TINJAUAN PUSTAKA. pemahaman dapat dimaksudkan sebagai proses, cara, atau perbuatan memahami.

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam kamus besar bahasa Indonesia (Depdiknas, 2008), efektivitas berasal dari

II. KAJIAN PUSTAKA. Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang pesat memunculkan

MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY (PENEMUAN)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pembelajaran Guided Discovery (Penemuan Terbimbing) 1. Pengertian Pembelajaran Guided Discovery

II. TINJAUAN PUSTAKA. aktif mengungkapkan gagasan dan ide-ide secara individual maupun kelompok.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang selalu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Richard Suchman (dalam Widdiharto: 2004) mencoba mengalihkan

, 2015 PENGARUH PENGGUNAAN MODEL GUIDED DISCOVERY LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMP

PENERAPAN METODE PENEMUAN TERBIMBING PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA KELAS XI IPA SMAN 1 LUBUK ALUNG

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran. Efektivitas itu sendiri menunjukan taraf tercapainya suatu tujuan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Matematika terdiri dari berbagai konsep yang tersusun secara hierarkis, sehingga

II. TINJAUAN PUSTAKA. Matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan eksak yang digunakan hampir

I. PENDAHULUAN. Pesatnya perkembangan zaman di era globalisasi menuntut setiap negara untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. Seseorang mungkin menggunakan salah satu dari arti kata tersebut sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

TINJAUAN PUSTAKA. dan sasarannya. Efektivitas merujuk pada kemampuan untuk memiliki tujuan

PENGARUH PENERAPAN METODE PENEMUAN TERBIMBING TERHADAP KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA SISWA KELAS IX MTsN PAYAKUMBUH

TINJAUAN PUSTAKA. Pemahaman berasal dari kata paham yang menurut Kamus Besar Bahasa

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat diperlukan oleh semua orang terutama pendidikan yang

I. PENDAHULUAN. dan kritis (Suherman dkk, 2003). Hal serupa juga disampaikan oleh Shadiq (2003)

II. TINJAUAN PUSTAKA. mempunyai efek, pengaruh atau akibat, selain itu efektif juga dapat diartikan

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses belajar sehingga mereka dapat mencapai tujuan pendidikan.

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. 1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU Sisdiknas 2003:5).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

JURNAL DAYA MATEMATIS, Volume 3 No. 3 November 2015

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIKA. (PTK Pembelajaran Matematika Kelas VII Semester II SMP Negeri 2

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi setiap manusia, karena

PENINGKATAN AKTIVITAS BELAJAR MATEMATIKA PADA MATERI TRIGONOMETRI SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 PALU MELALUI PENERAPAN METODE PENEMUAN TERBIMBING

II. TINJAUAN PUSTAKA. untuk menggolongkan atau mengklasifikasikan sekumpulan objek yang biasanya

BAB I PENDAHULUAN. membangun peradaban manusia di era modern seperti saat ini. Pada hakikatnya. mengalami perubahan (Wayan Somayasa, 2013: 2).

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan sangat penting dalam kehidupan karena

PENERAPAN MODEL ADVANCE ORGANIZER UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN ANALOGI MATEMATIS SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa

BAB I A. Latar belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. menjadi kebutuhan mendasar yang diperlukan oleh setiap manusia. Menurut UU

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2007:17) menjelaskan bahwa belajar

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana terhadap suasana belajar

I. PENDAHULUAN. untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya seoptimal mungkin. Pendidikan

I. PENDAHULUAN. bahwa pendidikan merupakan kunci kemajuan suatu bangsa. Pendidikan juga

2015 PERBANDINGAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS ANTARA SISWA YANG MENDAPATKAN MODEL DISCOVERY LEARNING DENGAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mempunyai peran penting

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dilaksanakan untuk meningkatkan serta mengembangkan potensi

I. PENDAHULUAN. agar mampu memahami perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK)

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang

BAB I PENDAHULUAN. mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia. Penyikapan atas

I. PENDAHULUAN. melalui proses pembelajaran. Hal ini tercantum dalam Undang-Undang Republik

BAB I PENDAHULUAN. Balitbang Depdiknas (2003) menyatakan bahwa Mata pelajaran

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Syarifah Ambami, 2013

BAB I PENDAHULUAN. menumbuhkembangkan kemampuan dan pribadi siswa yang sejalan dengan tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menghadapi tantangan zaman yang dinamis, berkembang dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam belajar matematika. Kesulitan siswa tersebut antara lain: kesulitan

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengalaman peneliti mengajar mata pelajaran fisika di. kelas VIII salah satu SMP negeri di Bandung Utara pada semester

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) menghadapi persaingan khususnya dalam bidang IPTEK. Kemajuan IPTEK yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN PENDAHULUAN. prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan memerlukan kecakapan hidup.

TINJAUAN PUSTAKA. yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses perolehan ilmu dan. untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan Realistic Mathematics Education atau Pendekatan Matematika

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan Queen and Servant of Science, maksudnya

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup dalam. dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Melalui pendidikan

I. PENDAHULUAN. Setiap negara menganggap penting pendidikan. Pendidikan berperan penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

I. PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu aspek kehidupan yang penting

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maya Siti Rohmah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. (dalam Risna, 2011) yang menyatakan bahwa: Soejadi (2000) mengemukakan bahwa pendidikan matematika memiliki dua

BAB I PENDAHULUAN. Dalam setiap proses pembelajaran harus sesuai dengan tujuan pendidikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan, dan dapat mencapai tujuan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran adalah teori belajar konstruktivisme. Piaget (dalam Dahar, 1989:

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Teori Belajar yang Melandasi Problem Based Learning

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan salah satu aspek penting yang akan

P. S. PENGARUH PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING TERHADAP KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS DAN KECEMASAN MATEMATIS SISWA KELAS VII

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. dahulu kita harus mengetahui definisi dari masalah itu sendiri. Prayitno (1985)

15. Metode Discovery

TINJAUAN PUSTAKA. kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi. Pengembangan

PENGEMBANGAN WORKBOOK

BAB I PENDAHULUAN. sehingga dapat menciptakan perubahan perilaku anak baik cara berfikir maupun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pemahaman Konsep Matematis Pemahaman memiliki kata dasar paham, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas,2008) paham berarti mengerti dengan benar, tahu benar, sehingga pemahaman dapat dimaksudkan sebagai proses, cara, atau perbuatan memahami. Konsep adalah istilah dari bahasa latin conceptum, artinya sesuatu yang di pahami. Aristoteles (Wikipedia, 2013) dalam The Clasiccal Theory of Concept menyatakan bahwa konsep merupakan penyusun utama dalam pembentukan pengetahuan ilmiah dan filsafat pemikiran manusia. Pendapat lain seperti yang diungkapkan oleh Soedjadi (2000: 13) konsep adalah ide abstrak yang digunakan untuk menggolongkan sekumpulan objek yang biasanya dinyatakan dengan suatu istilah atau rangkaian kata. Konsep sangat berperan penting dalam proses pembelajaran, hal ini diungkapkan oleh Hamalik (2002: 164) bahwa peranan konsep dalam suatu proses pembelajaran sebagai berikut : 1. Konsep mengurangi kerumitan lingkungan. 2. Konsep membantu siswa untuk mengindentifikasi objek-objek yang ada di sekitar mereka. 3. Konsep dan prinsip untuk mempelajari sesuatu yang baru, lebih luas dan lebih maju. Siswa tidak harus belajar secara konstan, tetapi dapat menggunakan konsep-konsep yang telah dimiliknya untuk mempelajari sesuatu yang baru. 4. Konsep mengarahkan kegiatan instrumental. 5. Konsep memungkinkan pelaksanaan pengajaran.

11 Pemahaman konsep matematis didefinisikan sebagai kemampuan mengaitkan notasi dan simbol matematika yang relevan dengan ide-ide matematika dan mengkombinasikannya ke dalam rangkaian penalaran yang logis. Hal ini sesuai dengan pendapat Skemp (1987: 166) Understanding of a mathemetical concept is the ability to connect mathematical symbolism and notation with relevant mathematical ideas and to combine these ideas into chains of logical reasoning. Dalam penelitian ini, nilai pemahaman konsep matematis siswa diperoleh dari hasil tes pemahaman konsep yang mengacu pada penjelasan teknis peraturan Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah Depdiknas Nomor 506/C/Kep/PP/2004 tanggal 11 November 2004 tentang rapor bahwa indikator pemahaman konsep siswa adalah mampu : 1. Menyatakan ulang suatu konsep. 2. Menggolongkan objek-objek menurut sifat tertentu. 3. Memberi contoh dan non-contoh dari konsep. 4. Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematika. 5. Mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup suatu konsep. 6. Menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi tertentu. 7. Mengaplikasikan konsep. (Wardhani, 2008 : 10) Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini kemampuan pemahaman konsep yang dimaksud adalah kemampuan siswa mengaitkan notasi dan simbol matematika yang relevan dengan ide matematika. Secara khusus siswa mampu (a) Menyatakan ulang suatu konsep (b) Menggolongkan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu (c) Memberi contoh dan non-contoh dari konsep (d) Menyajikan konsep dalam bentuk representatif matematika (e) Menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi tertentu dan (f) Mengaplikasikan konsep.

12 B. Model Pembelajaran Guided Discovery Learning Guided Discovery Learning merupakan bagian dari model pembelajaran penemuan. Pembelajaran penemuan dibedakan menjadi dua, yaitu pembelajaran penemuan bebas (Free Discovery Learning) atau yang sering disebut open-ended discovery dan pembelajaran penemuan terbimbing (Guided Discovery Learning). Metode pembelajaran penemuan yang dipandu oleh guru itu disebut dengan metode penemuan terbimbing. Metode ini pertama kali dikenalkan oleh Plato dalam suatu dialog antara Socrates dan seorang anak, maka sering disebut dengan metoda Socratic (Cooney, Davis: 1975, 136). Menurut Hamalik (2002: 134), metode penemuan terbimbing adalah suatu prosedur mengajar yang menitik beratkan studi individual, manipulasi objek-objek dan eksperimentasi oleh siswa sebelum membuat generalisasi sampai siswa menyadari suatu konsep. Pendapat lain, model penemuan terbimbing adalah model pembelajaran yang dalam pelaksanaannya dilakukan oleh siswa berdasarkan petunjuk-petunjuk guru. Petunjuk yang diberikan berbentuk pertanyaan membimbing (Ali, 2004: 87). Dari beberapa pendapat tersebut, Guided Discovery Learning adalah model pembelajaran yang melibatkan suatu interaksi antara siswa dan guru di mana siswa berfikir sendiri sehingga dapat mencari kesimpulan yang diinginkan melalui suatu urutan pertanyaan yang dibimbing oleh guru. Markaban (2008: 12) menjelaskan bahwa interaksi dalam model penemuan terbimbing (Guided Discovery Learning) ini menekankan pada adanya interaksi dalam proses pembelajaran. Interaksi tersebut dapat juga terjadi antara siswa dengan siswa (S-S), siswa dengan bahan ajar (S-B), siswa dengan bahan ajar dan

siswa (S-B-S), dan siswa dengan bahan ajar dan guru (S-B-G). Interaksi tersebut digambarkan sebagai berikut : 13 Gambar : interaksi dalam proses pembelajaran GDL Interaksi dapat pula dilakukan antara siswa baik dalam kelompok-kelompok kecil maupun kelompok besar (kelas). Dalam melakukan aktivitas atau penemuan dalam kelompok- kelompok kecil, siswa berinteraksi satu dengan yang lain. Interaksi ini dapat berupa saling sharing atau siswa yang lemah bertanya dan dijelaskan oleh siswa yang lebih pandai. Kondisi semacam ini selain akan berpengaruh pada penguasaan siswa terhadap materi matematika, juga akan dapat meningkatkan social skills siswa, sehingga interaksi merupakan aspek penting dalam pembelajaran matematika. Markaban (2008: 17) menambahkan model ini (guided discovery learning) sangat bermanfaat untuk mata pelajaran matematika sesuai dengan karakteristik matematika tersebut. Guru membimbing siswa jika diperlukan dan siswa didorong untuk berfikir sendiri sehingga dapat menemukan prinsip umum berdasarkan bahan yang disediakan oleh guru dan sampai seberapa jauh siswa dibimbing tergantung pada kemampuannya dan materi yang sedang dipelajari. Dengan model penemuan terbimbing ini siswa dihadapkan kepada situasi dimana siswa bebas menyelidiki dan menarik kesimpulan. Terkaan, intuisi

14 dan mencoba-coba (trial and error), hendaknya dianjurkan. Guru sebagai penunjuk jalan dalam membantu siswa agar mempergunakan ide, konsep dan keterampilan yang sudah mereka pelajari untuk menemukan pengetahuan yang baru. Adapun Tahap-tahap penggunaan model belajar penemuan terbimbing dalam pembelajaran menurut Amin (1987) dapat diuraikan sebagai berikut : a. Tahap pertama adalah diskusi. Pada tahap ini guru memberikan pertanyaan kepada siswa untuk didiskusikan secara bersama-sama sebelum Lembar Kerja Siswa diberikan kepada siswa. Tahap ini dimaksudkan untuk mengungkap konsep awal siswa tentang materi yang akan dipelajari. b. Tahap kedua adalah proses. Pada tahap ini siswa mengadakan kegiatan laboratorium sesuai dengan petunjuk yang terdapat dalam Lembar Kerja Siswa guna membuktikan sekaligus menemukan konsep yang sesuai dengan konsep yang benar. c. Tahap ketiga merupakan tahap pemecahan masalah. Setelah mengadakan kegiatan laboratorium siswa diminta untuk membandingkan hasil diskusi sebelum kegiatan laboratorium dengan hasil setelah laboratorium sesuai dengan Lembar Kerja Siswa hingga menemukan konsep yang benar tentang masalah yang ingin dipecahkan. Nur (2008) menambahkan bahwa dalam pembelajaran penemuan terbimbing terdapat sintaks yang menjadi pedoman kegiatan guru dalam menerapkan model ini. Dalam Tabel 2.1 dijelaskan mengenai sintaks pembelajaran penemuan terbimbing sebagai berikut.

15 Tabel 2.1 (Sintaks Pembelajaran Penemuan Terbimbing) No. Fase Kegiatan Guru 1. Menyampaikan motivasi dan tujuan serta menampilkan suatu masalah. 2. Menjelaskan langkah-langkah penemuan dan mengorganisasikan siswa dalam belajar 3. Membimbing siswa bekerja melakukan kegiatan penyelidikan atau penemuan. 4. Membimbing siswa untuk mempersentasikan hasil kegiatan penemuan. 5. Analisis proses penemuan dan memberi umpan balik Memotivasi siswa, menyampaikan tujuan pembelajaran, dan menjelaskan masalah sederhana yang berkenaan dengan materi. Menjelaskan langkah-langkah dalam pembelajaran dengan penemuan terbimbing dan membentuk kelompok. Membagikan LKS penemuan terbimbing kepada siswa. Memberi bimbingan sejauh yang diperlukan siswa dalam penemuan. Membimbing siswa dalam mempersentasikan hasil penemuan dan mengevaluasi kegiatan penemuan. Membimbing siswa berfikir tentang proses penemuan, memberikan umpan balik, dan merumuskan kesimpulan atau menemukan konsep. Agar pelaksanaan model penemuan terbimbing ini berjalan dengan efektif, beberapa langkah yang perlu ditempuh oleh guru matematika menurut Markaban (2008: 18) adalah (a) Merumuskan masalah yang akan diberikan kepada siswa dengan data secukupnya, perumusannya harus jelas, hindari pernyataan yang menimbulkan salah tafsir sehingga arah yang ditempuh siswa tidak salah. (b) Dari data yang diberikan guru, siswa menyusun, memproses, mengorganisir, dan menganalisis data tersebut. Dalam hal ini, bimbingan guru dapat diberikan sejauh yang diperlukan saja. Bimbingan ini sebaiknya mengarahkan siswa untuk melangkah ke arah yang hendak dituju, melalui pertanyaan-pertanyaan, atau LKS. (c) Siswa menyusun konjektur (prakiraan) dari hasil analisis yang dilakukannya. (d) Bila dipandang perlu, konjektur yang telah dibuat siswa tersebut diatas diperiksa oleh guru. Hal ini penting dilakukan untuk meyakinkan kebenaran

16 prakiraan siswa, sehingga akan menuju arah yang hendak dicapai. (e) Sesudah siswa menemukan apa yang dicari, hendaknya guru menyediakan soal latihan atau soal tambahan untuk memeriksa apakah hasil penemuan itu benar. Memperhatikan model penemuan terbimbing (Guided Discovery Learning) menurut Marzano (1992) terdapat kelebihan yang dimilikinya yaitu sebagai berikut : a. Siswa dapat berpartisipasi aktif dalam pembelajaran yang disajikan. b. Menumbuhkan sekaligus menanamkan sikap inquiry (mencari-temukan) c. Mendukung kemampuan problem solving siswa. d. Memberikan wahana interaksi antar siswa, maupun siswa dengan guru. Dengan demikian siswa juga terlatih untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik. e. Materi yang dipelajari dapat mencapai tingkat kemampuan yang tinggi dan lebih lama membekas karena siswa dilibatkan dalam proses menemukanya. Sedangkan, kelemahannya menurut Kurniasih (2013 : 68) sebagai berikut : a. Bagi siswa yang kurang pandai akan mengalami kesulitan mengungkapkan hubungan antara konsep-konsep yang tertulis atau lisan sehingga menimbulkan frustasi. b. Pengajaran Discovery lebih cocok untuk mengembangkan pemahaman, sedangkan pengembangan aspek keterampilan dan emosional secara keseluruhan kurang mendapat perhatian. c. Harapan-harapan yang tergantung dalam model ini dapat buyar, jika berhadapan dengan siswa yang terbiasa dengan cara-cara belajar yang lama (konvensional).

17 Selain itu, Markaban (2008: 18) menambahkan bahwa untuk materi tertentu membutuhkan waktu yang lebih lama sehingga tidak semua topik atau materi cocok disampaikan dengan model ini. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa, model pembelajaran penemuan terbimbing (Guided Discovery Learning) merupakan model yang dalam pembelajarannya terdapat 3 tahapan yaitu diskusi, proses, pemecahan masalah dan latihan soal. Model ini melibatkan interaksi antara guru, siswa, dan bahan ajar. Guru hanya bertindak sebagai pembimbing dan fasilitator yang mengarahkan siswa untuk menemukan konsep, dalil, prosedur, algoritma dan semacamnya. Dalam hal ini bimbingan guru diberikan melalui bahan ajar yaitu Lembar Kerja Siswa (LKS) secara terbimbing. Model ini mungkin dilaksanakan pada jenjang SMP dikarenakan siswanya masih memerlukan bantuan guru sebelum menjadi penemu murni. C. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas berasal dari kata efektif, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2008) efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti berhasil guna yang bisa diartikan sebagai kegiatan yang dapat memberikan hasil maksimal. Efektivitas dapat dikaitkan dalam pembelajaran yang berarti dalam suasana proses pembelajaran terciptanya suasana belajar yang kondusif sehingga tujuan dari pembelajaran dapat tercapai secara maksimal. Sutikno (2005: 27) mengemukakan bahwa pembelajaran efektif merupakan suatu pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan, dan dapat mencapai tujuan pembelajaran sesuai dengan yang diharapkan. Dengan demikian, pembel-

18 ajaran dikatakan efektif apabila tujuan dari pembelajaran tersebut tercapai. Lebih lanjut menurut Hamalik (2004: 171), pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang memberikan kesempatan pada siswa untuk belajar sendiri dengan melakukan aktivitas-aktivitas belajar. Penyediaan kesempatan untuk belajar secara mandiri ini diharapkan dapat membantu siswa dalam memahami makna pembelajaran yang sedang dipelajarinya. Prinsip efisien dan efektifnya suatu proses pembelajaran, menurut Rohani (2004: 28) adalah apabila proses pengajarannya menggunakan waktu yang cukup sekaligus dapat membuahkan hasil secara cermat serta optimal. Adapun hasilnya, menurut pendapat yang dikemukakan Nasution (2002: 27) bahwa belajar yang efektif hasilnya merupakan peningkatan pemahaman, pengetahuan, atau wawasan. Hal ini dapat dicapai dengan melibatkan peserta didik dalam perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian pembelajaran. Seluruh peserta didik harus dilibatkan secara penuh agar bergairah dalam pembelajaran, sehingga suasana pembelajaran betul-betul kondusif, dan terarah pada tujuan dan pembentukkan kompetensi peserta didik. Kriteria efektivitas pembelajaran menurut Nugraha (1985: 63) yaitu apabila sekurang-kurangnya 75% dari jumlah siswa tuntas belajar atau mencapai nilai KKM yang telah ditentukan. Dalam penyelenggaraan proses pembelajaran, pendidik juga perlu menguasai pelaksanaan langkah-langkah pendekatan sistem perancangan pembelajaran agar pembelajaran bisa dikatakan efektif. Adapun Moore (1999) menjelaskan 6 langkah berkesinambungan pendidik dalam suatu proses pembelajaran yang efektif, yaitu (1) memahami situasi dalam belajar, (2) merencanakan pelajaran, (3)

19 merencanakan tugas-tugas, (4) melaksanakan kegiatan belajar, (5) mengevaluasi kegiatan belajar, dan (6) menindaklanjuti. Joan Middenfrof (dalam Sutikno, 2007) memberikan saran pendidik bagaimana meningkatkan keefektifan dalam pembelajaran yaitu : 1. Menyiapkan segala sesuatunya dengan baik. Bahan ajar harus jelas, cara memberikannya juga harus baik. 2. Membuat motivasi di kelas agar siswa dapat berinteraksi atau berpartisipasi dalam kegiatan di kelas dan berikan kesempatan pada siswa untuk mengutarakan pendapatnnya. 3. Menumbuhkan dinamika, dalam arti bahwa pendidik harus menyenangi pekerjaan sebagai pendidik, menyenangi, dan menguasai bahan ajar yang diberikan, dan juga senang mendorong siswa untuk mempelajari apa yang diberikan. 4. Menciptakan kesempatan berkomunikasi dengan siswa. Pendidik harus meluangkan waktu untuk siswa yang barang kali menanyakan sesuatu dari bahan ajar yang tidak mereka mengerti. 5. Memperbaiki terus isi dan kualitas bahan ajar, agar bahan ajar tersebut menjadi up-to-date (mengikuti perkembangan terhadap hal-hal yang baru) agar tidak ketinggalan zaman. Dalam penelitian ini, proses pembelajaran dikatakan efektif apabila model pembelajaran yang digunakan tepat guna dan memberikan kesempatan luas pada peserta didik untuk belajar sendiri membangun pengetahuannya. Sehingga, tercapai tujuan yang diharapkan yaitu peningkatan kemampuan pemahaman

konsep matematis sesuai dengan indikator yang telah ditetapkan dan siswa tuntas lebih dari 75% dari jumlah siswa dengan KKM 70. 20 Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah hasil penelitian yang dilaksanakan sebelumnya oleh Widyanyana (2014) di dalam tesis yang berjudul Pengaruh Model Guided Discovery Learning Terhadap Pemahaman Konsep IPA Siswa SMP Kelas VIII. Hasil penelitiannya diperoleh kesimpulan bahwa pembelajaran model tersebut dapat berpengaruh dilihat dari peningkatan pemahaman konsep siswa yang secara signifikan rata-rata nilai siswa lebih tinggi dibanding pada model pengajaran langsung. D. Kerangka Pikir Pemahaman konsep merupakan salah satu kemampuan yang wajib dimiliki oleh peserta didik dalam proses pembelajaran matematika. Namun pada kenyataannya menunjukkan bahwa pemahaman konsep siswa Indonesia dalam pelajaran matematika masih belum sesuai dengan harapan. Hal ini didasari hasil studi Trends In International Mathematics and Science Study (TIMSS) yang menyatakan bahwa siswa indonesia dalam pembelajaran matematika masih dominan pada level rendah atau lebih pada kemampuan menghafal. Untuk mencapai pemahaman konsep matematika yang baik dapat dilakukan dengan beberapa hal, salah satunya adalah memilih model pembelajaran yang efektif sehingga dapat mempermudah siswa dalam memahami konsep matematika. Model pembelajaran Guided Discovery Learning adalah model melibatkan interaksi antara guru, siswa, dan bahan ajar dalam proses pembelajaran. Guru

21 hanya bertindak sebagai pembimbing dan fasilitator yang mengarahkan siswa untuk menemukan konsep, dalil, prosedur, algoritma dan semacamnya. Dalam hal ini bimbingan guru diberikan melalui bahan ajar yaitu Lembar Kerja Siswa (LKS) secara terbimbing. Model ini sangat mungkin dilaksanakan pada siswa SMP, hal ini karena siswa SMP masih memerlukan bantuan guru sebelum menjadi penemu murni. Model pembelajaran ini dirasa mampu melibatkan siswa secara aktif untuk membangun sendiri pengetahuannya dengan menemukan suatu konsep atau prinsip secara individu atau kelompok dalam proses pembelajaran dengan didasari oleh pengetahuan yang dimiliki melalui bimbingan guru. Pada proses pembelajarannya, model ini dilaksanakan dalam beberapa tahap yaitu: Tahap pertama adalah diskusi. Pada tahap ini guru memberikan pertanyaan kepada siswa untuk didiskusikan secara bersama-sama sebelum Lembar Kerja Siswa diberikan kepada siswa. Tahap ini dimaksudkan untuk mengungkap konsep awal siswa tentang materi yang akan dipelajari. Tahap kedua adalah proses. Pada tahap ini siswa mengadakan kegiatan laboratorium sesuai dengan petunjuk yang terdapat dalam Lembar Kerja Siswa (LKS) guna membuktikan sekaligus menemukan konsep yang sesuai dengan konsep yang benar. Tahap ini dimaksudkan agar siswa dapat berperan langsung dalam proses pemahaman konsep, sehingga siswa dapat membangun atau mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Adapun indikator pemahaman konsep yang dapat dicapai yaitu siswa mampu mengklasifikasi objek-objek dalam materi menurut sifat tertentu, mampu memberi contoh dan non-contoh dari konsep, dan mampu menggunakan, memanfaatkan serta memilih prosedur tertentu. Tahap ketiga adalah tahap pemecahan masalah, setelah mengadakan kegiatan laboratorium siswa diminta

22 untuk membandingkan hasil diskusi sebelum kegiatan laboratorium dengan hasil setelah laboratorium sesuai dengan Lembar Kerja Siswa (LKS) hingga menemukan konsep yang benar tentang masalah yang ingin dipecahkan. Setelah siswa menemukan apa yang dicari yaitu konsep/prinsip suatu materi, siswa akan diberi soal latihan. Adapun indikator pemahaman konsep yang dapat dicapai yaitu siswa mampu mengaplikasikan konsep yang ditemukannya sendiri dalam proses mengerjakan latihan soal. Pemahaman terhadap materi yang dikonstruksi atau dibangun sendiri oleh siswa akan membuat pemahaman melekat lebih lama dalam memori jangka panjang mereka. Dengan adanya aktivitas penemuan dengan bimbingan guru maka proses pembelajaran akan lebih terarah dan siswa lebih aktif dan tentu saja dalam penerapannya akan meningkatkan pemahaman konsep siswa sehingga efektif dibanding dengan proses pembelajaran yang hanya yang mengharuskan siswa memperhatikan penjelasan guru dalam suatu materi pembelajaran. F. Anggapan Dasar Penelitian ini memiliki anggapan dasar sebagai berikut : 1. Semua siswa kelas VIII semester genap SMP Negeri 17 Bandarlampung tahun pelajaran 2014/2015 memperoleh materi yang sama dan sesuai dengan kurikulum yang berlaku. 2. Faktor lain yang mempengaruhi kemampuan pemahaman konsep matematis siswa selain model pembelajaran dikontrol, sedemikian sehingga memberikan pengaruh yang sangat kecil.

23 G. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Kemampuan pemahaman konsep matematis setelah penerapan model Guided Discovery Learning lebih tinggi daripada sebelum penerapan model Guided Discovery Learning. 2. Persentase ketuntasan belajar siswa setelah penerapan model Guided Discovery Learning lebih dari 75% dari jumlah siswa.