LATAR BELAKANG MASALAH

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan berpikir kreatif dan komunikasi serta teknologi yang maju

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Matematika adalah salah satu ilmu dasar, yang sangat berperan penting

BAB I PENDAHULUAN. Matematika memiliki peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sri Asnawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) menghadapi persaingan khususnya dalam bidang IPTEK. Kemajuan IPTEK yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nobonnizar, 2013

I. PENDAHULUAN. Pada era global yang ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah AgusPrasetyo, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sangat berperan dalam upaya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.

2016 KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SMP MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK

I. PENDAHULUAN. membantu proses pembangunan di semua aspek kehidupan bangsa salah satunya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN. mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia. Penyikapan atas

BAB I PENDAHULUAN. Permen 23 Tahun 2006 (Wardhani, 2008:2) disebutkan bahwa tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yeni Febrianti, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Helen Martanilova, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses belajar sehingga mereka dapat mencapai tujuan pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembelajaran, hal ini menuntut guru dalam perubahan cara dan strategi

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembelajaran matematika di sekolah, menurut. Kurikulum 2004, adalah membantu siswa mengembangkan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu kebutuhan, sebab tanpa pendidikan manusia akan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Winda Purnamasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Matematika sebagai ilmu yang timbul dari pikiran-pikiran manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dan bangsa yang dicita-citakan, yaitu masyarakat yang berbudaya dan

I. PENDAHULUAN. menjadi kebutuhan mendasar yang diperlukan oleh setiap manusia. Menurut UU

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan teknologi dan informasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan zaman, bangsa Indonesia harus

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah

BAB I PENDAHULUAN. Diantaranya, Kurikulum 1964, Kurikulum 1974, Kurikulum 1984, Kurikulum

BAB I PENDAHULUAN. semakin berkembang pula. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dan kreativitasnya melalui kegiatan belajar. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam pengembangan kemampuan matematis peserta didik. Matematika

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Arif Abdul Haqq, 2013

BAB I PENDAHULUAN. terutama dalam mata pelajaran matematika sejauh ini telah mengalami

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Kehidupan yang semakin meng-global ini memberikan tantangan yang

BAB I PENDAHULUAN. (dalam Risna, 2011) yang menyatakan bahwa: Soejadi (2000) mengemukakan bahwa pendidikan matematika memiliki dua

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

PENERAPAN MODEL ADVANCE ORGANIZER UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN ANALOGI MATEMATIS SISWA SMP

PENDAHULUAN. Leli Nurlathifah, 2015

BAB I PENDAHULUAN. teknologi tidak dapat kita hindari. Pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia. Salah satu upaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya, pembelajaran matematika bertujuan untuk melatih pola

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat, hal ini

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. diberikan sejak tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah di

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU Sisdiknas 2003:5).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat diperlukan oleh semua orang terutama pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran matematika dalam kurikulum pendidikan nasional selalu

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu mempunyai bakat kreatif tertentu yang dibawa sejak lahir.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Panji Faisal Muhamad, 2015

BAB I PENDAHULUAN. pesat terutama dalam bidang telekomunikasi dan informasi. Sebagai akibat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu

BAB I PENDAHULUAN. keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diana Utami, 2014

BAB I PENDAHULUAN. matematika. Pendidikan matematika berperan penting bagi setiap individu karena

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan saat ini mengalami kemajuan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sangat pesat.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan kehidupan manusia yang merupakan bagian dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang dapat bersaing secara nasional dan internasional.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fathimah Bilqis, 2014

Pembelajaran Matematika dengan Metode Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematis Siswa SMA

BAB I PENDAHULUAN. teknologinya. Salah satu bidang studi yang mendukung perkembangan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. menumbuhkembangkan kemampuan dan pribadi siswa yang sejalan dengan tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk yang diberikan kelebihan oleh Allah swt dengan

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) (BSNP,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam setiap kurikulum pendidikan nasional, mata pelajaran

I. PENDAHULUAN. Sejarah suatu bangsa dapat dilihat dari perkembangan pendidikan yang diperoleh

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh Pembelajaran Model Matematika Knisley Terhadap Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis Siswa SMA

BAB I PENDAHULUAN. manusia- manusia unggul dan berkualitas. Undang-undang No 20 tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan manusia sehari-hari. Beberapa diantaranya sebagai berikut:

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan kebudayaan dan peradaban di dunia ini tidak akan terjadi jika tidak ada kreativitas orang-orang istimewa dalam berbagai sektor kehidupan seperti politik, ekonomi, militer, sain, teknologi, pendidikan, agama, kesenian, bisnis, dan lain-lain. Karya-karya kreatif dalam berbagai sektor kehidupan memiliki peranan penting karena mampu memberikan solusi terhadap permasalahan-permasalahan yang ada di dunia. Kreativitas menjadi esensial sifatnya dalam menghadapi perubahan dan perkembangan dunia yang sangat pesat. Untuk itu manusia kreatif sangat dibutuhkan dalam mengantisipasi dan merespon secara efektif perubahan-perubahan yang terjadi saat ini. Kemampuan berpikir kreatif dan komunikasi serta teknologi yang maju merupakan suatu hal yang sangat urgen dalam masyarakat modern, karena membuat manusia menjadi lebih fleksibel, terbuka dan mudah beradaptasi dengan berbagai situasi dan permasalahan dalam kehidupan. Dalam menghadapi kemajuan teknologi dan informasi tersebut, masyarakat Indonesia harus cerdas, kreatif, komunikatif, mengakomodasi dan menyaring perkembangan teknologi dan informasi sehingga dapt berkembang maju dalam era globalisasi ini. Pembelajaran matematika memiliki fungsi sebagai sarana untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis, logis, kreatif, komunikasi, pemecahan masalah dan bekerja sama yang diperlukan siswa dalam kehidupan modern ini. Dalam standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah mata pelajaran matematika (Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tanggal 23 mei 2006 tentang standar isi), Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan menyatakan bahwa mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: 1

2 1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah 2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika 3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh 4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah 5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Namun di dalam prakteknya, menurut Harris (Mina, 2006), banyak pemikiran yang dilakukan dalam pendidikan matematika formal hanya menekankan pada keterampilan analisis, mengajarkan bagaimana siswa memahami klaim-klaim, mengikuti atau menciptakan suatu argumen logis, menggambarkan jawaban, mengeliminasi jalur yang tak benar dan fokus pada jalur yang benar. Sementara jenis berpikir lain yaitu berpikir kreatif yang fokus pada penggalian ide-ide, memunculkan kemungkinan-kemungkinan, mencari banyak jawaban benar daripada satu jawaban kurang begitu diperhatikan. Tingkat kreativitas anak-anak Indonesia dibandingkan negara-negara lain berada pada peringkat yang rendah. Informasi ini didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Hans Jellen dari Universitas Utah, Amerika Serikat dan Klaus Urban dari Universitas Hannover, Jerman (Supriadi, 1994:85) dari 8 negara yang diteliti, kreativitas anak-anak Indonesia adalah yang terendah. Berikut berturutturut dari yang tertinggi sampai yang terendah rata-rata skor tesnya adalah: Filipina, Amerika Serikat, Inggris, Jerman, India, RRC, Kamerun, Zulu, dan terakhir Indonesia. Apabila hasil penelitian tersebut benar menggambarkan keadaan yang sesungguhnya mengenai kreativitas anak-anak Indonesia, menurut

3 beberapa dugaan, penyebab rendahnya kreativitas anak-anak Indonesia adalah lingkungan yang kurang menunjang anak-anak tersebut mengekspresikan kreativitasnya, khususnya lingkungan keluarga dan sekolah. Rendahnya kemampuan berpikir kreatif juga dapat berimplikasi terhadap prestasi siswa. Menurut Wahyudin (Mina 2006) diantara penyebab rendahnya pencapaian siswa dalam pembelajaran matematika adalah proses pembelajaran yang belum optimal. Dalam proses pembelajaran, umumnya guru asyik sendiri menjelaskan apa-apa yang telah dipersiapkannya. Demikian juga siswa asyik sendiri menjadi penerima informasi yang baik. Akibatnya siswa hanya mencontoh apa yang dikerjakan guru, tanpa makna dan pengertian. Dalam menyelesaikan soal siswa beranggapan cukup dikerjakan seperti apa yang dicontohkan, sehingga siswa kurang memiliki kemampuan menyelesaikan masalah dengan alternatif lain. Hal ini terjadi karena siswa kurang memiliki kemampuan keluwesan yang merupakan komponen utama kemampuan berpikir kreatif. Seringkali siswa mengalami kesulitan dalam menghadapi persoalan matematika yang tidak biasa. Siswa tidak berusaha untuk memikirkan ide-ide baru atau cara-cara yang berbeda yang mungkin muncul untuk menyelesaikan masalahmasalah yang tidak rutin. Mereka kurang kreatif dan daya juang mereka pun rendah dalam menghadapi masalah terutama saat menghadapi masalah-masalah yang lebih sulit, kompleks, dan tidak umum. Keadaan ini diungkapkan Rohaeti (2008) dalam penelitiannya bahwa pada saat menyelesaikan soal-soal berpikir kreatif matematik para siswa umumnya kesulitan mengajukan pertanyaan berdasarkan situasi yang diberikan, kurang mampu menjelaskan ide-ide yang dikemukakannya dan sering tidak didukung oleh perhitungan matematis yang memadai, kesulitan dalam mengemukakan lebih dari satu cara penyeleaian suatu masalah, kurang mampu mengaitkan ide-ide yang dikemukakan dengan konsep yang sudah dipelajarinya. Melihat kurangnya perhatian terhadap kemampuan berpikir kreatif dalam matematika beserta implikasinya, dipandang perlu untuk memberikan perhatian yang lebih pada kemampuan ini dalam pembelajaran matematika saat ini. Pentingnya pengembangan kreativitas bagi siswa sekolah telah tertulis dalam

4 tujuan pendidikan nasional Indonesia dan kurikulum tahun 2006 khususnya untuk pembelajaran matematika. Akan tetapi pada praktek di lapangan pengembangan kreativitas masih terabaikan. Selain kemampuan berpikir kreatif, siswa juga harus memiliki kemampuan komunikasi matematis yang baik. Hal ini sangat penting sebagai bekalan bagi siswa dalam menghadapi tantangan dimasa depan, sebagaimana yang dinyatakan dalam KTSP tentang tujuan pendidikan matematika. Selain itu, pentingnya kemampuan komunikasi matematis dapat dilihat dari standar kemampuan komunikasi yang ditetapkan National Council of Teachers of Mathematics (NCTM, 2000). Menurut NCTM 2000, tujuan pembelajaran matematika yaitu : belajar untuk berkomunikasi (mathematical communication), belajar untuk bernalar (mathematical reasoning), belajar untuk memecahkan masalah (mathematical problem solving), belajar untuk mengaitkan ide (mathematical connection), dan belajar untuk merepresentasikan ide-ide (mathematical representation). Kemampuan komunikasi matematika merupakan kemampuan untuk menyatakan dan menafsirkan gagasan matematika secara lisan, tertulis atau mendemonstrasikan. Menurut Baroody dan Niskayuna (Aguspinal, 2012), pada pembelajaran matematika dengan pendekatan tradisional komunikasi masih merupakan lagerly a one way affair. Komunikasi masih sangat terbatas hanya pada jawaban verbal yang pendek atas bebagai pertanyaan yang diajukan oleh guru. Jika siswa di kelas diberikan masalah yang perlu penjelasan yang matematis, mengalami kendala dari segi bahasa dan simbol-simbol matematika, apalagi diperintahkan untuk mnjelaskan di depan teman-temannya tentang pemecahan soal-soal. Kemampuan mengkomunikasikan ide, pikiran, ataupun pendapat sangatlah penting. Seseorang tidak akan pernah mendapat gelar master atau doktor, serta Profesor sebelum ia mampu mengkomunikasikan ide dan pendapatnya secara runtut dan sistematis dalam bentuk tesis ataupun disertasi. Sejalan dengan semakin kuatnya tuntutan keterbukaan dan akuntabilitas dari setiap lembaga, kemampuan mengkomunikasikan ide dan pendapat akan semakin dibutuhkan.

5 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2007 tentang standar isi menyatakan bahwa mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. Tujuan ini memperjelas pentingnya kemampuan komunikasi matematik siswa dalam membantu siswa menyelesaikan masalah-masalah dalam pembelajaran matematika. Kemampuan komunikasi matematis memiliki makna suatu kemampuan siswa dalam menyampaikan apa yang diketahuinya melalui peristiwa dialog yang terjadi di lingkungan kelas atau sekolah dimana terjadi pengalihan pesan. Pesan yang dialihkan berisi tentang materi matematika yang dipelajari siswa, baik berupa konsep, rumus, atau strategi penyelesaian suatu masalah. Pihak yang terlibat dalam komunikasi di dalam kelas adalah guru dan siswa. Cara pengalihan pesan bisa secara lisan maupun tertulis. Ketika proses pembelajaran matematika di kelas, komuniasi gagasan matematika dapat berlangsung antara guru dengan siswa, antara buku dengan siswa dan antar siswa itu sendiri. Menurut Hiebert (Aguspinal, 2011) setiap kali kita mengkomunikasikan gagasan-gagasan matematika, kita harus menyajikan gagasan tersebut dengan cara tertentu. Ini merupakan hal yang sangat penting, sebab bila tidak demikian komunikasi akan berjalan tidak efektif. Gagasan tersebut harus disesuaikan dengan kemampuan orang yang diajak komunikasi. Tanpa itu komunikasi hanya akan berlangsung satu arah dan tidak mencapai sasaran yang diinginkan. Rendahnya hasil belajar matematika siswa lebih banyak disebabkan karena pendekatan, metode ataupun strategi yang digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran masih bersifat tradisional dan kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan pola pikirnya sesuai kemampuan masingmasing. Akibatnya kreativitas dan kemampuan berpikir matematis siswa tidak dapat berkembang secara optimal. Oleh karena itulah guru perlu memilih cara mengajar atau pendekatan yangdapat membantu mengembangkan pola pikir matematika siswa.

6 Menurut Hastuti (2007), rendahnya kelulusan siswa di setiap jenjang pendidikan, sangat dipengaruhi oleh rendahnya nilai matematika. Hal ini disebabkan oleh sistem pembelajaran yang berpusat pada guru, pendekatan yang digunakan lebih bersifat konvensional, guru lebih mendominasi aktivitas di kelas, latihan-latihan yang digunakan lebih bayak yang rutin. Apabila pembelajaran tidak berubah, maka siswa kita tidak dapat bersaing dengan derasnya arus kemajuan dunia. Untuk menanggulangi hal tersebut, di dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang berlaku sekarang, fokus dalam pembelajaran matematika hendaknya pendekatan pemecahan masalah. Masalah tersebut mencakup masalah tertutup dengan solusi tunggal, masalah terbuka dengan solusi tidak tunggal, dan menasalah dengan berbagai cara penyelesaian. Untuk melaksanakan pembelajaran matematika dengan baik memerlukan beberapa kecakapan guru untuk memilih model pembelajaran yang tepat, baik untuk materi maupun situasi dan kondisi pembelajaran saat itu. Sehingga pembelajaran tersebut dapat merangsang siswa untuk memperoleh kompetensi yang diharapkan. Dengan demikian siswa mampu menyelesaikan berbagai permasalahan baik dalam pelajaran atau dalam kehidupan sehari-hari. Berbagai metoda pembelajaran telah dikembangkan oleh para praktisi dan peneliti pendidikan dalam upaya mengatasi dan mengeliminasi masalah pendidikan yang terjadi di lapangan. Dalam upaya meningkatkan kemampuan berpikir kreatif dan komunikasi matematis diperlukan suatu cara pembelajaran dan lingkungan yang kondusif bagi perkembangan kemampuan tersebut. Schoenfeld (Mina, 2006) mengatakan bahwa perlu adanya perubahan dalam kurikulum dan pembelajaran matematika yang melibatkan usaha-usaha baru seperti dalam mencari jawaban (tidak hanya menghafal prosedur), menggali pola (tidak hanya mengingat), merumuskan konjektur (tidak hanya mengerjakan latihan). Salah satu model dalam pembelajaran matematika yang dapat memberikan keleluasaan siswa untuk berpikir secara aktif dan kreatif adalah model pembelajaran sinektik. Model pembelajaran Sinektik pertama kali diperkenalkan

7 dan diujicobakan oleh Gordon untuk meningkatkan kinerja perusahaan melalui pengembangan pribadi yang terintegrasi dengan kepribadian yang kompeten. Model pembelajaran sinektik ini berorientasi pada pengembangan pribadi dan keunikan individu, diutamakannya penekanan pada proses membantu individu dalam membentuk dan mengorganisasikan realita yang unik. Kelebihan lain dari model ini adalah lebih banyak memperhatikan kehidupn emosional siswa. Gordon menerapkan prosedur sinektik guna keperluan mengembangkan aktivitas kelompok dalam organisasi industri, di mana individu dilatih untuk mampu bekerja sama satu dengan yang lainnya dan nantinya berfungsi sebagai orang yang mampu mengatasi masalah (problem-slovers) atau sebagai orang yang mampu mengembangkan produksi (products-developers). Model ini dikembangkan dengan maksud untuk meningkatkan kemampuan memecahkan masalah (problem-solving), ekspresi kreatif (creative expression), empati, insight dalam hubungan sosial yang menekankan bahwa ide-ide yang bermakna dapat meningkatkan aktivitas kreatif melalui bantuan daya pikir yang lebih kaya. Menurut Joyce dan Weil (2009) model pembelajaran sinektik secara umum cukup atraktif, dan memiliki kombinasi dalam meningkatkan pemikiran produktif, empati yang mendidik, dan kedekatan interpersonal menjadikannya dapat diterapkan pada siswa di seluruh tingkatan umur dan semua bidang kurikulum. Kemudian Glynn (Joyce & Weil, 2009) melaporkan kajian dalam pengajaran sains dengan mengusulkan bahwa penggunaan analogi-analogi dalam materi pelajaran dapat meningkatkan pembelajaran jangka panjang dan jangka pendek. Agar kemampuan berpikir kreatif dan komunikasi matematis siswa meningkat, siswa harus mampu mengembangkan kreativitas pribadi dan memecahkan masalah secara kreatif. Dengan alasan tersebut peneliti memilih model pembelajaran sinektik yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif dan komunikasi matematis siswa, karena dengan siswa mampu mengembangkan kreativitas pribadi dan memecahkan masalah secara kreatif akan lebih mudah untuk mengungkapkan ide matematisnya maupun dalam mengkomunikasikannya.

8 Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa sikap siswa terhadap suatu pelajaran tertentu akan menentukan hasil perolehan siswa pada pelajaran tersebut. Sikap positif siswa terhadap sebuah pelajaran akan menentukan kualitas hasil yang dicapai siswa pada pelajaran tersebut begitu pula sebaliknya. Belajar pada dasarnya merupakan suatu proses perubahan tingkah laku seseorang karena pengalaman yang berulang-ulang pada situasi tersebut. Hal ini juga mendorong penulis untuk melakukan penelitian yang berkaitan dengan sikap siswa terhadap pembelajaran matematika. Berdasarkan uraian latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis telah melakukan penelitian dalam bidang pendidikan yang berkaitan dengan model pembelajaran sinektik, kemampuan berpikir kreatif dan komunikasi matematis, dan sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan judul penelitian: Penerapan Model Pembelajaran Sinektik untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif dan Komunikasi Matematis Siswa Madrasah Tsanawiyah. B. RUMUSAN MASALAH Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Apakah model pembelajaran sinektik dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif dan komunikasi matematis siswa? Selanjutnya rumusan masalah tersebut dijabarkan dalam pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Apakah peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematik siswa yang memperoleh model pembelajaran sinektik lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran matematika secara konvensional? 2. Apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa yang memperoleh model pembelajaran sinektik lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran matematika secara konvensional? 3. Bagaimana sikap siswa terhadap model pembelajaran sinektik? C. TUJUAN PENELITIAN

9 Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran sinektik terhadap peningkatan kemampuan berpikir kreatif dan komunikasi matematis siswa. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk menelaah: 1. Peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa yang memperoleh model pembelajaran sinektik dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran secara konvensional. 2. Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh model pembelajaran sinektik dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran secara konvensional. 3. Sikap siswa terhadap model pembelajaran sinektik. D. MANFAAT PENELITIAN Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat sebagai berikut: 1. Secara umum: penelitian ini memberikan informasi tentang pengaruh model pembelajaran sinektik terhadap kemampuan berpikir kreatif dan komunikasi matematis siswa. 2. Bagi guru: sebagai tambahan informasi dalam memilih altenatif pendekatan pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif dan komunikasi matematis siswa sehingga dapat menghasilkan tujuan pembelajaran yang optimal, sebagai bagian dari upaya pengembangan bahan ajar dalam pembelajaran matematika di sekolah. 3. Bagi peneliti: sebagai sarana untuk meningkatkan kemampuan meneliti dalam hal menerapkan strategi model pembelajaran sinektik pada pembelajaran matematika. Selain itu, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan bagi peneliti untuk melakukan penelitian selanjutnya. 4. Bagi pengambil kebijakan dalam bidang pendidikan, jika hasil penelitia ini menunjukkan hasil yang positif, maka penelitian ini dapat dijadikan salah satu dasar dalam penerapan berlakunya kurikulum yang berorientasi pada

10 pengembangan kemampuan kreatif serta aktivitasnya, kemampuan memecahkan masalah, kemampuan memilih dan menyampaikan informasi. E. DEFINISI OPERASIONAL Untuk memperoleh kesamaan pandangan dan menghindari penafsiran yang berbeda terhadap istilah-istilah atau variabel yang digunakan, berikut ini akan dijelaskan pengertian dari istilah atau variabel-variabel tersebut. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Kemampuan berpikir kreatif matematika adalah kemampuan matematika dalam keterampilan berpikir lancar, luwes, orisinal dan memperinci. a. Keterampilan berpikir lancar (fluency) adalah kemampuan menjawab suatu soal lebih dari satu jawaban b. Keterampilan berpikir luwes (flexibility) adalah kemampuan menjawab suatu soal secara beragam atau bervariasi. c. Keterampilan berpikir orisinal (originality) adalah kemampuan memberikan jawaban yang lain dari jawaban soal yang sudah biasa. d. Keterampilan memperinci (elaboration) adalah kemampuan mengembangkan atau memperkaya gagasan suatu jawaban soal. 2. Kemampuan Komunikasi Matematis Kemampuan komunikasi matematis adalah kemampuan siswa untuk mengkomunikasikan ide matematis melalui representasi yang meliputi aspek gambar, ekspresi matematis dan menjelaskan a. Menyatakan gambar (drawing) adalah kemampuan melukiskan ide-ide ke dalam gambar, tabel atau grafik b. Ekspresi matematis (mathematical expression) adalah kemampuan menyatakan situasi, gambar, diagram atau benda nyata ke dalam simbol atau model matematis.

11 c. Menjelaskan (writen text) adalah kemampuan menjelaskan secara matematis masuk akal dan jelas yang tersusun secara sistematis. 3. Model Pembelajaran Sinektik Model pembelajaran sinektik adalah pembelajaran yang diberikan secara berkelompok dimana guru sebagai fasilitator dan siswa sebagai penyaji hasil diskusi kelompoknya di depan kelas. Model pembelajaran sinektik disampaikan melalui 5 (lima) tahapan pembelajaran yang meliputi: 1. Siswa diberi informasi tentang suatu topik dalam pembelajaran dan menanyakan apa yang mereka ingat tentang suatu konsep yang sudah dikenal (recognising the familiar); 2. Guru dan siswa mengeksplorasi persamaan dan perbedaan suatu konsep dengan melihat hubungan antara dua konsep (direct analogy); 3. Siswa didorong untuk mengidentifikasi ciri-ciri suatu konsep berdasarkan hubungan dengan konsep lain (personal analogy); 4. Siswa dapat menyelesaikan permasalahan yang muncul dalam proses pembelajaran (compressed conflict); 5. Siswa diminta untuk membuat kesimpulan tentang konsep yang telah dieksplorasi (making the connections). 4. Sikap Siswa Sikap siswa yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu bentuk respons atau reaksi siswa terhadap suatu objek psikologis, baik positif ataupun negatif atau dapat diartikan juga sebagai perasaan mendukung atau tidak mendukung terhadap suatu objek. Dalam penelitian ini sikap yang diukur yaitu bagaimana sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran sinektik. 5. Pembelajaran Konvensional Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang biasa digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran sehari-hari yang umumnya berpusat pada guru.

12 Pembelajarannya bersifat informatif dimana guru memberi dan menjelaskan materi pelajaran dengan ceramah, siswa mendengarkan dan mencatat penjelasan yang disampaikan guru, siswa belajar sendiri-sendiri, kemudian siswa mengerjakan latihan, dan siswa dipersilahkan untuk bertanya apabila tidak mengerti selama pembelajaran berlangsung.