spesifisitas 91% (Ambe et al., 2012). Pemeriksaan CT-scan esofagus juga dapat menunjukkan gambaran inflamasi jaringan lunak dan abses (Yunizaf, 2011).

8 2.1.8 Penatalaksanaan Tertelannya benda asing dapat melewati saluran perncernaan tanpa kesulitan. Sehingga, terapi konservatif dapat dilakukan pada beberapa kasus benda asing dengan melalukan observasi. Terapi ini dilakukan pada kasus benda asing tumpul, pendek (panjang < 6cm), dan kecil (diameter < 2,5cm). Benda asing akan berlalu dengan spontan dalam waktu 4-6 hari. Pada beberapa kasus, dapat bertahan hingga 4 minggu. Pasien harus selalu mengobservasi feses nya sampai benda asing tersebut keluar. Tidak perlu ada perubahan pola makan dalam hal ini (Ambe et al., 2012). Benda asing di esofagus dapat dikeluarkan dengan tindakan endoskopi yaitu esofagoskopi dengan menggunakan cunam yang sesuai dengan benda asing tersebut. Benda asing tajam yang tidak berhasil dikeluarkan dengan esofagoskopi harus segera dikeluarkan dengan pembedahan, yaitu servikotomi, torakotomi, atau esofagotomi, tergantung lokasi benda asing tersebut (Yunizaf, 2011). Esofagoskopi memiliki dua tipe dasar. Tipe satu adalah tuba logam kaku dengan suatu lumen berbentuk oval dimana dapat digunakan untuk melihat langsung gambaran esofagus dan berbagai alat untuk biopsi dan pengeluaran benda asing (Siegel, 2012). Esofagoskopi kaku juga dapat melindungi esofagus dari bagian yang tajam pada benda asing (Rathore et al., 2009). Tipe kedua adalah esofagoskopi fleksibel yang memiliki saluran kecil untuk melihat gambaran mukosa, aspirasi sekresi dan memasukkan forsep kecil untuk biopsi dan pengeluaran benda asing (Siegel, 2012). Tabel 2.1 Jadwal Endoskopi untuk Tertelannya Benda Asing (ASGE, 2011) Emergent Endoscopy Pasien dengan obstruksi esofagus Baterai pada esofagus Benda tajam dan runcing pada esofagus Urgent Endoscopy Benda asing non-tajam dan non-runcing pada esofagus Impaksi makanan pada esofagus tanpa obstruksi total

9 Nonurgent Endoscopy Koin pada esofagus dapat diobservasi dahulu dalam 24 jam pertama Benda asing berupa baterai jika sudah sampai di lambung tanpa adanya gejala sistem gastrointestinal Pembedahan dilakukan hanya <1% kasus benda asing pada esofagus. Sejak tindakan endoskopi memberikan hasil yang cukup memuaskan, pembedahan hanya dilakukan untuk indikasi-indikasi tertentu. Tindakan pembedahan dilakukan jika terdapat perforasi dan komplikasi lainnya yang tidak dapat diatasi dengan tindakan endoskopi (Ambe et al., 2012). Tabel 2.2 Ukuran Tuba Esofagoskopi pada Bayi dan Anak (Siegel, 2012) USIA ESOFAGOSKOPI Prematur 3,5 mm x 25 cm Bayi baru lahir 4,0 mm x 35 cm 3 hingga 6 bulan 4,0 mm x 35 cm 1 tahun 5,0 mm x 35 cm 2 tahun 5,0 mm x 35 cm 4 tahun 6,0 mm x 35 cm 5 hingga 7 tahun 6,0 mm x 35 cm 8 hingga 12 tahun 6,0 mm x 35 cm 2.1.9 Komplikasi Komplikasi yang terjadi akibat benda asing yang tersangkut di esofagus menimbulkan perasaan tidak nyaman dan batuk (Siegel, 2012). Komplikasi lain yang dapat terjadi adalah edema, laserasi esofagus, erosi atau perforasi, hematoma, jaringan granulasi, abses paraesofageal, mediastinitis, sampai pada kematian (Fitri et al., 2012).

10 Terlalu lama nya benda asing di dalam esofagus dapat menyebabkan terjadinya perforasi oleh karena edema pada dinding sekitar esofagus. Sehingga, di dalam pelaksanaan bronkoskopi diperlukan kehati-hatian yang cukup (Rathore et al., 2009). 2.2 Benda Asing pada Traktus Trakeobronkial 2.2.1 Definisi Aspirasi benda asing adalah masuknya benda asing berupa benda padat maupun cair ke dalam saluran pernafasan (Kam et al., 2013). Benda asing pada traktus trakeobronkial adalah benda yang dalam keadaan normal tidak ada yang terdapat pada trakea, bronkus, maupun keduanya. 2.2.2 Epidemiologi Aspirasi benda asing terus menjadi masalah kesehatan yang penting walaupun telah banyak metode yang canggih untuk mengeluarkan benda asing (Ṣentṻrk and Ṣen, 2011). Melalui sebuah studi dengan melakukan pemeriksaan bronkoskopi rutin, ditemukan benda asing dengan prevalensi <0,2% per tahun (Wu et al., 2012). Kejadian aspirasi benda asing lebih sering terjadi pada anak-anak. Pada anak-anak, mayoritas pasien benda asing pada traktus trakeobronkial adalah anak dengan usia sekitar 1-3 tahun, diikuti dengan anak dibawah 1 tahun, dan terjadi penurunan pada anak lebih dari 3 tahun (Saki et al., 2009). Hal ini disebabkan oleh karena gigi anak-anak tidak dapat mengunyah secara efektif sehingga makanan tersimpan lebih lama didalam mulut dan mengakibatkan aspirasi bendabenda padat (Yetim et al., 2012). Anak laki-laki biasanya lebih banyak ditemukan dalam kasus aspirasi benda asing karena memiliki kepribadian dan sifat ingin tahu yang lebih tajam daripada anak perempuan (Sahadan et al., 2011). Status sosial-ekonomi, kebudayaan, dan tradisi juga memengaruhi kejadian aspirasi benda asing. Kasus ini lebih banyak ditemukan pada negara berkembang karena edukasi yang kurang dan dan kelalaian (Yetim et al., 2012).

11 2.2.3 Etiologi Benda asing pada traktus trakeobronkial sering ditemukan pada anak-anak, meskipun dapat terjadi juga pada segala usia. Penyebab yang paling sering adalah kecerobohan pasien atau orang tuanya. Anak-anak sering mengulum makanan di dalam mulut, demikian pula mainan, peniti, dan benda lain (Siegel, 2012). Hal ini dilakukan sebagai usaha anak-anak untuk mengenali lingkungan sekitarnya. Bahkan anak-anak sering menangis, berteriak, lari-lari atau bermain sementara ada benda dalam mulutnya (Fitri et al., 2012). Pada bayi, faktor yang lebih berperan adalah belum tumbuhnya gigi geligi bagian posterior dan kemampuan proteksi jalan nafas dan mekanisme yang belum matang. (Fitri et al., 2012). Refleks batuk adalah mekanisme pertahanan yang sangat penting untuk memproteksi pasien dari aspirasi. Ketika mekanisme refleks batuk tersupresi, ini dapat memicu terjadinya aspirasi pada pasien. Faktor-faktor risiko yang dapat memicu menurunnya refleks batuk adalah intoksikasi alkohol, anestesia umum, kehilangan kesadaran, intubasi, penyakit neuromuskular, dan struktur yang abnormal dari faring (Kam et al., 2013). 2.2.4 Lokasi Benda Asing Lokasi benda asing tidak hanya tergantung berdasarkan bentuk dan ukuran, tetapi juga berdasarkan posisi saat terjadinya aspirasi (Korlacki et al., 2011). Benda asing pada saluran nafas dapat tersangkut di tiga tempat, yaitu laring, trakea, dan bronkus, dimana 80-90% akan tersangkut pada bronkus (Novialdi and Rahman, 2012). Benda asing pada saluran nafas lebih banyak ditemukan pada bronkus kanan daripada bronkus kiri. Hal ini disebabkan oleh bronkus kanan yang memiliki aliran udara lebih besar dan posisi nya yang lebih landai (Yunizaf, 2011). Menurut penelitian yang dilakukan Orji dan Akpeh (2010), dari 85 kasus aspirasi benda asing, 68 kasus berada pada bronkus dan 17 kasus pada trakea bagian bawah. Pada kasus benda asing pada bronkus, ditemukan 76% terdapat pada bronkus kanan dan 24% pada bronkus kiri.

12 2.2.5 Jenis Benda Asing Jenis benda asing organik yang sering ditemukan pada aspirasi benda asing adalah jenis makanan seperti kacang, buncis, dan jagung. Benda-benda asing organik ini dapat mengabsorbsi air dan membesar dalam beberapa waktu sehingga menjadi lebih mudah pecah. Karena karakteristik tersebut, benda asing dapat lebih mudah menuju saluran nafas yang lebih jauh pada saat dilakukan endoskopi dan bisa mengakibatkan benda asing susah untuk diakses (Yetim et al., 2012). Benda-benda anorganik seperti koin, peniti, mainan-mainan kecil, plastik juga dapat ditemukan pada kasus aspirasi benda asing (Saki et al., 2009). Pada negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, benda asing berupa peniti cukup sering dijumpai khusunya pada perempuan yang menggunakan jilbab. Insidensi benda asing berupa plastik juga masih cukup tinggi pada negara industri (Eroglu et al., 2003). Plastik dapat sukar didiagnosis secara radiologik karena bersifat non-iritatif serta radiolusen, sehingga dapat menetap di traktus trakeobronkial dalam waktu yang lama (Yunizaf, 2011). Selain benda-benda yang berasal dari luar tubuh manusia atau yang biasa disebut dengan benda eksogen, benda asing pada saluran nafas juga dapat berasal dari dalam tubuh manusia atau yang biasa disebut dengan benda endogen. Benda asing endogen dapat berupa sekret kental, darah atau bekuan darah, dan nanah. Cairan amnion dan mekonium dapat masuk ke saluran nafas bayi pada saat proses persalinan (Yunizaf, 2011). 2.2.6 Gejala Klinis Gejala yang timbul akibat aspirasi benda asing tergantung pada jenis, ukuran, lokasi, dan sifat iritasi benda asing terhadap mukosa (Novialdi and Rahman, 2012). Aspirasi benda asing dapat muncul tanpa gejala dan tidak terdeteksi dalam hitungan jam, bahkan sampai tahunan (Fitri et al., 2012). Gejala utama yang ditimbulkan oleh aspirasi benda asing pada anak-anak maupun orang dewasa adalah batuk. Selain batuk, gejala lain yang dapat ditimbulkan adalah tersedak, dispnea, sianosis, mengi, stridor, demam, dan kadang-kadang tidak

13 menimbulkan gejala. Sianosis dan dispnea sering ditemukan pada pasien yang didiagnosis secara terlambat (Saki et al., 2009). Selain itu, dapat juga terjadi suara pernafasan yang melemah unilateral dan adanya ronkhi (Orji and Akpeh, 2010). 2.2.7 Diagnosis Diagnosis aspirasi benda asing yang tepat waktu sangatlah penting untuk menghindari komplikasi awal dan lambat yang berat. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, radiologi, dan bronkoskopi sebagai standar baku emas (Fitri et al., 2012). Anamnesis merupakan diagnosis yang cukup penting dalam kasus benda asing pada traktus trakeobronkial. Anamnesis dapat membuktikan 70-80% kasus (Petrovic et al., 2012). Riwayat mengenai tersedak perlu ditanya untuk menegakkan adanya aspirasi benda asing. Kemudian gejala seperti batuk, mengi, dan bahkan stridor juga perlu ditanya ketika melakukan anamnesis (Novialdi and Rahman, 2012). Pada setiap pasien yang diduga mengalami aspirasi benda asing, dapat dilakukan pemeriksaan radiologik untuk membantu menegakkan diagnosis. Benda asing yang berupa radioopak dapat dibuat foto rontgen segera setelah kejadian, sedangkan pada benda yang berupa radiolusen hanya terlihat komplikasi yang terjadi seperti emfisema atau atelektasis setelah 24 jam pertama. Pemeriksaan rontgen pada benda asing radiolusen dalam waktu kurang dari 24 jam setelah kejadian sering menunjukkan gambaran radiologis yang belum berarti (Yunizaf, 2011). Pemeriksaan radiologik tidak hanya menunjukkan lokasi benda asing, namun dapat juga menunjukkan jumlah dan ukuran benda asing. Selain itu, komplikasi yang terjadi juga dapat terlihat (Ambe et al., 2012). Bronkoskopi harus dilakukan pada pasien aspirasi benda asing pada saluran nafas jika benda asing tidak dapat didiagnosis melalui pemeriksaan radiologik. Pemeriksaan bronkoskopi perlu dilakukan dengan cepat, karena semakin cepat pemeriksaan dilakukan semakin sedikit komplikasi yang akan terjadi. Selain sebagai sarana diagnosis, pemeriksaan bronkoskopi juga dilakukan

14 sebagai terapi pada pasien dengan kasus benda asing pada saluran nafas (Saki et al., 2009). 2.2.8 Penatalaksanaan Untuk dapat menanggulangi kasus aspirasi benda asing dengan cepat dan tepat perlu diketahu gejala-gejala yang ditimbulkan oleh benda asing. Secara prinsip, benda asing pada saluran nafas dapat diatasi dengan pengangkatan segera secara endoskopi dalam kondisi yang paling aman, dengan trauma yang minimum. Pengangkatan secara endoskopi harus dipersiapkan secara optimal, baik dari segi alat maupun personal yang telah terlatih (Yunizaf, 2011). Pada kasus aspirasi benda asing, bronkoskopi menjadi standar baku emas dengan tingkat keberhasilan diatas 98%. Bronkoskopi kaku memiliki berbagai keunggulan dibandingkan dengan bronkoskopi fleksibel. Bronkoskopi kaku juga dapat digunakan untuk aspirasi darah, sekret kental, dan untuk ventilasi pasien. Dalam kasus yang jarang terjadi, jika tindakan bronkoskopi gagal maka dapat dilakukan tindakan reseksi segmental (Rodrigues et al., 2012). Cara lain yang dapat dilakukan untuk mengeluarkan benda asing yang menyumbat laring adalah dengan cara perasat dari Heimlich (Heimlich maneuver) yang dapat dilakukan pada anak-anak dan orang dewasa. Cara melakukannya adalah dengan meletakkan tangan pada prosesus xifoid, kemudian dilakukan penekanan ke arah paru pasien beberapa kali, sehingga benda asing akan terlempar keluar mulut. Pada tindakan ini, posisi wajah pasien harus lurus, leher jangan ditekuk ke samping agar jalan nafas merupakan garis lurus. Pada anak dibawah satu tahun, sebaiknya cara menolongnya tidak dengan menggunakan kepalan tangan, tetapi cukup dengan dua buah jari kiri dan kanan karena dapat menimbulkan komplikasi berupa fraktur iga (Yunizaf, 2011).

15 Tabel 2.3 Ukuran Tuba Bronkoskopi pada Bayi dan Anak (Siegel, 2012) USIA BRONKOSKOPI Prematur 3,0 mm x 20 cm Bayi baru lahir 3,5 mm x 25 cm 3 hingga 6 bulan 3,5 mm x 30 cm 1 tahun 4,0 mm x 30 cm 2 tahun 4,0 mm x 30 cm 4 tahun 5,0 mm x 35 cm 5 hingga 7 tahun 5,0 mm x 35 cm 8 hingga 12 tahun 6,0 mm x 35 cm 2.2.9 Komplikasi Keterlambatan diagnosis merupakan faktor utama terjadinya komplikasi pada aspirasi benda asing. Terlalu lama nya benda asing didalam saluran nafas dapat memicu terbentuknya jaringan granulasi dan infeksi paru yang rekuren. Penyebab lain terjadinya komplikasi adalah keterlambatan dilakukannya bronkoskopi. Pasien yang menjalani bronkoskopi lebih dari 24 jam setelah aspirasi benda asing memiliki komplikasi dua kali lipat dibandingkan dengan pasien yang menjalani bronkoskopi pada 24 jam pertama (Shlizerman et al., 2010). Komplikasi dapat terjadi baik dari benda asing nya sendiri maupun dari prosedur pengangkatan benda asing. Komplikasi yang dapat terjadi berupa pneumonia, edema jalan nafas, sesak nafas, bronkiektasis, bronkitis, jaringan granuloma, trakeitis, dan pneumothorax (Sahadan et al., 2011). Beberapa peneliti menganjurkan penggunaan kortikosteroid sebelum dan sesudah bronkoskopi untuk mengurangi kejadian edema jalan nafas pasca intervensi (Yetim et al., 2012).

16 2. 3 Anatomi Esofagus dan Traktus Trakeobronkial 2.3.1 Anatomi Esofagus Esofagus adalah saluran otot vertikal yang menghubungkan faring dan lambung, dimulai dari batas bawah kartilago krikoid pada vertebra servikalis VI dan berakhir pada orifisium kardia lambung pada vertebra torakalis XI. Pada umunya, panjang esofagus adalah 25 cm. Esofagus terdiri dari beberapa segmen (Stranding, 2008): a. Segmen servikalis Segmen servikalis esofagus terletak pada posterior trakea dan dihubungkan melalui jaringan ikat longgar. Bagian posteriornya adalah tulang punggung, longus colli, dan lapisan prevetebral pada fasia servikalis bagian dalam. Pada bagian lateral setiap sisi terdapat arteri karotid dan bagian posterior kelenjar tiroid. (Stranding, 2008) b. Segmen torakalis Segmen torakalis esofagus terletak sedikit ke kiri pada mediastinum superior antara trakea dan kolumna vertebralis. Pada bagian anterior terdapat trakea, bronkus kiri, perikardium dan diafragma. Pada bagian posterior terdapat vertebra torakalis, duktus torakikus, vena azygos, dan aorta desenden. Di bagian kiri, terdapat arteri subklavia kiri, bagian terminal dari arkus aorta, saraf laringeal kiri dan duktus torakikus. Dan pada bagian kanan terdapat pleura dan vena azygos (Ellis, 2006). c. Segmen abdominalis Segmen abdominalis esofagus memiliki panjang 1 2,5 cm dan berakhir pada orifisium kardia lambung atau batas lambung-esofagus (Stranding, 2008).

17 Gambar 2.1 Esofagus (Ellis, 2006) 2.1.2 Anatomi Traktus Trakeobronkial Sistem respiratori adalah sistem yang berfungsi untuk mengambil oksigen (O 2 ) dari atmosfer kedalam sel-sel tubuh dan untuk mentransport karbon dioksida (CO 2 ) yang dihasilkan sel-sel tubuh kembali ke atmosfer (Sloane, 2004). Secara struktural, sistem respiratori dapat dibagi menjadi sistem respiratori bagian atas dan bawah. Sistem respiratori bagian atas terdiri dari hidung dan faring, sedangkan bagian bawah terdiri dari laring, trakea, bronkus, dan paru-paru (Tortora and Derrickson, 2009). Trakea adalah sebuah saluran untuk udara yang memiliki panjang sekitar 12 cm (5 inci) dan diameter sekitar 2,5 cm (1 inci). Trakea memiliki 16-20 cincin kartilago yang membentuk seperti huruf C, dan dihubungkan oleh jaringan ikat padat. Bagian terbuka dari tulang kartilago tersebut menghadap posterior menuju esofagus dan dihubungkan oleh membran fibromuskular. Pada membran ini, terdapat serat otot melintang halus yaitu otot trakealis dan jaringan ikat elastis yang memungkinkan diameter trakea berubah selama respirasi (Tortora and Derrickson, 2009).

18 Trakea berpangkal di leher, dibawah kartilago krikoidea laring setinggi korpus vertebra servikalis VI. Ujung bawah trakea terdapat di dalam thorax setinggi angulus sterni (pinggir bawah vertebra thorakalis IV) membelah menjadi bronkus utama kanan dan bronkus utama kiri. Bifurkasio trakea ini disebut carina (Snell, 2006). Bronkus utama terdiri dari bronkus utama kanan dan bronkus utama kiri. Bronkus utama kanan memiliki panjang sekitar 2,5 cm. Bronkus utama kanan lebih luas, lebih pendek, dan lebih vertikal daripada bronkus utama kiri. Perbedaan ini yang menyebabkan benda asing yang terhirup lebih sering pada bronkus utama kanan. Bronkus utama kanan memiliki cabang pertama nya yaitu lobus bronkus superior dan memasuki paru-paru setinggi vertebra torakalis V. Bronkus utama kiri, lebih sempit dan kurang vertikal daripada bronkus kanan, memiliki panjang sekitar 5 cm. Bronkus utama kiri memasuki hilum paru-paru kiri setinggi vertebra torakalis VI dan kemudian dibagi menjadi bronkus superior dan inferior (Stranding, 2008). Setiap bronkus utama bercabang 9-12 kali untuk membentuk bronkus sekunder dan tertier dengan diameter yang semakin kecil (Sloane, 2004). Gambar 2.2 Trakea dan Bronkus (Ellis, 2006).