BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karakteristik guru SMP NU 1 Wonosegoro, idealnya mencerminkan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tantangan terberat bagi bangsa Indonesia pada era globalisasi abad

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Permendiknas No. 16 Tahun 2007, guru harus memiliki

BAB I PENDAHULUAN. baik secara langsung atau tidak langsung dipersiapkan untuk menopang dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan wahana mengubah kepribadian dan pengembangan diri. Oleh

I. PENDAHULUAN. kehidupan tersebut maka seseorang harus banyak belajar. Proses belajar yang

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga pendidikan dan guru dewasa ini dihadapkan pada tuntutan. yang semakin berat terutama untuk mempersiapkan anak didik agar

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan potensi ilmiah yang ada pada diri manusia secara. terjadi. Dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. suatu masyarakat karena dapat menjadi suatu rambu-rambu dalam kehidupan serta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keberhasilan pembangunan nasional dalam suatu Negara salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengembangkan diri berdasarkan potensi yang dimiliki. Penigkatan

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia tersebut adalah pendidikan. Tujuan pendidikan adalah

BAB I PENDAHULUAN. merubah dirinya menjadi individu yang lebih baik. Pendidikan berperan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Beberapa tahun terakhir ini sering kita melihat siswa siswi yang dianggap

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Giya Afdila, 2016

PENDIDIKAN MELALUI KETELADANAN: SOLUSI MENGURANGI TAWURAN PELAJAR TAMRIN

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan nasional yang diatur secara sistematis. Pendidikan nasional berfungsi

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai nilai strategis bagi kelangsungan peradaban manusia di dunia. Oleh

I. PENDAHULUAN. ini karena tanpa pendidikan manusia akan sulit berkembang dan akan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana digariskan dalam Pasal 3 Undang-Undang Republik. RI No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas).

BAB I PENDAHULUAN. mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan. bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan dilakukan berdasarkan rancangan yang terencana dan terarah

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah baik yang diselenggarakan pemerintah maupun masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. berbagai pihak sebagai alat ampuh untuk melakukan perubahan terhadap

Sasaran dan. Pengembangan Sikap Profesional. Kompetensi Dasar

BAB I PENDAHULUAN. pendidikannya. Dalam pengembangan pendidikan di Indonesia pihak

BAB I PENDAHULUAN. Mitra Pustaka, 2006), hlm 165. Rhineka Cipta,2008), hlm 5. 1 Imam Musbikiin, Mendidik Anak Kreatif ala Einstein, (Yogyakarta:

BAB I PENDAHULUAN. hidup (life skill atau life competency) yang sesuai dengan lingkungan kehidupan. dan kebutuhan peserta didik (Mulyasa, 2013:5).

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dan utama dalam konteks pembangunan bangsa dan negara. Begitu

BAB I PENDAHULUAN. mencapai suatu tujuan cita-cita luhur mencerdaskan kehidupan bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. teknologi serta nilai-nilai budaya dalam bentuk kegiatan pembelajaran, baik. formal di sekolah maupun non formal di masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah mempunyai tugas penting dalam menyiapkan siswa-siswi untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Agus Muharam, 2013

BAB I PENDAHULUAN. pada kemampuan bangsa itu sendiri dalam meningkatkan kualitas sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Hal ini sesuai dengan UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem. yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

DEVELOPPING OF TEACHERS HP

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian Hasanah Ratna Dewi, 2015

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan sumber daya yang dimilikinya. Baik sumber daya materil

BAB I PENDAHULUAN. diperbincangkan, baik dari kalangan praktisi pendidikan, politisi, masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Guru sebagai teladan bagi peserta didik harus memiliki sikap dan

I. PENDAHULUAN. yang mana didalamnya terdapat pembelajaran tentang tingkah laku, norma

BAB I PENDAHULUAN. tonggak majunya suatu negara. Diera globalisasi ini pendidikan semakin

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa juga sekaligus meningkatkan harkat dan. peningkatan kehidupan manusia ke arah yang sempurna.

SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DI INDONESIA. Imam Gunawan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sangat pesat dari waktu ke waktu. Sehingga saat ini. semakin maju taraf hidup dan kesejahteraan penduduknya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan faktor yang sangat penting dan menentukan bagi

BAB I PENDAHULUAN. pengawasan orang tua terhadap kehidupan sosial anak, kondisi lingkungan anak

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia. dan Undang-undang Dasar Tahun Upaya tersebut harus selalu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Peningkatan mutu pendidikan terus dilakukan dalam mewujudkan sumber

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan. potensi sumber daya manusia melalui kegiatan pengajaran.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan dan metode pengajaran yang tepat. diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan bangsa Indonesia yang salah satunya yaitu mencerdaskan

BAB IV STANDAR KOMPETENSI GURU. Setelah membaca materi ini mahasiswa diharapkan memahami standar

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu permasalahan pendidikan yang dihadapi Bangsa Indonesia adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. itu, hampir semua negara menempatkan pendidikan sebagai sesuatu yang penting dan

BAB I PENDAHULUAN. suatu upaya melalui pendidikan. Pendidikan adalah kompleks perbuatan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I PENDAHULUAN. Dalam pembangunan bangsa, pendidikan merupakan salah satu aspek penting

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sekolah merupakan suatu lembaga pendidikan formal yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia sesuai dengan Undang-Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian . Josie Fitri Handayani, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membutuhkan sumber daya manusia yang dapat diandalkan. Pembangunan manusia

BAB I PENDAHULUAN. persesuaian dengan perkataan khalq yang berarti kejadian, serta erat hubunganya

BAB I PENDAHULUAN. Nasional dinyatakan bahwa Pendidikan nasional...bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman diabad 21 ini memperlihatkan perubahan yang begitu

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pendidikan yang dilakukan pemerintah saat ini sangatlah

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Seperti halnya

BAB I PENDAHULUAN. dimulai sejak dilahirkan hingga ke liang lahat. Oleh sebab itu, setiap

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yang telah dinyatakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang maju, modern dan sejahtera. Sejarah bangsa-bangsa telah menunjukkan bahwa bangsa yang

Sistem Pendidikan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. mutu sumber daya manusia menuju era globalisasi yang penuh dengan tantangan.

BAB I PENDAHULUAN. kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 23 SERI E

STANDAR KOMPETENSI LULUSAN

SALINAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2017 TENTANG STANDAR PENDIDIKAN GURU

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kriteria administratif, yaitu memiliki ijazah yang sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

SKRIPSI. Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat. Guna Mencapai Gelar Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Akuntansi

PEDOMAN ETIKA, TATA TERTIB, SISTEM PENGHARGAAN DAN SANKSI DOSEN DAN TENAGA KEPENDIDIKAN OLEH: TIM PENYUSUN

MATA KULIAH PENGEMBANGAN KOMPETENSI GURU. Dr. Ali Mustadi, M. Pd NIP

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan investasi sumber daya manusia jangka

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Profil Madrasah Tsanawiyah Kifayatul Achyar

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, bangsa, dan negara. Pasal 4 menjelaskan pula bahwa. warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara

BAB I PENDAHULUAN. Dala m Undang-Undang Guru dan Dosen Pasal 1 ayat 1 dinyatakan

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kualitas sumber daya manusia. Peningkatan kualitas pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu wadah yang didalamnya terdapat suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia. Menurut Djamarah (2000: 22) Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era informasi dan globalisasi yang terjadi saat ini, menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. patriotisme, dan ciri khas yang menarik (karakter) dari individu dan masyarakat bangsa

KONSEP DASAR PROFESIONALISME PENDIDIKAN BAGIAN 1. Oleh Hermi Yanzi, S.Pd., M.Pd.

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan dalam menjalankan tugasnya dapat mencapai hasil dan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. dibicarakan pada saat ini. Bukan karena adanya peningkatan melainkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Untuk memenuhi kebutuhan hidup yang keras seperti saat ini seseorang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karakteristik guru SMP NU 1 Wonosegoro, idealnya mencerminkan karakteristik yang memiliki nuansi religius Islam. Namun pada kenyataannya ada beberapa guru yang tidak mencerminkan karakteristik guru yang mengajar di sebuah lembaga pendidikan dalam yayasan Islam, misalnya; kurang disiplin, mendahulukan kepentingan diri sendiri, tidak mempunyai komitmen yang kuat dalam membina kerjasama tim, dan lain sebagainya. Mr. X (identitas disamarkan) sebagai salah satu guru di SMP NU 1 Wonosegoro, dalam mengajar berkarakteristik kurang baik di hadapan siswa. Beliau dalam mengajar tidak pernah lepas dari kebiasaan merokok di depan kelas. Sambil menerangkan dan menulis di whiteboard, beliau tetap merokok. Hal ini tentu bukan merupakan keteladanan yang baik bagi anak didiknya. Kemudian ada lagi karakteristik guru yang dalam bertutur katanya kasar. Bukan tidak sopan atau tidak senonoh, hanya saja ucapan yang sepantasnya tidak didengar dari seorang guru, diperdengarkan dilingkungan sekolah, seperti misalnya kata wedhus-i, semprul, minggato dan ucapan-ucapan lainnya. Apalagi bila dalam belajar mengajar, dimana seorang guru terpancing sehingga emosi, maka karakteristik guru ada yang spontan melakukan tindakan kekerasan. Karakteristik guru dalam sebuah SMP Yayasan Islam sebenarnya perlu menerapkan norma-norma Islam dalam setiap mengajar maupun interaksi guru 1

2 dengan guru. Kata-kata yang tidak sepantasnya keluar dari seorang guru dapat menimbulkan imajinasi negatif terhadap peserta didik, apalagi guru dalam sebuah yayasan boleh dikatakan sebagai seorang ustadz. Kondisi guru SMP NU 1 Wonosegoro sebagaimana ditemukan dalam penelitian awal nampaknya terbawa budaya masyarakat desa yang sudah terbiasa dengan ucapan-ucapan yang sebenarnya tidak pada tempatnya. Guru yang mengajar di SMP NU 1 Wonosegoro sampai saat penelitian ini berlangsung sebanyak 22 guru. Guru yang tercatat sebagai guru PNS sebanyak 2 orang sedangkan sisanya 20 orang. Guru SMP NU 1 Wonosegoro juga mengikuti program sertifikasi guru yang diselenggarakan oleh pemerintah. Adapun guru yang bersertifikasi sebanyak 8 orang, 2 diantaranya Guru PNS dan 6 lainnya guru non PNS. Karakteristik-karakteristik sebagaimana diuraikan di atas, bertolak belakang dengan program sertifikasi guru yang dikembangkan pemerintah. Tujuan sertifikasi guru adalah untuk menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran, meningkatkan proses dan hasil pendidikan, mempercepat terwujudnya tujuan pendidikan nasional (Arikunto, 2008: 239). Pada sisi yang lain guru sebagai figur yang mulia dan dimuliakan banyak orang, kehadiran guru ditengah-tengah kehidupan manusia sangat penting, tanpa ada guru atau seseorang yang dapat ditiru, diteladani oleh manusia untuk belajar dan berkembang, manusia tidak akan memiliki budaya, norma, agama.

3 Jabatan guru selalu dikaitkan dengan rujukan-rujukan nilai yang bersifat normative, sehingga selalu dipandang sebagai satu jabatan mulia.guru dipandang sebagai sumber keteladanan dan dituntut untuk berkarakteristik ideal secara normative. Maka muncullah berbagai sanjungan terhadap guru, seperti yang digugu dan ditiru, pahlawan tanda tanda jasa, dan pejabat mulia. Masyarakat tidak mau tahu, yang penting guru harus berkarakteristik sesuai dengan tuntutan norma itu. Di masa lalu dalam kondisi kehidupan sosial budaya yang masih homogen mungkin hal itu dapat diwujudkan oleh para guru. Namun, zaman telah banyak berubah, karena pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Telah terjadi pergeseran nilai yang menjurus ke hal-hal yang bersifat materialisti dan lahiriah (Surya, 2004: 3). Guru harus seorang pluralis sejati dan bisa menempatkan diri sebagai model bagi para perserta didik. Karakteristik jujur dari seorang pendidik di mata siswa merupakan modal menuju pendidikan kea rah lebih baik. Anakanak butuh contoh yang baik dari guru (Sembiring, 2009: 34). Pendidikan juga merupakan alat yang ampuh untuk menjadikan peserta didik dapat duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi. Melalui pendidikan dapat dihilangkan rasa perbedaan kelas dan kasta, karena di mata hokum setiap warga Negara adalah asama dan harus memperoleh perlakuan yang sama. Pendidikan juga dapat menjadi wahana yang baik bagi Negara untuk membangun sumber daya manusia yang diperlukan dalam pembangunan juga bagi setiap peserta didik untuk dapat mengembangkan diri sesuai dengan potensi yang dimiliki.

4 Yamin (2007: 57) menyebutkan, bahwa guru di dalam sekolah tidak hanya menstransferkan pengetahuan kepada siswa-siswa. Guru juga sebagai pelopor untuk menciptakan orang-orang berbudaya, berbudi, dan bermoral. Guru berada di front terdepan pendidikan yang berhadapan secara langsung dengan peserta didik melalui proses interaksi instruksional sebagai wahana proses pembelajaran siswa dalam nuasan pendidikan. Dalam prose situ terjadi suatu eksperiensial, yaitu diperolehnya pengalaman belajar siswa untuk memperoleh perubahan karakteristik ke arah yang lebih baik sesuai dengan tujuan pendidikan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa penentu kualitas proses dan hasil pendidikan terletak pada kinerja karakteristik mengajar para guru. Karakteristik mengajar guru yang diwujudkan dalam interaksi pengajaran menimbulkan karakteristik belajar siswa, yang pada gilirannya akan menghasilan hasil belajar para siswa (Surya, 2004: 9). Ilmu pendidikan yang sering juga disebut dengan pedagogi atau pedagogika merupakan suatu displin ilmu yang terkait dengan pemberadaban. Pemberbudayaan, dan pendewasaan manusia. Dalam konteks ini pendidikan mempunyai tiga fungsi utama, yaitu fungsi integrative, egalitarian, dan pengembangan. Kehidupan sebagai suatu bangsa yang merupakan integrative, egalitarian, dan berkembang secara optimal merupakan ciri dari masyarakat yang anggotanya bersikap dewasa, yang beradab dan berbudaya. Modal menjadi guru di sekolah berbeda dengan modal profesi sopir angkot di kota, yaitu: bermodal keahlian menyopir, memiliki surat izin

5 mengemudi (SIM), dan menghafalkan rute jalan. Sedangkan bagi sang guru, dia harus mampu mengajar anak didiknya dengan menguasai materi pelajaran, memiliki wawasan kependidikan, memiliki pengalaman mengajar, dan lainlain. Hal tersebut menunjukkan bahwa untuk menjadi seorang guru harus memiliki kesiapan lahir dan batin. Kesiapan lahir, guru dapat mempersiapkan kemampuan diri dengan mengikuti jenjang pendidikan keguruan. Sedangkan kesiapan batin, guru harus melatih taste of sense dengan normative. Kesenjangan yang terjadi mengenai idealisme karakteristik guru dengan aktualisme karakteristik guru digambarkan dari banyaknya kasuskasus karakteristik guru yang tidak mencerminkan seorang dengan profesi guru. Menurut Sjarkawi (2008: 59) setiap pembelajaran adalah moral. Hal ini akan disadari sebagai sesuatu yang benar ketika mengacu pada sebuah pertanyaan yang merupakan dasar bagi semua etika: bagaimana seharusnya saya membelajarkan siswa? Pembelajaran yang kreatif akan berbeda dengan pembelajaran lain yang dalam mengasosiasikan hubunga moral dalam proses pembelajaran secara tepat dan memadai. Di sini seorang guru dapat menetapkan suatu prinsip dasar bahwa tujuan dari pembelajaran yang berhasil ialah penyesuaian secara konstruktif terhadap kehidupan siswa. Selaku pengelola kegiatan siswa, guru sangat diharapkan menjadi pembimbing dan membantu para siswa, bukan hanya ketika mereka berada dalam kelas saja melainkan ketika mereka berada di luar kelas, khususnya ketika mereka masih berada di lingkungan sekolah seperti di perpustakaan, di laboratorium, dan sebagainya. Dalam hal ini menjadi pembimbing, guru perlu

6 mengaktualisasikan (mewujudkan) kemampuannya dalam kegiatan-kegiatan sebagai berikut: 1) membimbing kegiatan belajar para siswa, 2) membimbing pengalaman belajar para siswa. Hal ini dijelaskan lebih lanjut oleh Syah, (2010: 225) bahwa guru diharapkan memahami karakteristik (ciri khas) kepribadian dirinya yang diperlukan sebagai panutan para siswanya. Secara konstitusional, guru/ pendidik pada setiap jenjang pendidikan formal wajib memiliki satuan kualifikasi (keahlian yang diperlukan) dan sertifikasi (baca: kewenangan mengajar) yang dihasilkan oleh perguruan tinggi yang terakreditasi (pasal 42 ayat 1 dan 2 UU Sisdiknas 2003). Menurut Sjarkawi (2008: 61), guru harus menyikapi positif pentingnya etika dan moral dalam pembelajaran. Dari sikap positif tersebut, guru mempunyai komitmen yang tinggi untuk menerapkan etika moral dalam pembelajaran sebagai upaya meningkatkan kualitas kemampuan profesionalnya. Di Indonesia guru yang telah diangkat dan dilantik sebagai pegawai pemerintah sering dikenal sebagai guru PNS. Sedangkan yang belum diangkat sebagai pegawai pemerintah dikenal dengan istilah guru non PNS. Karakateristik yang membedakan terletap pada NIP atau Nomor Induk Pegawai, bagi yang telah berstatus pegawai negeri, akan diberikan Nomor Induk Pegawai. Perbedaan lain antara guru PNS dengan Non PNS adalah terletak pada kesejahteraan yang diterima guru PNS maupun Non PNS. Guru PNS untuk kesejahteraan sepenuhnya ditanggung oleh pemerintah sedangkan guru Non PNS hanya sebagian yang ditanggung oleh pemerintah.

7 Pada aspek karakteristik, tidak ada perbedaan khusus antara guru PNS dengan Non PNS. Apabila terdapat perbedaan karakteristik antara guru PNS dengan Non PNS, disebabkan oleh kepribadian guru yang bersangkutan. Kepribadian pada prinsipnya adalah susunan atau kesatuan aspek karakteristik behavioral (perbuatan nyata). Aspek-aspek ini berkaitan secara fungsional dalam diri individu, sehingga membuatnya bertingkah laku secara khas dan tetap. Kualitas karakteristik guru dalam mengajar ditentukan dan dipengaruhi oleh berbagai factor, baik internal maupun eksternal, seperti tingkat pendidikan, penguasaan subyek, pengalaman, kualitas kepribadian, dan kualitas kehidupan masyarakat. Hal yang paling menyulitkan guru adalam menjaga keseimbangan antara tuntutan untuk berbuat norma ideal dan suasana kehidupan masa kini yang tandai pola-pola kehidupan yang materalistik, individualistis, kompetitif, konsumtif, dan sebagainya. Factor mendasar yang terkait dengan kinerja professional guru adalah kepuasan kerja, yang berkaitan erat dengan kesejahteraan guru. Kesejahteraan guru akan berdampak pada tingkat kemampuan guru dalam menyediakan kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan individu maupun kebutuhan keluarga. Salah satu unsur yang ikut mempengaruhi kinerja guru adalah imbalan jasa yang berupa gaji dan tunjangan lainnya yang diterima guru. Imbal jasa yang diperoleh akan mempengaruhi dinamika karakteristik dan kehidupan guru dalam melaksanakan tugas-tugasnya (Surya, 2004: 10). Berdasarkan deskripsi di atas, penulis tertarik untuk meneliti mengenai karakteristik guru non PNS, dengan judul penelitian Karakteristik Guru Non

8 PNS Bersertifikasi Pendidik (Suatu Kajian Fenomologi SMP NU 1 Wonosegoro Boyolali). B. Fokus Penelitian Fokus dalam penelitian ini adalah, Karakteristik Guru Non PNS Bersertifikasi Pendidik (Suatu Kajian Fenomologi SMP NU 1 Wonosegoro Boyolali). Fokus tersebut kemudian dirinci menjadi: 1. Bagaimanakah karakteristik interaksi Guru Non PNS Bersertifikasi Pendidik dengan teman sejawat dan atasan di SMP NU 1 Wonosegoro? 2. Bagaimanakah karakteristik interaksi Guru Non PNS Bersertifikasi Pendidik dengan siswa dalam kegiatan belajar mengajar di SMP NU 1 Wonosegoro? 3. Bagaimanakah karakteristik interaksi Guru Non PNS Bersertifikasi Pendidik dengan kemasyarakatan di SMP NU 1 Wonosegoro? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini untuk mengkaji dan mendeskripsikan 1. Karakteristik (ciri khas) interaksi Guru Non PNS Bersertifikasi Pendidik dengan teman sejawat dan atasan di SMP NU 1 Wonosegoro. 2. Karakteristik (ciri khas) interaksi Guru Non PNS Bersertifikasi Pendidik dengan siswa dalam kegiatan belajar mengajar di SMP NU 1 Wonosegoro. 3. Karakteristik (ciri khas) interaksi Guru Non PNS Bersertifikasi Pendidik dengan kemasyarakatan di SMP NU 1 Wonosegoro.

9 D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Secara teoritis manfaat penelitian ini memberikan sumbangan ilmu tentang: a. Karakteristik interaksi guru non PNS bersertifikasi pendidik dengan teman sejawat dan atasan b. Karakteristik interaksi guru non PNS bersertifikasi pendidik dengan siswa dalam kegiatan belajar mengajar c. Karakteristik interaksi guru non PNS bersertifikasi pendidik dengan kemasyarakatan 2. Manfaat Praktis a. Bagi Kepala Sekolah, sebagai masukan dalam pelaksanaan mengendalikan dan mengarahkan interaksi guru dengan siswa, teman sejawat, dan masyarakat. b. Bagi Guru, sebagai wacana dalam menjalankan tugas membimbing, mengajar, dan melatih anak didik mencapai kedewasaan. c. Bagi Peneliti, sebagai kontribusi pelaksanaan kegiatan belajar mengajar yang ideal dalam berinteraksi dengan siswa, guru dan kepala sekolah.