LAPORAN PRAKTIKUM PRAKTIKUM PENGUJIAN MATERIAL MODUL 3 - PENGUJIAN IMPAK DELIANA RAMDANIAWATI KELOMPOK: 7

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Salah satu material yang sangat penting bagi kebutuhan manusia adalah

DAFTAR ISI. I. Identitas Diri 2. II. Daftar Isi 3. i. Tujuan Percobaan 5. ii. Dasar Teori 5. Alat dan Bahan 9. Flowchart Proses Pengujian 11

Audio/Video. Metode Evaluasi dan Penilaian. Web. Soal-Tugas. a. Writing exam.skor:0-100(pan)

KEKUATAN IMPAK BAJA ST 60 DI BAWAH TEMPERATUR EKSTRIM

Impact Toughness Test. Sigit Ngalambang

PERANCANGAN ALAT UJI IMPAK METODE CHARPY KAPASITAS 100 JOULE. Yopi Handoyo 1)

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen,

Uji impak. Proses penyerapan energi ini akan diubah menjadi berbagai respon material, yaitu. Deformasi plastis Efek Hysteresis Efek Inersia

PRAKTIKUM UJI KETANGGUHAN BAHAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

UJI KETANGGUHAN MATERIAL BAJA A36 BERDASARKAN METODE PENGUJIAN IMPAK ASTM E23

ANALISA QUENCHING PADA BAJA KARBON RENDAH DENGAN MEDIA SOLAR

TINGKAT KETELITIAN PADA REDESIGN ALAT UJI IMPAK TERHADAP SKALA LABORATORIUM METALURGI FISIK Agus Suyatno 1), Suriansyah S 2) ABSTRAK

STUDI KEKUATAN IMPAK PADA PENGECORAN PADUAL Al-Si (PISTON BEKAS) DENGAN PENAMBAHAN UNSUR Mg

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Material, Laboratorium

BAB I PENDAHULUAN. alat-alat perkakas, alat-alat pertanian, komponen-komponen otomotif, kebutuhan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II LANDASAN TEORI. ketika itu banyak terjadi fenomena patah getas pada daerah lasan kapal kapal

III. METODE PENELITIAN. waktu pada bulan September 2015 hingga bulan November Adapun material yang digunakan pada penelitian ini adalah:

MODUL PRAKTIKUM METALURGI (LOGAM)

ANALISIS SIMULASI UJI IMPAK BAJA KARBON SEDANG (AISI 1045) dan BAJA KARBON TINGGI (AISI D2) HASIL PERLAKUAN PANAS. R. Bagus Suryasa Majanasastra 1)

BAB I PENDAHULUAN. Suhu mempengaruhi sifat mekanik material, yaitu ketangguhan material

PENGARUH PERLAKUAN PANAS BAJA AISI 1029 DENGAN METODA QUENCHING DAN MEDIA PENDINGIN TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN MAKRO STRUKTUR

Perpatahan Rapuh Keramik (1)

BAB I PENGUJIAN TARIK

BAB I PENDAHULUAN. perlu dapat perhatian khusus baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya karena

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketika itu banyak terjadi fenomena patah getas pada daerah lasan kapal kapal

Analisa Hasil Uji Impak Sampah Plastik Jenis PP, PET, dan Campuran (PP + PET)

PENGARUH PROSES HARDENING PADA BAJA HQ 7 AISI 4140 DENGAN MEDIA OLI DAN AIR TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN. oleh pengelola program studi sampai dinyatakan selesai yang direncanakan

PENGARUH VARIASI TEMPERATUR TERHADAP KEKERASAN, STRUKTUR MIKRO, DAN KETANGGUHAN DENGAN PROSES HEAT TREATMENT PADA BAJA KARBON AISI 4140H

Alasan pengujian. Jenis Pengujian merusak (destructive test) pada las. Pengujian merusak (DT) pada las 08/01/2012

HARGA IMPACT ALUMINIUM JENIS 7075 T351 DENGAN METODE CHARPY. Rofarsyam 1, Sukarman 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TUGAS AKHIR. Tugas Akhir ini Disusun Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta

ek SIPIL MESIN ARSITEKTUR ELEKTRO

PENGARUH KEKUATAN BENDING DAN TARIK BAHAN KOMPOSIT BERPENGUAT SEKAM PADI DENGAN MATRIK UREA FORMALDEHIDE

Laporan Praktikum Laboratorium Teknik Material 1 Modul D Uji Lentur dan Kekakuan

BAB II PENGUJIAN-PENGUJIAN PADA MATERIAL

EFEK PERLAKUAN PANAS AGING TERHADAP KEKERASAN DAN KETANGGUHAN IMPAK PADUAN ALUMINIUM AA ABSTRAK

EFEK PERLAKUAN PANAS AGING TERHADAP KEKERASAN DAN KETANGGUHAN IMPAK PADUAN ALUMINIUM AA Sigit Gunawan 1 ABSTRAK

PENGARUH PENAMBAHAN Mg TERHADAP SIFAT KEKERASAN DAN KEKUATAN IMPAK SERTA STRUKTUR MIKRO PADA PADUAN Al-Si BERBASIS MATERIAL PISTON BEKAS

PENGARUH VARIASI MEDIA PENDINGIN HASIL SAMBUNGAN LAS BAJA PADUAN TERHADAP NILAI KETANGGUHAN. Abstract

KETANGGUHAN BEBAN IMPAK DAN BEBAN TARIK MAKSIMUM PADA PELAT BAJA BERLAPIS AKIBAT QUENCHING DAN NORMALIZING

Rancang Bangun Alat Uji Impak Metode Charpy

Laporan Awal Praktikum Karakterisasi Material 1 PENGUJIAN TARIK. Rahmawan Setiaji Kelompok 9

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada Bulan September 2012 sampai dengan November

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dibeberapa tempat, sebagai berikut:

ANALISA PENGARUH TEMPERATUR TEMPERING TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK PADA BAJA AAR-M201 GRADE E

KARAKTERISASI BAJA CHASIS MOBlL SMK (SANG SURYA) SEBELUM DAN SESUDAH PROSES QUENCHING

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Adapun tempat pengerjaan tugas akhir ini adalah sebagai berikut :

Pengaruh Temperatur Pemanasan dan Holding Time pada Proses Tempering terhadap Sifat Mekanik dan Laju Korosi Baja Pegas SUP 9A

STUDI BAHAN ALUMUNIUM VELG MERK SPRINT DENGAN METODE TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS

BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN

Analisa Kekuatan Tarik Baja Konstruksi Bj 44 Pada Proses Pengelasan SMAW dengan Variasi Arus Pengelasan

1. Teori Dasar Pengujian Mekanik pada Material 2. Modul Praktikum Pengujian Mekanik pada Material

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan pelaksanaan percobaan serta analisis sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS PENGARU ARUS PENGELASAN DENGAN METODE SMAW DENGAN ELEKTRODA E7018 TERHADAP KEKUATAN TARIK DAN KETANGGUHAN PADA BAJA KARBON RENDAH ABSTRAK

Pengujian Impak (Hentakan) Pengujian Metalografi Pengujian Korosi Parameter pada Lambung Kapal...

PENGARUH PERLAKUAN TEMPERING TERHADAP KEKERASAN DAN KEKUATAN IMPAK BAJA JIS G 4051 S15C SEBAGAI BAHAN KONSTRUKSI. Purnomo *)

KAJIAN PERLAKUAN SERAT SABUT KELAPA TERHADAP SIFAT MEKANIS KOMPOSIT EPOKSI SERAT SABUT KELAPA

RPKPS (RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER)

Analisis Pengaruh Cooling Rate pada Material ASTM A36 Akibat Kebakaran Kapal Terhadap Nilai Kekuatan, Kekerasan dan Struktur Mikronya

ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. masing-masing benda uji, pada pengelasan las listrik dengan variasi arus 80, 90,

NASKAH PUBLIKASI ILMIAH ANALISA PENGARUH SOLUTION TREATMENT PADA MATERIAL ALUMUNIUM TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS

BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM UJI MATERIAL

BAB III PEMBAHASAN MASALAH

II. TINJAUAN PUSTAKA. Seperti diketahui bahwa, di dalam baja karbon terdapat ferrite, pearlite, dan

Heat Treatment Pada Logam. Posted on 13 Januari 2013 by Andar Kusuma. Proses Perlakuan Panas Pada Baja

PENGARUH TEMPERATUR DAN BENTUK TAKIKAN TERHADAP KEKUATAN IMPAK LOGAM

II TINJAUAN PUSTAKA. menghasilkan sifat-sifat logam yang diinginkan. Perubahan sifat logam akibat

MECHANICAL FAILURE (KERUSAKAN MEKANIS) #2

Pembebanan Batang Secara Aksial. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT

dislokasi pada satu butir terjadi pada bidang yang lebih disukai (τ r max).

Asyari D. Yunus - Struktur dan Sifat Material Universitas Darma Persada - Jakarta

Jl. Menoreh Tengah X/22, Sampangan, Semarang *

MECHANICAL FAILURE (KERUSAKAN MEKANIS)

PENGARUH POSISI PENGELASAN TERHADAP KEKUATAN TAKIK DAN KEKERASAN PADA SAMBUNGAN LAS PIPA

PENGARUH MEDIA PENDINGIN PADA PROSES HARDENING MATERIAL BAJA S45C

Laporan Praktikum Laboratorium Teknik Material 1 Modul A Uji Tarik

BAB V PEMBAHASAN 60 UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. BAB I Pendahuluan 1

ANALISIS HASIL PENGECORAN ALUMINIUM DENGAN VARIASI MEDIA PENDINGINAN

Pengaruh Variasi Fraksi Volume, Temperatur, Waktu Curing dan Post-Curing Terhadap Karakteristik Tekan Komposit Polyester - Hollow Glass Microspheres

I. PENDAHULUAN. Definisi baja menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah suatu benda

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat sebagai berikut:

TIN107 - Material Teknik #5 - Mechanical Failure #1. TIN107 Material Teknik

BAB IV PENGOLAHAN DATA

TINJAUAN PUSTAKA. Definisi pengelasan menurut DIN ( Deutsche Industrie Norman) adalah ikatan

PERANCANGAN ALAT UJI IMPAK METODE CHARPY DAN IZOD

BAB IV PEMBAHASAN. BAB IV Pembahasan 69

Karakterisasi Baja Karbon Rendah Setelah Perlakuan Bending

Transkripsi:

LAPORAN PRAKTIKUM PRAKTIKUM PENGUJIAN MATERIAL MODUL 3 - PENGUJIAN IMPAK DELIANA RAMDANIAWATI 1206217364 KELOMPOK: 7 LABORATORIUM METALURGI FISIK DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA 2014 65

MODUL 3 PENGUJIAN IMPAK I. Tujuan Praktikum 1. Menjelaskan tujuan dan prinsip dasar pengukuran harga impak dari logam. 2. Mengetahui temperatur transisi perilaku kegetasan baja struktural ST 42. 3. Menganalisa permukaan patahan (fractografi) sampel impak yang diuji pada beberapa temperatur. 4. Membandingkan nilai impak beberapa jenis logam. 5. Menjelaskan perbedaan metode Charpy dan Izod. II. Dasar Teori Uji impak adalah pengujian material dengan menggunakan pembebanan yang cepat (rapid loading) atau secara tiba-tiba. Uji ini bertujuan untuk mengetahui sifat mekanis material terhadap beban impact atau kejut dan juga untuk mengetahui besar energi pada temperatur variasi rendah - tinggi akibat beban kejut. Inilah yang membedakan pengujian impak dengan pengujian tarik dan kekerasan dimana pembebanan dilakukan secara perlahan-lahan. Pengujian impak merupakan suatu upaya untuk mensimulasikan kondisi operasi material yang sering ditemui dalam perlengkapan konstruksi dan transportasi dimana beban tidak selamanya terjadi secara perlahan-lahan melainkan datang secara tiba-tiba, contoh deformasi pada bumper mobil pada saat kecelakaan. Terdapat 3 macam pengujian impak: pendulum weight test, drop test, dan crash test. Drop wight test yakni memanfaatkan baban kejut berupa benda yang bergerak jatuh bebas. Seperti pada gambar berikut: 66

Gambar 1. Uji impak dengan metode drop test Sedangkan crash test ialah pengujian impak dengan sengaja menabrakkan benda uji ke suatu benda rigid lain yang lebih besar dan keras, sehingga gaya gravitasi tidak berperan dalam uji ini. Sebagai contoh yaitu pengujian otomotif seperti gambar berikut ini: Gambar 2. Uji impak metode crash test 67

Tipe yang ketiga dan yang paling banyak digunakan untuk pengujian material yaitu pendulum weight test. Dasar pengujian impak ini adalah penyerapan energi potensial dari pendulum beban yang berayun dari suatu ketinggian tertentu dan menumbuk benda uji sehingga benda uji mengalami deformasi maksimum hingga mengakibatkan perpatahan. Pada pengujian impak ini banyaknya energi yang diserap oleh bahan untuk terjadinya perpatahan merupakan ukuran ketahanan impak atau ketangguhan bahan tersebut. suatu material dikatakn tangguh bila memiliki kemampuan menyerap beban kejut yang besar tanpa mengalami retak atau deformasi dengan mudah. Gambar di bawah ini memberikan ilustrasi suatu pengujian impak dengan metode Charpy. Gambar 3. Mekanisme pengujian impak Pada pengujian impak, energi yang diserap oleh benda uji biasanya dinyatakan dalam satuan Joule dan dibaca langsung pada skala (dial) penunjuk yang telah dikalibrasi yang terdapat pada mesin penguji. Harga impak (HI) suatu bahan yang diuji dengan metode Charpy diberikan oleh : 68

dimana E adalah energi yang diserap dalam satuan Joule dan A luas penampang di bawah takik dalam satuan mm2. dimana : P = beban yang diberikan (Newton) H o = ketinggian awal bandul (mm) H 1 = ketinggian akhir setelah terjadi perpatahan benda uji (mm) Benda uji impak dikelompokkan kedalam dua golongan sampel standar (ASTM E-23) yaitu batang uji Charpy (Metode Charpy - USA) dan batang uji Izod ( Metode Izod Inggris dan Eropa). 1. Batang Uji Charpy Sampel uji memiliki dimensi ukuran yaitu 10x10x55 mm (tinggi x lebar x panjang). Dengan posisi takik (notch) berada di tengah, kedalaman takik 2 mm dari permukaan benda uji, dan sudut takik 45. Bentuk takik berupa huruf bentuk U, V, key hole ( seperti lubang kecil). Benda diletakkan pada tumpuan dengan posisi horisontal dan tidak dijepit. Hal ini menyebankan pengujian berlangsung lebih cepat, sehingga memudahkan untuk melakukan pengujian pada temperatur transisinya. Sedangkan ayunan bandul dari arah belakang takik dengan pembebanan dilakukan dari arah punggung takik. Bentuk dari takik pun bermacam-macam, seperti : takik model V, model U dan model lubang kunci. Jenis takik tergantung pada standar yang digunakan. Adapun ukuran dari spesimen uji impak untuk metode charpy adalah : 69

Gambar 4. Sampel uji impak Charpy Gambar 5. Arah pembebanan pada sampel uji impak Charpy Pada metode charpy ayunan bandul datang dari arah belakang takik dengan pembebanan dilakukan dari arah punggung takik. Posisi benda uji Charpy pada alat uji ialah horizontal dan tidak dijepit. Pengujian impak berlangsung lebih cepat karena benda uji tidak perlu dijepit, sehingga metode Charpy pada satu material umumnya dilakukan pada berbagai temperatur sebagai upaya untuk mengetahui temperatur transisi. 2. Batang Uji Izod Sampel uji memiliki dimensi ukuran yaitu 10 x 10 x 75 mm (tinggi x lebar x panjang). Dengan posisi takik berada pada jarak 28 mm dari ujung benda 70

uji, kedalaman takik 2 mm dari permukaan benda uji, dengan sudut takik 45. Bentuk takik berupa huruf U, V, atau key hole (seperti lubang kunci). Benda diletakkan pada tumpuan dengan posisi vertikal dan dijepit. Sampel yang dijepit menyebabkan pengujian berlangsung lama, sehingga tidak cocok digunakan pada pengujian dengan temperatur yang bervariasi. Sedangkan ayunan bandul dari arah depan takik dengan pembebanan dilakukan dari arah muka takik. Gambar 6. Sampel uji impak izod dan arah pembebanannya Dari aplikasinya, metode Charpy umumnya banyak digunakan unttuk menguji ketangguhan suatu sampel berupa sampel logam sedangkan metode Izod biasanya digunakan untuk menguji impak sampel berupa polimer atau komposit. Sedangkan dari segi alatnya, metode Charpy berukuran sangat besar dan jauh lebih berbahaya dibanding alat uji Izod, sementara alat uji Izod lebih bersahabat dan portable. Pengukuran lain yang bisa dilakukan dalam pengujian impak Charpy adalah penelaahan permukaan perpatahan untuk menentukan jenis perpatahan (fractografi) yang terjadi. Secara umum perpatahan impak digolongkan menjadi 3 jenis perpatahan, yaitu : 1. Perpatahan berserat (fibrous fracture), yang melibatkan mekanisme pergeseran bidang-bidang kristal di dalam material / logam (logam) yang ulet (ductile). 71

2. Perpatahan granular/kristalin, yang dihasilkan oleh mekanisme pembelahan (cleavage) pada butir-butir dari material / logam (logam) yang rapuh (brittle). 3. Perpatahan campuran, merupakan kombinasi kedua jenis perpatahan di atas. Informasi lain yang dapat diperoleh dari pengujian impak adalah temperatur transisi bahan. Temperatur transisi adalah temperatur yang menunjukkan transisi perubahan jenis perpatahan suatu bahan bila diuji pada temperatur yang berbeda-beda. Pada pengujian dengan temperatur yang berbeda-beda maka akan terlihat bahwa pada temperatur tinggi material akan bersifat ulet (ductile) sedangkan pada temperatur rendah material akan bersifat rapuh atau getas (brittle). Temperatur transisi umumnya ditemui pada material yang memiliki struktur kristal BCC. Temperatur transisi ini dapat ditentukan dari grafik hasil plotan energy yang diserap oleh material terhadap perubahan temperature (kurva DBTT). Terdapat 5 jenis temperatur transisi pada suatu kurva DBTT: 1. Temperatur transisi T1 yaitu temperatur ketika perpatahan 100% berupa perpatahan ulet (berserat). 2. Temperatur transisi T2 yaitu temperatur ketika perpatahan 50% cleavage dan 50% ulet. 3. Temperatur transisi T3 yaitu temperatur ketika energi absorpsi rata-rata antara shelf bagiana atas dan bagian bawah.. 4. Temperatur transisi T4 didefinisikan Cv = 20J. 5. Temperatur transisi T5 yaitu temperatur ketika perpatahan 100% cleavage (brittle). 72

Gambar 7. Temperatur transisi yang berbeda-beda Gambar 8. Perbedaan tipe perpatahan pada temperatur yang berbeda Fenomena ini berkaitan dengan vibrasi atom-atom bahan pada temperatur yang berbeda dimana pada temperatur kamar vibrasi itu berada dalam kondisi kesetimbangan dan selanjutnya akan menjadi tinggi bila temperatur dinaikkan (ingatlah bahwa energi panas merupakan suatu driving force terhadap pergerakan partikel atom bahan). Dengan meningkatnya vibrasi vacancy akan semakin tinggi dan dengan begitu 73

dislokasi akan sangat mudah bergerak. Dengan semakin mudahnya dislokasi bergerak deformasi menjadi lebih tinggi dimana derajat deformasi yang tinggi merupakan salah satu ciri keuletan. Sebaliknya pada temperatur di bawah 0 O C, vibrasi atom relatif sedikit sehingga pada saat bahan dideformasi pergerakan dislokasi tidak terlalu berperan dalam terjadinya perpatahan ketika uji impak dilakukan. Ketika beban terjadi tiba-tiba pada material dengan temperatur rendah maka patahan terjadi karena putusnya ikatan antar atom, mode perpatahan yang terjadi adalah patahan getas dengan begitu perpatahan energi yang relatif lebih rendah. Informasi mengenai temperatur transisi menjadi demikian penting bila suatu material akan didisain untuk aplikasi yang melibatkan rentang temperatur yang besar, misalnya dari temperatur dibawah 0 O C hingga temperatur tinggi di atas 100 O C. Contoh sistem penukar panas (heat exchanger). Hampir semua logam berkekuatan rendah dengan struktur kristal FCC seperti tembaga dan aluminium bersifat ulet pada semua temperatur sementara bahan dengan kekuatan luluh yang tinggi bersifat rapuh. Bahan keramik, polimer dan logam-logam BCC dengan kekuatan luluh yang rendah dan sedang memiliki transisi rapuh-ulet bila temperatur dinaikkan. Hampir semua baja karbon yang dipakai pada jembatan, kapal, jaringan pipa dan sebagainya bersifat rapuh pada temperatur rendah. Bentuk dan posisi kurva DBTT menetukan letak titik temperatur transisi, yang mana memegang peranan penting dalam pertimbangan desain suatu struktur/ komponen. Sedangkan bentuk dan posisi kurva DBTT dipengaruhi oleh: 1. Struktur kristal 74

Hanya material yang memiliki struktur kristal BCC yang dapat mengalami temperatur transisi. Hal ini dikarenakan slip system yang terbatas pada temperatur rendah. Semakin tinggi suhu, semakin leluasa slip systemnya. Pada material dengan struktur kristal HCP maupun FCC, ketangguhan relatif sama diseluruh temperatur (tidak ada perbedaan mencolok sebagaimana BCC) Gambar 9. Grafik efek temperatur terhadap kekuatan impak 2. Interstisi atom Atom interstisi disini biasanya adalah karbon. Walaupun mangan juga dapat memengaruhi kurva DBTT, semakin sedikit kandungan karbon, semakin curam kurva DBTT, atau dengan kata lain semakin ulet perpatahannya pada temperatur tinggi. 75

Gambar 10. Pengaruh kandungan karbon pada kurva DBTT 3. Ukuran butir Semakin kecil ukuran butir, kurva DBTT semakin bergeser ke kiri. Sehingga memiliki temperatur transisi yang lebih rendah yang berarti lebih aplikatif (makin tinggi temperatur transisi, makin jelek suatu materialk karena pada saat digunakan makin mudah mencapai perpatahan ductile yang mana dibenci orang-orang material). Gambar 11. Pengaruh ukuran butir terhadap kurva DBTT 76

4. Perlakuan panas Semakin tinggi temperatur temper, semakin tinggi ketangguhan sehingga kurva DBTT makin bergeser keatas. Gambar 12. Pengaruh suhu temper terhadap kurva DBTT 5. Orientasi specimen Sifat anisotropik terutama ditunjukkan oleh logam yang sudah di coldwork. Sampel yang arah memanjangnya sama dengan arah rolling memiliki ketangguhan yang lebih tinggi dibandingkan sampel yang tegak lurus arah rolling. Hal ini ada katannya dengan susunan atom yang terdeformasi jadi panjang-panjang dan arah perambatan crack pada uji impak. Gambar 18. Pengaruh orientasi spesimen terhadap kurva DBTT 77

6. Ketebalan specimen Semakin tebal spesimen, semakin susah untuk berdeformasi plastis sehingga semakin brittle. Gambar 19. Struktur yang tebal memiliki ketangguhan lebih rendah Standar uji impak: JIS Z 2202 Test pieces for impact test for metallic materials ASTM E23-07ae1 Standard Test Methods for Notched Bar Impact Testing of Metallic Materials 78

III. Metodologi Penelitian III.1 Alat dan Bahan 1. Impact testing machine (metode Charpy) kapasitas 30 Joule. 2. Caliper dan/atau micrometer 3. Stereoscan macroscope 4. Termometer 5. Furnace 6. Sampel uji impak baja ST 42 dan Cu-Zn (3 buah) 7. Dry ice III.2 Flowchart Proses Pengujian 79

Referensi Modul Praktikum Pengujian Material (Destructive Test) Departemen Teknik Metalurgi dan Material FTUI 2014 Anonimus. Modul Praktikum Metalurgi (Logam). 2012. Fakultas Teknik Mesin. Universitas Muhammadiyah Surakarta 80

IV. Pengolahan Data a. Data percobaan i. Tabel No Nama T a b A E HI Bentuk Deskripsi Bahan ( o C) (mm) (mm) (mm 2 ) (Joule) (Joule/mm 2 ) Patahan Patahan 1 Fe -0.27 8 10 80 252 3.15 Getas Mengkilap 2 Fe 25.2 8 10 80 132 1.65 Ulet Buram 3 Fe 93.4 8 10 80 256 3.2 Ulet Buram 4 Cu-Zn -0.41 8 10 80 10 0.125 Getas Mengkilap 5 Cu-Zn 25.2 8 10 80 16 0.2 Getas Mengkilap 6 Cu-Zn 114.8 8 10 80 8 0.1 Getas Mengkilap ii. Foto sampel Suhu Ruang Panas Dingin 81

Suhu Ruang Dingin Panas b. Contoh perhitungan Harga Impak Fe Pada suhu -0.27 o C Pada suhu 25.2 o C Pada suhu 93.4 o C Harga Impak Cu-Zn Pada suhu -0.41 o C 82

Harga Impak (Joule/mm 2 ) Harga Impak (Joule/mm 2 ) Pada suhu 25.2 o C Pada suhu 114.8 o C c. Grafik i. Grafik HI vs T 1. Grafik HI vs T (Fe) Grafik HI vs T ( Fe ) 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0-20 0 20 40 60 80 100 Suhu ( o C) 2. Grafik HI vs T (Cu-Zn) 0.25 0.2 0.15 0.1 0.05 Grafik HI vs T ( Cu-Zn ) 0-20 0 20 40 60 80 100 120 140 Suhu ( o C) 83

Harga Impak (Joule/mm 2 ) 3. Grafik HI vs T (Gabungan) 3.5 Grafik HI vs T 3 2.5 2 1.5 1 Fe Cu-Zn 0.5 0-20 0 20 40 60 80 100 120 140 Suhu ( o C) V. Analisis a. Prinsip Pengujian Prinsip utama pengujian impak adalah dengan memberi pembebanan impak (kejut) secara tiba-tiba kepada material. Hal yang diamati adalah seberapa besar energi yang mampu diserap oleh material tersebut sebelum akhirnya dia mengalami deformasi atau patah. Energi yang diserap merupakan transfer dari energi ayunan bandul yang dijatuhkan dari ketinggian tertentu (energi potensial dan energi kinetik). Jadi, pengujian impak merupakan suatu pengujian yang dilakukan untuk mengetahui respon dari suatu material ketika mendapatkan beban kejut. Metode pembebanan impak sebenarnya ada dua yaitu charpy dan izod. Namun, pada pengujian kali ini yang digunakan adalah metode Charpy. Izod tidak dipakai karena pada izod sampel harus dijepit dan dalam percobaan kali ini suhu juga akan dimainkan sebagai variabel yang mempengaruhi harga impak, sehingga tidak memungkinkan untuk memakai metode izod. Pada pengujian ini kami ada dua jenis spesimen uji dengan tiga macam variasi temperatur. Spesimen yang digunakan adalah Logam Ferrous dan 84

Kuningan. Variasi temperatur yang digunakan pada masing-masing sampel adalah temperatur suhu kamar, temperatur tinggi, dan temperatur dibawah nol. Spesimen uji yang digunakan pada percobaan kali ini adalah Baja ST-42 dan Kuningan (Cu-Zn), dengan variasi temperatur : Pada Baja ST-42 Temperatur -0.27 o C didapatkan dengan mencelupkan sampel ke nitrogen cair Temperatur 25.2 o C didapatkan dengan sampel dibiarkan di temperatur ruang Temperatur 93.4 o C didapatkan dengan memanaskan sampel Pada Kuningan (Cu-Zn) Temperatur -0.41 o C didapatkan dengan mencelupkan sampel ke nitrogen cair Temperatur 25.2 o C didapatkan dengan sampel dibiarkan di temperatur ruang Temperatur 114.8 o C didapatkan dengan memanaskan sampel Sebelum melakukan pengujian, terlebih dahulu kami melakukan perhitungan untuk mencari luas di bawah takik (a x b) di mana a adalah panjang di bawah takik dan b adalah lebar di bawah takik, di mana luas di bawah takik tidak dipengaruhi oleh sudut takik. Bentuk takik yang digunakan pada percobaan kali ini adalah bentuk V dengan sudut 45 o. Berikut ini adalah gambar skematis pengujian impak: 85

Setelah melakukan pengukuran dan preparasi sampel, langkah selanjutnya adalah pengujian impak dengan beban uji sebesar 300 Joule. Saat pengujian, kita harus memastikan bahwa takik berada di tengah, agar beban yang datang tepat mengenai takik tersebut. Pada pengujian ini, energi yang diserap sudah menggunakan skala joule dan bisa langsung dibaca pada skala penunjuk yang telah dikalibrasi yang terdapat di mesin penguji. Setelah pengujian selesai, harga impak (HI) ditentukan dengan membagi besar energi yang diserap (E) dengan luas area di bawah takik (A). b. Analisis Grafik HI vs T i. Analisis Grafik Fe Pada grafik harga impak vs temperatur untuk baja ST-42 didapatkan variasi harga impak untuk setiap variasi temperatur. Pada temperatur rendah (-0.27 o C) didapatkan nilai HI 3.15 Joule/mm 2. Untuk sampel yang berada di temperatur ruang (25.2 o C) didapatkan nilai HI 1.65 Joule/mm 2. Untuk sampel yang dipanaskan (93.4 o C) didapatkan nilai HI 3.2 Joule/mm 2. Jadi dapat dilihat bahwa harga impak tertinggi dari spesimen baja ST-42 didapatkan pada suhu -0.27 o C. Selain itu, dari grafik dapat dilihat bahwa harga impak baja ST-42 meningkat seiring pertambahan temperatur. Menurut literatur, harga impak dari suatu material akan meningkat seiring dengan meningkatnya temperatur. Hal itu dikarenakan pada struktur BCC, vibrasi atom yang terjadi akan meningkat dan membuat jarak antar atom menjadi merenggang. Akibatnya, dislokasi menjadi lebih mudah untuk bergerak ketika deformasi muncul. Nah, dislokasi tidak selamanya bisa bergerak. Ada kalanya dislokasi sudah tak bisa bergerak lagi karena terjadi interaksiinteraksi antar dislokasi yang membentuk belitan-belitan dislokasi (jaring-jaring frank). Semakin mudahnya dislokasi bergerak akibat 86

kenaikan suhu, menyebabkan waktu yang diperlukan dislokasi untuk mencapai batas maksimum pergerakannya (pembentukan belitan) menjadi lebih lama. Alhasil, energi yang diterima pun bisa lebih banyak karena dislokasi terus-menerus menyerap energi untuk bergerak selama dia mampu bergerak hingga batas maksimalnya. Jika dibandingkan data hasil pengujian dengan literatur, maka hasil pengujian impak tidak sesuai dengan literatur. Pada literatur didapatkan bahwa harga impak meningkat seiring meningkatnya temperatur. Namun pada pengujian didapatkan bahwa harga impak pada suhu rendah malah meningkat bila dibandingkan dengan suhu ruang. Hal ini bisa terjadi akibat peletakan sampel yang tidak pas berada di tengah yang menyebabkan benturan tidak pas mengenai punggung takik. Selain itu, perbedaan data dapat terjadi karena kesalahan saat pembacaan energi yang diserap. Pada saat praktikum pun mengalami kendala seperti alat uji yang sempat rusak. Ada jarak antara pengujian material satu dengan yang lainnya. Hal ini memungkinkan kalibrasi yang berbeda. ii. Analisis Grafik Cu-Zn Berdasarkan grafik HI vs T pada spesimen kuningan, harga impak dari spesimen kuningan pada temperatur 0.41 o C adalah 0.125 J/mm 2, harga impak dari spesimen kuningan pada temperatur 25.2 o C sebesar 0,2 J/mm 2 sedangkan harga impak dari spesimen kuningan pada temperatur 114.8 o C sebesar 0.1 J/mm 2. Berdasarkan literatur harga impak dari material cenderung naik seiring dengan naiknya temperatur. Sementara itu, pada hasil pengujian harga impak tertinggi didapat pada suhu rendah, diikuti 87

harga impak pada suhu tinggi, dan harga impak terendah dimiliki oleh sampel pada suhu ruang. Kesalahan mungkin saja disebabkan oleh peletakan sampel yang tidak tepat dan terlalu lama membiarkan sampel yang seharusnya dingin di suhu ruang sehingga suhu benda uji kembali ke suhu ruang lagi. iii. Analisis Grafik Perbandingan Kedua Sampel Grafik HI vs temperatur pada spesimen Logam Ferrous dan spesimen kuningan menunjukkan perbedaan harga impak yang sangat signifikan antara Ferrous dan kuningan. Hal tersebut menunjukkan kalau logam ferrous memiliki ketahanan impak yang jauh lebih baik daripada kuningan. Hasil di lapangan sangat mendukung grafik tersebut. Pada uji impak, sampel ferrous sama sekali tidak ada yang patah. Sebaliknya, semua sampel kuningan dengan variasi temperatur berapapun menghasilkan kuningan yang patah setelah mengalami benturan meskipun nilai impaknya berbeda-beda. Hal tersebut jelas membuktikan bahwa ferrous lebih mampu untuk menyerap energi lebih banyak dan meredam energi tersebut sebelum deformasi terjadi. c. Analisis Temperatur Transisi Temperatur transisi merupakan temperatur di mana suatu material mengalami perubahan sifat dari ulet ke getas akibat penurunan temperatur. Temperatur transisi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain struktur kristal, atom intersisi, dan ukuran butir material. Pada pengujian impak kali ini, kita dapat menganalisis tentang temperatur transisi dari kedua spesimen uji. Seharusnya Fe memiliki temperatur transisi karena struktur kristalnya adalah BCC, namun karena kesalahankesalahan yang diperbuat maka kurva yang dihasilkan tidak sesuai dengan yang ada pada literature. Sedangkan untuk Cu-Zn, seharusnya tidak memiliki temperatur transisi karena struktur kristalnya adalah FCC. 88

d. Analisis Hasil Perpatahan Sampel pada Variasi T i. Fe Pada uji impak sampel baja ST-42, tidak ada sampel yang mengalami perpatahan. Baja pada suhu ruang memiliki perpatahan campuran antara perpatahan granular dan berserat, sementara pada suhu dingin juga terjadi perpatahan campuran dengan didominasi oleh perpatahan berserat. Sementara pada baja yang dipanaskan terlebih dahulu, perpatahan yang terjadi adalah perpatahan berserat. Hal ini berbeda dengan literatur karena seharusnya baja bersifat getas pada suhu rendah sehingga akan memiliki perpatahan kristalin. Analisa mengenai perbedaan hasil pengujian dengan literatur telah dijelaskan pada subbab sebelumnya. ii. Cu-Zn Pada pengujian impak untuk sampel kuningan, kuningan mengalami perpatahan pada setiap temperatur uji. Dari perpatahan yang terjadi, terlihat bahwa permukaan patahan mengkilat dan datar. Hal ini menunjukkan bahwa perpatahan yang terjadi adalah perpatahan granular/kristalin. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kuningan memiliki sifat yang getas. VI. Kesimpulan Pengujian impak dengan metode Charpy dapat digunakan untuk mengetahui ketangguhan suatu material dengan variasi temperatur dari suatu material secara mudah Harga impak dari Logam Ferrous lebih besar daripada harga impak dari material kuningan (Cu-Zn). Sampel impak spesimen ferrous umumnya menunjukkan perpaduan antara patahan granular dan patahan fibrous pada daerah pembengkokannya. Sementara sampel kuningan memiliki patahan yang rata dan granular semua. 89

Pengujian impak pada berbagai temperatur memberikan data mengenai temperatur transisi suatu material terutama pada logam berstuktur BCC. Kuningan tidak memiliki temperatur transisi yang dapat terlihat pada harga impak yang cenderung konstan di berbagai temperatur dan bentuk kurva yang cenderung datar. 90