BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ai Juliani,2016

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dhias Mei Artanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Putri Dewi Wulandari, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran matermatika yang dilakukan di Indonesia kira-kira seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. penting. Salah satu bukti yang menunjukkan pentingnya. memerlukan keterampilan matematika yang sesuai; (3) merupakan sarana

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Nurul Haque,2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Games Book sebagai Media Peningkatan Minat Baca pada Pembelajaran Bahasa Indonesia SD Kelas Tinggi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wita Aprialita, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang berkaitan dengan aljabar banyak ditemukan dalam

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Intan Cahyaningrum, 2015

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Belajar matematika merupakan salah satu sarana berpikir ilmiah dan

I. PENDAHULUAN. Belajar pada hakekatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. bangsa suatu Negara. Dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang melibatkan guru

BAB I PENDAHULUAN. Dini Asri Kusnia Dewi, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah dasar sebagai jenjang pendidikan formal pertama sistem pendidikan di

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan menulis merupakan kemampuan yang sangat penting untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

2 Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat Degeng (Uno, 2010: 3) Pembelajaran adalah upaya untuk membelajarkan siswa. Secara implisit dapat dipahami

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

DESAIN DIDAKTIS KONSEP LUAS DAERAH LAYANG-LAYANG PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA KELAS V SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN. matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999),

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana terhadap suasana belajar

I. PENDAHULUAN. Matematika berperan sebagai induk dari semua mata pelajaran dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki keahlian dan kemampuan yang unggul. Salah satu upaya pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. interaksi antara seseorang dengan lingkungannya. Oleh karena itu, belajar dapat

BAB I PENDAHULUAN. teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran bahasa Jawa khususnya pada kemampuan berbicara bahasa

2015 PERBANDINGAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS ANTARA SISWA YANG MENDAPATKAN MODEL DISCOVERY LEARNING DENGAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nining Priyani Gailea, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

IMPLEMENTASI PENDEKATAN QUANTUM LEARNING SEBAGAI UPAYA MEMINIMALISASI MISKONSEPSI BIOTEKNOLOGI DI SMA NEGERI 8 SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. pentingnya penelitian dan pengembangan, keterbatasan penelitian pengembangan,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran matematika yang ada di SD Negeri 2 Labuhan Ratu khususnya pada

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dina Irmayanti, 2016

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Balakang Masalah. Pendidikan berfungsi untuk mendorong suatu perubahan agar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar. Siswa akan dapat mempelajari diri

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan di. Sekolah Dasar yang dianggap sebagian siswa terasa sulit

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan pendidikan, sampai kapanpun dan dimanapun ia berada.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai. Budaya dan nilai-nilai yang dipandang baik dan dijunjung tinggi oleh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. ini menjadikan motivasi pemerintah untuk selalu memperbaiki sistem

BAB I PENDAHULUAN. (Perserikatan Bangsa-Bangsa). (Yusuf dan Anwar, 1997) dalam menjawab tantangan zaman di era globalisasi. Pembelajaran bahasa Arab

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dan prinsip-prinsip yang saling berkaitan satu sama lain. Guru tidak hanya

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Aep Suryana, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dwi Wahyuni, 2013

2015 PENGEMBANGAN BAHAN AJAR UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP SISWA KELAS II D I SD N HARAPAN 1 BAND UNG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Henti Sulistiowati, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Adakalanya seorang siswa mengalami kesulitan walaupun dia telah

PENERAPAN STRATEGI SCAFFOLDING

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan wadah bagi masyarakat untuk memperoleh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan generasi emas, yaitu generasi yang kreatif, inovatif, produktif,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Intan Setiawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. matematika, diperlukan kemampuan pemecahan masalah sehingga siswa. diperlukannya kemampuan pemecahan masalah.

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan Desain Didaktis Luas Daerah Lingkaran Pada Pembelajaran Matematika SMP

BAB I PENDAHULUAN. adalah mengembangkan kemampuan berpikir kritis. Menurut Abidin (2016:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan untuk berargumentasi atau mengemukakan ide-ide.pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Bagian ini akan dibahas beberapa hal yang berkaitan dengan latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. di zaman modern, sehingga lulusan tersebut dituntut memiliki kualitas yang baik

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. rendahnya kualitas atau mutu pendidikan matematika. Laporan Badan Standar

I. PENDAHULUAN. kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

DESAIN DIDAKTIS KONSEP VOLUME LIMAS PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA SMP BERDASARKAN LEARNING TRAJECTORY

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laswadi, 2015

BAB I PENDAHULUAN. tercipta sumber daya manusia yang berkualitas. Seperti yang di ungkapkan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Zaman telah berkembang dengan sangat cepat. Globalisasi dan westernisasi telah menyentuh seluruh golongan termasuk anak usia Sekolah Dasar. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan pada anak SD di kota Bogor, siswa cenderung lebih menyukai bermain game online atau bermain games di handphone. Dengan kecenderungan tersebut mempengaruhi pergaulan anak di dalam masyarakat, anak lebih bersifat individualis. Anak lebih sering asyik sendiri dari pada berkumpul bersama temannya untuk belajar bersama atau bermain bersama di lapangan. Kebiasaan demikian juga turut mempengaruhi proses berpikir dan kemampuan siswa dalam belajar. Siswa lebih menyukai hal-hal yang bersifat instan dan cepat dalam proses pembelajaran. Proses kegiatan pembelajaran yang dilakukan saat ini sangat bervariatif, mulai dari model, metode maupun media pembelajaran. Baik yang dilaksanakan di dalam kelas maupun di luar kelas yang melibatkan lingkungan. Pembelajaran yang dilakukan tidak terlepas dari model pembelajaran yang disesuaikan dengan karakteristik siswa, materi yang akan diajarkan serta situasi dan kondisi saat pembelajaran berlangsung. Adapun aspek yang terlibat dalam pembelajaran yaitu guru, materi, dan siswa. Ketiga aspek ini saling terkait satu sama lain sehingga harus tercipta hubungan yang kondusif karena aspek tersebut mempengaruhi proses jalannya suatu pembelajaran. Yusnandar (2012, hlm. 30) menjelaskan bahwa pembelajaran pada dasarnya merupakan proses sebab akibat. Guru yang mengajar, merupakan penyebab utama bagi terjadinya proses belajar siswa, meskipun tidak setiap perbuatan belajar siswa merupakan akibat guru mengajar. Oleh karena itu, guru sebagai figur sentral dalam pembelajaran harus mampu menerapkan pembelajaran yang tepat sehingga dapat mendorong terjadinya perbuatan belajar siswa yang aktif, produktif, dan efisien. 1

Kegiatan pembelajaran akan berlangsung jika ada pelaku pembelajaran yakni guru dan siswa. Guru berperan sebagai pengajar (mengajar) sedangkan perilaku belajar dilakukan oleh siswa. Perilaku mengajar dan perilaku belajar terkait 2

2 dengan bahan ajar yang akan disampaikan. Proses pembelajaran akan berjalan baik dan produktif apabila guru mimiliki kemampuan dalam menciptakan suasana belajar siswa yang menyenangkan. Menciptakan suasana belajar yang menyenangkan tentunya memerlukan guru yang kreatif dan memiliki kemampuan mengkomunikasikan bahan ajar secara terprogram. Matematika adalah ilmu dasar yang kehidupan sehari-hari yang berguna untuk memahami dasar-dasar ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang dewasa ini. Begitu pentingnya matematika untuk kehidupan namun hal tersebut tidak berbanding lurus dengan penguasaan dan keterampilan matematika pada siswa khususnya Sekolah Dasar (SD). Pembelajaran matematika di Indonesia yang terjadi saat ini seperti yang dijelaskan oleh mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, Wardiman Djojonegoro (dalam Turmudi, 2010, hlm. 2) dalam sebuah seminar nasional pernah mengungkapkan bahwa: Kebanyakan sekolah dan guru-guru (di Indonesia) memperlakukan siswa bagaikan suatu wadah yang siap untuk diisi pengetahuan. Contoh lain yang populer adalah kecenderungan terhadap jawaban salah-benar dalam belajar. Sekolah dan guru umumnya berfokus pada perolehan jawaban siswa yang benar dalam mengembangkan proses dan menurunkan jawaban. Hasilnya, bahwa siswa seringkali hanya untuk pencapaian prestasi dan untuk memahami kulit-kulitnya saja, karena cara-cara hafalan jatuh dalam kategori belajar seperti ini. Hal-hal seperti di atas memang relevan dengan yang dikemukakan oleh ahli-ahli pendidikan matematika bangsa lain terutama yang berkaitan dengan pembelajaran yang masih dipandang konvensional. Misalkan Silver (dalam Turmudi, 2010, hlm. 3) mengemukakan bahwa pada umumnya dalam pembelajaran matematika, para siswa menonton bagaimana gurunya mendemonstrasikan penyelesaian soal-soal matematika di papan tulis dan siswa mengkopi apa yang telah dituliskan oleh gurunya. Hal serupa dikemukakan oleh Senk dan Thompson (dalam Turmudi, 2010, hlm. 3) bahwa dalam kelas tradisional, umumnya guru-guru menjelaskan pembelajaran matematika dengan mengungkapkan rumus-rumus dan dalil-dalil matematika terlebih dahulu, baru siswa berlatih dengan soal-soal yang disediakan. Jika pembelajaran matematika dilakukan hanya dengan metode konvensional, tanpa adanya usaha-usaha yang dapat menciptakan suatu pembelajaran yang

3 memberikan pengalaman lebih bagi siswa, akan menyebabkan sedikitnya pengalaman belajar yang didapatkan siswa sehingga mengakibatkan terbatasnya kemampuan pemahaman siswa terhadap materi yang diajarkan. Keterbatasan pemahaman akan turut mempengaruhi kemampuan kreatif siswa dalam megembangkan suatu konsep yang dipelajari. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilaksanakan di SD Negeri Cibeureum 2 Kota Bogor pada tanggal 13 Februari 2015 dengan cara observasi dan wawancara, observasi dilakukan dengan mengamati proses pembelajaran di kelas yaitu dengan melihat bagaimana respon siswa dalam mempelajari matematika. Siswa cenderung memiliki banyak kesulitan dalam mempelajari matematika baik dari sisi konsep maupun pengembangannya. Siswa lebih banyak diam tanpa ada aktivitas yang menonjol. Kondisi kelas kurang kondusif karena tidak semua siswa memperhatikan penjelasan guru, ada yang asyik mengobrol dan ada pula yang asyik sendiri dengan mainannya, seperti mencoret-coret buku dan menggambar kartun. Selain mengamati proses belajar siswa, peneliti juga mengamati bagaimana guru menyampaikan pelajaran. Guru hanya menggunakan media seadanya yakni pembelajaran hanya dengan metode ceramah dan Lembar Kerja Siswa (LKS) sebagai bahan siswa latihan. Guru menjelaskan materi di papan tulis dan memberikan contoh, selanjutnya siswa mengerjakan latihan soal di LKS yang telah menjadi pegangan masing-masing siswa. Kondisi belajar seperti itu membuat siswa jenuh dan minim pengalaman belajarnya. Adapun hasil wawancara dengan guru di sekolah tersebut yaitu ibu Siti Rahmah mengenai metode pembelajaran, kemampuan berpikir kreatif matematis siswa dan bahan ajar yang digunakan dalam proses pembelajaran. Metode yang digunakan guru dalam mengajar matematika biasanya ceramah, demonstrasi, diskusi dan ekspositori. Namun karena keterbatasan media yang dimiliki guru, biasanya guru hanya mengandalkan ceramah dan LKS sebagai metode pembelajaran. LKS dan buku paket sebagai bahan ajar yang menjadi pegangan siswa. Terkadang guru memberikan tugas kelompok agar siswa mau bekerja sama, namun pada kenyataannya siswa saling mengandalkan satu sama lain. Adapun LKS yang digunakan merupakan terbitan dari luar yang tidak dibuat oleh guru pengajar sehingga siswa sering merasa kesulitan dengan bahasa yang

4 digunakan dalam LKS tersebut. Materi dan latihan yang disajikan dalam LKS kadang kurang mendukung siswa dalam mengembangkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa. Setiap guru juga mengakui bahwa siswa SD sebagian besar kesulitan dalam mengembangkan konsep dan terbatas pada konsep yang diberikan guru tanpa mau berkreasi untuk mengembangkan konsep. Siswa hanya terbiasa pada soal-soal rutin sehingga ketika mendapatkan masalah yang lebih kompleks (soal non rutin) siswa akan mengalami banyak kesulitan dan cenderung menghafal daripada memahami. Begitu pula hasil pengamatan guru yang telah dilakukan bahwa siswa zaman sekarang lebih senang bermain game online secara individu daripada bermain secara bersama-sama atau belajar kelompok. Permasalahan tersebut terjadi tidak hanya di satu sekolah melainkan terjadi secara merata hampir dibeberapa wilayah, baik di pedesaan maupun di kota. Kondisi seperti ini tentu tidak dapsat dibiarkan namun perlu adanya penanganan yang tepat agar masalah tersebut tidak berlarut-larut. Kemampuan berpikir kreatif pada siswa perlu ditingkatkan karena proses berpikir kreatif dapat membantu siswa dalam pemecahan masalah secara efisien dan efektif (Susanto, 2014, hlm. 109). Sikap siswa yang turut disoroti dalam masalah ini adalah sikap sosial yang terlihat kurang baik yang ditunjukkan dengan rasa individualis juga turut harus dicarikan solusi. Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial dimana satu sama lain saling membutuhkan. Tidak akan terjadi hubungan yang harmonis jika orangorang disekitar hanya mementingkan diri sendiri. Disisi lain, siswa SD merupakan usia dimana terbentuk sifat-sifat dan karakter baik yang sangat perlu dikembangkan. Jiwa cinta tanah air dan budaya turut menjadi sorotan yang perlu dikembangkan pada diri siswa. Hasil uji tes learning obstacle dengan jumlah empat soal yang dilakukan pada tanggal 14-16 Februari 2015 pada siswa-siswi SD Negeri Cibeureum 2 dan SD Negeri Sirna Galih 5 ditemukan beberapa hambatan belajar mengenai konsep persegi dan persegi panjang yaitu: 1. Learning obstacle terkait konsep image mengenai persegi 2. Learning obstacle terkait menentukan panjang dan lebar dari luas suatu persegi panjang 3. Learning obstacle terkait sifat-sifat persegi dan persegi panjang

5 4. Learning obstacle terkait menentukan persegi dan persegi panjang dari suatu gambar Begitu kompleksnya masalah yang terjadi saat ini. Zaman semakin modern namun tidak serta merta menyelesaikan berbagai masalah kehidupan, namun terkadang ada beberpa perkembangan zaman yang justru memberikan dampak negatif. Agar masalah tersebut tidak berlarut-larut tanpa adanya penyelesaian, maka sebagai insan pendidik yang dapat memberikan perubahan hendaknya mencari solusi atas masalah yang terjadi seperti masalah yang telah dipaparkan di atas. Untuk memperoleh kualitas proses pembelajaran yang baik, salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh guru adalah dengan menentukan metode pembelajaran yang tepat dalam proses belajar mengajar. Metode, model atau pendekatan yang baik dirasa cukup membantu siswa dalam memahami suatu materi, namun pada kenyataannya suatu metode tidak akan berjalan baik jika peranan guru tidak terlibat secara penuh. Menurut teori kognitif Piaget (dalam Suwangsih dan Tiurlina, 20114, hlm. 82) bahwa fase berpikir siswa sekolah dasar berada pada operasional konkret. Berdasarkan perkembangan kognitif ini, maka anak usia sekolah dasar pada umumnya mengalami kesulitan dalam memahami matematika yang bersifat abstrak. Karena keabstrakannya matematika relatif tidak mudah untuk dipahami oleh siswa sekolah dasar pada umumnya (Susanto, 2014, hlm.184). Dengan sifat matematika yang abstrak, maka tugas guru adalah membuat strategi pembelajaran yang dapat membantu siswa dalam memahami matematika tersebut. Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2006 disebutkan bahwa salah satu Standar Kompetensi Lulusan (SKL) satuan pendidikan Sekolah Dasar adalah siswa dapat menggunakan informasi tentang lingkungan sekitar secara logis, kritis, dan kreatif sekaligus dapat menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, dan kreatif. Selama ini, pembelajaran budaya Sunda (pada satuan pendidikan dasar dan menengah) hanya dimaktubkan dalam pembelajaran muatan lokal Bahasa Sunda. Pada pelaksanaannya, hal itu menjadi kontraproduktif dengan kenyataan bahwa Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar mata pelajaran muatan lokal Bahasa

6 Sunda berpijak pada hakikat pembelajaran bahasa dan sastra. Belajar bahasa pada dasarnya adalah belajar berkomunikasi, luasnya aspek budaya Sunda seyogyanya dipelajari secara lintas kurikulum, meliputi beberapa mata pelajaran yang diajarkan di sekolah (kecuali mata pelajaran bahasa Inggris). Peluang memasukkan aspek-aspek budaya Sunda ke dalam kurikulum tiaptiap mata pelajaran terbuka lebar dengan adanya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Dalam KTSP, sekolah diarahkan untuk memasukkan keunggulan lokal sebagai salah satu basisnya. Pendidikan berbasis keunggulan lokal adalah pendidikan yang diselenggarakan setelah memenuhi Standar Nasional Pendidikan dan diperkaya dengan keunggulan kompetitif dan/atau komparatif daerah. Desentralisasi terutama dalam pengembangan silabus dan pelaksanaannya yang disesuaikan dengan tuntutan kebutuhan siswa, keadaan sekolah, dan kondisi sekolah atau daerah, seharusnya mampu dimanfaatkan secara maksimal dengan mendesain kurikulum yang melibatkan potensi dan kearifan lokal yang bersumber dari kehidupan alam dan masyarakat setempat (Sunda). Disisi lain, budaya merupakan suatu warisan tradisi yang perlu untuk dikembangkan dan dijaga kelestariannya (Endraswara, 2006, hlm. 4) hal ini pula disebutkan dalam salah satu bait pupuh Sunda dengan judul Tanah Sunda yang berbunyi Miara pakaya mémang sawajibna, Getén titén rumawat tanah pusaka. Yang artinya bahwa memelihara kekayaan adalah kewajiban, Semangat merawat tanah pusaka. Kekayaan yang dimaksud adalah kebudayaan. Melalui integrasi ke dalam setiap mata pelajaan, Pembelajaran Budaya Sunda (Etno Sunda) dilaksanakan dengan proses membangun visi, misi dan tujuan sekolah, grand desain pendidikan berbasis budaya Sunda, keterkaitan antara Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar (SKKD), nilai budaya dan karakter, serta bentuk budaya Sunda. Desain kurikulum yang melibatkan budaya Sunda sebagai pijakannya, sudah tentu memerlukan perhatian dan kesungguhan dari berbagai pihak. Berdasarkan beberapa permasalahan di atas, maka sudah dapat terjawab mengenai permasalahan siswa SD dalam memahami matematika. Seorang guru harus bisa berinovasi dalam membuat suatu pembelajaran menjadi menyenangkan tanpa mengurangi pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan. Seperti

7 yang kemukakan Dimyati (dalam Susanto, 2014, hlm.186) menjelaskan bahwa pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat siswa belajar secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar. Pembelajaran berarti aktivitas guru dalam merancang bahan pengajaran agar proses pembelajaran dapat berlangsung secara efektif, yakni siswa dapat belajar secara aktif dan bermakna. Pembelajaran kontekstual berbasis budaya Sunda dirasa sangat cocok dengan permasalahan dalam pembelajaran matematika. Hal ini seperti yang diungkapkan Brooks dkk. (dalam Wahyuni,dkk, 2013, hlm. 115) dalam pembelajaran berbasis budaya, budaya menjadi sebuah metode bagi siswa untuk mentransformasikan hasil observasi mereka ke dalam bentuk dan prinsip yang kreatif tentang bidang ilmu. Salah satu wujud pembelajaran berbasis budaya adalah Etnomatematika (Ethnomathematics). Pembelajaran Etnomatematika Sunda akan membawa siswa pada lingkungan sekitarnya sehingga siswa merasa hanya berinteraksi dengan lingkungan. Disamping itu, pembelajaran Etnomatematika Sunda dapat dipandang sebagai usaha pelestarian budaya. Dalam Budaya Sunda banyak sekali hal-hal yang dapat diadopsi ke dalam pembelajaran, salah satunya permainan sondah. Permainan sondah dapat mengajarkan siswa mengenai persegi dan persegi panjang serta dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa, hal ini karena permaian sondah yang berhubungan dengan persegi dan persegi panjang dan dituntut pemikiran kreatif dalam strategi permainannya. Dengan permainan diharapkan siswa dapat belajar matematika lebih menyenangkan, aktif, dan terjadi proses penanaman nilai-nilai budaya. Sebelum menerapkan suatu metode atau strategi pembelajaran hendaknya seorang guru harus mampu membuat bahan ajar yang baik sehingga proses pembelajaran dapat berjalan optimal. Maka dengan hal tersebut dibutuhkan Didactical Design Research (DDR) sebagai studi pendahuluan yang diawali dengan learning obstacle agar bahan ajar sesuai kebutuhan siswa dan pembelajaran dapat berlangsung secara optimal. DDR dilakukan dalam rangka menyiapkan hal-hal yang berkaitan dengan pembelajaran, dimana tidak hanya memperhatikan materi pelajaran, guru, dan siswa melainkan turut memperhatikan didaktik dan situasi pedagogik yang memiliki hubungan satu sama lain dengan

8 ketiga aspek pembelajaran. Suryadi (2013, hlm. 3) menjelaskan hubungan didaktis dan pedagogis tidak bisa dipandang secara parsial melainkan perlu dipahami secara utuh karena pada kenyataannya kedua hubungan tersebut dapat terjadi secara bersamaan. Dalam proses pembelajaran, guru tidak hanya memberikan pelajaran agar tercapai tujuan yang ditentukan. Seorang guru harus mengetahui bagaimana kecenderungan-kecenderungan dalam berperilaku yang ditunjukkan siswa dalam menyelesaikan masalah selama proses pembelajaran atau sering disebut disposisi. Dengan pemaparan di atas maka diperlukan penelitian mengenai desain didaktik dan studi eksperimen pada konsep persegi dan persegi panjang di kelas III. Untuk itulah peneliti tertarik untuk melakukan penelitian Pembelajaran Etnomatematika Sunda dalam Meningkatkan Kemampuan dan Disposisi Berpikir Kreatif Matematis Siswa SD. B. Identifikasi Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, masalah pembelajaran matematika sangat luas sehingga membutuhkan pemecahan atau solusi yang banyak pula. Peranan guru dalam memperhatikan kesulitan-kesulitan belajar siswa juga turut berkontribusi dalam kegagalan siswa dalam memahami pembelajaran matematika. Metode yang kurang tepat menjadi akar permasalahan yang berkontribusi besar terhadap pemahaman siswa. Pembelajaran yang konvensional terus dilakukan tanpa adanya inovasi yang dapat membantu siswa meminimalisir kesulitan belajarnya menjadi masalah utama. Bahan ajar berupa LKS tidak cukup menunjang pembelajaran yang lebih optimal. Disamping itu, hubungan didaktik dan pedagogik perlu mendapatkan tempat dalam proses pembelajaran. Hubungan guru- siswa (hubungan pedagogis) dan hubungan siswamateri (hubungan didaktik) perlu dirancang sedemikian rupa guna menghasilkan pembelajaran yang optimal, produktif, dan efisien. Didactical Design Research (DDR) dengan pembelajaran berbasis Etnomatematika Sunda dirancang dengan tujuan untuk dapat membantu siswa dalam meminimalisir kesulitan belajar khususnya pada pelajaran matematika dan meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa. Pembelajaran ini

9 disusun dengan diawali learning obstacle dalam rangka mengetahui kesulitan belajar siswa yang akan menjadi pertimbangan bagi guru dalam membuat bahan ajar yang efektif. Setelah bahan ajar dirasa optimal, maka peneliti melakukan kegiatan membandingkan proses pembelajaran melakului penelitian eksperimen dengan kelas eksperimen I adalah kelas yang mendapatkan pembelajaran DDR- Etnomatematika Sunda, kelas eksperimen II dengan pembelajaran Etnomatematika Sunda non DDR, dan kelas kontrol dengan pembelajaran konvensional. C. Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka rumusan masalah dan batasan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah ada perbedaan kemampuan berpikir kreatif matematis antara siswa yang mendapatkan pembelajaran DDR-Etnomatematika dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran Etnomatematika Sunda non DDR? 2. Apakah ada perbedaan kemampuan berpikir kreatif matematis antara siswa yang mendapatkan pembelajaran Etnomatematika dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional? 3. Apakah ada perbedaan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran DDR-Etnomatematika Sunda dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional? 4. Bagaimana disposisi matematis siswa terhadap pembelajaran Etnomatematika Sunda? D. Tujuan Penelitian Sebagaimana latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui perbedaan kemampuan berpikir kreatif matematis antara siswa yang mendapatkan pembelajaran DDR-Etnomatematika Sunda dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran Etnomatematika Sunda non DDR.

10 2. Untuk mengetahui perbedaan kemampuan berpikir kreatif matematis antara siswa yang mendapatkan pembelajaran Etnomatematika Sunda dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional. 3. Untuk mengetahui perbedaan kemampuan berpikir kreatif matematis antara siswa yang mendapatkan pembelajaran DDR-Etnomatematika Sunda dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional. 4. Untuk mengetahui disposisi matematis siswa terhadap pembelajaran Etnomatematika Sunda. E. Manfaat Penelitian Dalam penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua kalangan, diantaranya: 1. Bagi siswa Penelitian ini bermanfaat bagi siswa yakni untuk membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis sehingga mampu menghasilkan gagasan-gagasan dan ide yang baru, unik serta dapat membantunya dalam mengatasi kesulitan belajar yang dihadapi. 2. Bagi guru a. Penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui desain didaktik pembelajaran Etnomatematika Sunda yang dapat diterapkan dalam pembelajaran matematika khususnya pada konsep persegi dan persegi panjang. b. Penelitian ini bermanfaat bagi guru yakni untuk dapat berinovasi dalam kegiatan pembelajaran yang tujuan utamanya adalah membantu siswa dalam memahami materi pelajaran serta mencapai tujuan pendidikan. 3. Bagi Lembaga Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi lembaga pendidikan guna menjadi bahan kajian dalam meningkatkan kualitas pendidikan melalui pembelajaran Etnomatematika Sunda berasarkan desain didaktik.