I. PENDAHULUAN. Pembangunan peternakan pada subsistem budidaya (on farm) di Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. dengan kepemilikan rata-rata 2-3 ekor sapi. Biasanya sapi potong banyak

TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. mengandangkan secara terus-menerus selama periode tertentu yang bertujuan

I. PENDAHULUAN. berubah, semula lebih banyak penduduk Indonesia mengkonsumsi karbohidrat namun

I. PENDAHULUAN. kecukupan pangan bagi suatu bangsa merupakan hal yang sangat strategis untuk

FUNGSI : a. Perumusan kebijakan teknis di bidang pertanian yang meliputi tanaman pangan, peternakan dan perikanan darat b.

FARMER SHARE DAN EFISIENSI SALURAN PEMASARAN KACANG HIJAU

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. negara dititikberatkan pada sektor pertanian. Produksi sub-sektor tanaman

I. PENDAHULUAN. pemasaran lebih efektif dan efisien bagi seorang peternak serta untuk. menyediakan fungsi fasilitas berupa pasar ternak.

PENDAHULUAN. setelah beras. Jagung juga berperan sebagai bahan baku industri pangan dan

AGRIBISNIS UBI KAYU DI PROPINSI SUMATERA UTARA DIANA CHALIL. Fakultas Pertanian Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Universitas Sumatera Utara

AGRIBISNIS UBI KAYU DI PROPINSI SUMATERA UTARA DIANA CHALIL. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas SUMATERA UTARA

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Hewan Desa Suka Kecamatan. Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder yang bersifat

I. PENDAHULUAN. Gambar 1 Proyeksi kebutuhan jagung nasional (Sumber : Deptan 2009, diolah)

BAB I PENDAHULUAN. Kedelai merupakan salah satu tanaman palawija penting di Indonesia.

VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR

III. KERANGKA PEMIKIRAN

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Komoditi Kubis 2.2. Sistem Tataniaga dan Efisiensi Tataniaga

BAB I PENDAHULUAN. sektor pertanian merupakan sektor yang mendasari kehidupan setiap

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. petani, mengisyaratkan bahwa produk pertanian yang dihasilkan harus memenuhi

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor pertanian adalah salah satu sektor sandaran hidup bagi sebagian besar

PENDAHULUAN. Latar Belakang. sejak tahun Sentra produksi ubi jalar adalah Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah,

PRODUKSI PANGAN INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. didasarkan pada nilai-nilai karakteristik lahan sangat diperlukan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tatanan pembangunan nasional memegang peranan penting, karena selain

I. PENDAHULUAN *

I.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian memiliki beberapa sektor seperti peternakan, perikanan, perkebunan,

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia

Boks 2. PENELUSURAN SUMBER PEMBENTUKAN INFLASI DI KOTA JAMBI: SUATU ANALISIS SISI TATA NIAGA DAN KOMODITAS

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. hortikultura, subsektor kehutanan, subsektor perkebunan, subsektor peternakan,

Karya ilmiah Peluang bisnis

PROSPEK PENGEMBANGAN UBIKAYU DALAM KAITANNYA DENGAN USAHA PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI TRANSMIGRASI DI DAERAH JAMBI

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk

PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi oleh pekerjaan utamanya.

TINJAUAN PUSTAKA. berupa daging, disamping hasil ikutan lainnya berupa pupuk kandang, kulit, dan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. Tujuan utama dari usaha peternakan sapi potong (beef cattle) adalah

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat di Kabupaten Tanah Datar Bergerak disektor Pertanian dan Peternakan.

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

PEMETAAN STRUKTUR PASAR DAN POLA DISTRIBUSI KOMODITAS STRATEGIS PENYUMBANG INFLASI DAERAH

III KERANGKA PEMIKIRAN

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Unsur-unsur subsistem agribisnis (usaha tani)

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Indonesia. Bagi perekonomian Indonesia kacang kedelai memiliki

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komoditas hortikultura yang banyak dibudidayakan masyarakat

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan

POLA PERDAGANGAN MASUKAN DAN KELUARAN USAHA TERNAK AYAM RAS"

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengkomsumsi jamur (sebagai bahan pangan maupun bahan baku obat-obatan).

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. di Indonesia. Selain sebagai sumber pendapatan masyarakat tani pekebun,

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Pada Tahun Kelompok

KEADAAN UMUM LOKASI. Tabel 7. Banyaknya Desa/Kelurahan, RW, RT, dan KK di Kabupaten Jepara Tahun Desa/ Kelurahan

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bruto (PDB) Indonesia, dan berperan penting dalam perekonomian nasional

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi dalam upaya pemulihan dan pertumbuhan ekonomi. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

BAB 1. PENDAHULUAN. Indonesia. Bawang merah bagi Kabupaten Brebes merupakan trademark

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. peranan penting dalam meningkatkan perekonomian Indonesia melalui. perannya dalam pembentukan Produk Domestic Bruto (PDB), penyerapan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. yang memiliki potensi hijauan hasil limbah pertanian seperti padi, singkong, dan

beberapa desa salah satunya adalah Desa Yosowilangun Kidul

PEMBAHASAN. I. Keadaan Umum Wilayah Penelitian. Secara Geografis Kabupaten Soppeng terletak antara 4 o 06 o LS dan 4 o 32 o

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Hortikultura

BAB I PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga yang

BAB I PENDAHULUAN. Budidaya ayam ras khususnya ayam broiler sebagai ayam pedaging,

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif,

IV. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. daerah bersangkutan (Soeparmoko, 2002: 45). Keberhasilan pembangunan

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Pembangunan peternakan pada subsistem budidaya (on farm) di Indonesia pada umumnya dan di Sumatera Barat pada khususnya adalah untuk meningkatkan produksi ternak. Peningkatan produksi ini diharapkan akan membawa dampak positif terhadap peningkatan pendapatan petani peternak, peningkatan kesejahteraan petani peternak, perbaikan keadaan lingkungan dan peningkatan kesempatan berusaha. Selain itu, agar dapat memenuhi standar kecukupan gizi bagi masyarakat dari hasil ternak tersebut. Ternak sapi merupakan salah satu jenis ternak yang penting bagi para peternak kecil di Sumatera Barat, terutama bagi masyarakat perdesaan. Pentingnya ternak sapi ini, karena dapat meningkatkan pendapatannya dimana kehidupan masyarakat perdesaan hanya tergantung pada hasil usahatani. Peningkatan pendapatan ini dapat diperoleh melalui diversifikasi usahatani dengan beternak sapi. Hal ini karena ternak sapi mempunyai nilai ekonomis yang tinggi apabila dipasarkan dengan baik. Pemasaran yang baik dan efisien dapat dicapai apabila adanya peranan aktif dari para petani peternak dan lembaga tataniaga. Peranan tersebut adalah menjalankan aktivitas tataniaga, menentukan dan menetapkan saluran distribusi yang akan digunakan. Saluran distribusi tersebut dapat mempengaruhi panjang atau pendeknya matarantai tataniaga dan biaya tataniaga serta keuntungan pedagang perantara dan penerimaan petani peternak (Suwardhi, 1990). Apabila para petani peternak dan lembaga tataniaga menjalankan perannya dengan baik, maka dalam pemasaran suatu produk dari titik produsen ke 1

konsumen tidak ada pihak yang dirugikan. Hal ini dapat dilihat dari laba yang diterima oleh setiap pelaku pasar. Para pelaku pasar ini terdiri dari petani peternak itu sendiri serta lembaga-lembaga tataniaga yang ikut dalam pemasaran produk tersebut. Kabupaten Sijunjung merupakan salah satu dari 19 Kabupaten yang ada di dalam wilayah Sumatera Barat dengan Ibukota Kabupatennya adalah Sijunjung. Kabupaten ini memiliki potensi dalam usaha ternak sapi yang cukup besar, hal ini dilihat dari adanya peningkatan populasi ternak sapi pada 4 tahun terakhir ini. Keadaan populasi ternak sapi dapat dilihat pada Lampiran 1. Dari Lampiran 1 dapat dilihat bahwa, penyebaran populasi ternak sapi di Kabupaten Sijunjung empat tahun terakhir, tidak merata untuk setiap Kecamatan. Pada tahun 2011 hampir seluruh Kecamatan mengalami penurunan populasi ternak sapi kecuali di Kecamatan Koto VII dan bertambah pada tahun 2012. Sedangkan populasi ternak sapi yang menurun drastis dari tahun ke tahun terdapat di Kecamatan Tanjung Gadang dan mengalami sedikit penambahan populasi pada tahun 2012. Dan Kecamatan Sumpur Kudus Selalu menglami Peningkatan. Ketidak stabilan Perkembangan populasi sapi di Kabupaten Sijunjung mungkin dipengaruhi oleh tingginya permintaan ternak sapi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat setempat. Potensi ternak sapi yang ada di Kabupaten Sijunjung didukung oleh ketersediaan pakan lokal seperti tegalan, limbah tanaman pangan seperti jerami padi, jagung, ubi-ubian dan kacang-kacangan serta pakan dari hasil limbah tanaman Hortikultura. Produksi tanaman pangan yang ada di Kabupaten Sijunjung dapat dilihat pada Lampiran 2. 2

Dari Lampiran 2 menunjukkan adanya penurunan jumlah luas panen dan produksi dari beberapa tanaman pangan di Kabupaten Sijunjung dari tahun ke tahun. Hal dikarenakan adanya perubahan iklim, hama tanaman, ketersediaan bibit tanaman serta konversi lahan sebagai akibat adanya pertambahan penduduk. Produksi tanaman pangan di atas, terdapat beberapa tanaman pangan yang hasil ikutannya bisa memenuhi kebutuhan pakan ternak sapi, seperti padi, jagung, ubi kayu dan ubi jalar dengan daya dukungnya sekitar 22.867 ST (BPS Sumatera Barat, diolah). Di pasar ternak Palangki Kabupaten Sijunjung pemasaran sapi potong lebih banyak di kuasai oleh pedagang perantara atau Pendagang Besar. Keberadaan pedagang perantara di sisi lain sangat membantu petani dalam memasarkan sapinya dan memudahkan petani mendapatkan uang tunai bila peternak membutuhkan. Kegiatan pemasaran ternak sapi di pasar ternak Palangki khusus nya di Kecamatan Sumpur Kudus menghadapi beberapa permasalahan, teristimewa terhadap proses pembentukan harga. Transaksi jual beli yang terjadi kurang adil, dimana peternak hanya sebagai penerima harga saja, padahal seharusnya peternak bertindak sebagai penentu harga, sesuai dengan biaya produksinya. Peternak selalu berada pada posisi tawar yang lemah, hal tersebut dimungkinkan karena penentuan harga berkaitan erat dengan urgensi kebutuhan uang tunai bagi petani peternak. Dalam penentuan harga sapi potong, yang sering terjadi di Kabupaten Sijunjung adalah melalui taksiran, bukan berdasarkan timbangan ternak. Kondisi ini sangat merugikan peternak yang lebih di untungkan adalah pedagang, dimana Peternak tidak mengetahui perkembangan harga serta berat daging sapi potong. 3

Diharapkan posisi peternak dan pedagang dalam penentuan harga sapi potong dapat berlangsung dengan adil serta adanya informasi pasar dalam penentuan standar harga/kg berat hidup. Umumnya di Sumatra Barat dan Pasar Ternak Palangki Kabupaten Sijunjung khususnya di temukan pemasaran sapi secara tradisional, penawaran secara tertutup, serta harga ditetapkan secara taksiran berat daging dari seekor ternak. Penaksiran didasarkan kepada pengalaman pedagang dan pembayarannya diterima peternak tidak tunai tanpa bukti yang tertulis hanya berdasarkan rasa saling percaya. Diduga yang memegang peranan yang paling besar di pasar ternak ini adalah pedagang pengumpul, karena dalam penentuan harga sapi berdasarkan patokan daging, pedagang pengumpul mentaksir daging yang rendah kepada peternak agar pedagang pengumpul biasa membeli ternak dengan harga yg relatif rendah dan memberikan taksiran daging yang tinggi terhadap pedagang besar agar ternak sapi potong bisa terjual dengan harga yg lebih mahal. Sistem pemasaran tradisional ini sangat menguntungkan bagi pedagang bisa mengambil keuntungan yang tinggi dan bisa menimbulkan resiko kerugian bagi peternak. Setiap lembaga yang terlibat dalam rantai pemasaran mengharapkan pembagian yang adil dalam hal penerimaan sesuai dengan pengorbanan dan investasi yang dicurahkan dalam usaha, peternak tidak dirugikan dan pedagang tidak mengambil keuntungan yang terlalu besar dan akhirnya konsumen dapat membayar dengan harga yang lebih wajar. Dari hasil survey pendahuluan ke Kecamatan Sumpur Kudus terlihat suatu suatu sistem yang berbeda dalam pemasaran sapi dengan daerah lainnya. Hanya terdapat dua orang pedagang pengumpul dan agen yang beroperasi dikecamatan 4

ini. Penentuan harga pada proses ini di tetapkan oleh pedagang pengumpul melalui taksiran berat daging bukan dengan taksiran berat hidup sapi. Penaksiran berat daging dilakukan dengan patokan berat depan dan belakang sapi dengan perbanding persentase daging bagian depan sebesar 60% dan bagian belakang sebesar 40%. Penentuan berat ini hanya diketahui oleh pedagang, tetapi tidak diketahui oleh peternak sehingga peternak hanya sebagai penerima harga (price taker). Seharusnya peternak menentukan harga jualnya berdasarkan biaya produksi. Disamping itu kurangnya pengetahuan peternak terhadap informasi harga di pasar ternak juga menjadi penyebab rendahnya penerimaan dari penjualan sapi ditingkat peternak. Pedagang pengumpul tidak langsung memasarkan sapi potong ke pasar, tetapi pedagang besar yang menjemput ke kandang pedagang pengumpul. Sementara di daerah lain pedagang pengumpul yang membawa sapi ke pasar ternak untuk dijual, kemudian pedagang menjual sapi langsung ke pasar ternak dengan target pembeli adalah pedagang potong. Diduga harga sapi potong yang dijual kepada peternak lebih mahal dari pada yang dijual ke pedagang potong, hal ini dikarenakan pedagang potong juga dapat mematok harga, sementara peternak tidak bisa menaksir harga. Berdasarkan informasi diatas terjadi perbedaan jumlah rupiah yang diterima peternak, pedagang pengumpul dan pedagang besar dalam pemasaran sapi potong di Kecamatan Sumpur Kudus. Oleh karena itu penulis ingin melakukan penelitian tentang pemasaran sapi potong dengan judul analisis pemasaran ternak sapi potong yang berasal dari kecamatan sumpur kudus di pasar ternak palangki kabupaten sijunjung. 5

1.2 Rumusan Masalah. Adapun rumusan masalah yang dikemukakan yaitu: 1. Bagaimanakah saluran pemasaran ternak sapi potong yang berasal dari Kecamatan Sumpur Kudus di pasar ternak Palangki Kabupaten Sijunjung. 2. Berapa besar margin yang diperoleh dari pemasaran ternak sapi potong yang berasal dari Kecamatan Sumpur Kudus di pasar ternak Palangki Kabupaten Sijunjung. 3. Berapa besar bagian keuntungan (share) yang diterima oleh masing-masing rantai (pelaku pemasaran) sapi potong Kecamatan Sumpur Kudus di pasar ternak Palangki Kabupaten Sijunjung. 1.3 Tujuan Penelitian 1. Untuk mengidentifikasi saluran pemasaran dan proses transaksi ternak sapi potong yang berasal dari Kecamatan Sumpur Kudus di pasar ternak Palangki Kabupaten Sijunjung. 2. Untuk menghitung margin yang diperoleh dari pemasaran ternak sapi potong yang berasal dari Kecamatan Sumpur Kudus di pasar ternak Palangki Kabupaten Sijunjung. 3. Untuk mengetahui bagian keuntungan (share) yang diterima oleh masingmasing rantai (pelaku pemasaran) sapi potong Kecamatan Sumpur Kudus di pasar ternak Palangki Kabupaten Sijunjung. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Sebagai bahan informasi kepada peternak dalam memasarkan ternak khususnya ternak sapi melalui jalur mana yang akan digunakan agar efisien. 6

2. Sebagai bagian dari ilmu pengetahuan khusunya dalam bidang pemasaran ternak sapi serta sebagai sumbangan informasi untuk pengembangan IPTEKS khususnya bidang sosial ekonomi peternakan. 7