A. Analisis Terhadap Tinjauan Aborsi Menurut PP. Nomor 61 Tahun Menurut ketentuan yang ada dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV KETENTUAN DIBOLEHKANNYA ABORSI AKIBAT PERKOSAAN DALAM PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 61 TAHUN 2014 TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI

BAB IV. A. Analisis tentang Ketentuan Aborsi dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

PENGECUALIAN LARANGAN ABORSI BAGI KORBAN PERKOSAAN SEBAGAI JAMINAN HAK-HAK REPRODUKSI

Aborsi pada Kehamilan akibat perkosaan: Ketentuan perundangundangan dan Fikih Islam

BAB III ABORSI BAGI IBU HAMIL PENDERITA HIV/AIDS DALAM HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

Majalah Kedokteran Andalas No.1. Vol.34. Januari-Juni

UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN [LN 2009/144, TLN 5063]

BAB II KONSEP DARURAT DAN HAL YANG MENGUGURKAN SANKSI PIDANA MENURUT FIKIH JINAYAH. Menurut Ibnu Nujaim ahli Fiqh Madhhab Hanafi, darurat berarti

BAB III ABORSI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN

BAB III ABORSI DALAM KONTEKS KEDARURATAN MEDIS MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Tuhan Yang Maha Esa tersebut tidak boleh dicabut oleh siapapun termasuk oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada zaman globalisasi dewasa ini tanpa disadari kita telah membuat nilainilai

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG MEMBANTU MELAKUKAN TERHADAP TINDAK PIDANA ABORSI DI INDONESIA

JAKARTA 14 FEBRUARI 2018

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia, selain dapat memberikan kemudahan-kemudahan bagi manusia

BAB III ANALISIS PERBANDINGAN PENGANIYAAN TERHADAP IBU HAMIL YANG MENGAKIBATKAN KEGUGURAN JANIN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM PIDANA POSITIF

BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup di luar kandungan atau pengeluaran hasil konsepsi dari Rahim

BAB XX KETENTUAN PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Belakangan ini banyak sekali ditemukan kasus-kasus tentang

BAB IV. Berdasarkan Hasil Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama dalam menetapkan. hukum aborsi terkait dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 61

BAB I PENDAHULUAN. Aborsi adalah pengakhiran kehamilan sebelum masa gestasi 28 minggu

PENANGGULANGAN ABORTUS PROVOCATUS CRIMINALIS DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA

PERBANDINGAN TINDAK PIDANA ABORSI MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA DAN HUKUM ISLAM S K R I P S I

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkosaan merupakan salah satu tindakan kekerasan pada perempuan.

BAB II KETENTUAN TENTANG TINDAK PIDANA PENGGUGURAN KANDUNGAN. A. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

Pelanggaran terhadap nilai-nilai kesopanan yang terjadi dalam suatu. masyarakat, serta menjadikan anak-anak sebagai obyek seksualnya merupakan

BAB III PENUTUP. Dari uraian bab-bab sebelumnya dapat ditarik kesimpulan:

BAB II LANDASAN TEORI. pada 28 minggu pertama dari kehamilan. 21 Jadi aborsi atau abortus secara. sebelum janin mencapai berat 1000 gram.

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak diinginkan, meliputi abortus provocatus medicinalis dan abortus

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Abortus provocatus di Indonesia lebih populer disebut sebagai aborsi

Bagaimana tanggapan Anda dengan UU Kesehatan yang disahkan DPR 14 September lalu?

BAB I PENDAHULUAN. gelombang kejahatan yang cukup terasa dan menarik perhatian, terutama bagi

BAB V PENUTUP. dikeluarkannya Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

TINDAKAN ABORSI DENGAN ALASAN INDIKASI MEDIS KARENA TERJADINYA KEHAMILAN AKIBAT PERKOSAAN

Tindak pidana perampasan kemerdekaan orang lain atas dasar. keduanya, diantaranya persamaan-persamaan itu adalah sebagai berikut:

BAB III ABORSI PERSPEKTIF FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA DAN UNDANG-UNDANG NO.32 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN

PENGGUGURAN KANDUNGAN AKIBAT PEMERKOSAAN DALAM KUHP 1 Oleh : Freedom Bramky Johnatan Tarore 2

Keywords: Abortion, Victims, Rape, Criminal Code, Law No. 36 of 2009.

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PENGANIAYAAN TERHADAP IBU HAMIL YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN PADA JANIN

BAB III PEMAAFAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN DALAM KEADAAN MABUK. A. Alasan Obyektif Pemaafan bagi Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan

Abortus Ditinjau Dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Dan Undang-Undang Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992 Oleh : Hj. Khusnul Hitamina

BAB III ANALISIS. hukum positif dan hukum Islam, dalam bab ini akan dianalisis pandangan dari kedua

BAB II. Regulasi penerbangan yang lama yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun. itu harus mendasarkan pada ketentuan Pasal 102 ayat (1) KUHAP yang

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP HUKUMAN MATI BAGI PENGEDAR NARKOTIKA. dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009.

BAB IV STUDI KOMPARASI ANTARA HUKUM PIDANA DAN FIQH JINAYAH TERHADAP TINDAK KEJAHATAN PERDAGANGAN ORGAN TUBUH

TINDAKAN ABORSI YANG DILAKUKAN OLEH DOKTER DENGAN ALASAN MEDIS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN Oleh : Clifford Andika Onibala 2

PERBUATAN ABORSI DALAM ASPEK HUKUM PIDANA DAN KESEHATAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Gambaran Peristiwa Tindak Pidana Pencurian Oleh Penderita

BAB II KRITERIA ANAK LUAR NIKAH DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SANKSI PIDANA PELANGGARAN HAK PEMEGANG PATEN MENURUT UU NO. 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN

BAB V PENUTUP. putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van

Peraturan Pemerintah No 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi Pasal 31 kehamilan akibat perkosaan.

BAB V PENUTUP. sebelumnya, maka Penulis berkesimpulan sebagai berikut: Seksual Terhadap Anak dalam Hukum Pidana Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. bumi. Manusia memiliki perbedaan baik secara biologis maupun rohani. Secara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. yang berarti pengguguran kandungan karena kesengajaan. Abortus Provocatus merupakan salah

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP SANKSI ABORSI YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DIBAWAH UMUR

BAB III LEGALISASI ABORSI KEHAMILAN AKIBAT PERKOSAAN. A. Latar Belakang Keluarnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 61 Tahun

BAB IV. A. Analisis Terhadap Penambahan 1/3 Hukuman dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang No. 21 Tahun 2007

I. PENDAHULUAN. pembuatan hukum baru dan penggantian hukum lama. Urgensi politik hukum

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan merupakan suatu anugerah yang diberikan oleh Tuhan kepada

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PERSYARATAN TEKNIS DAN SANKSI HUKUM MODIFIKASI KENDARAAN BERMOTOR YANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perilaku manusia sangat dipengaruhi oleh segala aspek kehidupan yang

UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 1992 TENTANG KESEHATAN [LN 1992/100, TLN 3495]

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Pelayanan Kesehatan adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian

BAB I PENDAHULUAN. bayi yang belum lahir atau orang yang terpidana mati. 1

BAB I PENDAHULUAN. pergaulan bebas (free sex) yang semakin marak di Indonesia.

ABORTUS PROVOCATUS DAN HUKUM SYAFRUDDIN, SH, MH. Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP CYBERBULLYING TAHUN 2016 TENTANG ITE

BAB IV ANALISIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI PAMEKASAN TENTANG HUKUMAN AKIBAT CAROK MASAL (CONCURSUS) MENURUT HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS TENTANG APLIKASI PERJANJIAN SEWA SAFE DEPOSIT BOX DITINJAU DARI BNI SYARIAH HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB 1 PENDAHULUAN. yang biasa disebut dengaan istilah mengugurkan kandungan. Aborsi

Hijab Secara Online Menurut Hukum Islam

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS JARI<MAH TA ZI<R TERHADAP SANKSI HUKUM MERUSAK ATAU MENGHILANGKAN TANDA TANDA BATAS NEGARA DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. berhak atas perlindungan untuk mewujudkan kesejahteraan dan memberikan

BAB I PENDAHULUAN. membantu dan mencapai kesejahteraan spiritual dan material 1. Maka jika dua

Dalam memeriksa putusan pengadilan paling tidak harus berisikan. tentang isi dan sistematika putusan yang meliputi 4 (empat) hal, yaitu:

BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN PERLINDUNGAN HUKUM PEKERJA ANAK DALAM HUKUM PIDANA ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002

BAB II TINDAK PIDANA MILITER. tentang apa yang disebut dengan tindak pidana tersebut, yaitu : dilarang dan diancam dengan pidana.

BAB I PENDAHULUAN. perilaku remaja di Indonesia mulai dari usia sekolah hingga perguruan tinggi.

BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA

BAB II KEALPAAN DAN KESENGAJAAN MELAKUKAN TINDAK PIDANA MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM. 1. Pengertian Kealpaan Menurut Hukum Pidana Islam

BAB I PENDAHULUAN. sendiri, angka pembunuhan janin per tahun sudah mencapai 3 juta. 1 Angka yang

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. mempunyai tiga arti, antara lain : 102. keadilanuntuk melakukan sesuatu. tindakansegera atau di masa depan.

PAYUNG HUKUM PELAKSAAN ABORTUS PROVOKATUS PADA KEHAMILAN AKIBAT PERKOSAAN

BAB IV. A. Analisis Hukum Pidana Islam tentang Kejahatan Korporasi Sebagaimana Diatur

Modul ke: SEMINAR MEDIA. 03Ilmu. Presentasi Kelompok. Fakultas. Christina Arsi Lestari, M.Ikom. Komunikasi. Program Studi Broadcasting

TINDAKAN ABORSI DENGAN ALASAN INDIKASI MEDIS KARENA TERJADINYA KEHAMILAN AKIBAT PERKOSAAN JURNAL

A. Analisis Terhadap Putusan Hakim Kekerasan seksual pada anak, yaitu dalam bentuk pencabulan

BAB IV ANALISIS TERHADAP BATAS USIA DAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK DIBAWAH UMUR DALAM KASUS PIDANA PENCURIAN

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN. A. Analisis Praktik Jual Beli Produk atau Barang Replika di Darmo Trade

BAB IV ANALISIS PERTANGGUNG JAWABAN PEMERIKSAAN TERSANGKA PENGIDAP GANGGUAN JIWA MENURUT HUKUM PIDANA POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM

BAB IV ANALISIS PERSEPSI MASYARAKAT MUSLIM SIDOMOJO KRIAN SIDOARJO MENGENAI BUNGA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KEGIATAN EKONOMI

TINJAUAN PUSTAKA. bertujuan menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya. Melalui definisi ini,

ABORSI DALAM PERSFEKTIF HUKUM RIKA LESTARI 1. Anak merupakan generasi penerus keluarga, bahkan anak juga

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

Transkripsi:

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP TINDAKAN ABORSI KARENA KEDARURATAN MEDIS MENURUT PERATURAN PEMERINTAH (PP) NOMOR 61 TAHUN 2014 TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI A. Analisis Terhadap Tinjauan Aborsi Menurut PP. Nomor 61 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Reproduksi Menurut ketentuan yang ada dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), aborsi dikategorikan sebagai tindak kejahatan. Ketentuan mengenai tindakan aborsi dapat dijumpai dalam bab XIV buku kedua KUHP tentang kejahatan terhadap kesusilaan (khususnya pasal 299) dan Bab XIX Buku kedua KUHP tentang kejahatan terhadap nyawa (khususnya pasal 346, 347, 348, dan 349). Sedangkan menurut Undang-undang nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah nomor 61 tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi, aborsi boleh dilakukan dengan adanya pengecualian-pengecualian yang telah dicantumkan secara gamblang dalam undang-undang dan peraturan pemerintah tersebut. Salah satu pengecualian tersebut adalah karena indikasi kedaruratan medis. 92 Adapun yang dimaksud Indikasi kedaruratan medis dalam PP. nomor 31 tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi adalah keadaan atau penyakit yang mengancam kesehatan ibu dan mengancam nyawa serta kesehatan janin. Yang 92 Pasal 75UU. No.36/2009/Kesehatan dan Pasa 31 PP No.61/ 2014/ Kesehatan Reproduksi. 59

60 dimaksud dengan mengancam kesehatan ibu adalah merupakan suatu keadaan fisik dan/atau mental yang apabila kehamilan dilanjutkan akan menurunkan kondisi kesehatan ibu, mengancam nyawa atau mengakibatkan gangguan mental berat. Sedangkan yang dimaksud dengan mengancam nyawa dan kesehatan janin adalah merupakan kehamilan dengan kondisi janin yang setelah dilahirkan tidak dapat hidup mandiri sesuai dengan usia, termasuk janin yang menderita penyakit genetik berat atau cacat bawaan, maupun janin yang tidak dapat diperbaiki kondisinya. 93 Adapun pasal-pasal yang menjelaskan tentang dibolehkannya tindakan aborsi terdapat pada pasal 31, 32, dan 33 PP. nomor 61 tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi yang mana dalam pasal-pasal tersebut dijelaskan bahwa indikasi kedaruratan medis dan akibat perkosaan sebagai pengecualian atas larangan aborsi, isi rumusan pasal tersebut adalah sebagai berikut: Pasal 31: (1) Tindakan aborsi hanya dapat dilakukan berdasarkan: a. indikasi kedaruratan medis; atau b. kehamilan akibat perkosaan. (2) Tindakan aborsi akibat perkosaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b hanya dapat dilakukan apabila usia kehamilan paling lama berusia 40 (empat puluh) hari dihitung sejak hari pertama haid terakhir. Pasal 32: (1) Indikasi kedaruratan medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) huruf a meliputi: a. kehamilan yang mengancam nyawa dan kesehatan ibu; dan/atau b. kehamilan yang mengancam nyawa dan kesehatan janin, termasuk yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, 93 Penjelasan PP. Nomor 61 tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi.

61 maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan. (2) Penanganan indikasi kedaruratan medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan standar. Pada huruf a, yang dimaksud dengan mengancam nyawa merupakan keadaan atau penyakit yang apabila kehamilannya dilanjutkan akan mengakibatkan kematian ibu. Yang dimaksud dengan mengancam kesehatan ibu merupakan suatu keadaan fisik dan/atau mental yang apabila kehamilan dilanjutkan akan menurunkan kondisi kesehatan ibu, mengancam nyawa atau mengakibatkan gangguan mental berat. Sedangkan pada huruf b, yang dimaksud dengan kehamilan yang mengancam nyawa dan kesehatan janin merupakan kehamilan dengan kondisi janin yang setelah dilahirkan tidak dapat hidup mandiri sesuai dengan usia, termasuk janin yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun janin yang tidak dapat diperbaiki kondisinya. Pasal 33: (1) Penentuan adanya indikasi kedaruratan medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 dilakukan oleh tim kelayakan aborsi. (2) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit terdiri dari 2 (dua) orang tenaga kesehatan yang diketuai oleh dokter yang memiliki kompetensi dan kewenangan. (3) Dalam menentukan indikasi kedaruratan medis, tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melakukan pemeriksaan sesuai dengan standar. (4) Berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membuat surat keterangan kelayakan aborsi. Adanya perbedaan tentang ketentuan aborsi dalam KUHP dan UU. nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, secara otomatis yang diberlakukan dalam hal

62 aborsi karena kedaruratan medis adalah UU. nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Hal ini mengacu pada Asas Hukum yang dianut dalam hukum positif di Indonesia yaitu asas lex specialis derogate legi generalis yang berarti aturan hukum yang bersifat khusus akan mengesampingkan aturan hukum yang bersifat umum. 94 B. Analisis Hukum Pidana Islam Terhadap Kedaruratan Medis Dalam Tindakan Aborsi Adapun menurut ketentuan Hukum Pidana Islam, pengguguran kandungan (abortus) merupakan sebuah tindak pidana (jari>mah). Tindak pidana atas janin atau pengguguran kandungan yang berakibat meninggalnya janin, dapat digolongkan kepada tindak pidana atas jiwa (pembunuhan). Akan tetapi dalam segi hukum, tindak pidana atas janin dipisahkan dari tindak pidana atas jiwa, karena dilihat dari sisi lain walaupun janin sudah bernyawa, tetapi ia belum bisa hidup mandiri, karena ia masih tersimpan dalam perut ibunya, dan hidupnya sangat tergantung kepada ibunya. 95 Hukuman untuk tindak pidana ini adalah apabila janin gugur dalam keadaan meninggal, hukuman bagi pelaku adalah diat janin, yaitu ghurrah (hamba sahaya) yang nilainya lima ekor unta. Ghurrah menurut arti asalnya adalah khiya>r (pilihan). Hamba sahaya disebut ghurrah karena ia merupakan harta pilihan. Dalam praktiknya, ghurrah (hamba sahaya) dinilai dengan lima ekor unta, atau yang sebanding dengan itu, yaitu lima puluh 94 H. Bagir Manan, Hukum Positif Indonesia, (bandung: CV Mandar Maju, 2005), 56. 95 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, 221.

63 dinar, atau lima ratus dirham menurut Hanafiyah, atau enam ratus dirham menurut jumhur ulama. 96 Namun, apabila seorang ibu menggugurkan kandungannya dengan alasan yang dapat diterima oleh shara, misalnya karena keadaan darurat medis, maka pembunuhan janin (aborsi) tersebut boleh dilakukan, seperti contoh semasa waktu hamil seorang ibu telah mengidap penyakit genetik atau cacat bawaan, seperti penyakit darah tinggi bertahun-tahun, penyakit jantung yang parah atau sesak nafas yang dapat membahayakan si ibu dan janin yang dikandungnya. 97 Pembunuhan janin (aborsi) yang dilakukan apabila ada unsur yang benarbenar tidak mungkin dihindari, yang dalam istilah fikih disebut darurat, seperti apabila janin dibiarkan tumbuh dalam rahim akan berakibat kematian ibu. Ulama sepakat bahwa pengguguran janin (aborsi) dalam keadaan seperti ini hukumnya muba>h {(boleh). Kebolehan ini adalah guna menyelamatkan nyawa ibu, dan dalam keadaan seperti ini pula, ibu tidak boleh dikorbankan untuk keselamatan bayi, sebab ibu adalah asal bagi terjadi adanya bayi. 98 Dalam kaidah fiqhiyah juga tertera sebuah teori tentang kedaruratan yang bisa dijadikan acuan hukum dalam hal aborsi karena kedaruratan medis ini, yaitu: ا لض ر و ر ات ت ب ي ح ال م ح ظ و ر ات Keadaan darurat itu membolehkan sesuatu yang dilarang. Keadaan darurat yang dimaksud yaitu suatu keadaan yang benar-benar terpaksa untuk melindungi atau menyelamatkan jiwa seorang ibu. Kebolehan 96 Ibid., 224. 97 Moh Ali Aziz et al, Fiqih Medis, (Surabaya: Rumah Sakit Islam Jemursari, 2012), 74. 98 A. Rahman Ritonga et al, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru van Hoeve, 2006), 9.

64 yang dimaksud di sini secara global adalah penghapusan dosa dan siksaan di akhirat di sisi Allah SWT. Dengan demikian, ketentuan hukum tentang diperbolehkannya aborsi yang ada dalam hukum positif di Indonesia tidaklah bertentangan dengan Hukum Pidana Islam dengan catatan bahwa tindakan aborsi yang dilakukan itu harus benar-benar karena dalam keadaan darurat. Keadaan darurat ini dalam PP. Nomor 61 tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi tercantum dengan istilah indikasi kedaruratan medis atau kehamilan akibat perkosaan. Selain adanya ketentuan tersebut, maka melakukan tindak pidana aborsi tetap tidak boleh dilakukan.