BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Digunakan untuk kendaraan bermotor. Digunakan untuk publik. Dibiayai oleh badan publik

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13/PRT/M/2011 TENTANG TATA CARA PEMELIHARAAN DAN PENILIKAN JALAN

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 13 /PRT/M/2011 TENTANG TATA CARA PEMELIHARAAN DAN PENILIKAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN DAK SUBBIDANG JALAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI

BAB III LANDASAN TEORI. digunakan sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan. Nilai Pavement Condition Index

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 132, 2004 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pendahuluan 10/12/2009

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN Perkembangan Teknologi Jalan Raya

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN A. SEJARAH PERKEMBANGAN JALAN RAYA

MEKANISME PERENCANAAN DAN PEMROGRAMAN SERTA PELAKSANAAN KEGIATAN BIDANG JALAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Jalan Raya

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01/PRT/M/2014 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG

BAB I PENDAHULUAN. terjamin kekuatan dan ketebalannya sehingga tidak akan mengalami distress yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum

MENGGAPAI PELAYANAN PRIMA

MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peraturan Perundangan di Bidang LLAJ. Pasal 3 yang berisi menyataan transportasi jalan diselenggarakan

PETUNJUK PELAKSANAAN SUBBIDANG JALAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berlangsung tanpa diduga atau diharapkan, pada umumnya ini terjadi dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum

Perencanaan Geometrik & Perkerasan Jalan PENDAHULUAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERSYARATAN TEKNIS JALAN UNTUK RUAS JALAN DALAM SISTEM JARINGAN JALAN PRIMER < < <

EVALUASI KONDISI JALAN DITINJAU DARI PERSPEKTIF KINERJA FUNGSIONAL DAN STRUKTURAL (Studi Kasus Jalan Jayawijaya Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. Permukaan tanah pada umumnya tidak mampu menahan beban kendaraan

KODE-KODE LAPORAN INVENTARISASI JEMBATAN

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEMELIHARAAN JALAN: 13. STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEMELIHARAAN BERKALA JEMBATAN

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 14 (Empat belas)

PENANGANAN DAERAH ALIRAN SUNGAI. Kementerian Pekerjaan Umum

2 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5422); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 34

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. Pada metode Bina Marga (BM) ini jenis kerusakan yang perlu diperhatikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbaru (2008), Evaluasi adalah penilaian. pelayanan adalah kemampuan ruas jalan dan/atau persimpangan untuk

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. membangun daerah-daerah tertinggal dan terpencil, maka pembangunan

BAB III LANDASAN TEORI. A. Parameter Desain

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I. SEJARAH PERKERASAN JALAN.

BAB I PENDAHULUAN. satu atau beberapa lapis perkerasan dari bahan-bahan yang diproses, dimana

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1987 TENTANG PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAH DI BIDANG PEKERJAAN UMUM KEPADA DAERAH

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 28 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN JALAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 1985 TENTA NG JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG

Parameter perhitungan

PETUNJUK PELAKSANAAN SUBBIDANG JALAN I. PENDAHULUAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1987 TENTANG PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAH DI BIDANG PEKERJAAN UMUM KEPADA DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bermanfaat atau dapat berguna untuk tujuan tujuan tertentu. Alat pendukung. aman, nyaman, lancar, cepat dan ekonomis.

BUPATI SIDOARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PEMANFAATAN DAN PENGGUNAAN BAGIAN-BAGIAN JALAN KABUPATEN

MATRIK TURUNAN UU NO. 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DIVISI 4 PELEBARAN PERKERASAN DAN BAHU JALAN SEKSI 4.1 PELEBARAN PERKERASAN UMUM PERSYARATAN

1. PENDAHULUAN. Jalan memiliki syarat umum yaitu dari segi konstruksi harus kuat, awet dan kedap. Supardi 1)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KODE-KODE LAPORAN INVENTARISASI JEMBATAN

SISTEM DRAINASE PERMUKAAN

DIVISI 4 PELEBARAN PERKERASAN DAN BAHU JALAN SEKSI 4.1 PELEBARAN PERKERASAN

STATISTIK PERHUBUNGAN KABUPATEN MAMUJU 2014

BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) Kegiatan Pemeliharaan Rutin Jembatan. Balai Pelaksana Teknis Bina Marga Wilayah Wonosobo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI. Persiapan. Pengamatan Pendahuluan. Identifikasi Masalah. Alternatif Pendekatan Masalah. Pengumpulan Data Data Primer Data Sekunder

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 35/PRT/M/2006

2.1 ANALISA JARINGAN JALAN

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 42/PRT/M/2007 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENGGUNAAN DANA ALOKASI KHUSUS BIDANG INFRASTRUKTUR

JENIS PELAYANAN DASAR, INDIKATOR KINERJA, DAN BATAS WAKTU PENCAPAIAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG

ANALISIS KEBUTUHAN JALAN DI KAWASAN KOTA BARU TEGALLUAR KABUPATEN BANDUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Klasifikasi kendaraan bermotor dalam data didasarkan menurut Peraturan Bina Marga,

Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1987 Tentang : Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintah Dibidang Pekerjaan Umum Kepada Daerah

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 1985

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. atau jalan rel atau jalan bagi pejalan kaki.(

LKPJ BUPATI SEMARANG TAHUN 2013

Outline. Klasifikasi jalan Dasar-dasar perencanaan geometrik Alinemen horisontal Alinemen vertikal Geometri simpang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation yang berarti penilaian atau

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jalan Raya Jalan raya adalah jalan besar atau main road yang menghubungkan satu daerah dengan daerah yang lain. Biasanya jalan besar ini memiliki fitur fitur berikut (www.academia.edu) : Digunakan untuk kendaraan bermotor Digunakan untuk publik Dibiayai oleh badan publik Penggunaannya diatur oleh undang undang transportasi Peran pentingnya jalan tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan yang diatur dalam Bab II Pasal 3 ayat 2 disebutkan bahwa : Pengadaan jalan diarahkan untuk memperkokoh kesatuan wilayah nasional sehingga menjangkau daerah terpencil. 2.1.1. Klasifikasi Jalan Klasifikasi jalan fungsional di Indonesia berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku adalah (lamongankab.go.id) : 1. Jalan arteri, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk (akses) dibatasi secara berdaya guna. 5

6 2. Jalan kolektor, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan ratarata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi. 3. Jalan lokal, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi. 4. Jalan lingkungan, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata rata rendah. 2.1.2. Kelompok Jalan Pengelompokan jalan dimaksudkan untuk mewujudkan kepastian hukum penyelenggara jalan sesuai dengan kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Jalan umum menurut statusnya dikelompokkan ke dalam jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten, jalan kota, dan jalan desa (lamongankab.go.id). 1. Jalan nasional, merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan antar ibukota provinsi, dan jalan strategis nasional, serta jalan tol. 2. Jalan provinsi, merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/kota, atau antar ibukota kabupaten/kota, dan jalan strategis provinsi. 3. Jalan kabupaten, merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang tidak termasuk jalan yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, antar ibukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat

7 kegiatan lokal, antar pusat kegiatan lokal, serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam wilayah kabupaten, dan jalan strategis kabupaten. 4. Jalan kota, adalah jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang menghubungkan antar pusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat pelayananan dengan persil, menghubungkan antar persil, serta menghubungkan antar pusat pemukiman yang berada di dalam kota. 5. Jalan desa, merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau antar pemukima di dalam desa, serta jalan lingkungan. 2.2. Pemeliharaan Jalan Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 13 Tahun 2011 BAB I Pasal 1 ayat 12 Pemeliharaan jalan adalah kegiatan penanganan jalan, berupa pencegahan, perawatan dan perbaikan yang diperlukan untuk mempertahankan kondisi jalan agar tetap berfungsi secara optimal melayani lalu lintas sehingga umur rencana yang ditetapkan dapat tercapai. Menurut NAASRA (1978) dalam Ali (2006), definisi pemeliharaan adalah semua jenis pekerjaan yang di butuhkan untuk menjaga dan memperbaiki jalan agar tetap dalam keadaan baik atau pekerjaan yang berkaitan dengan keduanya, sehingga mencegah kemunduran atau penurunan kualitas dengan laju perubahan pesat yang terjadi segera setelah konstruksi dilaksanakan. Aktifitas pemeliharaan jalan yang diklasifikasikan terhadap frekuensi dan efeknya terhadap jalan terlihat pada Gambar 2.1.

8 Sumber : Dinas Bina Marga, 2003 2.2.1. Klasifikasi Program Pemeliharaan Klasifikasi program pemeliharaan yang di pakai dalam Sistem Manajemen Pemeliharaan Jalan adalah sebagai berikut : a. Pemeliharaan Rutin Merupakan pekerjaan yang skalanya cukup kecil dan dikerjakan tersebar diseluruh jaringan jalan secara rutin. Dengan pemeliharaan rutin. Dengan pemeliharaan rutin, tingkat penurunan nilai kondisi struktural perkerasan diharapkan akan sesuai dengan kurva kecenderungan kondisi perkerasan yang diperkirakan pada tahap desain. b. Pemeliharaan Berkala Pemeliharaan berkala dilakukan dalam selang waktu beberapa tahun dan diadakan menyeluruh untuk satu atau beberapa seksi jalan dan sifatnya hanya fungsional dan tidak meningkatakan nilai struktural perkerasan. Pemeliharaan periodik dimaksud untuk mempertahankan kondisi jalan sesuai dengan yang direncanakan selama masa layanannya.

9 c. Rehabilitasi atau Peningkatan Peningkatan jalan secara umum diperlukan untuk memperbaiki integritas struktur perkerasan, yaitu meningkatkan nilai strukturalnya dengan pemberian lapis tambahan struktural. Peningkatan jalan dilakukan, apakah karena masa layanannya habis, atau karena kerusakan awal yang disebabkan oleh faktor faktor luar seperti cuaca atau karena kesalahan perencanaan atau pelaksanaan rekonstruksi. d. Rekonstruksi Dalam hal perkerasan lama sudah dalam kondisi yang sangat jelek, maka lapisan tambahan tidak akan efektif dan kegiatan rekonstruksi biasanya diperlukan. Kegiatan rekonstruksi ini juga dimaksud untuk penanganan jalan yang berakibat meningkatkan kelasnya. 2.3. Kriteria Teknis Pemeliharaan Jalan Peneltian ini mengacu pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 13/PRT/M/2011 tentang Tata Cara Pemeliharaan dan Penilikan Jalan. Lingkup pemeliharaan yang diamati yaitu lingkup Struktur Perkerasan Jalan, Fasilitas Drainase Jalan, dan Perlengkapan Jalan. Namun, tidak semua komponen jalan diamati pemeliharaannya karena waktu penelitian terbatas. Kriteria teknis pemeliharaan jalan dapat dilihat dalam table.

10 Tabel 2.1 Penentuan Nilai RCI No. Deskripsi Jenis Permukaan Jalan Dilihat Secara Visual 1 Jalan tanah dengan drainase yang jelek, dan semua tipe permukaan yang tidak diperhatikan sama sekali. 2 Semua tipe perkerasan yang tidak diperhatian sejak lama (4-5 tahun atau lebih) 3 PM (Pemeliharaan Berkala) lama, Latasbum lama, Batu Kerikil. 4 PM (Pemeliharaan Berkala) setelah pemakaian 2 tahun, Latasbum lama. 5 PM (Pemeliharaan Berkala) baru, Latasbum Baru, Lasbutag setelah pemakaian 2 tahun. 6 Lapis Tipis Lama dari Hotmix, Latasbum Baru, Lasbutag Baru. 7 Hotmix setelah 2 tahun, Hotmix Tipis diatas PM (Pemeliharaan Berkala) 8 Hotmix Baru (Lataston, Laston), peningkatan dengan menggunakan lebih Diskripsi Kondisi Lapangan Dilihat Secara Visual Nilai RCI Tidak bisa dilalui 0-2 Rusak berat, banyak lubang 2-3 dan seluruh daerah permukaan. Rusak bergelombang, banyak 3-4 lubang. Agak rusak, kadang-kadang 4-5 ada lubang, permukaan tidak rata. Cukup tidak ada atau sedikit 5-6 sekali lubang, permukaan jalan agak tidak rata. Baik 6-7 Sangat baik, umumnya rata. 7-8 Sangat rata dan teratur. 8-10

11 Tabel 2.2 Penentuan Kondisi Ruas Jalan (B, S, RR, RB) Berdasarkan Nilai RCI atau IRI VS Volume Lalu Lintas (LHRT) Penentuan Kondisi suatu Ruas Jalan (B Baik, S Sedang, RR Rusak Ringan, dan RB Rusak Berat), dengan batasan nilai IRI dan RCI vs Volume Lalu Lintas. RCI IRI Lalu Lintas Harian Rata Rata Tahunan (LHRT) [SMP/Hari] 0-100- 300-500- 1,000-2,000-3,000- > 100 300 500 1,000 2,000 3,000 12,000 12,000 7.26 RCI 10.00 0 IRI 3.5 B B B B B B B B 6.93 RCI 7.20 3.5 IRI 4 B B B B B B B S 5.74 RCI 6.87 4 IRI 6 B B B B B B S S 4.76 RCI 5.69 6 IRI 8 B B B B S S S RR 3.94 RCI 4.71 8 IRI 10 B B S S S S RR RB 3.27 RCI 3.91 10 IRI 12 S S S S RR RR RB RB 2.24 RCI 3.24 12 IRI 16 S RR RR RR RB RB RB RB 1.54 RCI 2.22 16 IRI 20 RR RR RB RB RB RB RB RB 0.95 RCI 1.53 20 IRI 25 RR RB RB RB RB RB RB RB RCI 0.94 IRI 25 RB RB RB RB RB RB RB RB

12 Tabel 2.3 Penentuan Nilai Kondisi Bangunan Pelengkap Jalan Struktur (S) Nilai Kriteria Nilai Berbahaya 1 Tidak Berbahaya 0 Kerusakan (R) Perkembangan (K) Fungsi (F) Dicapai sampai kerusakan parah 1 Dicapai sampai kerusakan ringan 0 Meluas > 50 % 1 Tidak meluas ( 50%) 0 Elemen tidak berfungsi 1 Elemen berfungsi 0 Pengaruh Dipengaruhi elemen lain 1 (P) Tidak dipengaruhi elemen lain 0 Nilai Kondisi NK = S + R + K + F + P 0-5 Hasil survey/pemeriksaan bangunan pelengkap jalan berupa jembatan, terowongan, ponton, lintas atas, lintas bawah, tembok penahan, gorong gorong menghasilkan penilaian kondisi bangunan pelengkap yang menjelaskan nilai kondisi (NK) sebagai berikut : Nilai kondisi 0, bangunan pelengkap dalam keadaan baru, tanpa kerusakan, elemen jembatan dalam keadaan baik, Nilai kondisi 1, kerusakan bangunan pelengkap sangat sedikit, kerusakan dapat diperbaiki melalui pemeliharaan rutin contoh ; gerusan sedikit pada bangunan bawah, karat ringan pada permukaan baja, papan kayu lantai kendaraan dan kerusakan kecil lain yang tidak berdampak pada keamanan dan fungsi bangunan pelengkap.

13 Nilai kondisi 2, kerusakan bangunan pelengkap yang memerlukan pemantauan dan pemeliharaan berkala contoh: pelapukan pada struktur kayu, penurunan mutu pada elemen pasangan batu, penumpukan sampah/tanah pada sekitar perletakan. Nilai kondisi 3, kerusakan terjadi pada elemen struktur yang memerlukan tindakan secepatnya. Bila tidak ditangani kerusakan mungkin menjadi serius dalam 12 bulan. Contoh kerusakan: struktur beton sedikit retak, rangka kayu lapuk, lubang permukaan pada lantai kendaraan, adanya gundukan aspal pada lantai permukaan kendaraan, gerusan dalam jumlah sedang pada pilar dan kepala jembatan, rangka baja berkarat. Nilai kondisi 4, kondisi kritis, kerusakan serius yang memerlukan tindakan segera dan tidak boleh ditunda-tunda. Contoh : kegagalan rangka, keretakan atau kerontokan lantai beton, pondasi yang terkikis, kerangka beton yang memiliki tulangan yang terlihat dan berkarat, sandaran pegangan/pagar pengaman tidak ada. Nilai kondisi 5, bangunan pelengkap runtuh dan tidak dapat berfungsi. Contoh: bangunan atas runtuh, timbunan tanah oprit hanyut.

14 Tabel 2.4 Penentuan Program Penanganan Bangunan Pelengkap Pada Jalan Nasional, Provinsi, Kabupaten/Kota Parameter Nilai Kondisi Kategori Kerusakan Program Penanganan 0 1 Baik Sekali - Baik Pemeliharaan Rutin 2 Sedang Pemeliharaan Berkala Kondisi 3 Rusak Ringan Rehabilitasi (perbaikan dan/atau perkuatan) 4 Rusak Berat/Kritis Rehabilitasi (perkuatan atau penggantian) 5 Runtuh Penggantian atau Penanganan besar Penanganan besar adalah mengembalikan kondisi sesuai umur rencana terhadap setiap kerusakan berat atau parah, akibat menurunnya kondisi pada suatu bagian tertentu struktur bangunan pelengkap jalan. Tabel 2.5 Penentuan Program Penanganan Pemeliharaan Jalan Berpenutup Aspal/Beton Semen Kondisi Jalan Presentase Batasan Program Penanganan Kerusakan (Persen terhadap Luas Lapis Perkerasan Permukaan) Baik (B) 6 % Pemeliharaan Rutin Sedang (S) 6-11% Pemeliharaan Rutin/Berkala Rusak Ringan (RR) 11 15% Pemeliharaan Rehabilitasi Rusak Berat (RB) 15 > % Rekonstruksi/Peningkatan Struktur

15 Tabel 2.6 Penentuan Program Penanganan Pemeliharaan Jalan Tidak Berpenutup Aspal/Beton Semen Kondisi Jalan Presentase Batasan Program Penanganan Kerusakan (Persen terhadap Luas Lapis Perkerasan Permukaan) Baik (B) 11 % Pemeliharaan Rutin Sedang (S) 11-16% Pemeliharaan Rutin/Berkala Rusak Ringan (RR) 16 23% Pemeliharaan Rehabilitasi Rusak Berat (RB) >23 % Rekonstruksi/Peningkatan Struktur