I. PENDAHULUAN. Tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam Undang- Undang Sistem

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam Undang- Undang Sistem Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana yang tertuang dalam Undang Undang Nomor 20 tahun negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

BAB I PENDAHULUAN. teknologi diperlukan sumber daya manusia yang tangguh. Pendidikan merupakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan titik sentral yang sangat berpengaruh untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. akan berusaha untuk mengaktualisasi pengetahuannya tersebut di dalam. latihan, bagi pemerannya dimasa yang akan datang.

I. PENDAHULUAN. Peningkatan sumber daya manusia yang berkualitas, pendidikan memegang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi seperti sekarang ini, segala sesuatu berkembang secara pesat dan sangat cepat.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan satu sektor yang paling penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bangsa. Hal ini tertuang dalam Undang- undang Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu faktor yang menentukan kemajuan bangsa Indonesia

I. PENDAHULUAN. Pendidikan di negara Indonesia dilakukan dalam upaya meningkatkan mutu

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan suatu bangsa guna

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah pilar utama dalam pembentukan mental/karakter seorang

BAB I PENDAHULUAN. sekolah sebagai lembaga pendidikan formal. demokratis serta bertanggung jawab (Syaiful Sagala, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran, dan sebagainya. Masing-masing faktor yang terlibat dalam. lain, akan tetapi saling berhubungan dan saling mendukung.

I. PENDAHULUAN. sekolah menengah atas adalah mata pelajaran Matematika. Mata pelajaran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasai saat ini suatu bangsa dituntut bersaing dan selalu

BAB I PENDAHULUAN. adalah pendidikan yang mampu mengembangkan potensi siswa, sehingga yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat menuntut

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan dilakukan secara terencana dalam mewujudkan proses pembelajaran agar

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas guru melalui penataran-penataran atau melanjutkan

1. PENDAHULUAN. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal yang merupakan salah satu jalan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dengan peserta didik dalam situasi intruksional edukatif. Melalui proses belajar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Akan tetapi yang perlu diingat bahwa pendidikan akan berhasil dengan. negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan dari kebudayaan manusia

BAB I PENDAHULUAN. tingkah laku pada diri pribadinya. Perubahan tingkah laku inilah yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Beralihnya masyarakat kita dari masyarakat yang masih sederhana

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu sistem pada prinsipnya bukan hanya bertujuan untuk memenuhi

Tim Pengembang Ilmu Pendidikan UPI (2009:171) mengemukakan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan menentukan kualitas sumber daya manusia di suatu negara,

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya merupakan proses pengembangan sumber daya

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu pranata pembangunan sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan aktifitas yang berupaya untuk mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan optimal sesuai dengan potensi pribadinya sehingga menjadi

BAB I PENDAHULUAN. yang sedang terjadi dengan apa yang diharapkan terjadi.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. kehidupan sehingga diperlukan Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu aspek kehidupan yang sangat mendasar bagi pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pengertian pendidikan menurut Undang-undang Sistem Pendidikan

I. PENDAHULUAN. menghadapi kehidupan nyata sehari-hari di lingkungan keluarga dan

BAB I PENDAHULUAN. di masa depan, karena dengan pendidikan manusia dididik, dibina dan dikembangkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu komponen yang penting dalam. pembangunan suatu bangsa, karena melalui pendidikan inilah dapat

BAB I PENDAHULUAN. sejalan dengan perubahan budaya kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bangsa yang bermartabat dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Secara spesifik

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pertama dan utama adalah pendidikan. Pendidikan merupakan pondasi yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dunia pendidikan merupakan bagian yang sangat penting diera globalisasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu komponen utama kebutuhan manusia. Melalui

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan pembangunan,

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika. Oleh:

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan sekelompok orang yang di turunkan dari satu generasi ke generasi

BAB I 1.1 Latar Belakang UU RI Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, Bab II Pasal 3 dikemukakan bahwa Pendidikan nasional berfungsi

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Pendidikan Nasional mengartikan pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana

BAB I PENDAHULUAN. tingkah laku yang baik. Pada dasarnya pendidikan merupakan proses untuk

BAB I PENDAHULUAN. Cindy Noor Indah putri, 2014

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

pengetahuan dan teknologi perlu adanya pembaharuan dalam sistem pendidikan secara terarah dan terencana maka Undang-Undang Republik Indonesia No 20

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu bagian terpenting dalam suatu pembangunan,

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Undang No.20 tahun 2003). Pendidikan memegang peranan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Pendidikan Nasional Bab II Pasal 3 yang menyatakan bahwa : Proses pembelajaran pada umumnya memiliki komponen-komponen

BAB I PENDAHULUAN. aspirasi (cita-cita) untuk maju, sejahtera, dan bahagia menurut konsep

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan dewasa ini bukan hanya untuk memenuhi target kurikulum semata, namun menuntut adanya pemahaman kepada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

SANTI BBERLIANA SIMATUPANG,

BAB I PENDAHULUAN. perubahan budaya kehidupan. Pendidikan yang dapat mendukung pembangunan di masa

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dalam kehidupan suatu negara memegang peranan yang. sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup negara dan bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi, dibutuhkan peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia

BAB I PENDAHULUAN. (Sumber Daya Manusia), terutama peningkatan dalam bidang pendidikan. Hal ini

mengembangkan potensi diri mereka melalui proses pembelajaran.

I. PENDAHULUAN. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang semakin pesat menuntut sumber

BAB I PENDAHULUAN. kurang memperhatikan sektor pendidikannya. Pendidikan memiliki peran dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang paling tepat untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu tujuan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. karakter kuat, berpandangan luas ke depan untuk meraih cita-cita yang

BAB I PENDAHULUAN. dengan lingkungan dan tidak dapat berfungsi maksimal dalam lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memiliki fungsi yang sangat penting dalam pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menjadi hal yang sangat penting bagi suatu bangsa, dikatakan

pembelajaran yang seperti ini cenderung bersifat monoton dan kaku. Terkadang, aktivitas belajar mengajar juga kurang divariasikan dengan model

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam Undang- Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003 BAB II pasal 3 (2003:11) yaitu: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Usaha untuk mencapai maksud tersebut ditempuh sistem pendidikan persekolahan sebagai salah satu sarananya. Pendidikan persekolahan ini dimulai dari jenjang sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), sekolah menengah atas (SMA) hingga jenjang perguruan tinggi. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal berfungsi untuk mensukseskan tujuan pembangunan pendidikan karena sekolah merupakan suatu lembaga yang memberikan pembelajaran kepada muridmuridnya. Pendidikan merupakan salah satu alat untuk mewujudkan masyarakat yang berkualitas oleh karena itu pemerintah berusaha meningkatkan kualitas pendidikan walaupun hasilnya belum dicapai secara maksimal. Peningkatan kualitas pendidikan secara terus menerus mengalami penyempurnaan, mulai dari kurikulum yang terus menerus disempurnakan, sarana dan prasarana pendidikan,

guru dan persoalan lainnya. Faktor yang menentukan kualitas pendidikan, antara lain keterlibatan dan peran guru dalam proses pembelajaran. Agar mutu pendidikan meningkat sebagaimana diharapkan masyarakat, diperlukan inovasiinovasi yang bersifat kreatif sehingga tercipta suasana belajar dan pembelajaran yang kondusif. Untuk itu diperlukan sebuah strategi belajar yang lebih memberdayakan siswa, yaitu strategi belajar yang tidak mengharuskan siswa menghafal fakta-fakta tetapi sebuah strategi yang mendorong siswa mengkonstruksikan di benak mereka sendiri. Pembelajaran matematika yang diselenggarakan oleh pendidikan formal yaitu sekolah, perlu ditekankan pada hubungan yang lebih bersifat prinsip seperti dalam menganalisis struktur keterkaitan antar konsep. Struktur organisasi dalam matematika bersifat hierarkis, yaitu dimulai dari konsep yang sederhana menuju konsep yang lebih kompleks. Hal ini membawa konsekuensi bahwa kesiapan mental seorang siswa dalam belajar matematika dimulai dari penguasaan materi sebelumnya. Di sini siswa menganggap matematika itu sulit diterima, hal ini mungkin disebabkan oleh ketidaktuntasannya dalam melakukan pembelajaran konsep sebelumnya. Demikian pula sebaliknya, siswa akan senang belajar matematika karena merasa paham pada apa yang dipelajari sebelumnya. Setiap konsep dalam matematika perlu dipahami dengan baik oleh siswa, bila perlu dihafal, siswa harus banyak latihan soal dengan tekun dan berkesinambungan. Untuk menuju ke hal tersebut, setiap siswa harus menumbuhkan motivasi berprestasi dalam dirinya. Hal ini sejalan dengan pendapat Sardiman (1988: 85), yang menyatakan motivasi dapat berfungsi sebagai

pendorong usaha pencapaian prestasi, karena dengan adanya motivasi yang baik dalam belajar akan menunjukkan hasil belajar yang baik pula. Ada siswa yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi ada pula yang rendah. Siswa yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi dalam belajar matematika menampakkan minat yang besar dan perhatian penuh terhadap tugas- tugas belajar, tanpa mengenal bosan atau menyerah. Sebaliknya, siswa yang memiliki motivasi berprestasi yang rendah menampakkan kengganannya, cepat menyerah dan berusaha menghindar dari kegiatan belajar matematika. Berbagai kesulitan dalam menganalisa jawaban soal dapat membuat anak frustasi dapat menjauhinya. Hal ini harus diwaspadai oleh guru untuk menjaga agar semangat belajar para siswa dapat tetap terpelihara, salah satu caranya adalah dengan menyelenggarakan kelompok belajar. SMK Negeri 2 Kalianda adalah sekolah menengah kejuruan kelompok teknologi dan industri serta perikanan di kabupaten Lampung Selatan. Siswa SMK umumnya menganggap mata pelajaran matematika merupakan salah satu bidang ilmu pengetahuan yang sulit untuk dipahami, sehingga siswa kurang berminat untuk mengikuti pelajaran matematika. Hal ini berakibat nilai matematika siswa menjadi lebih rendah dibandingkan mata pelajaran lain di sekolah. Kenyataan ini terlihat dari rerata nilai hasil ulangan umum semester ganjil siswa kelas X tahun ajaran 2010/2011 yaitu sebesar 50,25 sedangkan standar Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) matematika kelas X Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 2 Kalianda Lampung Selatan 61. Pada kenyataannya, dari 418 siswa kelas X Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 2 Kalianda Lampung Selatan tahun pelajaran

2010/ 2011 yang tuntas untuk ujian midsemester ganjil hanya 157 siswa atau 37,55%. Sedangkan sebanyak 261 siswa atau 62,45% tidak mencapai kriteria ketuntasan minimal. Data tersebut kemudian disajikan dalam tabel distribusi frekuensi sebagai berikut: Tabel 1.1 Tabulasi Prestasi Belajar Matematika Siswa kelas X Tahun 2010/2011 No Interval Prestasi Belajar Matematika Frekuensi Persentasi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) 1 91 100 0 0% Tuntas 2 81 90 25 5,98% Tuntas 3 71 80 62 14,83% Tuntas 4 61 70 70 16,74% Tuntas 5 51 60 137 32,77% Tidak Tuntas 6 41-50 90 21,54% Tidak Tuntas 7 31 40 34 8,14% Tidak Tuntas Jumlah 418 100% Faktor- faktor yang menjadi penyebab banyak siswa tidak mencapai KKM adalah dalam pembelajaran matematika, siswa kelas X SMK Negeri 2 Kalianda enggan untuk mempelajarinya dengan tekun. Hal ini mungkin disebabkan siswa kurang berminat terhadap mata pelajaran matematika, mungkin juga karena kurangnya motivasi anak untuk belajar. Padahal motivasi sangat penting diperlukan karena motivasi menurut Hamalik (2001:159) adalah faktor pendorong yang dapat menyebabkan seorang siswa menjadi bergairah dan lebih semangat untuk melakukan kegiatan belajar. Motivasi berprestasi pada dasarnya telah dimiliki oleh setiap siswa, keadaan motivasi tersebut tergantung dari tinggi atau rendahnya motivasi berprestasi yang dimiliki. Apabila siswa memiliki motivasi berprestasi yang tinggi, mereka akan terdorong oleh kemauan sendiri untuk mengatasi berbagai kesulitan belajar yang dihadapi sehingga sanggup untuk belajar sendiri untuk meraih sukses. Sebaliknya dengan motivasi berprestasi rendah, siswa akan

mengalami kesulitan dalam meraih sukses. Oleh karena itu para pendidik harus berupaya agar siswanya dapat memiliki motivasi berprestasi yang tinggi dan sangat dibutuhkan untuk meraih sukses dalam belajar. Dari hasil pengamatan dalam proses pembelajaran di kelas yang tampak pada guru saat pembelajaran adalah sebagai berikut : 1) dalam pemberian materi guru terlalu menekankan pada pembelajaran metode ceramah sehingga terlalu teoritis; 2) pembelajaran bersifat hapalan dan tidak berdasarkan kenyataan sehingga tidak tumbuh sense of reality pada siswa; 3) dalam pembelajaran matematika guru kurang memperhatikan karakteristik dan tujuan pembelajaran matematika, hal ini terlihat dari penyajian materi matematika didominasi dengan metode ceramah tanpa menggunakan metode diskusi, studi kasus, atau media pembelajaran lainnya, sehingga siswa kurang kreatif. Dengan demikian diperlukan kreativitas guru matematika dalam merencanakan pembelajaran dan menciptakan suasana yang membuat siswa tertarik dan aktif dalam pembelajaran. Satu diantara strategi yang dapat direncanakan dan dapat dilaksanakan dengan baik oleh guru adalah pembelajaran kooperatif. Dengan pembelajaran menggunakan pembelajaran kooperatif dalam pembelajaran diharapkan prestasi belajar matematika siswa dapat ditingkatkan. Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu pembelajaran yang berlandaskan konstruktivis. Konstruktivisme dalam pembelajaran kooperatif seperti yang dikemukakan oleh Nurkancana (2001: 3) adalah bahwa siswa mampu menemukan dan memahami konsep- konsep sulit jika mereka saling mendiskusikan masalah tersebut dengan temannya. Di dalam strategi pembelajaran tersebut pada aspek

masyarakat belajar diharapkan bahwa setiap individu dalam kelompok harus berperan agar tujuan yang telah digariskan dapat tercapai. Penerapan pembelajaran kooperatif pada peserta didik akan membuat mereka terlibat dalam pembelajaran melalui interaksi dengan guru dan teman, serta akan merangsang pemikiran mereka yang terlibat pembelajaran sehingga kegiatan dan usaha mereka lebih produktif. Pembelajaran kooperatif yang akan dieksperimenkan dalam penelitian ini adalah pembelajaran kooperatif Jigsaw (tim ahli) dan Student Teams Achievment Division (STAD). Pembelajaran Jigsaw berorientasi pada keberhasilan kelompok, sehingga setiap siswa dapat termotivasi untuk meningkatkan aktivitas. Sumber belajar tidak terbatas hanya pada bahan yang disediakan guru saja, tetapi dapat bebas dipilih bahan belajar dari sumber manapun yang sesuai. Standar kompetensi yang terdiri dari banyak kompetensi dasar dipastikan dapat menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, akan tetapi untuk pokok bahasan yang sedikit sub topiknya kurang cocok menggunakan pembelajaran tipe Jigsaw karena bisa terjebak pada fenomena free rider (penunggang bebas) atau diffusion of responsibility (menunggang tanggungjawab), karena ada anggota kelompok yang terabaikan perannya.(sidharta, 2004: 15-21). Sedangkan pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah jenis pembelajaran yang lebih diminati oleh para guru karena tidak menuntut persyaratan yang rumit pada penerapannya. STAD merupakan salah satu pembelajaran kooperatif yang sekarang sangat populer digunakan di sekolahsekolah, dan dikembangkan oleh Robert Slavin di John Hopkins University.

Pada pembelajaran kelompok, siswa diharapkan mampu meningkatkan prestasi dan kemampuan secara sosial. Pembelajaran kooperatif Jigsaw dan STAD adalah salah satu contoh pembelajaran berkelompok, dalam STAD sebelum pembentukan kelompok siswa dibelajarkan dahulu tentang materi yang akan didiskusikan bersama kelompok sedangkan dalam Jigsaw sebelum pembelajaran dibentuk kelompok terlebih dahulu dan ada tim ahli yang dijelaskan oleh guru. Penerapan pembelajaran kooperatif dalam pembelajaran matematika perlu mulai diujicobakan. Vektor adalah termasuk standar kompetensi yang menjadi standar kompetensi lulusan (SKL) pada ujian nasional (UN). Kemampuan awal yang diperlukan untuk mempelajari Vektor adalah siswa telah mempelajari dan menguasai konsep bilangan riil, persamaan dan pertidaksamaan, geometri dimensi dua dan geometri dimensi tiga yang telah dipelajari di kelas X semester satu. Kompetensi dasar yang dipelajari pada standar kompetensi menerapkan konsep vektor dalam pemecahan masalah adalah menerapkan vektor pada bidang datar dan pada bangun ruang. Berdasarkan uraian di atas masing- masing pembelajaran kooperatif baik Jigsaw maupun Student Teams Achievment Division (STAD) berkemungkinan efektif diterapkan dalam pembelajaran matematika. Hal ini menimbulkan ketertarikan peneliti untuk mengadakan penelitian eksperimen dengan fokus penelitian Perbedaan Prestasi Belajar Matematika melalui Pembelajaran Kooperatif dengan Motivasi Berprestasi yang Berbeda pada Siswa Kelas X Semester Dua Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 2 Kalianda Lampung Selatan Tahun Telajaran 2010/ 2011.

1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, indentifikasi masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Rendahnya prestasi siswa pada mata pelajaran Matematika di kelas X SMK Negeri 2 Kalianda Lampung Selatan Tahun Pelajaran 2010/2011. 2. Sebagian besar ( 261 atau 62,45%) siswa kelas X SMK Negeri 2 Kalianda Lampung Selatan Tahun Pelajaran 2010/2011 belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) dalam pembelajaran Matematika. 3. Siswa SMK Negeri 2 Kalianda kurang menyadari pentingnya motivasi berprestasi untuk mencapai keberhasilan dalam belajar. 4. Para guru belum tepat dalam memilih dan menggunakan pendekatan/ strategi pembelajaran. 1.3 Pembatasan Masalah Untuk menghilangkan bias dalam penelitian ini dan mengefektifkan proses, peneliti memberikan rambu- rambu pengkajian, sebagai berikut: 1. Penelitian ini untuk mengetahui interaksi antara motivasi berprestasi dengan pembelajaran kooperatif. 2. Penelitian ini untuk mengetahui perbedaan prestasi belajar siswa yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi dan rendah dan dibelajarkan dengan strategi pembelajaran kooperatif Jigsaw dan STAD. 3. Target penelitian diarahkan pada siswa kelas X semester dua tahun ajaran 2010/2011 SMK Negeri 2 Kalianda Lampung Selatan.

1.4 Perumusan Masalah Berdasarkan pada latar belakang masalah dapat dirumuskan bahwa masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah ada interaksi antara motivasi berprestasi dengan strategi pembelajaran kooperatif terhadap prestasi belajar matematika? 2. Apakah ada perbedaan prestasi belajar matematika siswa yang dibelajarkan dengan strategi pembelajaran kooperatif Jigsaw dan STAD? 3. Apakah ada perbedaan prestasi belajar siswa yang mempunyai motivasi berprestasi rendah dan dibelajarkan dengan strategi pembelajaran kooperatif Jigsaw dan STAD? 4. Apakah ada perbedaan prestasi belajar siswa yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi dan dibelajarkan dengan strategi pembelajaran kooperatif Jigsaw dan STAD? 1.5 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1. Interaksi antara motivasi berprestasi dengan pembelajaran kooperatif 2. Perbedaan prestasi belajar siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan strategi pembelajaran kooperatif Jigsaw dan STAD 3. Perbedaan prestasi belajar siswa yang mempunyai motivasi berprestasi rendah yang dibelajarkan dengan menggunakan strategi pembelajaran kooperatif Jigsaw dan STAD 4. Perbedaan prestasi belajar siswa yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi yang dibelajarkan dengan menggunakan strategi pembelajaran kooperatif Jigsaw dan STAD.

1.6 Kegunaan Penelitian 1.6.1 Kegunaan secara Teoritis: 1. Sebagai bahan referensi dan memperkaya konsep dalam Teknologi Pendidikan, khususnya dalam mutu pendidikan di Sekolah Menengah Kejuruan yang ada di Kabupaten Lampung Selatan 2. Menjadi rujukan bagi peneliti yang ingin meneliti lebih lanjut variabelvariabel dalam penelitian ini. 1.6.2 Kegunaan secara Praktis: 1. Memberikan gambaran perbedaan prestasi belajar dengan pembelajaran kooperatif Jigsaw dan STAD dalam meningkatkan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran matematika siswa SMK kelas X. 2. Memperoleh pengalaman yang menjadi pedoman dalam penyusunan rancangan pembelajaran sehingga setiap guru dapat menerapkan strategi pembelajaran yang tepat bagi siswa SMK kelas X. 3. Bagi guru matematika, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai alternatif dalam pemilihan strategi pembelajaran. 4. Bagi peneliti, penelitian ini memberi pengalaman nyata tentang penerapan pembelajaran kooperatif Jigsaw dan STAD dalam pembelajaran matematika SMK kelas X.