BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seorang manusia yang lahir di dunia ini, memiliki hak dan kewajiban yang diberikan hukum kepadanya maupun kepada manusia-manusia lain disekitarnya dimulai kepadanya diberikan hak untuk hidup, hak untuk dilindungi, hak untuk mendapatkan kasih sayang dari orang tua dan hak-hak lainnya yang diberikan oleh kaidah-kaidah hukum yang berlaku bagi masyarakat, baik yang bersifat universal maupun yang didasarkan oleh adat yang berlaku di lingkungan masyarakat hukum adatnya setempat, kepada setiap anak yang lahir ini di berikan tanggung jawab bagi orang tuanya. Setiap manusia hidup di dunia ini dengan mengalami berbagai peristiwa yang menyangkut pribadi masing masing. Tetapi ada suatu peristiwa yang pasti akan dialami setiap manusia yang hidup di dunia ini, yaitu: kematian. Dalam hal kematian akan menimbulkan akibat hukum, yaitu tentang bagaimana pengurusan dan kelanjutan hak-hak dan kewajiban seseorang yang telah meninggal tersebut. Penyelesaian hak-hak dan kewajiban sebagai akibat adanya peristiwa hukum meninggal dunianya seorang itulah yang diatur dalam hukum waris. Hukum waris adalah hukum yang mengatur tentang peralihan harta kekayaan yang ditinggalkan seseorang yang meninggal serta akibatnya bagi para ahli waris. 1 1 Effendi Perangin, Hukum Waris, (Jakarta: Rajawali Pers, 2008), h. 3. 1
2 Dalam hukum waris terdapat unsur unsur pokok yang menjadi dasar daripada apa yang diatur di dalam hukum waris itu sendiri, yaitu: pewaris, ahli waris dan harta warisan. Harta warisan adalah suatu peninggalan yang berupa harta benda yang dimiliki oleh seseorang setelah pewaris meninggal dunia. Segala peninggalan harta benda seseorang yang sudah meninggal dunia merupakan milik ahli waris menurut undang-undang, melalui surat wasiat. Dalam pembagian warisan tentunya sudah diatur dalam undang-undang mengenai siapa yang berhak mewarisi, berapa besar atau banyak benda yang akan diwariskan. Di Indonesia sendiri hukum waris yang terbagi atas beberapa sistem hukum kewarisan yang dijadikan sumber dari hukum waris di Indonesia yang mana terdiri atas tiga sistem hukum kewarisan yakni: sistem hukum adat, sistem hukum Islam, dan sistem hukum barat. Pembahasan permasalahan dalam hal ini akan ditujukan terhadap sistem waris yang diatur di dalam kitab undang-undang hukum perdata yang mana merupakan sistem hukum barat. Hukum waris berdasarkan kitab undang-undang hukum perdata diperuntukkan bagi orang-orang Eropa dan mereka yang dipersamakan dengan mereka, orang-orang Timur Asing Tionghoa, orang Timur Asing lainnya dan orang-orang pribumi yang menundukkan diri terhadap kitab undang-undang hukum perdata. Peralihan harta kekayaan seseorang kepada ahli warisnya dalam hukum waris berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata terjadi hanya dengan adanya kematian yang mana tertuang di dalam asas-asas yang terdapat didalamnya, yaitu: 2 1. Hanyalah hak-hak dan kewajiban-kewajiban dalam lapangan hukum kekayaan harta benda saja yang dapat diwariskan. 2 Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata Dalam Sistem Hukum Nasional (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), h. 256.
3 2. Apabila seorang meninggal, 3 maka seketika itu juga segala hak dan kewajibannya beralih pada ahli warisnya. Hukum waris yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata termasuk dalam bidang hukum perdata yang memiliki sifat, yaitu bersifat mengatur dan tidak ada unsur paksaan, dan terdapat dua cara untuk memperoleh warisan, yaitu mewaris berdasarkan undangundang dan mewaris berdasarkan wasiat. Ahli waris berdasarkan undang-undang yaitu karena kedudukannya sendiri menurut undangundang demi hukum dijamin tampil sebagai ahli waris sedangkan ahli waris menurut surat wasiat yaitu ahli waris yang tampil karena kehendak terakhir dari si pewaris yang kemudian dicatatkan dalam surat wasiat. Berdasarkan paparan diatas maka menimbulkan minat penulis untuk menganalisis permasalahan pembagian waris dengan menggunakan sistem pembagian berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata barat, maka dalam penelitian ini membahas tentang sengketa waris yang penyelesaiannya dilakukan dengan menggunakan hukum kewarisan berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Untuk itu penulis membuat dan menuangkannya dalam sebuah karya ilmiah berbentuk skripsi dengan judul Analisis Yuridis Terhadap Pembagian Harta Warisan Almarhum Lie Moy Tjhay Dan Almarhumah Lie Wie Djien Kepada Ahli Waris Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Studi Kasus: Putusan Mahkamah Agung No.841 K/Pdt/2012) B. Permasalahan Dalam penelitian ini akan dikemukakan perumusan masalah sebagai berikut: 3 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Intermasa, 2003), h. 96.
4 1. Bagaimanakah pembagian warisan almarhum Lie Moy Tjhay dan almarhumah Lie Wie Djien menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata? 2. Apakah isi putusan Mahkamah Agung nomor 841 K/Pdt/ 2012 Tentang pembagian warisan almarhum Lie Moy Tjhay dan almarhumah Lie Wie Djien sudah sesuai atau tidak dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian tersebut di muka, maka di bawah ini dikemukakan tujuan penelitian adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui dan memberikan gambaran tentang pembagian harta warisan yang di tinggalkan oleh almarhum Lie Moy Tjhay dan almarhumah Lie Wie Djien menurut kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 2. Untuk mengetahui dan menggambarkan apakah isi putusan Mahkamah Agung No 841 K/Pdt/2012 tentang pembagian warisan almarhum Lie Moy Tjhay dan almarhumah Lie Wie Djien sudah sesuai atau tidak dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. D. Metode Penelitian 1. Objek penelitian Penelitian yang dibuat oleh penulis merupakan suatu penelitian normatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder saja. Pemahaman yang mendalam mengenai masalah pembagian harta warisan dalam putusan ini ditinjau dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan penjelasan-penjelasan yang berkaitan dengan hukum waris perdata barat.
5 2. Sifat Penelitian Sifat penelitian yang digunakan adalah deskriptif analisis yaitu suatu penelitian ini bersifat menggambarkan dimaksudkan untuk memberikan data seteliti mungkin tentang manusia, keadaan, atau gejala-gejala lainnya. Dalam penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran tentang masalah pembagian harta warisan yang dianalisis dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 3. Tipe Penelitian Tipe penelitian yang digunakan adalah normatif yaitu mencakup penelitian terhadap asas-asas, taraf sinkronisasi vertical horizontal, sejarah hukum dan perbandingan hukum. Dalam hal ini adalah dilakukannya penelitian yang dikaitkan dengan asas-asas dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 4. Data a. Sumber Data Berdasarkan jenis dan bentuknya, data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data Sekunder, antara lain, mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan, dan lain-lain. 4 Data Sekunder yaitu data yang diperoleh dari suatu sumber yang sudah dikumpulkan oleh pihak lain dimana penulis mencari informasi melalui kegiatan studi kepustakaan dan studi dokumen yang berkaitan dengan topik penulisan skripsi ini. Data sekunder bersumber pada: 1) Bahan Hukum Primer Skripsi ini menggunakan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan tema penelitian, yaitu: a) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 4 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cet III (Jakarta: Universitas Indonesia, 1986), h. 12.
6 b) Putusan MA No. 841 K/Pdt/2012 2) Bahan Hukum Sekunder Penulis dalam penulisan skripsi ini menggunakan bahan hukum sekunder. Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer. 5 Bahan hukum sekunder yaitu: menggunakan buku-buku ilmiah, bahanbahan kuliah, referensi hukum, yang berkaitan dengan masalah pembagian harta warisan. 3) Bahan Hukum Tersier Penulis dalam penulisan skripsi ini menggunakan bahan hukum tersier, yaitu dengan menggunakan media internet, dimana bahan hukum tersier ini akan membantu penulis dalam penyempurnaan skripsi ini. b. Cara dan Alat Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan melalui penelusuran literatur dilakukan dengan kegiatan studi kepustakaan dan studi dokumen terhadap data sekunder. Studi Kepustakaan dilakukan di beberapa tempat seperti Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Trisakti, Universitas Indonesia maupun mengakses melalui internet. Studi dokumen adalah suatu alat pengumpulan data yang dilakukan melalui data tertulis. Data yang digunakan dalam studi dokumen, yaitu Putusan MA No. 841 K/Pdt/2012. c. Analisis Data Data hasil penelitian ini dianalisis secara kualitatif, yang merupakan tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif yaitu apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan dan perilaku nyata yang diteliti dan dipelajari adalah objek penelitian yang utuh. Penggunaan metode kualitatif 5 Ibid., h.52.
7 semata-mata bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran belaka, akan tetapi untuk memahami kebenaran tersebut. d. Cara Penarikan Kesimpulan Pengambilan kesimpulan dilakukan dengan menggunakan logika deduktif, yaitu metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagian yang khusus. Metode ini dilakukan dengan menganalisis pengertian atau konsep-konsep umum antara lain hal-hal yang umum terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata tentang Hukum waris perdata barat dan masalah yang terjadi dalam pembagian harta warisan yang dianalisis secara khusus dalam Putusan MA No. 841 K/Pdt/2012. E. Kerangka Teori Penelitian ini menggunakan beberapa teori menurut para ahli dan asas-asas yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis. Beberapa penulis dan ahli hukum Indonesia telah mencoba memberikan rumusan mengenai pengertian hukum waris yang disusun dalam bentuk definisi yang akan digunakan sebagai pedoman dalam upaya memahami pengertian hukum waris secara keseluruhan. Beberapa definisi diantaranya adalah: Soepomo mengemukakan: 6 Hukum waris adalah sekumpulan hukum yang mengatur proses pengoperan dari satu generasi ke generasi selanjutnya. 6 Soepomo dalam Tamakiran, Asas-asas Hukum Waris Menurut Tiga Sistem Hukum(Bandung: Pioner Jaya, 1987), h. 62. dikutip oleh Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata Dalam Sistem Hukum Nasional, (Jakarta: Kencana Predana Media Group, 2008), h. 248.
8 Pitlo mengemukakan: 7 Hukum waris adalah suatu rangkaian ketentuan-ketentuan, di mana, berhubung dengan meninggalnya seseorang, akibatakibatnya di dalam kebendaan, diatur, yaitu: akibat dari beralihnya harta peninggalan dari seorang yang meninggal, kepada ahli waris, baik di dalam hubungannya antara mereka sendiri, maupun dengan pihak ketiga. Salim H.S mengemukakan: 8 Hukum waris adalah keseluruhan kaidah-kaidah hukum, baik tertulis maupun tidak tertulis, yang mengatur mengenai pemindahan harta kekayaan pewaris kepada ahli warisnya, bagian yang diterima, serta hubungan antara ahli waris dengan pihak ke tiga. R Santoso Pudjosubroto mengemukakan: 9 Yang dimaksud dengan hukum warisan adalah hukum yang mengatur apakah dan bagaimanakah hak-hak dan kewajibankewajiban tentang harta benda seseorang pada waktu ia meninggal dunia akan beralih kepada orang lain yang masih hidup. Adapun asas-asas yang terkait dengan penulisan skripsi ini, antara lain sebagai berikut: 1. Asas Saisine Apabila seseorang yang meninggal dunia maka pada saat itu segala hak dan kewajibannya beralih kepada para ahli waris. Hak saisine ialah hak ahli waris untuk tanpa berbuat sesuatu apa demi hukum atau secara otomatis menggantikan (memperoleh) kedudukan pewaris dalam lapangan hukum kekayaan. 10 7 A. Pitlo dalam Ali Afandi, Hukum Waris, Hukum Keluarga, Hukum Pembuktian Menurut KUH Perdata (BW) (Jakarta:Bina Aksara, 1986), h. 7 dikutip oleh Ibid., h. 249. 8 Salim H.S Pengantar Hukum Perdata Tertulis, (Jakarta: Sinar Grafika, 2002), h.138 dikutip oleh Ibid., h. 249. 9 R. Santoso Pudjosubroto, Masalah Hukum Sehari-Hari, (Yogyakarta: Hien Hoo Sing, 1964), h. 8 dikutip oleh Eman Suparman, Hukum Waris Indonesia, (Bandung: Rafika Aditama, 2007), h. 4. 10 Wahyono Darmabrata Hukum Perdata Asas-asas Hukum Waris, (Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003), h. 32.
9 2. Asas Hereditas Petitio Artinya bahwa tiap-tiap ahli waris berhak menuntut setiap barangbarang atau uang yang termasuk harta peninggalan untuk diserahkan kepadanya kalau dikuasai orang lain. Ahli waris yang demi hukum menggantikan pewaris dalam semua hak dan tuntutantuntutan hukum, menduduki juga posisi hukum pendahulunya, baik di dalam maupun di luar pengadilan. 3. Asas Individual Artinya bahwa harta warisan dapat dibagi kepada masing-masing ahli waris untuk dimiliki perseorangan.11 4. Asas Bilateral Artinya seorang menerima hak kewarisan dari kedua belah pihak, kerabat keturunan pria maupun wanita. 12 Dalam sistem ini kedudukan anak laki-laki dan perempuan dalam hukum waris perdata barat sama dan sejajar. Artinya, baik anak laki-laki maupun perempuan ahli waris dari harta peninggalan orang tua mereka. 5. Asas Penderajatan Bahwa ahli waris derajatnya lebih dekat dengan si pewaris menutup ahli waris yang lebih jauh derajatnya. F. Kerangka Konsepsional Hukum waris menurut konsepsi hukum perdata Barat yang bersumber pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, merupakan bagian dari hukum harta kekayaan. Oleh karena itu, hanyalah hak dan kewajiban yang berwujud harta kekayaan yang merupakan warisan dan yang akan diwariskan. Hak dan kewajiban dalam hukum publik, hak dan kewajiban yang timbul dari kesusilaan dan kesopanan tidak akan diwariskan, demikian pula halnya dengan hak dan kewajiban yang timbul dari hubungan hukum keluarga, ini juga tidak dapat 11 Sri Untari Indah, et. al. Pengantar Hukum Indonesia, (Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Trisakti, 2005), h. 43. 12 Ibid.
10 diwariskan. Kiranya akan lebih jelas apabila kita memperhatikan rumusan hukum waris yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang menggambarkan bahwa hukum waris yang harus diterapkan dan dilaksanakan sebagai berikut: 1. Pasal 119 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa, sejak saat dilangsungkannya perkawinan, maka menurut hukum terjadi harta bersama menyeluruh antara suami istri, sejauh tentang hal itu tidak diadakan ketentuan-ketentuan lain dalam perjanjian perkawinan. Harta bersama itu, selama perkawinan berjalan, tidak boleh ditiadakan atau diubah dengan suatu persetujuan antara suami istri. 2. Pasal 139 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan dalam mengadakan perjanjian perkawinan, kedua calon suami istri adalah berhak menyiapkan beberapa penyimpangan dan peraturan perundang-undangan sekitar harta persatuan harta kekayaan, selama perjanjian itu tidak menyalahi tata susila yang baik atau tata tertib umum yang berlaku. 3. Pasal 830 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, pewarisan hanya berlangsung karena kematian. 4. Pasal 832 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa yang berhak menerima warisan adalah para keluarga sedarah, baik sah maupun luar kawin dan suami atau istri yang hidup terlama. 5. Pasal 833 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, bahwa dengan kematian seseorang/pewaris maka demi hukum pada saat itu juga beralihlah segala hak dan kewajiban pewaris kepada ahli waris atau disebut juga asas saisine. 6. Pasal 834 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa setiap ahli waris berhak menuntut setiap barang atau uang termasuk harta peninggalan untuk diserahkan kepadanya apabila dikuasai orang lain.
11 7. Pasal 836 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa seseorang dapat bertindak sebagai ahli waris seorang tersebut harus telah ada pada saat warisan jatuh meluang. 8. Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan tiap perbuatan yang melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. Dalam Undang-Undang mengenal dua cara mewaris yang mana diantaranya: atas dasar kedudukan sendiri dan berdasarkan pengganti. Mewaris atas dasar kedudukan sendiri memiliki empat golongan ahli waris yang berhak atas harta peninggalan. Yang mana golongan setelahnya tertutup apabila masih terdapat golongan sebelumnya dan seterusnya. Berikut penggolongannya, yaitu : 1. Atas dasar kedudukan sendiri Penggolongan ahli waris berdasarkan garis keutamaan a. Golongan I Ps. 852-852a KUHPerdata Yaitu anak-anak pewaris berikut keturunannya dalam garis lurus kebawah dan janda/duda b. Golongan II Ps. 855 KUHPerdata Yaitu ayah, ibu, dan saudara-saudara pewaris. c. Golongan III Ps. 850 yo 858 KUHPerdata Yaitu kakek, nenek dari garis ayah dan kakek nenek dari garis ibu. d. Golongan IV Ps. 858 s.d 861 KUHPerdata Yaitu sanak saudara dari ayah dan sanak saudara dari ibu terbatas sampai derajat keenam 2. Berdasarkan penggantian Syarat dari pada penggantian orang tersebut ialah: 1. Orang yang menggantikan harus memenuhi syarat sebagai ahli waris, yaitu harus ada pada saat pewaris meninggal dunia.
12 2. Ahli waris yang digantikan tidak boleh ahli waris yang dinyatakan tidak patut untuk mewaris; termasuk ahli waris yang menolak harta waris pewaris. 3. Orang yang digantikan tempatnya harus sudah meninggal terlebih dahulu daripada pewaris. 4. Orang yang menggantikan tempat orang lain harus merupakan keturunan yang sah dari orang yang digantikan. Macam penggantian: a. Pasal 842 KUHPerdata dalam garis lencang kebawah tanpa batas b. Pasal 844 KUHPerdata dalam garis menyamping; saudara digantikan anak-anaknya c. Pasal 845 KUHPerdata dalam garis menyamping yang lebih jauh tingkat hubungannya daripada seorang saudara Penggantian dalam garis samping dalam hal ini yang tampil adalah anggota keluarga yang lebih jauh tingkat hubungannya daripada saudara, misalnya paman, bibi. G. Sistematika Penulisan Untuk menyusun suatu karya tulis ilmiah diperlukan suatu rincian yang teratur dan berurutan. Skripsi ini merupakan suatu penulisan ilmiah, karena masing-masing bab merupakan kelanjutan dari tulisan pada bab-bab sebelumnya. Disini penulis terlebih dahulu mengemukakan sistematika yang dipergunakan agar yang dibahas akan tersusun secara terpadu dan sistematis. Serta mengarah pada tujuan pokok masalah-masalah yang akan dibahas. Oleh karena itu di dalam penyusunan skripsi ini penulis membaginya dalam lima bab dengan sistematika sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang pokok permasalahan, tujuan penelitian, metode
13 penelitian yang digunakan, kerangka konsepsional dan sistematika penulisan. BAB II : URAIAN UMUM TENTANG LANDASAN TEORI HUKUM WARIS PERDATA BARAT Dalam bab ini akan diuraikan mengenai ketentuan umum mengenai hukum waris perdata barat meliputi tata cara pewarisan, besarnya bagian masing-masing ahli waris, penggantian ahli waris, dan pengambil alihan harta warisan oleh Balai Harta Peninggalan. BAB III : DESKRIPSI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 841 K/PDT/2012 Pada bab ini diuraikan mengenai kasus yang terjadi dalam Putusan Mahkamah Agung No. 841K/Pdt/2012 mengenai masalah pembagian harta peniggalan ditinjau dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. BAB IV : ANALISIS DAN PEMBAHASAN Bab ini pengolahan data dan analisis data terhadap masalah yang terjadi, lalu disertakan dengan penyelesaian masalah dan Putusan Mahkamah Agung dikaitkan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. BAB V : PENUTUP Bab ini merupakan bagian akhir dari seluruh kegiatan penulisan yang berisi kesimpulan.
14