I. PENDAHULUAN. Sejarah korupsi di Indonesia terjadi sejak zaman Hindia Belanda, pada masa

dokumen-dokumen yang mirip
permasalahan bangsa Indonesia. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

I. PENDAHULUAN. aspek kehidupan dan seolah-olah menjadi budaya masyarakat Indonesia. 1 Jika

I. PENDAHULUAN. Pemerintah mempunyai peranan yang sangat penting dalam. dalam kegiatan seperti pemeliharaan pertahanan dan keamanan, keadilan,

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

I. PENDAHULUAN. transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Kemampuan ini tentunya sangat

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

I. PENDAHULUAN. Masalah korupsi pada akhir-akhir ini semakin banyak mendapat perhatian dari

I. PENDAHULUAN. harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Setiap anak mempunyai harkat

I. PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Untuk mewujudkan hal tersebut perlu ditingkatkan usahausaha. yang mampu mengayomi masyarakat Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan kejahatan yang merugikan keuangan negara

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu

I. PENDAHULUAN. perhatian dunia sejak perang dunia kedua berakhir. Di Indonesia sendiri fenomena

I. PENDAHULUAN. Kepolisian dalam mengemban tugasnya sebagai aparat penegak hukum

I. PENDAHULUAN. pada kerugian keuangan dan perekonomian negara. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UUPTPK) disebutkan:

I. PENDAHULUAN. tindak pidana lainnya di berbagai belahan dunia. Fenomena ini dapat dimaklumi

I. PENDAHULUAN. karna hukum sudah ada dalam urusan manusia sebelum lahir dan masih ada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini

I. PENDAHULUAN. dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial

I. PENDAHULUAN. dan sejahtera tersebut, perlu secara terus-menerus ditingkatkan usaha-usaha pencegahan dan

I. PENDAHULUAN. Disparitas pidana tidak hanya terjadi di Indonesia. Hampir seluruh Negara di

I. PENDAHULUAN. untuk menguntungkan diri sendiri atau korporasi, dengan cara menyalahgunakan. pada kerugian keuangan dan perekonomian negara.

I. PENDAHULUAN. tampak lebih nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga

I. PENDAHULUAN. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

I. PENDAHULUAN. diperbolehkan. Namun jika pemberian tersebut dengan harapan untuk dapat

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

ASPEK HUKUM DALAM SISTEM MANAJEMEN MUTU KONSTRUKSI

BAB I PENDAHULUAN. buruk bagi perkembangan suatu bangsa, sebab tindak pidana korupsi bukan

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana pemalsuan uang mengandung nilai ketidak benaran atau palsu atas

I. PENDAHULUAN. Penyelenggara pemerintahan mempunyai peran penting dalam tatanan (konstelasi)

METODE PENELITIAN. dengan seksama dan lengkap, terhadap semua bukti-bukti yang dapat diperoleh

I. PENDAHULUAN. kaya, tua, muda, dan bahkan anak-anak. Saat ini penyalahgunaan narkotika tidak

I. PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar Hal ini. tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. suatu perkara disandarkan pada intelektual, moral dan integritas hakim terhadap

I. PENDAHULUAN. Sebagaimana telah diketahui bahwa penegakkan hukum merupakan salah satu

I. PENDAHULUAN. kali di dalam peraturan penguasa militer nomor Prt/PM-06/1957, sehingga korupsi

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (trafficking) merupakan salah satu bentuk perlakuan terburuk

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Menurut ketentuan Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999

KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI PENGADAAN BARANG DAN JASA. Nisa Yulianingsih 1, R.B. Sularto 2. Abstrak

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan

I. PENDAHULUAN. untuk menguntungkan diri sendiri atau korporasi, dengan cara menyalahgunakan. pada kerugian keuangan dan perekonomian negara.

I. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengatasi atau mewaspadai segala bentuk perubahan sosial atau kebudayaan.

I. PENDAHULUAN. seseorang (pihak lain) kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagai

I. PENDAHULUAN. ekonomi tinggi, serta hutan ikutan seperti getah, rotan, madu, buah-buahan. Selain

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PUTUSAN PENGADILAN MENGENAI BESARNYA UANG PENGGANTI DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI SUPRIYADI / D

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang

I. PENDAHULUAN. adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materi terhadap perkara tersebut. Hal

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menjaga peraturan-peraturan hukum itu dapat berlangsung lurus

I. PENDAHULUAN. semuanya mengingatkan sekaligus menginginkan agar masyarakat Indonesia,

Pertanggungjawaban adalah sesuatu yang harus dipertanggungjawabkan atas perbuatan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban

Matriks Perbandingan KUHAP-RUU KUHAP-UU TPK-UU KPK

I. PENDAHULUAN. pembangunan pada keseluruhan bidang tersebut. Pelaksanaan kegiatan

I. PENDAHULUAN. berkaitan satu sama lainnya. Hukum merupakan wadah yang mengatur segala hal

tertolong setelah di rawat RSU dr. Wahidin Sudiro Husodo, kota Mojokerto. 1

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara hukum yang demokratis berdasarkan Pancasila dan

kearah yang tidak baik atau buruk. Apabila arah perubahan bukan ke arah yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. merugikan hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas. masalah yang serius dan penegakannya tidak mudah.

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem perekonomian bangsa yang dibuktikan dengan semakin. meluasnya tindak pidana korupsidalam masyarakat dengan melihat

I. PENDAHULUAN. Kekerasan dalam Rumah Tangga seperti yang tertuang dalam Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. benar-benar telah menjadi budaya pada berbagai level masyarakat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

BAB II IDENTIFIKASI DATA

I. PENDAHULUAN. Secara etimologis kata hakim berasal dari arab hakam; hakiem yang berarti

I. PENDAHULUAN. pemikiran bahwa perubahan pada lingkungan dapat mempengaruhi kehidupan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

BAB I PENDAHULUAN. pidana korupsi yang dikategorikan sebagai kejahatan extra ordinary crime.

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

I. PENDAHULUAN. Kejahatan yang berlangsung ditengah-tengah masyarakat semakin hari kian. sehingga berakibat semakin melunturnya nilai-nilai kehidupan.

I. PENDAHULUAN. Penyalahgunaan izin tinggal merupakan suatu peristiwa hukum yang sudah sering

I. PENDAHULUAN. Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu. mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan

I. PENDAHULUAN. Manusia didalam pergaulan sehari-hari tidak dapat terlepas dari interaksi dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban adalah kewajiban terhadap segala sesuatunya, fungsi

BAB 1 PENDAHULUAN. secara tegas bahwa negara Indonesia adalah negara hukum (Rechtstaat), tidak

I. PENDAHULUAN. Tujuan Negara Indonesia yaitu menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

I. PENDAHULUAN. kesehatan penting untuk menunjang program kesehatan lainnya. Pada saat ini

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (traficking) terutama terhadap perempuan merupakan pengingkaran terhadap

I. PENDAHULUAN. juga dapat menyengsarakan dan menghancurkan suatu negara. Dampak korupsi bagi negara-negara dengan kasus korupsi berbeda-beda bentuk,

I. PENDAHULUAN. terakhir United Nations Drugs Control Programme (UNDPC), saat ini kurang lebih

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

KADIS PENDIDIKAN MTB DAN PPTK RUGIKAN NEGARA Rp200 JUTA LEBIH.

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Korupsi merupakan tindakan yang dapat menimbulkan kerugian bagi keuangan

I. PENDAHULUAN. adalah usaha pemerintah dalam memberantas praktik tindak pidana korupsi.

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

I. PENDAHULUAN. mengisi kemerdekaan dengan berpedoman pada tujuan bangsa yakni menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU SAKU UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan

Transkripsi:

1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Korupsi berasal dari bahasa latin Corruptio atau Corruptus, yang kemudian diadopsi oleh banyak bahasa di eropa, misalnya di Inggris dan Perancis Corruption serta Belanda Corruptie, dan selanjutnya dipakai pula dalam bahasa Indonesia Korupsi. 1 Korupsi adalah setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korupsi dengan menyalah gunakaan wewenang, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian Negara. Sejarah korupsi di Indonesia terjadi sejak zaman Hindia Belanda, pada masa pemerintahan Orde Lama, Orde Baru dan Orde Reformasi. Pemerintah rezim Orde baru dan Orde Reformasi. Pemerintah rezim Orde Baru yang tidak demokratis dan militerisme menumbuh suburkan terjadinya korupsi di semua aspek kehidupan dan seolah-olah menjadi budaya masyarakat Indonesia. 2 1 Tri Andrisman, Tindak Pidana Khusus Diluar KUHP,Bandar Lampung, Universitas Lampung, 2010, hlm.37. 2 Eddy Rifai, Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Universitas lampung, 2007, hlm 9.

2 Istilah korupsi pertama hadir dalam khasanah hukum Indonesia dalam Peraturan Penguasa Perang Nomor :23Prt/Perpu/013/1958 tentang Peraturan Pemberantasan Korupsi. Kemudian, dimasukkan juga dalam Undang-Undang Nomor :24/Prp/1960 tentang Pengusutan Penuntutan dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan tindak Pidana Korupsi yang kemudian sejak tanggal 16 Agustus 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi digantikan oleh Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan kemudian di ubah dengan Undang - Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 3 Berdasarkan hal tersebut selain diundangkanya Undang-undang Tipikor Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001. Pemerintah juga membentuk lembaga yang berfungsi memonitoring keuangan negara seperti BPK dan yang lebih khusus menangani masalah tindak pidana korupsi adalah di bentuknya lembaga Komisi Pemberantas Korupsi sesuai Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantas Tindak Pidana Korupsi. 4 Korupsi di Indonesia sudah merupakan kejahatan yang sangat luar biasa (extra ordinary crimes) sehingga tuntutan ketersediaan perangkat hukum yang sangat luar biasa dan canggih serta kelembagaan yang menangani korupsi tersebut tidak dapat dielakkan lagi. Korupsi harus dicegah dan dibasmi dari tanah air karena korupsi menyengsarakan rakyat bahkan sudah merupakan 3 Darwan Prinst, Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Citra Aditya, 2002, hlm 1. 4 Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta Hukum Pidana tentang Sistem Peradilan Pidana Terpadu, Badan Penerbit Universitas Diponogoro Semarang, 2011.hlm, 24.

3 pelanggaran hak-hak ekonomi dan sosial rakyat Indonesia. Masyarakat kini bersikap seakan tidak percara terhadap setiap usaha pemberantasan korupsi yang kini yang kini sedang ditegakkan oleh pemerintah karena masyarakat sampai saat ini belum melihat contoh yang baik dari para pemimpin pemerintahan dan kelompok elit politik dalam menyikapi pemberantasan korupsi yang dimulai dari pemerintahan sendiri. Pengalaman pemberantasan korupsi di Indonesia menunjukkan kegagalan demi kegagalan, kegagalan tersebut menunjukkan bahwa masyarakat pada strata rendah selalu menjadi korban dari ketidak adilan dari penegakan hukum, dan keadaan yang sangat diskriminatif yang sangat menyakitkan perasaan keadilan masyarakat luas yang dalam keadaan kurang dan tidak mampu. Persoalan pemberantasan korupsi di Indonesia bukanlah hanya persoalan hukum dan penegakan hukum semata-mata melainkan persoa lan sosial yang sangat parah dan sama parahnya dengan persoalan hukum sehingga wajib dibenahi secara bersamaan. Korupsi juga merupakan persoalan yang mengakibatkan tidak adanya pemerataan kesejahteraan dan merupakan persoalan psikologi sosial karena korupsi merupakan penyakit sosial yang sangat sulit disembuhkan. 5 Fenomena korupsi sudah merupakan akibat dari sistem penyelenggaraan pemerintahan yang tidak tertera secara tertib dan tidak terawasi secara baik karena landasan hukum yang dipergunakan juga mengandung banyak kelemahankelemahan dalam implementasinya, didukung oleh sistem chek and balances yang lemah di antara ketiga kekuasaan (Kepolisian, Kejaksaan, Kehakiman) maka korupsi sudah melembaga dan mendekati suatu budaya yang hampir Leden Marpaung, Tindak Pidana Korupsi Masalah dan Pemecahannya, Sinar Grafika, Jakarta, 1992, hlm 31.

4 sulit dihapuskan, hampir seluruh anggota masyarakat tidak dapat menghindari diri dari kewajiban memberikan upeti manakala berhadapan dengan pejabat pemerintahan terutama dibidang pelayanan publik. 6 Tindak pidana korupsi tidak dapat dikategorikan sebagai tindak pidana biasa karena sangat merugikan keuangan serta perekonomian suatu negara, dan merupakan suatu pelanggaran terhadap hak- hak sosial dan hak-hak perekonomian masyarakat, oleh karenanya perlu adanya perhatian khusus untuk menanggulangi permasalahan ini. Terlepas dari persoalan tersebut, terjadi kasus korupsi Penyalahgunaan anggaran bantuan langsung masyarakat di Kecamatan Bunga Mayang Kabupaten Lampung Utara, hal tersebut bermula dalam tahun 2009 Pemerintah Pusat melalui Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia mengadakan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan yang bertujuan meningkatnya kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin di perdesaan dengan mendorong kemandirian dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan pembangunan sesuai program pemerintah tersebut, pada tanggal 07 Januari 2009 Pemerintah Kabupaten Lampung Utara melakukan kerjasama dengan Pemerintah Pusat untuk melaksanakan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan. Adapun sumber dana dalam pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sesuai dengan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Tahun Anggaran 2009 6 Romli Atmasasmita, Sekitar Masalah Korupsi Aspek Nasional dan Aspek Internasional, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004, hlm 5.

5 Nomor : 3226.1/010-05.4/-/2009 tanggal 31 Desember 2008 dan dana Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan Tahun 2009 dibagikan ke seluruh Kecamatan di Kabupaten Lampung Utara, salah satunya di Kecamatan Bunga Mayang Kabupaten Lampung Utara. Surat Keputusan Bupati Lampung Utara Nomor : B/100/29-LU/HK/2011 tanggal 17 Maret 2011 tentang Unit Pengelola Kegiatan (UPK) dan Unit Pengelola Kegiatan Sementara (UPKS) ditetapkan Sebagai Pengelola Dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) Kecamatan Bunga Mayang pada Tahun 2011 dan Tahun 2012, dalam hal itu ditetapkan juga Pengurus Unit Pengelola Kegiatan (UPK) Kecamatan Bunga Mayang yang diketuai oleh Yusniar bin Sahbar.Setelah hal tersebut ditetapkan terjadilah penyalahgunaan anggaran yang dilakukan oleh Ketua UPK dan Bendaharanya yang merugikan Negara berdasarkan audit perhitungan kerugian keuangan Negara yang dilakukan oleh BPKP perwakilan provinsi Lampung adalah sejumlah Rp 290.420.000,- Berdasarkan hal diatas sangat di sayangkan, karena korupsi akan menjadi faktor penghambat pembangunan di segala bidang. Uang itu yang idealnya digunakan sebagai bantuan untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat agar lebih baik lagi dan seharusnya dana bantuan itu harus di berikan kepada masyarakat dengan maksimal serta utuh, bukannya disalahgunakan oleh orang atau korporasi yang tidak bertanggung jawab seperti hal nya kasus di atas. Terdapat suatu masalah yang membuat penulis menjadikan kasus ini sebagai skripsi, dimana penjatuhan pidana yang diputus oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang kepada terdakwa I Yusniar dan Terdakwa II Surniyati dianggap tidak sesuai

dengan unsur yang terdapat pada Pasal 3 yang dijatuhkan oleh majelis hakim, Pasal 3 yaitu: 6 Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000(satu milyar rupiah). Artinya disini unsur dari Pasal 3 ialah menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukannya dan merugikan keuangan Negara. Terdakwa dalam kasus ini dikenakan Pasal 3, padahal yang bersangkutan tidak memenuhi semua unsur yang ada di Pasal 3 tersebut. Unsur yang tidak dipenuhi oleh terdakwa I maupun terdakwa II yaitu menyalahgunakan kewenangan dan unsur jabatan atau kedudukan yang ada pada terdakwa. Menyalahgunakan kewenangan dalam kasus ini tidak terpenuhi karena terdakwa sendiri melakukan tindak pidana korupsi itu dengan cara membentuk suatu kegiatan simpan pinjam kelompok perempuan (SPP) fiktif sebagai penerima dana bantuan langsung masyarakat. Terdakwa dalam penjelasan tersebut artinya jelas bahwa bukan menyalahgunakan kewenangan tetapi lebih kepada penggelapan dana yang dilakukan oleh terdakwa, karena terdakwa bukan mengalihkan uang dana bantuan langsung masyarakat tersebut ke kelompok lain yang benar adanya, melainkan mereka membentuk suatu kegiatan simpan pinjam kelompok perempuan (SPP) fiktif seolah-olah kegiatan tersebut ada, padahal itu tidak terjadi dan hanya dibuat untuk

7 mendapatkan dana bantuan langsung msayarakat guna kepentingan pribadi terdakwa. Unsur kedua yang tidak terpenuhi yaitu jabatan atau kedudukan yang ada pada terdakwa. Dalam kasus ini terdakwa I dan terdakwa II merupakan Ketua UPK (Unit Pengelola Kegiatan) dan Bendahara UPK, hal ini menjadi masalah karena status dari terdakwa I dan terdakwa II mengenai jabatan atau kedudukannya masih belum jelas, dalam putusan nomor 67/Pid.Sus- Tpk/2014/PN.Tjk hakim juga tidak merumuskan bahwa terdakwa itu termasuk Pejabat yang mempunyai kedudukan yang dalam hal ini PNS berdasarkan UU Tindak Pidana Korupsi atau bukan dan jabatan yang dipegang oleh terdakwa tersebut juga merupakan jabatan swasta, karena terdakwa juga bekerja sebagai wiraswasta sebelum menjabat menjadi Ketua UPK (Unit Pengelola Kegiatan) dan Bendahara UPK tersebut. Berdasarkan penjelasan diatas unsur yang terdapat dalam Pasal 3 UU Nomor 31 tahun 1999 jo UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi seharusnya tidak dikenakan kepada terdakwa,melainkan terdakwa I dan terdakwa II lebih tepat dikenakan Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 31 tahun 1999 jo UU 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yaitu : Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000.00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Unsur dari Pasal 2 ayat (1) tersebut yaitu Melawan hukum, memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi dan dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian negara. Ketiga unsur tersebut jelas terpenuhi karena terdakwa

8 telah melanggar Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 jo UU 21 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi dan merugikan keuangan Negara. Hal ini yang menjadi perhatian penulis untuk mengkaji apa yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam penjatuhan pidana tersebut sehingga putusan yang diberikan hakim menimbulkan masalah karena unsur pada Pasal 3 yang dikenakan tidak sesuai. Majelis hakim dalam putusan tersebut semestinya memberikan hukuman sesuai dengan peraturan yang berlaku dengan memberikan kejelasan hukuman terhadap masyarakat, sehingga dalam putusan yang dikeluarkan oleh Majelis Hakim tersebut tidak menimbulkan pertanyaan atau masalah dan agar pelaku tindak pidana korupsi tersebut ada efek jera nya, karena pelaku tindak pidana korupsi itu sendiri melakukan kejahatan yang serius dengan menyalahgunakan dana bantuan masyarakat yang seharusnya dana tersebut jauh dari kata korupsi. Dana itu merupakan dana bantuan dari pemerintah yang bertujuan untuk Pembangunan desa yang dilakukan yaitu dengan cara memperbaiki fasilitas umum, fasilitas kesehatan atau memberikan simpan pinjam kepada rakyat yang ingin membuka usaha dan dana bantuan ini juga bertujuan untuk mensejahterakan masyarakatnya agar bisa lebih baik lagi serta masyarakatnya bisa lebih kreatif dalam bekerja, bukan disalahgunakan atau di korupsi seperti kasus yang terjadi di kecamatan bunga mayang di kabupaten lampung utara.

9 Berdasarkan pada uraian tersebut, maka penulis tertarik untuk menjadikan masalah tersebut kedalam sebuah penelitian guna penyusunan skripsi yang diberi judul Analisis Putusan Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi Penyalahgunaan Dana Bantuan Langsung Masyarakat (Studi Putusan nomor : 67/Pid.Sus-Tpk/2014.PN.Tjk) yang dilakukan oleh terdakwa Yusniar bin Sahbar dan terdakwa Surniyati binti Supardi. B. Permasalahan Dan Ruang Lingkup 1. Permasalahan Berdasarkan uraian yang diungkapkan di atas maka yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah: 1. Apakah yang menjadi Dasar Pertimbangan hakim dalam memutus perkara Tindak Pidana Korupsi Penyalahgunaan Dana Bantuan Langsung Masyarakat dalam putusan Nomor: 67/Pid.Sus-Tpk/2014.PN.Tjk? 2. Bagaimanakah Pertanggungjawaban Pidana terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi Penyalahgunaan Dana Bantuan Langsung Masyarakat dalam putusan Nomor: 67/Pid.Sus-Tpk/2014.PN.Tjk? 2. Ruang Lingkup Pembahasan Agar penulisan skripsi ini lebih terarah dan tersusun sistematis maka penulis membatasi ruang lingkup pembahasan dengan menitikberatkan pada bagaimanakah pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku Tindak Pidana Korupsi Penyalahgunaan Dana Bantuan Langsung Masyarakat dan apa yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam memutus perkara tindak pidana korupsi

10 penyalahgunaan dana bantuan langsung masyarakat, dalam hal ini sesuai dengan ketentuan peraturan Perundang-undangan yaitu UU No. 31 tahun 1999 jo UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sedangkan ruang lingkup wilayah penelitan adalah Pengadilan Negeri Tanjung Karang, penelitian dilakukan pada tahun 2015. C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan dan ruang lingkup penelitian, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : a). Untuk mengetahui Apakah yang menjadi Dasar Pertimbangan hakim dalam memutus perkara Tindak Pidana Korupsi Penyalahgunaan Dana Bantuan Langsung Masyarakat berdasarkan Studi Putusan nomor: 67/Pid.Sus- Tpk/2014.PN.Tjk b). Untuk mengetahui Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi Penyalahgunaan Dana Bantuan Langsung Masyarakat berdasarkan Studi Putusan nomor: 67/Pid.Sus-Tpk/2014.PN.Tjk 2. Kegunaan Penelitian Kegunaan Penelitian ini mencakup kegunaan teoritis dan Kegunaan praktis, yaitu: a. Kegunaan Teoritis Secara teoritis, untuk memperluas dan memperdalam pemahaman penulis tentang perkara korupsi dan penjatuhan pidana terhadap pelaku korupsi penyalahgunaan dana bantuan langsung masyarakat.

11 b. Kegunaan Praktis Secara Praktis, menjadi bahan masukan bagi kalangan praktisi hukum, khusus yang bergerak dalam bidang penyelenggara peradilan pidana dan kemasyarakatan serta memberikan gambaran tentang proses hukum bagi pelaku tindak pidana korupsi, oleh karena itu tulisan ini diharapkan dapat menambah wawasan serta kesadaran hukum baik aparat penegak hukum dan masyarakat luas. D. Kerangka Teoritis dan Konseptual 1. Kerangka teoritis Kerangka teoritis adalah susunan dari beberapa anggapan, pendapat, cara, aturan, asas, keterangan sebagai suatu kesatuan yang logis yang menjadi landasan, acuan, dan pedoman untuk mencapai tujuan dalam penelitian atau penulisan. Pada umumnya, teori bersumber dari undang-undang, buku atau karya tulis bidang ilmu dan laporan penelitian. 7 Setiap penelitian akan ada kerangka teoritis yang menjadi acuan dan bertujuan mengidentifikasi terhadap dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti. 8 a. Teori Dasar Pertimbangan Hakim Keyakinan hakim dalam menjatuhkan putusan bukan semata-mata peranan hakim sendiri untuk memutuskan, tetapi hakim meyakini bahwa terdakwa telah melakukan tindak pidana yang didakwakan dan didukung oleh alat bukti yang sah menurut Undang-undang. Sebagai bahan pertimbangan hakim, terdapat dalam 7 Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung, PT. Citra Aditya Bhakti, 2004, hlm. 73. 8 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, Universitas Indonesia-Press, 1986, hlm. 125.

12 Pasal 183 dan Pasal 184 KUHAP, menurut KUHAP harus ada alat-alat bukti yang sah, alat bukti yang dimaksud adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Alat bukti inilah yang nantinya menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan hukuman pidana yang didasarkan kepada teori dan hasil penelitian yang saling berkaitan sehingga didapatkan hasil yang maksimal dan seimbang dalam teori dan praktek. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman juga menyatakan bahwa tentang dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan, yaitu dalam Pasal 8 Ayat (2) : Dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana, hakim wajib memperhatikan pada sifat yang baik dan jahat dari terdakwa. Kebebasan hakim mutlak dibutuhkan terutama untuk menjamin keobjektifan hakim dalam mengambil keputusan. Menurut Soedarto, hakim memberikan keputusannya mengenai hal-hal sebagai berikut : 9 1. Keputusan mengenai peristiwanya, yaitu apakah terdakwa telah melakukan perbuatan yang dituduhkan kepadanya. 2. Keputusan mengenai hukumnya, yaitu apakah perbuatan yang dilakukan terdakwa itu merupakan suatu tindak pidana dan apakah terdakwa bersalah dan dapat dipidana, 3. Keputusan mengenai pidananya, apabila terdakwa dapat dipidana. Hakim dalam putusannya harus memberikan rasa keadilan, menelaah terlebih dahulu kebenaran peristiwa yang diajukan kepadanya kemudian 9 Ahmad Rifai, Peranan Hukum oleh Hakim Dalam Perspektif Hukum Progresif, Jakarta, Sinar Grafika, 2012, hlm.106.

13 menghubungkannya dengan hukum yang berlaku dan hakim dalam menjatuhkan pidana nya harus melihat terlebih dahulu syarat pemidanaan, menurut Sudarto syarat pemidanaan yaitu harus memenuhi unsur Perbuatan dan unsur Orang, dimana penjelasan mengenai perbuatan harus memenuhi rumusan Undang-undang dan Bersifat melawan hukum (tidak ada alasan pembenar), sedangkan unsur orang dalam hal ini berdasarkan dengan Kesalahan, yang meliputi : 10 1. Kemampuan Bertanggungjawab 2. Sengaja (Dolus/Opzet) atau Lalai (Culpa/Alpa) serta tidak ada alasan pemaaf b. Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban pidana adalah sesuatu perbuatan pidana yang harus dipertanggungjawabkan atas perbuatan yang dilakukan. Tindak pidana adalah perbuatan yang dilakukan oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa melarang larangan tersebut. 11 Berdasarkan hal tersebut maka pertanggung jawaban pidana menurut hukum pidana, terdiri atas tiga syarat yaitu : 1. Adanya perbuatan Melawan Hukum 2. Adanya Kesalahan 3. Tidak ada alasan pemaaf dan pembenar 10 Tri Andrisman, Hukum Pidana, Lampung, Universitas Lampung, 2011, hlm, 81. 11 Roeslan Saleh, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana, Angkasa, Jakarta, 1981, hlm 51.

14 Perbuatan melawan hukum belumlah cukup untuk menjatuhkan hukuman, disamping perbuatan melawan hukum harus ada seseorang pembuat (dader) yang bertanggung jawab atas perbuatannya, pembuat haruslah terbukti bersalah (schute hebben) terhadap tindak pidana yang dilakukan. Pertanggungjawaban pidana atau kesalahan menurut hukum pidana (schuldin ruime zin) terdiri dari 3 (tiga) unsur, yaitu: 12 1. Toerekening strafbaarheid (dapat dipertanggungjawabkan) pembuat,yaitu : a. Suatu sikap psikis pembuat berhubungan dengan kelakuannya. b. Kelakuan yang sengaja. 2. Kelakuan dengan sikap kurang berhati-hati atau lalai (unsur kealpaan, culva, schute in enge zin). 3. Tidak ada alasan-alasan yang menghapuskan pertanggungjawaban pidana pembuat (unsur Toerekenbaar heid). Pasal 8 Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman selanjutnya disebut Undang-undang Kekuasaan Kehakiman mengatur bahwa setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan/atau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Undang-undang Kekuasaan Kehakiman Pasal 28 menyatakan bahwa hakim wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. 12 Ibid. hlm 52.

15 Berdasarkan hal tersebut dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana, hakim wajib memperhatikan pula sifat yang baik dan jahat dari terdakwa. Hakim sebagai orang yang menjalankan hukum berdasarkan demi keadilan di dalam menjatuhkan putusan terhadap perkara yang ditanganinya tetap berlandaskan aturan yang berlaku dalam undang-undang dan memakai pertimbangan berdasarkan data-data yang autentik serta para saksi yang dapat dipercaya. Tugas hakim tersebut dalam memper timbangkan untuk menjatuhkan suatu putusan bebas dapat dilihat dalam Pasal 191 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (selanjutnya disebut KUHAP) yang menyatakan : Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa diputus bebas. Mengenai alat bukti yang dipergunakan sebagai bahan pertimbangan hakim, terdapat dalam Pasal 183 dan 184 KUHAP, menurut KUHAP harus ada alat -alat bukti yang sah, dimana alat bukti tersebut berupa keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa seperti hal ini bert ujuan untuk mendapat keyakinan hakim bahwa suatu tindak pidana telah terjadi dan terdakwalah yang bersalah. 2. Konseptual Kerangka konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang akan diteliti, baik dalam penelitian hukum normatif maupun empiris. Biasanya telah merumuskan dalam definisi-definisi tertentu atau telah menjalankan lebih lanjut dari konsep tertentu. Kerangka konseptual

merupakan kerangka yang menghubungkan atau menggambarkan konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan dari arti yang berkaitan dengan istilah. 16 Upaya memudahkan pengertian yang terkandung dalam kalimat judul penelitian ini, maka penulis dalam konseptual ini menguraikan pengertian-pengertian yang berhubungan erat dengan penulisan skripsi ini, maka akan dijelaskan beberapa istilah yang dipakai, yaitu sebagai berikut : a. Analisis adalah proses berfikir manusia tentang sesuatu kejadian atau peristiwa untuk memberikan suatu jawaban atas kejadian atau pristiwa tersebut. 13 b. Pemidanaan adalah suatu proses atau cara untuk menjatuhkan hukuman/sanksi terhadap orang yang telah melakukan tindak kejahatan (rechtsdelict) maupun pelanggaran (wetsdelict). 14 c. Pelaku (Dader) adalah orang yang melakukan suatu perbuatan yang merupakan pelaku utama dalam perubahan situasi tertentu. 15 Menurut hukum pidana pelaku dapat diartikan sebagai mereka yang melakukan dan yang turut serta melakukan perbuatan. 16 d. Tindak Pidana Korupsi menurut Undang-Undang No 31 tahun 1999 jo Undang- Undang 20 tahun 2001 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya 13 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum Cetakan 3. Jakarta, Universitas Indonesia press, 2007,hlm.129. 14 Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, Bandung Alumni, 2005, hlm 12. 15 P.A. Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, hlm 594. 16 Pasal 55 KUHP

diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara. 17 17 e. Penyalahgunaan adalah proses, cara, perbuatan menyalahgunakan sehingga kekayaan yang diperolehnya adalah hasil penyalahgunaan jabatannya. 18 f. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri merupakan salah satu mekanisme program pemberdayaan masyarakat yang digunakan PNPM Mandiri dalam upaya mempercepat penanggulangan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja di wilayah perdesaan. 19 g. Dana Bantuan Langsung Masyarakat adalah Program pemberdayaan masyarakat yang dapat dikatakan sebagai program pemberdayaan masyarakat terbesar di tanah air. Dalam pelaksanaannya, program ini memusatkan kegiatan bagi masyarakat Indonesia paling miskin di wilayah perdesaan. 20 E. Sistematika Penulisan Untuk memudahkan dan memahami skripsi ini secara keseluruhan, maka sistematika penulisannya disusun sebagai berikut : I. PENDAHULUAN Merupakan Bab pendahuluan yang berisikan latar belakang, permasalahan dan ruang lingkup. Tujuan dan kegunaan penulisan, kerangka teoritis dan konseptual, serta sistematika penulisan. 17 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 Pasal 2 ayat (1) 18 Tri Andrisman, Hukum Pidana, Universitas Lampung, 2011, hlm 91. 19 Wikipedia,PNPM Mandiri, https://id.wikipedia.org/wiki/pnpm_mandiri_pedesaan, diakses pada 28 Oktober 2015 (08:30 WIB). 20 Wikipedia, https://id.wikipedia.org/wiki/pnpm_mandiri_pedesaan, diakses pada 11 November 2015 (11:30 WIB).

18 II. TINJAUAN PUSTAKA Merupakan Bab tinjauan Pustaka yang menguraikan mengenai pengertian pidana, pengertian korupsi, pengertian putusan hakim, jenis-jenis putusan hakim III. METODE PENELITIAN Merupakan Bab yang berisi uraian mengenai pendekatan masalah, sumber dan jenis data, penentuan populasi dan sampel, prosedur pengolahan dan pengum pulan data, serta analisis data. IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Berupa hasil penelitian dan pembahasan yang terbagi dalam sub bab mengenai Apakah yang menjadi Dasar Pertimbangan hakim dalam memutus perkara Tindak Pidana Korupsi Penyalahgunaan Dana Bantuan Langsung Masyarakat berdasarkan Studi Putusan nomor: 67/Pid.Sus-Tpk/2014.PN.Tjk dan Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi Penyalahgunaan Dana Bantuan Langsung Masyarakat berdasarkan Studi Putusan nomor: 67/Pid.Sus-Tpk/2014.PN.Tjk. serta pemaparan hasil wawancara dengan beberapa aparat penegak hukum sebagai bahan acuan dan perbandingan. V. PENUTUP Merupakan Bab penutup yang berisikan simpulan dan saran.