BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit membran hialin (PMH) atau dikenal juga dengan hyaline

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012,

I. PENDAHULUAN. terakhir (HPHT) atau, yang lebih akurat 266 hari atau 38 minggu setelah

UKDW. % dan kelahiran 23% (asfiksia) (WHO, 2013). oleh lembaga kesehatan dunia yaitu WHO serta Centers for Disease

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan janin intrauterin mulai sejak konsepsi dan berakhir sampai

BAB 1 PENDAHULUAN. saat menghadapi berbagai ancaman bagi kelangsungan hidupnya seperti kesakitan. dan kematian akibat berbagai masalah kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu target Millenium Development Goals (MDGs) yaitu menurunkan

SINDROM GANGGUAN PERNAFASAN

BAB I PENDAHULUAN. satu kegawatdaruratan paling umum di bidang bedah. Di Indonesia, penyakit. kesembilan pada tahun 2009 (Marisa, dkk., 2012).

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Ketuban pecah dini (KPD) terjadi pada sekitar sepertiga dari

BAB I PENDAHULUAN. berusia 37 minggu penuh. Persalinan preterm dan komplikasi yang mengiringi

BAB I PENDAHULUAN. paling kritis karena dapat menyebabkan kesakitan dan kematian bayi. Kematian

LBM 1 Bayiku Lahir Kecil

Bab 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. penurunan angka kematian ibu (AKI) dan bayi sampai pada batas angka

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan dalam masyarakat, terutama pada wanita dan usia lanjut. Walaupun penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang penting di dunia. Angka kesakitan dan kematian akibat pneumonia, khususnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang muncul membingungkan (Axelsson et al., 1978). Kebingungan ini tampaknya

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih

BAB I PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang. disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diabetes, penyakit lupus, atau mengalami infeksi. Prematuritas dan berat lahir

BAB I PENDAHULUAN. salah satu strategi dalam upaya peningkatan status kesehatan di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan merupakan masa yang penting bagi perkembangan janin.

BAB I PENDAHULUAN. khususnya trias kematian (hipotermia, asidosis dan koagulopati) yang kini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut perkiraan World Health Organization (WHO) pada tahun 2013,

I. PENDAHULUAN. asfiksia, hampir 1 juta bayi meninggal (WHO, 2002). Di Indonesia, dari

BAB I PENDAHULUAN. Bayi (AKB). Angka kematian bayi merupakan salah satu target dari Millennium

HUBUNGAN KARAKTERISTIK IBU BERSALIN DENGAN KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH DI RUMAH SAKIT UMUM Dr. SOEDIRAN WONOGIRI SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Persalinan preterm menurut The American College of. Obstreticians and Gynecologists (ACOG), 2014

BAB I PENDAHULUAN. awal minggu gestasi ke-20 sampai akhir minggu gestasi ke-37 (Varney,

BAB I PENDAHULUAN. rentan terjadi, hal ini sering banyaknya kejadian atau kasus-kasus yang

BAB I PENDAHULUAN. Bayi Baru Lahir (BBL) atau neonatus adalah bayi umur 0-28 hari

BAB 1 PENDAHULUAN. sebesar 25 per-1000 kelahiran hidup dengan Bayi Berat Lahir. Rendah (BBLR) penyebab utamanya. 2 Kematian bayi baru lahir di

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Berat badan lahir bayi adalah berat badan bayi yang ditimbang dalam

BAB I PENDAHULUAN. relatif tidak komplek dibandingkan dengan kehamilan, nifas ditandai oleh

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN UKDW. masih tingginya angka kematian bayi. Hal ini sesuai dengan target Millenium

BAB I PENDAHULUAN. Ketuban pecah dini (KPD) adalah keluarnya air ketuban (cairan amnion) sebelum

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan 20 minggu hingga 37 minggu dihitung dari hari pertama haid

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pneumonia merupakan penyebab kematian tersering. pada anak di bawah usia lima tahun di dunia terutama

BAB I PENDAHULUAN. mengetahui derajat kesehatan disuatu negara seluruh dunia. AKB di

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Apendisitis akut adalah peradangan/inflamasi dari apendiks vermiformis

BAB I PENDAHULUAN. yang diawali terjadinya ketuban pecah dini. Akan tetapi sulit menentukan

BAB I PENDAHULUAN. lahir mengalami asfiksia setiap tahunnya (Alisjahbana, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi neonatus khususnya sepsis neonatorum sampai saat ini masih

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan neonatal harus dimulai sebelum bayi dilahirkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit tromboemboli vena (TEV) termasuk didalamnya trombosis vena dalam

BAB I PENDAHULUAN gram pada waktu lahir (Liewellyn dan Jones, 2001). Gejala klinisnya

BAB 1 PENDAHULUAN. umur kehamilan minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir. Badan

BAB I PENDAHULUAN. Preeklampsia/eklampsia merupakan salah satu penyebab. utama morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi di dunia

BAB I PENDAHULUAN. perbandingan tinggi rendahnya angka kematian ibu dan angka kematian

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan adalah suatu proses fisiologi yang terjadi hampir pada setiap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit perlemakan hati non alkohol atau Non-alcoholic Fatty Liver

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) memiliki banyak risiko

BAB I PENDAHULUAN. Rumah Tangga (SKRT) dan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI)

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai dimana stroke merupakan penyebab kematian ketiga yang paling

BAB I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Penyebab Kematian Neonatal di Indonesia (Kemenkes RI, 2010)

BAB I PENDAHULUAN. anemia masih tinggi, dibuktikan dengan data World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. Apendisitis akut adalah peradangan dari apendiks vermiformis, merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang juta diantaranya terdapat di Asia Tenggara. Dari hasil WHO Multi Center

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka kematian ibu (AKI) adalah jumlah kematian selama kehamilan atau

BAB I PENDAHULUAN. tubuh manusia tersebut menjadi melemah. Pertahanan tubuh yang menurun

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PENGARUH PERAWATAN BAYI LEKAT TERHADAP PENINGKATAN BERAT BADAN PADA BAYI DENGAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH DI RS PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. dengan jumlah kelahiran hidup. Faktor-faktor yang mempengaruhi AKB

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis yang menjadi dambaan setiap

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI. NY. N DENGAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH (BBLR) DI KAMAR BAYI RESIKO TINGGI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Bab 3 Permasalahan Neonatus-Berat Badan lahir rendah. Catatan untuk fasilitator.

BAB I PENDAHULUAN. hingga kelahiran dan pertumbuhan bayi selanjutnya. (Depkes RI, 2009)

BAB I PENDAHULUAN. angka mortalitas tertinggi di negara-negara yang sedang berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. 45% dari kematian anak dibawah 5 tahun di seluruh dunia (WHO, 2016). Dari

BAB I PENDAHULUAN. Sirosis hati merupakan stadium akhir dari penyakit. kronis hati yang berkembang secara bertahap (Kuntz, 2006).

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL i LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hal ini tanpa melihat mempertimbangkan penggunaan insulin atau adanya gangguan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesehatan baik di negara maju maupun negara berkembang. Anemia juga masih

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. MDGS (Millenium Development Goals) 2000 s/d 2015 yang ditanda tangani oleh 189

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat rendah (BBLSR) yaitu kurang dari 1000 gram juga disebut sebagai

BAB I PENDAHULUAN. bidang kesehatan terutama kesehatan perinatal. Prevalensi bayi dengan berat badan

BAB I PENDAHULUAN. waktu dan tempat, salah satunya adalah kematian janin sewaktu masih

FAKTOR RISIKO PENYAKIT MEMBRAN HIALIN PADA BAYI BERAT LAHIR RENDAH LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

CAIRAN AMNION TERCAMPUR MEKONIUM SEBAGAI FAKTOR RISIKO TERJADINYA ASFIKSIA NEONATORUM PADA BAYI BARU LAHIR DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA TAHUN 2009

HUBUNGAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) DENGAN KEMATIAN NEONATAL DI RSUD. DR. H. ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013 ABSTRAK

B AB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam menilai derajat kesehatan masyarakat, terdapat beberapa

BAB I PENDAHULUAN. Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum dimulainya

FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. Ketuban pecah dini (KPD) merupakan masalah penting dalam obstetri

BAB 1 PENDAHULUAN. kemajuan kesehatan suatu negara. Menurunkan angka kematian bayi dari 34

BAB 1 : PENDAHULUAN. janin guna memenuhi peningkatan kebutuhan gizi selama kehamilan. (1)

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi sumber daya yang berkualitas tidak hanya dilihat secara fisik namun

PENDAHULUAN BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari gram dan merupakan penyumbang tertinggi angka kematian perinatal dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jantung dan pembuluh darah (26,3%). Ditemukan angka kematian akibat penyakit

BAB I PENDAHULUAN. minggu atau berat badan lahir antara gram. Kejadiannya masih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kuman dapat tumbuh dan berkembang-biak di dalam saluran kemih (Hasan dan

BAB I PENDAHULUAN. berkembang secara optimal sesuai usianya, baik sehat secara fisik, mental,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit membran hialin (PMH) atau dikenal juga dengan hyaline membrane disease (HMD) adalah penyakit pernafasan akut yang diakibatkan oleh defisiensi surfaktan pada neonatus preterm, yaitu neonatus yang lahir pada umur kehamilan kurang dari 37 minggu. Defisiensi surfaktan pada pulmo akan menyebabkan tingginya tegangan permukaan alveolar sehingga pada saat akhir ekspirasi akan terjadi kolaps alveolar. Kolaps alveolar akan mengakibatkan buruknya oksigenasi, hiperkarbia dan asidosis (Hardy & Boynes, 2003; Bhat, 1996). A. Latar Belakang Masalah Penyakit membran hialin merupakan salah satu penyebab terbanyak angka kesakitan dan kematian pada neonatus prematur. Menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2007, angka kematian neonatus di Indonesia adalah 19/1000 kelahiran hidup, dengan penyebab utama kematian adalah asfiksia, BBLR, dan infeksi neonatal. Sedangkan menurut penelitian Anggraini et al. proporsi kematian neonatus dengan penyakit membran hialin di RSUP dr.sardjito selama tahun 2007- Oktober 2011 adalah 52%, dengan asfiksia merupakan faktor resiko independen kematian neonatus dengan penyakit membran hialin (BAPPENAS, 2012; Anggraini et al., 2013). Diagnosis penyakit membran hialin dapat ditegakkan berdasarkan gejala dan tanda klinis, pemeriksaan radiologis, dan analisis gas darah, sedangkan pemeriksaan uji kocok cairan lambung (gastric aspirate shake test) digunakan 1

2 untuk menilai maturitas pulmo dan memprediksi terjadinya penyakit membran hialin pada neonatus (McClure et al., 2011; Vermeulen et al., 1979). Pemeriksaan radiologis dengan foto polos toraks memiliki sensitivitas sebesar 89,1%, spesifisitas sebesar 86,9% dan akurasi diagnostik sebesar 88,7% dalam mendiagnosis penyakit membran hialin, dimana gambaran radiologis penyakit membran hialin pada foto polos toraks tergantung dari beratnya penyakit, dengan inflasi pulmo yang buruk sebagai tanda kardinalnya (Marini et al., 1997; Arthur, 2001). Uji kocok cairan lambung dilakukan untuk menilai maturitas pulmo neonatus dengan menilai keberadaan surfaktan dalam pulmo neonatus yang dilihat dari cairan lambung neonatus. Ketiadaan surfaktan dalam cairan lambung neonatus dapat digunakan untuk memprediksi terjadinya penyakit membran hialin pada neonatus. Kebermaknaan uji kocok cairan lambung dinilai dari tidak terbentuknya gelembung udara (uji kocok cairan lambung negatif) pada sampel cairan lambung neonatus yang dicampur dengan alkohol absolut (95%) dan cairan salin fisiologis (Anonim, 2004). Sensitivitas dan spesifisitas uji kocok cairan lambung dalam menilai ada tidaknya surfaktan dan memprediksi terjadinya penyakit membran hialin menurut Chaudari et al. adalah sebesar 70% dan 100% dengan nilai prediktif positif sebesar 100%, sedangkan menurut Iranpour et al. uji kocok cairan lambung memiliki sensitivitas 100%, spesifisitas 66%, nilai prediktif positif 64,5%, dan nilai prediktif negatif 100% (Chaudhari et al., 2005; Iranpour et al., 2010).

3 Selain foto polos toraks yang telah dikenal luas, dewasa ini uji kocok cairan lambung telah menjadi salah satu bagian dari prosedur penatalaksanaan penyakit membran hialin pada neonatus, terutama di sarana pelayanan kesehatan rujukan. Dengan sensitivitas, spesifisitas, nilai prediktif positif dan nilai prediktif negatif uji kocok cairan lambung yang telah dikemukakan oleh beberapa peneliti, tidak dapat dipungkiri bahwa hasil uji kocok cairan lambung merupakan parameter yang handal untuk memprediksi terjadinya penyakit membran hialin pada neonatus dengan sindrom gawat nafas (respiratory distress syndrome). Namun demikian, ketika hasil uji menunjukkan adanya defisiensi surfaktan pada pulmo neonatus dengan gawat nafas dan secara klinis sudah didiagnosis menderita penyakit membran hialin, belum diketahui secara pasti apakah foto polos juga sudah menggambarkan kondisi terjadinya penyakit membran hialin pada waktu yang sama atau pada selang waktu yang berdekatan. Untuk itu peneliti merasa perlu mengetahui korelasi diantara keduanya, mengingat foto polos toraks juga memegang peranan yang sangat penting dalam penegakan diagnosis dan tatalaksana penyakit membran hialin. Hal ini karena foto polos toraks mampu memvisualisasikan gambaran penyakit membran hialin dengan baik sehingga kondisi pulmo neonatus juga dapat dinilai dengan baik, dan diagnosis banding dari penyakit membran hialin dapat disingkirkan. Regulasi permintaan surfaktan, khususnya di RSUP dr.sardjito, yang harus menyertakan hasil interpretasi foto polos toraks yang menyatakan bahwa neonatus menderita PMH, semakin menunjukkan peran foto polos dalam tatalaksana penyakit membran hialin. Penilaian kondisi paru neonatus yang akurat sedini mungkin pada foto polos

4 toraks akan memungkinkan diagnosis yang akurat pula sehingga dapat diberikan terapi yang tepat dan cepat pada neonatus. Dengan pemberian terapi yang tepat dan cepat maka morbiditas dan mortalitas karena penyakit membran hialin dapat diturunkan. Disamping itu, selain sebagai modalitas diagnostik, evaluasi keberhasilan terapi juga dapat dinilai dengan menggunakan gambaran yang ditemukan pada foto polos toraks. B. Perumusan Masalah 1. Tingginya angka kematian neonatus karena penyakit membran hialin atau karena komplikasinya. B. Perumusan Masalah 2. Foto polos toraks merupakan modalitas diagnostik penyakit membran hialin dengan sensitifitas 89,1%, spesifisitas 86,9%, dan akurasi diagnostik sebesar 88,7%. 3. Uji kocok cairan lambung digunakan untuk menilai maturitas paru dan memprediksi penyakit membran hialin pada neonatus dengan sensitivitas 100%, spesifisitas 66%, nilai prediktif positif 64,5%, dan nilai prediktif negatif 100%. 4. Uji kocok cairan lambung merupakan prediktor penyakit membran hialin, sedangkan foto polos toraks merupakan modalitas diagnostik yang mampu memvisualisasikan kondisi paru neonatus dengan penyakit membran hialin secara akurat. 5. Belum diketahui secara pasti apakah ketika hasil uji menunjukkan adanya defisiensi surfaktan pada pulmo neonatus dengan gawat nafas dan didiagnosis

5 secara klinis menderita penyakit mebran hialin maka pada foto polos toraks juga akan menggambarkan kondisi yang serupa. 6. Regulasi permintaan surfaktan di rumah sakit harus menyertakan hasil interpretasi foto polos toraks yang menyatakan bahwa neonatus menderita PMH. 7. Penilaian kondisi pulmo yang akurat sedini mungkin pada foto polos toraks akan menghasilkan diagnosis yang akurat sehingga dapat diberikan terapi yang tepat dan cepat sehingga morbiditas dan mortalitas penderita penyakit membran hialin dapat diturunkan. C. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang sebagaimana yang telah diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: Apakah terdapat korelasi antara gambaran foto polos toraks dengan hasil uji kocok cairan lambung pada neonatus dengan penyakit membran hialin? C. Pertanyaan Penelitian D. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis korelasi antara gambaran foto polos toraks dengan hasil uji kocok cairan lambung pada neonatus dengan penyakit membran hialin. D. Tujuan Penelitian E. Manfaat Penelitian 1. Bermanfaat secara teoritis untuk menggambarkan korelasi antara gambaran foto polos toraks dengan uji kocok cairan lambung pada neonatus yang secara klinis didiagnosis menderita penyakit membran hialin.

6 2. Bagi pasien, hasil penelitian ini diharapkan mampu menunjukkan peran foto polos toraks sebagai modalitas radiodiagnostik yang akurat dalam penegakan diagnosis penyakit membran hialin, sehingga dapat diberikan terapi yang tepat dan cepat, dan dengan demikian diharapkan dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas pada penderita penyakit membran hialin. 3. Bagi penyedia layanan kesehatan, hasil penelitian ini dapat menjadi satu masukan dalam penyusunan tatalaksana penyakit membran hialin. 4. Bagi dunia pendidikan, penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar teori atau sumber kepustakaan bagi penelitian dengan topik yang serupa, sehingga hasil penelitian ini benar-benar bermanfaat F. Keaslian Penelitian Menurut pengetahuan penulis, penelitian yang meneliti korelasi antara gambaran foto polos toraks dengan hasil uji kocok cairan lambung pada neonatus dengan penyakit membran hialin di RSUP dr. Sardjito Yogyakarta belum pernah dilakukan. Penelitian yang dilakukan oleh Dwidanarti merupakan penelitian desain khusus (uji diagnostik), sedangkan penelitian ini merupakan penelitian nondesain khusus (analitis korelatif). Beberapa penelitian mengenai foto polos toraks pada penyakit membran hialin dan atau uji kocok cairan lambung pada penyakit membran hialin yang dapat digunakan sebagai acuan pustaka diantaranya dapat dilihat pada tabel1. F.Keaslian Penelitian

7 Tabel 1. Penelitian tentang foto polos toraks pada penyakit membran hialin dan atau uji kocok cairan lambung pada penyakit memban hialin Peneliti, Tahun Dwidanarti, 2001 Tempat Subyek Topik Hasil Yogyakarta, Indonesia 47 bayi preterm Reliabilitas rontgen toraks dibandingkan dengan uji kocok pada diagnosis penyakit membran hialin. Sensitivitas rontgen thorax terhadap uji kocok 62,5% & 70,8%, spesifisitas 78,3%, 82,6%, & 86,9%, serta akurasi 74,4%, 74,5%, 76,6%, & 78,7%. Dzulfikar et al., 2003 Vermulen et al., 1979 Bandung, Indonesia Cape Town, Afrika Selatan 41 neonatus preterm 108 bayi dengan berat badan lahir < 2,5 kg Prevalensi PMH dan nilai dari uji kocok dan konsentrasi lamellar body untuk diagnosis PMH pada neonatus preterm. Gastric aspirate foam test untuk memprediksi penyakit membran hialin PMH terjadi pada 17% neonatus preterm, uji kocok cairan lambung dan amnion menunjukkan hasil negatif atau +1, sedangkan konsentrasi lamellar body memiliki nilai 18.000/mL. PMH terjadi pada bayi dengan hasil gastric aspirate foam test yang negatif atau intermediate, sehingga gastric aspirate foam test merupakan metode yang reliable untuk menilai maturitas pulmo neonatus.