SEBARAN GRANIT DI INDONESIA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. batuan dan kondisi pembentukannya (Ehlers dan Blatt, 1982). Pada studi petrologi

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. banyak digunakan di bidang otomotif, elektronik dan sebagainya. Endapan timah dapat ditemukan dalam bentuk bijih timah primer dan

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB II TATANAN GEOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sudah memproduksi timah sejak abad ke 18 (van Leeuwen, 1994) dan

BAB I PENDAHULUAN. tentang seluruh aspek pembentukan batuan mulai dari sumber, proses primer

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kastowo (1973), Silitonga (1975), dan Rosidi (1976) litologi daerah

Bab II Tinjauan Pustaka

BAB II GEOLOGI REGIONAL

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai

STUDI MINERALISASI TIPE ENDAPAN GREISEN DI BUKIT MONYET KECAMATAN PANGKALAN BARU KABUPATEN BANGKA TENGAH

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan

STUDI DEPOSIT MONASIT DAN ZIRKON DI DAERAH CERUCUK BELITUNG

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN BOVEN DIGOEL PROVINSI PAPUA Reza Mochammad Faisal Kelompok Penyelidikan Mineral Logam SARI

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II STRATIGRAFI REGIONAL

BAB 2 Tatanan Geologi Regional

Eksplorium ISSN Volume 33 No. 1, M e i 2012: 25-40

BAB 2 TATANAN GEOLOGI

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitan

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I: PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB III TATANAN GEOLOGI

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN SUMBA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB 9 KESIMPULAN. Bab terakhir ini meringkaskan secara padat kesimpulan yang telah dicadangkan di

SURVEI ALIRAN PANAS (HEAT FLOW) DAERAH PANAS BUMI PERMIS KABUPATEN BANGKA SELATAN, PROVINSI BANGKA BELITUNG

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sumatera terletak di sepanjang tepi Barat Daya Paparan Sunda, pada perpanjangan

SURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PERMIS, KABUPATEN BANGKA SELATAN PROVINSI BANGKA BELITUNG

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Interpretasi Stratigrafi daerah Seram. Tabel 4.1. Korelasi sumur daerah Seram

TIPE GRANIT SEPANJANG PANTAI TIMUR PULAU BATAM DAN PANTAI BARAT PULAU BINTAN, PERAIRAN SELAT BATAM BINTAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

EKSPLORASI TIMAH DAN REE DI PULAU JEMAJA, KECAMATAN JEMAJA KABUPATEN ANAMBAS, PROVINSI KEPULAUAN RIAU

Ciri Litologi

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Soepriadi dan Bambang Pardiarto Kelompok Penyelidikan Mineral, Pusat Sumber Daya Geologi

TATANAN TEKTONIK ZONA SUBDUKSI DAN BATUAN BEKU INDONESIA

Jilid 1. Penulis : Arief Harisa Muhammad. Copyright 2013 pelatihan-osn.com. Cetakan I : Oktober Diterbitkan oleh : Pelatihan-osn.

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

PENYEBARAN CEBAKAN TIMAH SEKUNDER DI DAERAH KECAMATAN AIRGEGAS KABUPATEN BANGKA SELATAN PROPINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Van Bemmelen (1949), lokasi penelitian masuk dalam fisiografi

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas subduksi antara lempeng Indo-Australia dengan bagian selatan dari

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB IV PROVENAN BATUPASIR FORMASI KANTU

BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN. Posisi C ekungan Sumatera Selatan yang merupakan lokasi penelitian

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

GEOLOGI REGIONAL. Gambar 2.1 Peta Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949)

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II KEADAAN UMUM DAN KONDISI GEOLOGI

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II TATANAN GEOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan dunia akan timah terus meningkat seiring dengan pengurangan

MINERALOGY AND GEOCHEMISTRY OF BAGINDA HILL GRANITOID, BELITUNG ISLAND, INDONESIA

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III TATANAN GEOLOGI REGIONAL

Foto 3.24 Sayatan tipis granodiorit (HP_03). Satuan ini mempunyai ciri-ciri umum holokristalin, subhedral-anhedral, tersusun atas mineral utama

BAB I PENDAHULUAN. (Sulawesi Selatan) (Gambar 1.1). Setiawan dkk. (2013) mengemukakan bahwa

BAB II GEOLOGI REGIONAL

A. BATUAN BEKU ULTRABASA (ULTRAMAFIK)

POLA SEBARAN AKUIFER DI DAERAH PESISIR TANJUNG PANDAN P.BELITUNG

BAB II TATANAN GEOLOGI

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

STUDI KARAKTERISTIK DAN PETROGENESIS BATUAN BEKU DI DAERAH SINGKAWANG DAN SEKITARNYA, PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Batuan beku atau batuan igneus (dari Bahasa Latin: ignis, "api") adalah jenis batuan yang terbentuk dari magma yang mendingin dan mengeras, dengan

III.3 Interpretasi Perkembangan Cekungan Berdasarkan Peta Isokron Seperti telah disebutkan pada sub bab sebelumnya bahwa peta isokron digunakan untuk

OKSIDA GRANIT DIORIT GABRO PERIDOTIT SiO2 72,08 51,86 48,36

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III TATANAN GEOLOGI

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III ALTERASI HIDROTERMAL

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN KAIMANA, PROVINSI IRIAN JAYA BARAT (PAPUA BARAT)

BAB II TINJAUAN UMUM

Transkripsi:

SEBARAN GRANIT DI INDONESIA Orogenesis di Kepulauan Indonesia diikuti oleh intrusi seperti batolit granit sebagai inti geantiklin. Granit ini berumur Permo-Triassic sampai Tersier akhir, sedemikian sehingga mereka menyebar secara berangsur lebih muda di jalur orogenesa dari pusat diastrofisma yang berbeda. Di pusat orogenesa pasti mempunyai tahap diatrofisma dan granit yang paling tua, kemudian gejalanya menjadi lebih muda ke arah busur sebelah luar. Perkecualian dibentuk oleh granit Sumba berumur Mesosoikum. Di dataran Sunda sebaran massa plutonik dari yang bagian dalam ke sebelah luar sudah jelas. Poros Daratan Sunda dibentuk oleh jalur Anambas-Schwaner yang berumur Permotrias. Perjalanan ke utara dari poros ini, ditemukan pertama Zona Natuna-Semitau dengan umur lebih tua, sekitar Trias. Di Seberuwang didapatkan diorit berumur Kapur Akhir. Di Ketungau batuan berumur Tersier Tengah diduga diorit. Di Sumatra busur bagian dalam dari Sistem Pegunungan Sunda terdapat jalur dengan massa seperti granit di unit terlipat. Jalur berumur Kapur akhir ini meluas dari timur melalui Pulau Jawa ke Flores. Di Ambon, Kaibodo, Manipa dan Kellang tempat busur Banda ini berakhir dijumpai batuan seperti granit berumur Tersier Tengah. Dari Kalimantan ke timur kita bertemu granit berumur Kapur Meratus, dan kemudian granit berumur Tersier di Sulawesi utara. Distribusi granit ini betul-betul menyatakan bahwa telah ada suatu pertumbuhan granit sejak Mesosoikum dari Anambas-Schwaner ke arah Sistem Pegunungan Sunda. Di bagian pusat sekarang membentuk kerak bumi yang kaku seperti karakter kontinental. Intrusi granit terjadi secara bertahap sesuai evolusi orogenesa. Pada puncak dari geantiklin kita temukan aktivitas jenis magma volkanis seri Pacific, dengan komposisi basalikandesit. Aktivitas ini di dalam jalur geantiklin didahului oleh tekanan dan intrusi ofiolit di geosinklin; langkah-langkah berikutnya terjadi evolusi orogenesa dan magma Mediteran. Oleh karena itu diperlukan memandang masalah dari asal granit Kepulauan Indonesia dalam hubungan dengan formasi dari asal magma granit. A. SUMATERA Batuan granit di sekitar Sumatera memiliki usia dari Paleozoic (Silur) hingga Tersier (Cobbing, 2005; Setijadji, 2009 dalam Setijadji, 2011). Batuan granit tersebut merupakan produk dari

sejarah geologi yang kompleks dari pulau Sumatera. Granitoid Mesozoikum-Paleozoikum hadir sebagai bukit terisolasi hingga pegunungan yang sebagian besar ditutupi oleh batuan yang lebih muda yang mengakibatkan kesulitan untuk menentukan sabuk, disaat terdapat sabuk. Sabuk granitoid Sumatera dianggap sebagai kelanjutan dari sabuk granit Asia Tenggara, meskipun korelasi tersebut masih kontroversial. Gambar 2 menunjukkan usaha untuk menghubungkan sabuk granit Asia Tenggara dan Sumatera menurut Cobbing (2005) dalam Setijadji (2011). Gambar 2. Batuan granit di Sumatera dan pulau-pulau Tin (Bangka, Belitung) dan kemungkinan hubungan dengan granit Asia Tenggara (dimodifikasi dari Cobbing 2005). Pulau Belitung / Pulau Tin Secara geologi, batuan granit ini berumur Trias hingga Kapur, atau terbentuk kira-kira antara 200 juta tahun hingga 65 juta tahun yang lalu (Gambar 3. Peta Geologi Lembar Belitung, Baharuddin dan Sidarto, 1995). Batuan ini merupakan hasil pembekuan magma yang bersifat asam, yaitu dengan kandungan silika yang tinggi lebih dari 65%.

Gambar 3. Peta Geologi Belitung (Baharuddin dan Sidarto, 1995; P3G Bandung) Dari peta geologi terlihat bahwa granit tertua berumur Trias (Triassic) tersebar di Belitung bagian barat laut, termasuk di Pantai Tanjungtinggi, Pulau Kepayang dan Pulau Lengkuas. Singkapannya dengan bongkah-bongkah besar berwara abu-abu terang, berkristal kasar hingga sangat kasar. Granit ini kaya akan mineral kasiterit primer. Umur absolutnya menurut penyelidikan Priem et al. 1975 (dalam Baharuddin dan Sidarto, 1995) 208 245 juta (Zaman Trias). Intrusi granit berikutnya berumur Zaman Jura (Jurasic)tersebar terutama di bagian selatan Belitung, di Pantai Penyabong, termasuk juga Bukit Baginde, dan Pantai Klumpang. Granit ini pada peta geologi disebut Adamelit Baginda denganwarna abu-abu hingga kehijauan, berbutir kasar hingga sangat kasar dan banyak dijumpai xenolit (batuan lain yang masuk ke dalam intrusi) dan tidak mengandung kasiterit. Umur absolutnya menurut penyelidikan Priem et al. 1975 (dalam Baharuddin dan Sidarto, 1995) 106 208 245 juta (Zaman Jura). Intrusi granit paling muda adalah berumur Kapur (Cretaceous) tersebar di timur laut Belitung, di Pantai Burungmandi dan Gunung Bolong Tanjung, yang lebih intermedier dan dikenal sebagai

Granodiorit Burungmandi, serta dalam sebaran terbatas di Gunung Batubesi dan Air Dengong sebagai Diorit Kuarsa Batubesi. Warnanya umumnya lebih gelap karena lebih banyak kandungan mineral berwarna gelap felspar. Butirannya sedang, tidak kasar. Umur absolutnya menurut penyelidikan Priem et al. 1975 (dalam Baharuddin dan Sidarto, 1995) 115 106 juta (Zaman Kapur). Seluruh intrusi granit, granodiorit dan diorit ini menerobos batuan sedimen yang terlebih dahulu diendapkan pada Masa Paleozoik (Permo-Karbon), yaitu Formasi Kelapakampit berupa selangseling batupasir-batulempung dan sisipan batuan sedimen lain, serta Formasi Tajam berupa batupasir kuarsa dengan sisipan batulanau. Itulah sebabnya kedua formasi batuan sedimen ini mengalami proses metamorfosis sehingga berubah menjadi metasedimen yang lebih keras. Selain itu formasi-formasi ini diterobos oleh urat-urat kuarsa yang banyak membawa mineral bijih primer kasiterit. Dari sisi mineralogi, jika kita amati batu granit, maka kita akan jumpai banyak mineral yang mudah dikenal, yaitu yang berwarna terang seperti kaca dengan bentuk tidak beraturan yang disebut sebagai mineral kuarsa. Mineral lain yang biasanya muncul pada granit adalah K-felspar atau orthoklas dan plagioklas yang biasanya dicirikan oleh mineral-mineral memanjang berwarna coklat, merah muda pucat, atau putih. Mineral lain adalah biotit yang berwarna coklat pucat dengan bentuk pipih tipis sehingga disebut juga sebagai mika. Mineral lain dalam persentase yang sangat kecil adalah mineral-mineral mafik golongan felspar yang berwarna gelap, seperti hornblenda atau piroksen. Kompleks Granitoid Sibolga, Sumatera Utara Menurut Subadrio (2012), Kompleks Granitoid Sibolga di Sumatra Utara memperlihatkan karateristik granitoid tipe-a. Pluton granitoid Sibolga terletak berbatasan dengan pantai barat Sumatra Utara. Berdasarkan identifikasi tekstur dan mineralogi, daerah penelitian dibagi menjadi empat fasies, yaitu granit biotit, sienit biotit, sienit hornblende dan meta-volkanik. Granit biotit mencakup fasies yang terluas di daerah penelitian, Granitoid Sibolga mengintrusi batuan metasedimen berumur Karbon Formasi Kluet. Pluton Kompleks Granitoid Sibolga yang berumur Perm Akhir-Trias Akhir ini dipotong oleh intrusi berupa korok batuan mafic. Batuan granitoid Sibolga umumnya mempunyai kandungan SiO 2 antara 59-76%, alkali total relative tinggi 8-11%, kaya akan Rb, Zr dan Ga serta nilai perbadingan tinggi Ga/Al, tetapi rendah kadar Ba, Sr dan logam transisi. Pengayaan Mo-U dapat dijumpai di beberapa tempat. Berdasarkan saturasi

aluminina, batuan Sibolga teridentifikasi sebagai batuan transisi antara metaluminus ringan hingga peraluminus dengan kisaran A/CNK 0,8 hingga 1,3. Ciri-ciri geokimia lainnya adalah granitoid Sibolga cenderung berasosiasi dengan lingkungan tektonik late-orogenic hingga anorogenic serta Within Plate Granite (WPG). A. KALIMANTAN Batuan granit di Kalimantan didominasi oleh Cretaceous I-jenis (magnetit-series) batolit, meskipun lebih tua dan lebih muda batu juga hadir (Setijadji et al., 2010) Data radiometrik menunjukkan panjang sejarah magmatisme sejak Late Carboniferous sampai Kuarter. Granit Tertua adalah S-type Lumo Granit (Late Carboniferous-Early Permian), terletak di dekat Pegunungan Meratus di Tenggara Pulau Kalimantan (Hartono et al., 2000 di Setijadji et al., 2010). Granodiorit berumur Tersier tengah juga di Kalimantan Utara (Kinabalu), yang belakangan menjadi anggota busur orogenesa Pilipina. Intrusi diorit di daerah Telen Kalimantan Timur menduduki suatu posisi terisolasi. Mereka mungkin menjadi anggota Zona Semitau. Dari zona Anambas-Schwaner ke arah selatan dijumpai granit Malaya berumur Yura di Kepulauan Riau- Lingga, Bangka, Billiton, Karimata Pulau dan Kalimantan Barat. Zone ini dapat dibagi menjadi dua jalur. Di bagian dalam cebakan timah jarang dijumpai, dan sebelah luar membentuk jalur timah