ANALISIS MENGENAI SINGKRONISASI LEMBAGA PEMASYARAKATAN SEBAGAI PENGGANTI PIDANA PENJARA

dokumen-dokumen yang mirip
RELEVANSI PIDANA KERJA SOSIAL DALAM PERSPEKTIF PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA

PIDANA KERJA SOSIAL DALAM RANGKA MENCAPAI TUJUAN PEMIDANAAN DI INDONESIA

TINJAUAN YURIDIS MENGENAI PENERAPAN SANKSI PIDANA PERUNDANG-UNDANGAN DI LUAR KODIFIKASI HUKUM PIDANA DALAM PENYELESAIAN KONFLIK PERTANAHAN

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PEMBINAAN BAGI NARAPIDANA NARKOTIKA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS II A KEROBOKAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PIDANA, PIDANA PENGAWASAN, PIDANA PENJARA DAN PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA

PEMBERLAKUAN ASAS RETROAKTIF DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PEMALSUAN IJAZAH

PERKEMBANGAN PIDANA DENDA DALAM PERSPEKTIF PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA INDONESIA

PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA MELARIKAN WANITA YANG BELUM CUKUP UMUR

PENGECUALIAN LARANGAN ABORSI BAGI KORBAN PERKOSAAN SEBAGAI JAMINAN HAK-HAK REPRODUKSI

PENCURIAN PRATIMA DI BALI DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA ADAT

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP KELALAIAN PENGEMUDI KENDARAAN BERMOTOR YANG MENYEBABKAN KEMATIAN DALAM KECELAKAAN DI JALAN RAYA

PIDANA PENGAWASAN DALAM PERSPEKTIF PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA. Oleh : I Made Ardian Prima Putra Marwanto

PELAKSANAAN PEMBERIAN CUTI BERSYARAT BAGI NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS IIA KEROBOKAN DENPASAR

ANALISIS HUKUMAN KEBIRI UNTUK PELAKU KEKERASAN SEKSUAL PADA ANAK DITINJAU DARI PEMIDANAAN DI INDONESIA

PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK TERHADAP TERSANGKA DI TINGKAT PENYIDIKAN OLEH KEPOLISIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Pidana Penjara Seumur Hidup (selanjutnya disebut pidana seumur hidup)

ANALISA YURIDIS PEMIDANAAN PADA TINDAK PIDANA PERSETUBUHAN TERHADAP ANAK DI BAWAH UMUR (STUDI KASUS PUTUSAN NO.85/PID.SUS/2014/PN.DPS.

BAB I PENDAHULUAN. kurangnya kualitas sumber daya manusia staf Lembaga Pemasyarakatan, minimnya fasilitas dalam Lembaga Pemasyarakatan.

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal, tetapi dapat juga

TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal

TINJAUAN YURIDIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PROSTITUSI SECARA ONLINE BERDASARKAN PERSPEKTIF CYBER CRIME

: : Ilmu Hukum FAKULTAS HUKUM

KEBIJAKAN DALAM PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PELACURAN SESUAI DENGAN PERDA KOTA DENPASAR NO. 2 TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Pidana bersyarat merupakan suatu sistem pidana di dalam hukum pidana yang

SKRIPSI. Diajukan guna memenuhi sebagian persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Hukum. Oleh : SHELLY ANDRIA RIZKY

Pembinaan Terhadap Terpidana Lanjut Usia di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Jambi

KRIMINALISASI TERHADAP PERBUATAN SPAMMING MELALUI MEDIA SOSIAL DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TETANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

ANALISA PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA BAGI DOKTER TERHADAP KASUS EUTHANASIA DITINJAU DARI KUHP YANG BERTENTANGAN DENGAN HAK ASASI MANUSIA

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PELAKU USAHA KECIL DALAM KEGIATAN BERUSAHA Oleh : I Putu Denny Pradnyana Putra Cokorde Dalem Dahana

PENERAPAN SANKSI YANG BERKEADILAN TERHADAP ANAK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ARTIS SEBAGAI KORBAN TINDAK PIDANA CYBERBULLYING PADA MEDIA SOSIAL INSTAGRAM DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Ketika seseorang yang melakukan kejahatan atau dapat juga disebut sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Proklamasi Kemerdekaaan 17 Agustus 1945, pada hakikatnya bertujuan. untuk membangun manusia dan masyarakat Indonesia seutuhnya.

SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PEMBANTU KEJAHATAN TERHADAP NYAWA

BAB I PENDAHULUAN. Penegakan hukum pidana merupakan sebagian dari penegakan hukum di

UPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

PERSPEKTIF KRIMINOLOGI DALAM MENGKAJI PERKOSAAN TERHADAP LAKI-LAKI Di INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. yaitu masalah pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran tertentu 2. Topik

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOBA YANG DILAKUKAN OLEH WARGA NEGARA ASING

PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK (SUATU KAJIAN TERDAPAT PASAL 310 KUHP)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK

TINJAUAN YURIDIS INFORMED CONCENT BAGI PENANGANAN PASIEN GAWAT DARURAT

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum yang memiliki konstitusi tertinggi dalam

Kebijakan Kriminal, Penyalahgunaan BBM Bersubsidi 36

BAB I PENDAHULUAN. dihukum 5 (lima) tahun penjara. Pembandingnya adalah para koruptor di republik

PEMBERLAKUAN ASAS RETROAKTIF DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS.

PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA DI DALAM KUHP SEBAGAI UPAYA KESELARASAN SISTEM PEMIDANAAN ATURAN HUKUM DENGAN UNDANG UNDANG KHUSUS DI LUAR KUHP

KEBIJAKAN FORMULASI FUNGSI KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA MENURUT UNDANG UNDANG NO 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

DAFTAR PUSTAKA. Batas Berlakunya Hukum Pidana, Raja Grafindo Persada, Jakarta,

Keywords: Financial loss of countries, corruption, acquittal, policy, prosecutor

KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI PENGADAAN BARANG DAN JASA. Nisa Yulianingsih 1, R.B. Sularto 2. Abstrak

BAB V PENUTUP. unsur-unsurnya adalah sebagai berikut : dapat diminta pertanggung jawaban atas perbuatannya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

Kejahatan merupakan bayang-bayang peradaban manusia, bahkan lebih maju dari peradaban

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. UUD 1945 pasal 1 ayat (3) bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum yang

REORIENTASI KEBIJAKAN FORMULASI SANKSI PIDANA PENJARA TERHADAP PEREMPUAN PELAKU TINDAK PIDANA DALAM RANCANGAN KUHP (RKUHP)

PELAKSANAAN PEMBINAAN YANG BERSIFAT KEMANDIRIAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS II B SLAWI

ANALISIS MENGENAI PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU PERZINAHAN DALAM PERSPEKTIF KUHP

Penerapan Pidana Bersyarat Sebagai Alternatif Pidana Perampasan Kemerdekaan

PENERAPAN PASAL 303 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA TENTANG PERJUDIAN TERKAIT SABUNG AYAM DI PROVINSI BALI

FAKTOR-FAKTOR PENGHAMBAT DALAM PEMBERIAN PEMBEBASAN BERSYARAT TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS IIA DENPASAR

SKRIPSI PERAN BAPAS DALAM PEMBIMBINGAN KLIEN PEMASYARAKATAN YANG MENJALANI CUTI MENJELANG BEBAS. (Studi di Balai Pemasyarakatan Surakarta)

EFEKTIVITAS PIDANA PENJARA DALAM MEMBINA NARAPIDANA

BAB IV SIMPULAN A. SIMPULAN

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP SIKAP KEJAKSAAN ATAS PELIMPAHAN BERKAS PERKARA OLEH PENYIDIK

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

ASAS TIADA PIDANA TANPA KESALAHAN (ASAS KESALAHAN) DALAM HUBUNGANNYA DENGAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI

Kata Kunci: pidana seumur hidup, tujuan pemidanaan, pemasyarakatan.

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI DALAM TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING) DI INDONESIA

Keywords: Abortion, Victims, Rape, Criminal Code, Law No. 36 of 2009.

PENANGGULANGAN PERDAGANGAN ORANG DALAM (INSIDER TRADING) DI BIDANG PASAR MODAL DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Pada era modernisasi dan globalisasi seperti sekarang ini

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PEMILIK WEBSITE YANG MENGANDUNG MUATAN PORNOGRAFI

JURNAL SKRIPSI. Disusun oleh : AYU CAHYANI SIRAIT

I. PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Pemidanaan

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan

PIDANA DENDA DALAM PEMIDANAAN SERTA PROSPEK PERUMUSANNYA DALAM RANCANGAN KUHP 1 Oleh : Selfina Susim 2

PERSPEKTIF KEBIJAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP NARAPIDANA YANG MELARIKAN DIRI PADA SAAT MENJALANI PIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN

Pengertian dan Sejarah Singkat Pemasyarakatan

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI DISPARITAS PUTUSAN PENGADILAN. lembaga yang berwenang kepada orang atau badan hukum yang telah

BAB I PENDAHULUAN. Hukum diciptakan oleh manusia mempunyai tujuan untuk menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kenyataan menunjukkan bahwa semakin maju masyarakat,

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia sebagai negara yang berdasarkan Pancasila dan

Lex Administratum, Vol. II/No.3/Jul-Okt/2014. PIDANA PENGAWASAN DALAM SISTEM PEMIDANAAN DI INDONESIA 1 Oleh: Victory Prawira Yan Lepa 2

Lex Administratum, Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017. KEDUDUKAN PIDANA SEUMUR HIDUP DALAM HUKUM PIDANA 1 Oleh: Falko J. Sangian 2

UNSUR MELAWAN HUKUM DALAM PASAL 362 KUHP TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA PELAKU PEMBAKARAN LAHAN

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIRARAJA SUMENEP - MADURA ORIENTASI PRINSIP PEMIDAAN DALAM SISTEM HUKUM DI INDONESIA

ANALISIS UNSUR-UNSUR PASAL 340 KUHP TENTANG PEMBUNUHAN BERENCANAPADA KASUS PEMBUNUHAN TRAGIS ANGGOTA ORMAS DI BALI

BAB III PENUTUP. lakukan maka dapatlah ditarik kesimpulan, sebagai berikut:

DIVERSI TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PENYALAHGUNAAN PSIKOTROPIKA GOLONGAN IV BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA Adi Surya

PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN APABILA TIDAK HANYA SATU KONSUMEN YANG MERASA TELAH DIRUGIKAN OLEH PRODUK YANG SAMA

Transkripsi:

ANALISIS MENGENAI SINGKRONISASI LEMBAGA PEMASYARAKATAN SEBAGAI PENGGANTI PIDANA PENJARA Oleh : Hendra Rusliyadi Pembimbing : IGN Dharma Laksana Bagian Hukum Pidana, Fakultas Hukum Universitas Udayana Abstract: Imprisonment is a punishment that often given to the criminals, but imprisonment is not have a detterent effect to the criminals. Different case with the concept of a correctional institution that seeks to educate the inmates. This research uses the juridical normative method, due to the conflict norms between of the Criminal Code by Act No. 12 of 1995 about Penitentiary. In terminology terms, imprisonment can be interpreted as a criminal seizure of independence. However, the concept is incompatible with the purpose of sentencing. On the other side, the correctional institution established to educate inmates. When they are out of the penitentiary, they have the skills and can live in a society very well. Therefore, it can be concluded that the concept of correctional institution is accordance with the purposes of the punishment is more concerned with the making process of the inmates. Keyword : Imprisonment, Penitentiary, Purposes of Sentencing, Detterent Effect Abstrak: Pidana penjara merupakan pidana yang sering diberikan kepada terdakwa, tetapi pidana penjara ini tidak dapat memberikan efek jera kepada para penjahat. Berbeda halnya dengan konsep lembaga pemasyarakatan yang bertujuan untuk mendidik para warga binaan. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, karena adanya konflik norma antara KUHP dengan UU No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Jika diartikan secara terminologi, pidana penjara dapat diartikan sebagai pidana perampasan kemerdekaan. Meskipun demikian, konsep tersebut tidak sesuai dengan tujuan pemidanaan. Di sisi lain lembaga pemasyarakatan dibentuk dengan maksud untuk mendidik warga binaan. Apabila telah keluar dari lembaga pemasyarakatan, mereka mempunyai keterampilan dan dapat bermasyarakat dengan baik. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa konsep lembaga pemasyarakatan ini sesuai dengan tujuan pemidanaan yang lebih memperhatikan proses pembinaan para warga binaan. Kata Kunci : Pidana Penjara, Lembaga Pemasyarakatan, Tujuan Pemidanaan, Efek Jera I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penegakan hukum pidana dalam kerangka kebijakan sosial dapat diwujudkan melalui sistem peradilan pidana yang sesuai dengan kebijakan kriminal. Kebijakan kriminal ini dapat diartikan sebagai penanggulangan kejahatan sosial dimasyarakat dan usaha pencegahan kejahatan tanpa menggunakan hukum pidana. Kebijakan kriminal ini memusatkan diri pada kegiatan pencegahan dan pemberian hukuman. Pemberian 1

hukuman ini dapat berupa sanksi seperti denda, penjara atau dapat berupa hukuman mati, tergantung jenis pelanggarannya. Berbicara mengenai pemberian hukuman ini, maka ancaman hukuman penjara masih menjadi hal yang utama diberikan dan dilaksanakan oleh mayoritas negara, termasuk di Indonesia. Jika dilihat dalam KUHP Indonesia, jumlah ancaman pidana penjara secara tunggal dan alternatif sebanyak 98% dari seluruh tindak pidana penjara yang diatur. Ketentuan pidana diluar KUHP, pidana penjara diancamkan sekitar 92% dari seluruh jumlah tindak pidana. Jumlah perumusan pidana penjara dan/atau denda (sistem alternatif-kumulatif) sekitar 23% jumlah pidana atau denda (perumusan alternatif) sekitar 21%, jumlah pidana saja (perumusan tunggal) sekitar 20%. 1 Walaupun pidana penjara sangat dominan, tetapi pada kenyataannya belum dapat menimbulkan efek jera bagi para narapidana. Apalagi, konsep penjara kini diartikan hanya sebatas menginap dihotel prodeo dan jika berkelakuan baik maka narapidana yang telah dibebaskan tersebut dapat dibebaskan dengan bersyarat ataupun bebas tanpa bersyarat, tanpa mempedulikan kondisi psikis pelaku kejahatan. Tentunya, hal ini tidak sesuai lagi dengan apa yang ingin dicapai dalam tujuan pemidanaan. Berbeda halnya dengan konsep dari lembaga pemasyarakatan. Konsep dari lembaga pemasyarakatan ini lebih menekankan pada pembinaan para pelaku kejahatan yang selanjutnya disebut warga binaan. Pembinaan dalam lembaga pemasyarakatan bukan hanya membina, tetapi juga memberikan pendidikan seperti pendidikan keterampilan (skill) yang dapat berguna ketika warga binaan tersebut telah keluar dari lembaga pemasyarakatan. Hal ini tentu menarik untuk ditelaah lebih mendalam karena adanya perbedaan antara konsep dari penjara dengan konsep lembaga pemasyarakatan. 1.2. Tujuan Tulisan ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis singkronisasi lembaga pemasyarakatan sebagai pengganti pidana penjara. II. ISI MAKALAH 2.1. Metode Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ilmiah ini adalah penelitian hukum normatif, karena terdapat konflik norma antara KUHP yang memuat kata 1 Barda Nawawi Arief, 1997, Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana Penjara, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, h. 201-202. 2

penjara, kemudian pada UU No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan menggunakan istilah lembaga permasyarakatan. Pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan undang-undang (statute approach) dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani. 2 2.2. Hasil dan Pembahasan 2.2.1. Pandangan Umum Terkait dengan Pidana Penjara Menurut Sudarto, istilah pidana perampasan kemerdekaan lazim juga disebut sebagai pidana penjara. 3 Ditinjau dari segi etimologis, kata penjara berasal dari kata penjoro (kata dari bahasa Jawa) yang berarti taubat atu jera, dipenjara berarti dibuat jera. 4 Istilah penjara berasal dari kata penjera artinya sesuatu yang menjadikan jera seseorang. Karena itu, kata penjara kemudian dirangkai dengan kata pidana (straf) dan akhirnya lahir istilah pidana penjara. Secara terminologis, pengertian pidana penjara di Indonesia sama dengan pidana perampasan kemerdekaan (deprived liberty). 2.2.2. Efektifitas dari Pidana Penjara Sebelumnya akan dibahas mengenai pengertian pemidanaan beserta tujuannya karena pemidanaan dan penjara sangat berkaitan erat. Menurut Sudarto, pemidanaan itu merupakan sinonim dari penghukuman, yang berasal dari kata hukum, sehingga dapat diartikan sebagai menetapkan hukum atau memutuskan tentang hukumnya (berechten). 5 Kemudian berbicara mengenai tujuan pemidanaan, maka pada dasarnya terdapat tiga pokok pemikiran tentang tujuan yang ingin dicapai dengan suatu pemidanaan, yaitu mencakup hal-hal berikut ini : a. Memperbaiki pribadi dari penjahatnya itu sendiri b. Membuat orang menjadi jera melakukan kejahatan c. Membuat penjahat-penjahat tertentu menjadi tidak mampu untuk melakukan kejahatan yang lain, yakni penjahat-penjahat yang dengan cara-cara lain sudah tidak dapat diperbaiki kembali. 6 Apabila melihat dari teori dan konsep pemidanaan diatas, maka pidana penjara itu masih belum efektif jika tidak dibenahi dari berbagai macam segi. Tidak efektifnya pidana penjara di Indonesia saat ini, disebabkan karena masih tidak ada batasan yang pasti antara tujuan pemidanaan yang ingin dicapai dengan masa penghukuman yang 2 Peter Mahmud Marzuki, 2010, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, h. 93. 3 Sudarto, 1981, Hukum dan Hukum Pidana, Alumni, Bandung, h. 90. 4 R.A. Koesnoen, 1964, Susunan Pidana dalam Negara Sosialis Indonesia, Sumur, Bandung, h. 9. 5 Tolib Setiady, 2010, Pokok Pokok Hukum Penitensier Indonesia, Alfabeta, Bandung, h. 22. 6 ibid, h. 31. 3

diperoleh dari penjara tersebut. Permasalahan lain yang muncul adalah daya tampung daripada penjara itu sendiri yang membuat para narapidana merasa tidak hidup normal. Bahkan, akibat buruk yang dapat ditimbulkan adalah apabila ada narapidana yang baru masuk, maka akan diintimidasi kembali oleh para narapidana yang lebih dahulu menempati kamar tahanan (sel) tersebut. 2.2.3. Lembaga Pemasyarakatan sebagai Pengganti Pidana Penjara Istilah Pemasyarakatan sebenarnya telah didengungkan pada tahun 1946 oleh Sahardjo ketika beliau berpidato ketika menerima gelar doctor honoris causa dari Universitas Indonesia tanggal 5 Juli 1963. 7 Menurut beliau lembaga pemasyarakatan itu bukan hanya sebagai tempat untuk semata-mata mempidana seseorang, melainkan juga untuk membina atau mendidik orang-orang terpidana, agar mereka itu setelah selesai menjalankan pidananya, mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan diluar lembaga pemasyarakatan. 8 Tujuan yang termuat dalam UU No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan selain membina warga binaan, juga terdapat asas equality before the law yang diberikan kepada setiap orang agar mendapatkan perlakuan yang sama dihadapan hukum. Hal ini sesuai dengan bunyi Pasal 2 jo 3 UU No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan yang menyebutkan bahwa, Pasal 2 UU No. 12 Tahun 1995 : Sistem pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka membentuk Warga Binaan Pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab. Pasal 3 UU No. 12 Tahun 1995 : Sistem pemasyarakatan berfungsi menyiapkan Warga Binaan Pemasyrakatan agar dapat berintegrasi secara sehat dengan masyarakat, sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab. Menyimak dari bunyi pasal-pasal di atas, maka lembaga pemasyarakatan lebih menjamin kehidupan para narapidana yang selanjutnya disebut warga binaan pemasyarakatan. Seperti yang telah disebutkan oleh Pasal 2 jo 3 UU No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, terdapat fungsi untuk mengubah warga binaan menjadi lebih baik, dengan cara memperbaiki warga binaan. Sehingga, warga binaan apabila telah 7 P.A.F. Lamintang, Hukum Penitensier Indonesia, Armico, Bandung, h. 33. 8 ibid, h. 33 4

keluar dari dalam Lembaga Pemasyarakatan dapat berbaur dengan kehidupan masyarakat dan sudah mempunyai keahlian yang telah dipelajari didalam Lembaga Pemasyarakatan. Oleh karena itu, maka Lembaga Pemasyarakatan juga mempunyai sebuah tujuan yang jelas terhadap apa yang ingin dicapai dari tujuan pemidanaan. III. KESIMPULAN Dari penjabaran di atas, maka dapat ditarik suatu kesimpulan daripada pembahasan ini, yaitu : 1. Apabila melihat dari teori dan konsep dari tujuan pemidanaan, maka pidana penjara itu masih belum begitu efektif karena tidak sesuai dengan tujuan pemidanaan. 2. Sistem pemasyarakatan lebih menonjolkan sisi pembinaan bukan pembalasan agar terpidana dapat menyadari kesalahannya sehingga ketika dikembalikan kepada masyarakat tidak akan mengulangi kembali perbuatannya. Hal ini sesuai dengan tujuan pemidanaan yaitu, untuk memperbaiki pribadi dari penjahatnya itu sendiri dan membuat orang menjadi jera melakukan kejahatan. IV. DAFTAR PUSTAKA Buku Arief, Barda Nawawi, 1997, Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana Penjara, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang. Koesnoen, R.A., 1964, Susunan Pidana dalam Negara Sosialis Indonesia, Sumur, Bandung. Lamintang, P.A.F., Hukum Penitensier Indonesia, Armico, Bandung. Setiady, Tolib, 2010, Pokok Pokok Hukum Penitensier Indonesia, Alfabeta, Bandung. Peter Mahmud Marzuki, 2010, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta. Sudarto, 1981, Hukum dan Hukum Pidana, Alumni, Bandung. Peraturan Perundang-Undangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan 5