BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN NO. 488/PID.B/2015/PN.SDA TENTANG PERCOBAAN PENCURIAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUMAN DAN MACAM- MACAM HUKUMAN MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM SERTA CUTI BERSYARAT

BAB IV. A. Pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Meulaboh dalam Putusan No. 131/Pid.B/2013/PN.MBO tentang Tindak Pidana Pembakaran Lahan.

Dalam memeriksa putusan pengadilan paling tidak harus berisikan. tentang isi dan sistematika putusan yang meliputi 4 (empat) hal, yaitu:

BAB IV. Hakim adalah organ pengadilan yang memegang kekuasaan kehakiman, yaitu kekuasaan Negara yang merdeka untuk meyelenggarakan peradilan guna

BAB IV ANALISIS FIKIH MURAFA AT TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SIDOARJO TENTANG PENCURIAN HELM TOD YANG DIKENAKAN PASAL 362

BAB IV. A. Analisis Pertimbangan Hakim pada Putusan Pengadilan Negeri Jombang No.23/Pid.B/2016/PN.JBG tentang Penggelapan dalam Jabatan

BAB IV. A. Pandangan Hukum Pidana Islam Terhadap Sanksi Hukuman Kumulatif. Dari Seluruh Putusan yang dijatuhkan oleh Hakim, menunjukkan bahwa

BAB IV ANALISIS SANKSI PIDANA TERHADAPPUTUSAN PENGADILAN. NEGERI SEMARANG NO.162/Pid.B/2011/PN. Smg TENTANG SEDIAAN FARMASI YANG TIDAK BERIZIN

BAB IV ANALISIS HUKUM TENTANG PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP RUMAH TANGGA DALAM PERSPEKTIF FIQH JINAYAH DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

A. Analisis Terhadap Putusan Hakim Kekerasan seksual pada anak, yaitu dalam bentuk pencabulan

crime dalam bentuk phising yang pernah terjadi di Indonesia ini cukup

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP HUKUMAN MATI BAGI PENGEDAR NARKOTIKA. dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009.

BAB IV. A. Analisis Pertimbangan Hakim Terhadap Tindak Pidana Penipuan yang. Berkedok Lowongan Pekerjaan (Studi Direktori Putusan Pengadilan Negeri

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM ATAS PUTUSAN PENGADILAN TINGGI MEDAN NOMOR : 67/PID.SUS/2015/PT.MDN DALAM PERKARA

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI PROBOLINGGO NO. 179/PID.B/PN.PBL TENTANG TINDAK PIDANA ILLEGAL LOGGING

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM DALAM PASAL 55 KUHP TERHADAP MENYURUH LAKUKAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEMBERIAN PEMBEBASAN BERSYARAT BAGI NARAPIDANA MENURUT PERMEN NO.M.2.PK.

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SANKSI PIDANA PELANGGARAN HAK PEMEGANG PATEN MENURUT UU NO. 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN

BAB II KONSEP TINDAK PIDANA ISLAM

BAB IV ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SEMARANG NO. 469 / PID.B / 2010 / PN. SMG. TENTANG PEMERKOSAAN TERHADAP ANAK DI BAWAH UMUR

BAB IV ANALISIS TENTANG SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP HUKUMAN BAGI RESIDIVIS PENCURIAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP CYBERBULLYING TAHUN 2016 TENTANG ITE

BAB III TINJAUAN FIQH JINAYAH TERHADAPPERCOBAAN KEJAHATAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TINDAK PIDANA MEMBUKA RAHASIA NEGARA SOAL UJIAN NASIONAL

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI LAMONGAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA PEMERASAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK

Pidana tanpa hak mentransmisikan Informasi Elektronik yang memiliki muatan. melakukan suatu tindak pidana pencemaran nama baik yang di media sosial

BAB IV. Analisis Hukum Pidana Islam Terhadap Remisi Kepada Pelaku Tindak Pidana. Korupsi

BAB IV ANALISIS PUTUSAN HUKUM HAKIM DAN FIQIH JINAYAH DALAM PUTUSAN PENGADILAN NEGERI LAMONGAN NO:164/PID.B/ 2013/PN

BAB III ANALISIS PERBANDINGAN PENGANIYAAN TERHADAP IBU HAMIL YANG MENGAKIBATKAN KEGUGURAN JANIN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM PIDANA POSITIF

BAB IV. Dasar Pertimbangan Hakim Terhadap Putusan Pengadilan Negeri. Pidana Hacker. Negeri Purwokerto No: 133/Pid.B/2012/PN.

BAB II PIDANA BERSYARAT DALAM HUKUM PIDANA ISLAM

BAB II PENGAMPUNAN DALAM HUKUM PIDANA ISLAM. Korupsi dapat diartikan sebagai bentuk tindak pidana pencurina uang negara,

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM ATAS PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI BANYUWANGI TERHADAP TINDAK PIDANA PENANGKAPAN IKAN DENGAN POTASIUM CIANIDA

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PERSYARATAN TEKNIS DAN SANKSI HUKUM MODIFIKASI KENDARAAN BERMOTOR YANG

BAB IV ANALISIS FIQH JINAYAH TERHADAP PIDANA CABUL KEPADA ANAK DI BAWAH UMUR

BAB IV ANALISIS JARI<MAH TA ZI<R TERHADAP SANKSI HUKUM MERUSAK ATAU MENGHILANGKAN TANDA TANDA BATAS NEGARA DI INDONESIA

BAB IV ANALISIS TERHADAP BATAS USIA DAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK DIBAWAH UMUR DALAM KASUS PIDANA PENCURIAN

BAB 1V ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI MEULABOH DALAM PUTUSAN NO.

BAB II PEMIDANAAN MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM

A. Gambaran Umum Pengadilan Negeri Mojokerto. 2. Sejarah Pengadilan Negeri Mojokerto

BAB IV TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TENTANG PELAKSANAAN TINDAKAN KHUSUS TERHADAP KAPAL PERIKANAN BERBENDERA

Hukum dibagi menjadi dua yaitu hukum formil dan hukum. mempertahankan dan melaksanakan hukum materiil.

BAB II PENGAMPUNAN DALAM HUKUM PIDANA ISLAM

BAB IV ANALISA HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PERTIMBANGAN HUKUM HAKIM DALAM TINDAK PIDANA PENIPUAN YANG DILAKUKAN OLEH DUKUN PENGGANDAAN UANG

BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN PERLINDUNGAN HUKUM PEKERJA ANAK DALAM HUKUM PIDANA ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002

ANALISIS TENTANG PENYATUAN PENAHANAN ANAK DENGAN DEWASA MENURUT FIKIH JINAYAH DAN UU NO. 23 TAHUN 2002

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II JARIMAH HIRABAH. adalah menjalankan perbuatan yang dilarang atau meninggalkan perbuatan

BAB I PENDAHULUAN. Tabiat manusia yang cenderung pada sesuatu yang menguntungkan bagi

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN HUKUM DALAM HUKUM REKAYASA FOTO DENGAN UNSUR PENCEMARAN NAMA BAIK DI FACEBOOK, INSTAGRAM, TWETTER, BBM DAN WHATSAAP

BAB IV. atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan,

BAB IV TINJAUAN HUKUM ACARA PIDANA ISLAM TERHADAP EKSEKUSI PUTUSAN PN SIDOARJO NO. 1169/Pid.B/2008/PN.SDA

PEMIDANAAN SERTA POLITIK HUKUM PIDANA DALAM KUHP/RKUHP DAN PERBANDINGAN DENGAN ISLAM

BAB II KONSEP PENAMBAHAN HUKUMAN MENURUT FIQH JINAYAH. Hukuman dalam bahasa Arab disebut uqūbāh.

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN CUTI BERSYARAT DI RUTAN MEDAENG MENURUT UU NO. 12 TENTANG PEMASYARAKATAN

BAB IV ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SEMARANG. NO.465/PID.B/2010/PN.Smg TENTANG PENCURIAN KOTAK AMAL MASJID

BAB II HUKUMAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA PENCURIAN. Kata pencurian dalam bahasa arabnya adalah al-sari>qah yang menurut

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEMENJARAAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PUTUSAN NO.203/PID.SUS/2011/PN.

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN HAKIM PENGADILA N NEGERI MEDAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA PENGEDARAN MATA UANG PALSU

BAB II SANKSI TA ZIR DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM. A. Pengertian dan Dasar Hukum Sanksi Ta zir dalam Hukum Pidana Islam

BAB III ANALISIS. hukum positif dan hukum Islam, dalam bab ini akan dianalisis pandangan dari kedua

HUKUM PIDANA DALAM PERSPEKTIF ISLAM DAN PERBANDINGANNYA DENGAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum ada tiga unsur seseorang dianggap telah melakukan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM. 1. Pengertian Tindak Pidana Menurut Hukum Pidana Islam

Jari>mah Ta zi>r> adalah jari>mah yang diancam dengan hukuman ta zi>r.

BAB IV. Perbuatan tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa dipandang. sebagai tindak kejahatan yang melanggar norma hukum.

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN. PENGADILAN NEGERI SURABAYA NO. 244/PID.B/PN.Sby TENTANG TINDAK PIDANA SENGAJA MEMAKAI SURAT PALSU

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP JARI<MAH TA ZI<>R. membantunya, menguatkan dan menolong. 1

BAB IV ANALISIS. A. Batasan Usia dan Hukuman Penjara Bagi Anak Menurut Ulama NU. Khairuddin Tahmid., Moh Bahruddin, Yusuf Baihaqi, Ihya Ulumuddin,

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DALAM PUTUSAN NOMOR 1/PID.SUS-ANAK/2016/PN.

BAB III PENCURIAN DALAM HUKUM PIDANA. A. Pengertian Pidana, Hukum Pidana, dan Bentuk-bentuk Pidana

BAB IV ANALISIS KOMPARATIF SANKSI TINDAK PIDANA PENCURIAN RINGAN DALAM FIFIH JINAYAH DENGAN PASAL 364 KUHP DAN PERMA NOMOR 2 TAHUN 2012

BAB II KETENTUAN TINDAK PIDANA PENCURIAN MENURUT HUKUM POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM

BAB IV ANALISIS PERCOBAAN MELAKUKAN PELANGGARAN DAN KEJAHATAN YANG TIDAK DIKENAI SANKSI

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ANAK YANG MENJADI KORBAN TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP TINDAK PIDANA PENADAHAN DALAM PUTUSAN NO 376/PID.B/2015/PN.SMG

BAB IV ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI KLATEN NOMOR 54/Pid.B/2013/PN.Klt. TENTANG PENCURIAN KOTAK AMAL MASJID

BAB IV TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN HAKIM NOMOR :191/PID.B/2016/PN.PDG

BAB IV STUDI KOMPARATIF HUKUM PIDANA INDONESIA DAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP MALPRAKTEK MEDIS

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan masyarakat, karena adanya pelanggaran atas ketentuan-ketentuan

BAB 1 PENDAHULUAN. hak-hak anak yang terkena masalah hukum. Hal ini terkait penangkapan 3 pelajar SMU

BAB IV. A. Analisis Hukum Pidana Islam tentang Kejahatan Korporasi Sebagaimana Diatur

BAB IV ANALISIS ASPEK PIDANA DALAM PASAL 2 UU NO. 21 TAHUN 2007 TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA ISLAM

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP TINDAKAN ASUSILA DAN PENGANIAYAAN OLEH OKNUM TNI

BAB I PENDAHULUAN. mengalami suatu kegagalan dalam memperjuangkan kepentingannya sendiri,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam rangka mengisi pembangunan di bidang hukum, maka

BAB V PENUTUP. dapat dijerat dengan pasal-pasal : (1) Pasal 285 Kitab Undang-undang Hukum

BAB IV HAK TERSANGKA MENURUT KUHAP DALAM PRESPEKTIF FIQIH MURA>FA AH. A. Persamaan Hak-Hak Tersangka Dalam Proses Penyidikan Menurut KUHAP

BAB I PENDAHULUAN. Hidup tenteram, damai, tertib serta berkeadilan merupakan dambaan setiap

BAB IV ANALISIS FIQH JINAYAH TERHADAP PEMBELAAN TERPAKSA YANG MELAMPAUI BATAS MENURUT PASAL 49 KUHP

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP SANKSI ABORSI YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DIBAWAH UMUR

BAB IV ANALISIS FIQH JINAYAH TERHADAP TINDAKAN MENGEMIS DI MUKA UMUM. A. Analisis terhadap Sanksi Hukum Bagi Pengemis Menurut Pasal 504

BAB I PENDAHULUAN. Dalam konteks syari at Islam, hukuman adalah sesuatu yang mengikuti

BAB II LANDASAN TEORI MENGENAI SANKSI HUKUM TERHADAP PELAKU PENODAAN AGAMA DALAM FIQH JINA>YAH

BAB I PENDAHULUAN. hidup atau sudah meninggal, sedang hakim menetapkan kematiannya. Kajian

BAB IV. A. Analisis Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Tindakan Main Hakim Secara. Bersama-Sama Bagi Pelaku Tindak Pidana Pengeroyokan

Assalamu alaikum wr. wb.

BAB II MENURUT FIKIH JINAYAH

Transkripsi:

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN NO. 488/PID.B/2015/PN.SDA TENTANG PERCOBAAN PENCURIAN A. Pertimbangan Hakim terhadap Tindak Pidana Percobaan Pencurian dalam Putusan No 488/Pid.B/2015/PN.Sda ditinjau dari Hukum Pidana Islam Dalam memutus suatu perkara hakim selalu memperhatikan hal-hal yang dapat meringankan maupun hal-hal yang dapat memberatkan hukuman terdakwa. Dalam hal ini hal-hal yang meringankan hukuman terdakwa yaitu: 1. Terdakwa berlaku sopan dalam persidangan; 2. Antara terdakwa dan saksi korban sudah berdamai dalam persidangan; 3. Terdakwa seorang ibu rumah tangga yang mempunyai tanggungan anak yang masih kecil. Pada tuntutan awal yang diberikan oleh penuntut umum adalah 4 bulan namun oleh Majelis Hakim diputus 2 bulan 15 hari, mengingat Hakim juga mempunyai otoritas dalam memberikan berat atau ringannya hukuman yang akan dijatuhkan kepada terdakwa. Melihat dari beberapa hal yang dapat meringankan hukuman terdakwa, yang pertama yaitu karena terdakwa berlaku sopan di pengadilan, berlaku sopan dalam hal ini berbicara masalah menghormati, dalam hal apapun bila ada seseorang yang menghormati orang lain maka orang lain tersebut akan membalas juga dengan menghormati dirinya. Dan sopan merupakan bagian akhlak mah}mudah, maka ketika terdakwa berlaku sopan dalam persidangan, 50

51 hal tersebut dapat menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan berat ringannya suatu hukuman. Yang kedua yaitu terdakwa dan saksi korban telah berdamai, dalam hukum pidana Islam ada beberapa hal yang dapat menggugurkan hukuman, salah satunya yaitu adanya pengampunan atau pemaafan dari pihak korban atau kedua pihak telah berdamai, 1 jika korban sudah memaafkan segala kesalahan terdakwa maka dalam hukum pidana Islam hal tersebut bisa menggugurkan hukumannya, kekuasaan korban dalam memberikan pengampunan atau pemaafan tersebut hanya terbatas pada halhak yang berhubungan dengan haknya. Dan penjatuhan hukuman tersebut yaitu untuk mendidik pelaku dan memperbaikinya sehingga jika korban mengampuni pelaku, pengampunannya itu tertuju pada hak pribadi korban saja, namun mengingat perbuatan terdakwa yang dijatuhi hukuman tersebut, bahwasanya hukuman penjara tersebut dijatuhkan kepada terdakwa supaya terdakwa mendapatkan efek jera dengan apa yang telah dilakukannya. Jadi menurut penulis hukuman 2 bulan 15 hari tersebut dijatuhkan agar terdakwa dapat merasakan efek jera dan penyesalan atas perbuatan yang telah dilakukannya. Yang ketiga yaitu terdakwa masih mempunyai anak kecil, dalam hal ini terdakwa masih mempunyai kewajiban untuk menafkahi dan mendidik anaknya, anak yang masih kecil tidak bisa dijauhkan dengan orang tuanya terutama seorang ibu, dalam hal ini Majelis Hakim juga mempertimbangkan tanggungan anak yang masih kecil tersebut dengan beberapa hal lainya. 1 Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas..., 173.

52 Dalam bab sebelumnya menjelaskan bahwa percobaan pencurian merupakan pencurian yang tidak sempurna dan pencurian tidak sempurna hukumannya adalah ta zi>r, dan dalam ta zi>r Hakim mempunyai otoritas dalam menentukan hukuman bagi terdakwa, sebab Hakim yang memegang ujung pemerintahan kaum muslimin. Hukuman ta zi>r tidak diperkenankan menjatuhkan hukuman selain dari imam atau Hakim kecuali dari tiga orang diantaranya: 2 1. Ayah 2. Majikan 3. Suami Fungsi dari ta zir yaitu untuk mendidik terdakwa agar tidak melakukan lagi perbuatan yang telah dilakukan, mendidik dalam hal ini seorang Hakim memberikan pengertian bahwa perilaku yang telah dilakukannya itu salah. Namun apabila Hakim bertindak berlebihan dalam upaya mendidik terdakwa, maka Hakim termasuk orang yang telah melakukan penganiayaan, dan apabila itu terjadi maka Hakim harus mempertanggung jawabkan perilakuknya. Dalam suatu penjatuhan hukuman atau pemidanaan ada prinsip dasar untuk mencapai tujuan pemidanaan dan oleh ulama fiqh harus memenuhi kriteria yaitu: 3 2 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, Juz 10, (Bandung: PT Alma arif, 2004), 166. 3 Makrus Munajat, Dekonstruksi Hukum..., 40.

53 1. Hukuman itu bersifat universal, yaitu dapat menghentikan orang melakukan suatu tindak kejahatan, bisa menyadarkan dan mendidik bagi pelaku jarimah. 2. Penerapan materi hukuman itu sejalan dengan kebutuhan dan kemslahatan masyarakat. 3. Seluruh bentuk hukuman yang dapat menjamin dan mencapai kemaslahatan pribadi dan masyarakat, adalah hukuman yang disyaria atkan, karena harus dijalankan. 4. Hukuman dalam Islam bukan hal balas dendam, tetapi untuk melakukan perbaikan terhadap pelaku tindak pidana. Jadi dengan beberapa hal yang telah dijelaskan diatas, hukuman yang dijatuhkan kepada terdakwa memang sangat ringan dari yang telah di dakwakan oleh jaksa penuntut umum, namun dalam hal ini menurut penulis sanksi tersebut sudah memberikan efek jera dan juga memberikan pendidikan kepada terdakwa, mengingat terdakwa juga belum mengambil barang sama sekali, dan terdakwa juga baru pertama kali melakukan tindak pidana atau bukan residivis. B. Sanksi Tindak Pidana Percobaan Pencurian dalam Putusan No 488/Pid.B/2015/PN.Sda ditinjau dari Hukum Pidana Islam Percobaan melakukan tindak pidana atau dengan kata lain percobaan melakukan jarimah dalam hukum pidana Islam disebut juga dengan al- Syu>ru>. Membedakan pencurian sempurna dengan percobaan pencurian

54 sangatlah penting artinya dalam hukum Islam. Hal ini disebabkan hukuman potong tangan hanya berlaku bagi pencurian sempurna. Percobaan pencurian, dalam keadaan apa pun, tidak mewajibkan hukuman potong tangan. Hukuman atas percobaan pencurian selamanya hanya berupa hukuman ta zir. 4 Dapat diketahui dengan jelas bahwa perbuatan yang dilakukan pelaku tindak pidana percobaan pencurian hanya dapat dijatuhi hukuman ta zir, hal ini dikarenakan pelaku tidak sampai melakukan pencurian sempurna, hanya saja pelaku sampai mencongkel jendela pemilik rumah, menurut ulama Zahiriyah bahwa pencurian sempurna terjadi hanya dengan penguasaan pelaku atas barang curian secara lahiriah. Artinya, pencuri sudah dianggap sempurna hanya dengan meletakkan tangan pada sesuatu secara fisik walaupun pencuri belum mengeluarkan barang curiannya dari tempat penyimpanan atau memindahkan barang tersebut dari tempatnya. Menurut mayoritas fukaha, pencurian sempurna tercipta dengan dikeluarkannya barang curian dari tempat penyimpanan atau dengan masuknya barang tersebut kedalam kekuasaan pencuri dan keluarnya barang tersebut dari kekuasaan korban. Tempat penyimpanan itu ada dua macam, tempat penyimpanan karena dirinya sendiri dan tempat penyimpanan karena ada penjagaan. Agar pencurian pada tempat penyimpanan jenis pertama dianggap sempurna, 4 Abdul Qadir Al Audah, Ensiklopedia Hukum Pidana Islam,(Ahsin Sakho Muhammad dkk), Jilid III. (Jakarta: PT Kharisma Ilmu, 2008), 184

55 pencuri harus mengeluarkan barang dari tempat penyimpanan. Jika ia mencuri dari sebuah rumah, pencuri tidak dianggap sempurna kecuali dengan mengeluarkan barang dari rumah tersebut. Mengeluarkan barang curian dari rumah tersebut. Mengeluarkan barang curian tidak dianggap sebagai tempat penyimpanan yang mandiri sedangkan halaman rumah (tempat diletakkannya barang curian) adalah halaman bersama dalam satu kompleks rumah (satu kompleks tempat penyimpanan). Pendapat mayoritas fukaha dalam pencurian sempurna sangat mirip dengan pendapat mayoritas pakar hukum konvensional. Pendapat ini digunakan dalam banyak hukum konvensional. Menurut mereka, pencuri tidak sempurna kecuali dengan menguasai sesuatu yang dicuri dengan penguasaan yang sempurna, yaitu mengeluarkan barang curian dari kekuasaan pemiliknya dan memasukkannya ke dalam kekuasaan pencuri. Ketetapan hukum Islam dalam memberikan hukuman terhadap percobaan tindak pidana sama seperti pendapat beberapa aliran konvensional. Akan tetapi, teori hukum Islam lebih luas dibanding aliran pemikiran mereka.hukum Islam memberikan hukuman atas perbuatan pelaku jika perbuatan tersebut tergolong maksiat, baik perbuatan tersebut mutlak maupun tidak mutlak mengakibatkan terjadinya unsur materiil dalam tindak pidana yang dituju. Namun lain halnya bila mengambil uang atau harta milik anaknya sendiri, karena harta seorang anak juga harta milik orang

56 tuanya juga jadi seorang yang mencuri harta milik anaknya sendiri tidak dapat dijatuhi hukuman potong tangan. 5 Menurut kaidah hukum Islam, hukuman ta zi>r ada dalam setiap perbuatan maksiat yang tidak memiliki hubungan h}udud dan kafarat yang pasti. Artinya, selama sebuah tindak pidana tidak mewajibkan hukuman h}udud atau kafarat, setiap perbuatan maksiat dianggap sebagai tindak pidana yang hukumannya berupa ta zi>r. Karena hukuman h}udud dan kafarat tidak diberlakukan kecuali pada tindak pidana khusus yang sempurna perbuatannya, setiap percobaan perbuatan haram tidak hukum kecuali dengan hukuman ta zi>r. Setiap percobaan tindak pidana yang ada hukumannya dianggap sebagai kemaksiatan atau tindak pidana sempurna jika pelaku memang berniat melakukan itu saja atau ia melakukan tindak pidana yang lain dari jenis yang lain. Jika seorang pencuri melubangi rumah lalu rumah tersebut diperbaiki sebelum dia masuk, maka dia dianggap melakukan maksiat dan wajib dihukum. Maksiat ini dengan sendirinya sudah dianggap tindak pidana yang sempurna walupun itu hanya tindakan permulaan dari tindak pidana pencurian. Pencuri yang memanjat pagar rumah sasaran pencurian sudah dianggap melakukan kemaksiatan.seseorang yang diizinkan memasuki sebuah rumah lalu mengumpulkan berbagai barang untuk dicuri, tetapi dia tertangkap sebelum keluar rumah, dianggap sudah melakukan maksiat, 5 Topo Santoso, Membumikan Hukum Pidana Islam,( Jakarta: Gema Insani, 2003), 29.

57 demikian seterusnya.pencuri yang melakukan perbuatan yang diharamkan hukum Islam dianggap telah melakukan kemaksiatan, yaitu tindak pidana sempurna yang dengan sendirinya wajib dijatuhi hukuman. Ketetapan ini berlaku kendati maksiat tersebut merupakan bagian dari tindak pidana lain jika perbuatan tersebut dilihat sebagai tindak pidana yang belum sempurna. Jika pencuri menyempurnakan rangkaian menyempurnakan rangkaian perbuatan-perbuatan tersebut hingga membentuk tindak pidana pencurian dan ia keluar dengan membawa barang curian dari tempat penyimpanan, semua perbuatan tersebut dianggap sebagai kumpulan tindak pidana tertentu, yaitu pencurian. Dengan sempurnanya tindak pidana pencurian, hukuman h}udud wajib dijatuhkan kepada pelaku, yaitu hukuman yang ditentukan untuk pencurian sempurna. Akibatnya, hukuman takzir yang berada dibawahnya menjadi terhalang karena semua perbuatan pelaku dianggap sebagai satu kesatuan dan membentuk tindak pidana pencurian. Suatu perbuatan dianggap tindak pidana jika perbuatan tersebut berbentuk maksiat, yaitu melanggar hak masyarakat atau hak perorangan. Perbuatan tersebut tidak harus permulaan dari pelaksanaan unsur materiil tindak pidana, tetapi cukup berupa maksiat.selain itu, perbuatan tersebut harus dimaksudkan untuk melaksanakan unsur materiil masih ada beberapa langkah yang harus dilakukan. Dalam pencurian, misalnya membongkar, memanjat, memecahkan pintu dan membukanya dengan kunci buatan adalah perbuatan maksiat yang berhak dijatuhi hukuman ta zi>r. Perbuatan ini disebut sebagai percobaan

58 pencurian walaupun masih ada beberapa langkah antara perbuatan tersebut dan perbuatan materiil yang membentuk tindak pidana pencurian, yaitu masuk ke tempat pencurian, menguasai barang-barang curian, dan mengeluarkannya dari tempat penyimpanan. Pelaku tindak pidana juga harus dijatuhi hukuman ta zi>r karena dianggap sebagai pelaku maksiat atau melakukan percobaan pencurian karena ia bersiap-siap melubangi, membuka pintu atau mencoba memanjat walaupun apa yang dia lakukan tidak sempurna. Abu Abdullah az-zaubairi 6 mewajibkan hukuman ta zi>r atas seseorang yang dianggap sebagai pelaku kemaksiatan atau percobaan pencurian karena ia didapati berada disebelah rumah yang diduga menjadi sasaran pencurian, dengan membawa alat kikir untuk membuka pintu atau bor untuk melubangi dinding walaupun ia belum mebuka pintu atau melubangi dinding. Abu Abdullah juga mewajibkan hukuman ta zi>r jika pelaku didapati mengamati lokasi yang dicurigai menjadi sasaran pencurian atau menunggu lalainya penjaga agar bisa mengambil barang yang dijaga. Ukuran perbuatan yang dianggap sebagai percobaan tindak pidana adalah perbuatan tertuduh yang membentuk kemaksiatan, seperti melubangi. Untuk mengetahui apakah perbuatan yang dilakukan itu maksiat atau tidak, bisa dilihat dari niat pelakulah yang menghilangkan keraguan tentang perbuatan yang ia lakukan dan memastikan terjadi atau tidaknya kemaksiatan. Keberadaan pelaku di dekat tempat pencuri dengan membawa 6 Abdul Qadir Al Audah, Ensiklopedia Hukum Pidana Islam..., 188.

59 alat kikir atau bor bisa dikarenakan ia bermaksud mencuri dari tempat tersebut atau tempat lainnya. Ia mungkin juga ingin mencuri atau melakukan perbuatan lain yang tidak diharamkan. Akan tetapi, niat pelakulah yang mengeluarkan perbuatan tersebut dari ranah perkiraan/kemungkinan kepada ranah keyakinan dan memastikan terjadi atau tidaknya kemaksiatan. Jadi sudah jelas bahwa percobaan pencurian dijatuhi hukuman ta zi>r, seperti halnya dalam kasus putusan Pengadilan Negeri Sidoarjo, bahwa terdakwa mencoba mencongkel daun jendela dengan menggunakan obeng, dalam hal ini terdakwa sudah mempunyai niatan untuk melakukan tindak pidana juga sudah mengincar rumah korban, dan sudah melakukan persiapan dengan menyiapkan obeng tersebut kemudian terdakwa melaksanakan percobaan melakukan jarimah. Dalam hukum pidana Islam percobaan jarimah juga mempunyai fasefase pelaksanaan jarimah 7, dari kasus tersebut terdakwa telah melakukan fase pemikiran dan perencanaan. Memikirkan dan merencanakan sesuatu jarimah tidak dianggap ma siat yang dapat diajtuhi hukuman, karena menurut aturan dalam syari at Islam, seseorang tidak dapat dituntut karena lintasan hatinya atau niatan yang tersimpan dalam dirinya. Yang kedua yaitu fase persiapan, dimana dalam kasus ini terdakwa telah mempersiapkan obeng untuk melakukan jarima, dalam hukum pidana Islam fase persiapan juga tidak dianggap sebagai maksiat yang dapat dijatuhi hukuman, kecuali apabila perbuatan persiapan itu sendiri dipandang sebagai 7 Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1990), 121.

60 maksiat, seperti hendak mencuri milik seseorang dengan jalan membiusnya. Alasan untuk tidak memasukkan fase persiapan sebagai jarimah, ialah bahwa perbuatan seseorang yang bisa dihukum harus berupa perbuatan maksiat, dan maksiat itu baru terwujud apabila berisi pelanggaran terhadap hak Tuhan (hak rakyat) dan hak manusia, sedangkan menyiapkan alat-alat jarimah pada galibnya tidak berisi suatu kerugian nyata terhadap hak-hak tersebut. Selanjutnya yaitu fase pelaksanaan, dimana dalam kasus ini terdakwa memulai jarimah dengan mencongkel daun jendela rumah korban namun hal tersebut terhenti karena aksinya diketahui tetangganya bukan terhenti karena dirinya sendiri, dalam fase ini perbuatan terdakwa dianggap sebagai jarimah dan dapat dijatuhi hukuman, ketidak menjadi persoalan apakah perbuatan tersebut merupakan permulaan pelaksanaan unsur materiil jarimah atau tidak, melainkan cukup dihukum apabila perbuatan itu berupa maksiat, yaitu yang berupa pelanggaran atas hak masyarakat dan hak perseorangan, dan dimaksudkan pula untuk melaksanakan unsur materiil, meskipun antara perbuatan tersebut dengan unsur materiil masih terdapat beberapa langkah lagi. Jadi ukuran perbuatan dalam percobaan yang bisa dihukum ialah apabila perbuatan tersebut berupa maksiat. Dalam hal ini niatan dan tujuan pembuat sangat penting artinya untuk menentukan apakah perbuatan itu maksiat atau tidak. Maksud utama sanksi ta zir adalah sebagai preventif dan represif serta kuratif dan edukatif. Atas dasar ini ta zir tidak boleh membawa kehancuran.

61 Yang dimaksud dengan preventif yaitu bahwa sanksi ta zir harus memberikan dampak positif bagi orang lain, sehingga orang lain tidak melakukan perbuatan yang sama dengan perbuatan terhukum. Dan yang dimaksud dengan fungsi represif yaitu bahwa sanksi ta zir harus memberikan dampak positif bagi si terhukum, sehingga ia tidak lagi melakukan perbuatan yang menyebabkan dirinya dijatuhi hukuman ta zir. Oleh karena itu, sanksi ta zir itu baik dalam fungsinya sebagai usaha preventif maupun represif, harus sesuai dengan keperluan, tidak lebih dan tidak kurang dengan menerapkan prinsip keadilan. Yang dimaksud dengan fungsi kuratif (islah}) adalah bahwa sanksi ta zir itu harus mampu membawa perbaikan sikap dan perilaku terhukum dikemudian hari. Dan maksud dari edukatif yaitu bahwa sanksi ta zir harus mampu menumbuhkan hasrat terhukum untuk mengubah pola hidupnya sehingga ia akan menjauhi perbuatan maksiat bukan karena takut hukumanmelainkan semata-mata karena tidak senang terhadap kejahatan. Sudah tentu sangat penting dalam hal ini pendidikan agama sebagai sarana memperkuat keimanan dan ketakwaannya, sehingga ia menjauhi segala macam maksiat untuk mencari keridahaan Allah swt. 8 Dalam ta zir terdapat beberapa macam jenis sanksi atau hukuman, seperti yang telah dijelaskan bahwa hukuman ta zir adalah hukuman yang belum ditetapkan oleh syara dan diserahkan kepada ulil amri untuk 8 A. Djazuli, Fiqh Jinayah..., 191.

62 menetapkannya. 9 Hukuman ta zir ini jenisnya beragam, namun secara garis besar dapat dikelompokkan kepada empat kelompok, yaitu sebagai berikut: 1) Hukuman ta zir yang mengenai badan, seperti hukuman mati dan jilid (dera). 2) Hukuman yang berkaitan dengan kemerdekaan seseorang, seperti hukuman penjara dan pengasingan. 3) Hukuman ta zir yang berkaitan dengan harta, seperti denda, penyitaan atau perampasan harta, dan penghancuran barang. 4) Hukuman-hukuman lain yang ditentukan oleh ulil amri demi kemaslahatan umum. Dari uraian tersebut yang sesuai dengan hukuman bagi pelaku tindak pidana percobaan yaitu hukuman yang ditentukan oleh ulil amri demi kemaslahatan umum dan juga hukuman yang berkaitan dengan kemerdekaan seseorang, namun perlu diketahui terlebih dahulu beberapa macam hukuman lain yang ditentukan oleh ulil amri demi kemaslahatan umum yang dimaksud oleh penulis yaitu terdakwa dihadirkan di hadapan sidang, 10 apabila pelaku membandel atau perbuatannya cukup membahayakan maka pelaku dapat dipanggil ke hadapan sidang untuk diberi peringatan keras. Isi peringatan itu misalnya sama dengan yang dikemukakan diatas, tetapi langsung diucapkan oleh hakim. Pemanggilan pelaku kedepan sidang pengadilan ditambah dengan peringatan keras yang disampaikan secara langsung oleh hakim, bagi orang 9 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana..., 285. 10 Ibid, 268.

63 tertentu sudah cukup dan merupakan hukuman yang efektif. Namun dalam hal perkara percobaan pencurian ini pelaku juga dapat dijatuhi hukuman atau sanksi ta zir yang berkaitan dengan perampasan kemerdekaan. Sanksi perampasan kemerdekaan yang dimaksud oleh penulis yaitu hukuman penjara. Hukuman penjara (al-h}absu>) menurut Ibnu Qayyim yaitu menahan seseorang untuk tidak melakukan perbuatan hukum, baik tahanan itu dirumah, di masjid, maupun ditempat lain. 11 Dalam refrensi lain Ibnu Qayyim mendefinisikan penjara al-h}absu> menurut syara bukanlah menahan pelaku di tempat yang sempit, melainkan menahan seseorang dan mencegahnya agar ia tidak melakukan perbuatan hukum. 12 Kebanyakan ulama membolehkan Ulil Amri membuat penjara, meskipun ada ulama yang tidak membolehkannya, karena Nabi dan Abu Bakar tidak membuatnya, meskipun beliau pernah menahan seseorang dirumahnya atau di masjid. Hukuman penjara dalam syariat Islam dibagi menjadi dua bagian, yaitu: a) Hukuman penjara yang dibatasi waktunya b) Hukuman penjara yang tidak dibatasi waktunya Dari uraian tersebut maka dalam putusan PN Sidoarjo tersebut menurut penulis hukumannya termasuk dalam hukuman penjara yang terbatas waktunya karena dalam putusan tersebut hakim memutus perkara tersebut dengan batas yang jelas. 11 A. Djazuli, Fiqh Jinayah..., 204. 12 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana..., 261.

64 Dalam hukum pidana Islam lamanya hukuman penjara tidak ada kesepakatan di kalangan ulama. Sebagian ulama, berpendapat bahwa lamanya penjara bisa dua bulan atau tiga bulan atau kurang lebih. Sebagian lagi berpendapat bahwa penentuan tersebut diserahkan kepada hakim. Menurut Imam Al-Mawardi, hukuman penjara dalam ta zi>r berbeda-beda, tergantung kepada pelaku dan jenis jarimahnya. diantara pelaku ada yang dipenjara selama satu hari dan ada pula yang lebih lama. Batas tertinggi untuk hukuman penjara terbatas ini juga tidak ada kesepakatan di kalangan fuqaha. Menurut Syafi iyah batas tertinggi untuk hukuman penjara terbatas ini adalah satu tahun. Mereka mengkiaskannya pada hukuman pengasingan dalam h}ad zina yang lamanya hanya satu tahun dan hukuman ta zi>r tidak boleh melebihi hukuman h}ad. Akan tetapi, tidak semua ulama Syafi iyah menyepakati pendapat tersebut. Seperti yang dikemukakan Imam Al-Mawardi bahwa diantara para pelaku ada yang dikenakan hukuman penjara selama satu hari, ada pula yang lebih banyak sampai batas yang ditentukan, tergantung kepada perbedaan pelaku dan jarimahnya. Adapun pendapat yang dinukil dari Abdullah Az-Zubairi adalah ditetapkannya masa hukuman penjara dengan satu bulan, atau enam bulan. Az-Zailai menyebutkan masa hukuman penjara dua bulan atau tiga bulan atau bisa kurang atau bahkan bisa lebih lama lagi. Demikian pula Imam Ibn Al-Majasyun dari ulama Malikiyah menetapkan lamanya hukuman bisa setengah bulan, dua bulan, atau empat bulan, tergantung kepada kadar harta yang ditahannya.

65 Dari uraian tersebut, terlihat jelas bahwa tidak ada batasan tertinggi yang pasti dan dijadikan pedoman umum untuk hukuman penjara sebagai ta zir, dan hal itu diserahkan kepada ijtihad hakim dengan memperhatikan perbedaan kondisi jarimah, pelaku, tempat, waktu, dan situasi ketika jarimah itu terjadi. Adapun batas terendah dari hukuman penjara sebagai ta zi>r juga tidak ada kesepakatan dikalangan ulama. Menurut sebagian ulama, seperti Imam Al-Mawardi, batas terendah hukuman penjara adalah satu hari. Akan tetapi menurut Ibn Qudamah, tidak ada ketentuan yang pasti, melainkan diserahkan kepada ijtihad imam (ulil amri). Menurut Ibn Qudamah, apabila hukuman penjara (ta zi>r) ditentukan batasnya maka sama dengan h}ad, dan itu berarti tidak ada bedanya antara hukuman h}ad dan ta zi>r. 13 Jadi dengan beberapa keterangan diatas, bahwa seorang hakim punya sebuah otoritas untuk menentukan besar kecilnya suatu hukuman, batasan hukuman penjara tidak ada patokan untuk menentukan berapa lama terdakwa dijatuhi hukuman penjara begitu juga dengan sanksi atau hukuman penjara yang dijatuhkan oleh hakim dalam putusan Pengadilan Negeri Sidoarjo No 488/Pid.B/2015/PN. Sda, bahwa hakim memutuskan hukuman penjara hanya 2 bulan 15 hari sedangkan tuntutan dari penuntut umum adalah 4 bulan dikurangi dari masa tahanan, putusan hakim yang besarnya 2 bulan 15 hari tersebut merupakan kekuasaan hakim yang dapat memutuskan lamanya terdakwa dijatuhi hukuman. Jadi sanksi ta zir yang diberikan 13 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana..., 263.

66 kepada terdakwa pelaku tindak pidana percobaan pencurian tersebut diputus oleh hakim berdasarkan kekuasaan ulil amri (hakim). Menurut penulis hukuman yang dijatuhkan kepada terdakwa 2 bulan 15 hari tersebut sudah tepat, mengingat terdakwa belum sempat mengambil harta milik korban, dan juga beberapa hal yang dapat meringankan hukuman terdakwa. Dalam hukum pidana Islam hukuman ta zi>r, hakim memiliki keleluasaan sepenuhnya dalam menjatuhkan hukuman sesuai dengan pertimbangan diatas, serta kondisi pelaku, situasi dan tempat kejahatan.