V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan salah satu komoditas sayuran

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat dalam pertanian Indonesia. Jenis tanaman yang

cepa), namun dalam statistic internasional (FAOSTAT) hanya dikenal istilah Onion

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

II. STATUS DAN KONDISI SAAT KINI

II. TINJAUAN PUSTAKA

Bab 5 H O R T I K U L T U R A

BAB 1. PENDAHULUAN. Indonesia. Bawang merah bagi Kabupaten Brebes merupakan trademark

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program

I. PENDAHULUAN. Peran sektor pertanian sangat penting terhadap perekonomian di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura tergolong komoditas yang bernilai ekonomi tinggi

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

BAB I PENDAHULUAN. bumbu penyedap makanan serta obat tradisonal. Komoditas ini juga merupakan

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 41,91 (42,43) 42,01 (41,60) 1,07 (1,06) 12,49 (12,37) 0,21 (0,21) 5,07 (5,02) 20,93 (20,73) 6,10 (6,04) 0,15 (0,15) (5,84) 1,33 (1,35)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang subur tanahnya dan berada di

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pengembangan usaha agribisnis hortikultura termasuk komoditas sayuran

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

KEBIJAKAN HARGA INPUT-OUTPUT DAN PENGARUHNYA TERHADAP KENAIKAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor yang sangat strategis dalam peningkatan. memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri. Ketidakmampuan tersebut

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Produksi, Produktivitas, dan Luas Areal Ubi Kayu di Indonesia Serta

I PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik 2009

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang

AGRIBISNIS BAWANG MERAH

I. PENDAHULUAN. petani. Indonesia merupakan negara yang agraris dengan komoditas pertanian yang

gizi mayarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat. Produksi hortikultura yaitu sayuran dan buah-buahan menyumbang pertumbuhan

Tinjauan Pasar Bawang Merah

BAB I PENDAHULUAN. Bruto (PDB) Indonesia, dan berperan penting dalam perekonomian nasional

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia masih memegang peranan penting dari keseluruhan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS BAWANG MERAH. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NILAI TUKAR PETANI SEBAGAI INDIKATOR KESEJAHTERAAN PETANI PADI DI KABUPATEN SRAGEN

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah)

RELEASE NOTE INFLASI DESEMBER 2017

ISSN OUTLOOK BAWANG MERAH 2015 OUTLOOK BAWANG MERAH. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun

BAB I PENDAHULUAN. bawang merah belum terasa nikmat (Rahayu, 1998).

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka peningkatan produksi pertanian Indonesia pada periode lima

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN *

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor yang sangat strategis dalam peningkatan

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Tahun Bawang

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia. hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878.

TEKNOLOGI PRODUKSI BAWANG MERAH OFF-SEASON MENGANTISIPASI PENGATURAN IMPOR PRODUK B. MERAH. S u w a n d i

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

ISSN OUTLOOK CABAI 2016 OUTLOOK CABAI

I. PENDAHULUAN. umumnya, khususnya sebagai sumber penyediaan energi dan protein. Neraca

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG

PENDAHULUAN. masakan guna menambahkan cita rasa dan kenikmatan makanan. Hampir setiap

BAB I PENDAHULUAN. Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim

Tinjauan Spasial Produksi dan Konsumsi Beras

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan ekonomi nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia

I. PENDAHULUAN. Buah-buahan merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memegang

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. (Wibowo, 2009). Umbi bawang merah terbentuk dari lapisan-lapisan daun yang

BAB I PENDAHULUAN. sumber vitamin, mineral, penyegar, pemenuhan kebutuhan akan serat dan kesehatan

I. PENDAHULUAN. terhadap perkembangan ekonomi suatu wilayah. Karena memiliki nilai ekonomi

I. PENDAHULUAN. potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di

I. PENDAHULUAN. besar penduduk, memberikan sumbangan terhadap pendapatan nasional yang

20% dari basket IHK, sementara untuk bahan pangan (raw food) total sekitar 23% dari basket IHK.

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

POLICY BRIEF DAYA SAING KOMODITAS PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DALAM KONTEKS PENCAPAIAN SWASEMBADA PANGAN. Dr. Adang Agustian

I. PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan yang dikonsumsi hampir seluruh penduduk

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Pada Tahun Kelompok

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam yang. melimpah dan dikenal dengan sebutan negara agraris, sehingga pertanian

RELEASE NOTE INFLASI AGUSTUS 2017

I. PENDAHULUAN. dibutuhkan secara berkesinambungan, karena merupakan bahan pangan yang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yudohusodo (2006) mengatakan bahwa Indonesia memiliki potensi produksi pertanian tropis dan potensi pasar pangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris, dimana sektor pertanian dalam tatanan

BAB I. PENDAHULUAN. adalah mencukupi kebutuhan pangan nasional dengan meningkatkan. kemampuan berproduksi. Hal tersebut tertuang dalam RPJMN

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Ekspor Buah-Buahan Indonesia Tahun Volume (Kg) Nilai (US $) Volume (Kg)

II. TINJAUAN PUSTAKA Agribisnis Cabai Merah

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya. Sektor pertanian memiliki

ANALISIS KEBIJAKAN PENENTUAN HARGA PEMBELIAN GABAH 1)

1. PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari beberapa peranan sektor pertanian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

perluasan kesempatan kerja di pedesaan, meningkatkan devisa melalui ekspor dan menekan impor, serta menunjang pembangunan wilayah.

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Hortikultura

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah

Transkripsi:

58 V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH 5.1. Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia Bawang merah sebagai sayuran dataran rendah telah banyak diusahakan hampir di sebagian besar wilayah Indonesia. Budidaya bawang merah dipengaruhi oleh beberapa faktor iklim seperti kelembaban, temperatur, cahaya, curah hujan, dan angin. Lokasi yang cocok untuk pertumbuhan bawang merah berkisar antara 0-1 100 mdpl. Bawang merah memerlukan tanah yang subur, banyak mengandung bahan organik, gembur, drainase baik, sirkulasi udara baik, tidak ternaungi, dan tidak tergenang air (Dirjen Hotikultura, 2004). Tabel 8. Perkembangan Produksi Bawang Merah di 10 Sentra Produksi Tahun 2006-2010 (Ton) No Propinsi 2006 2007 2008 2009 2010 Rata-rata Pertumbuhan (%) 1 Jawa Tengah 253 411 268 914 379 903 406 725 506 357 19.7368 2 Jawa Timur 232 953 228 083 181 517 181 490 203 739-2.5656 3 Jawa Barat 112 964 116 142 116 929 123 587 116 396 0.8416 4 Nusa Tenggara Barat 85 682 90 180 68 748 133 945 104 324 13.5511 5 Sumatera Barat 20 037 18 170 20 737 21 985 25 058 6.2015 6 Sulawesi Selatan 12 088 10 701 10 517 13 246 23 276 22.1189 7 DI Yogyakarta 24 511 15 564 16 996 19 763 19 950-2.5187 8 Bali 9 915 9 668 7 759 11 554 10 981 5.4287 9 Sulawesi Tengah 8 659 8 369 5 773 6 490 10 301 9.1932 10 Sumatera Utara 8 666 11 005 12 071 12 655 9 413 3.9742 Sumber: Kementerian Pertanian (2012) diolah Sentra produksi bawang merah terletak di Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, NTB, Sumatera Barat, Sulawesi Selatan, DI Yogyakarta, Bali, Sulawesi Tenggara, dan Sumatra Utara. Rata-rata pertumbuhan produksi bawang merah di sentra-sentra produksi tersebut dari tahun 2006 sampai dengan 2010 cenderung meningkat lambat, kecuali di Propinsi Jawa Timur dan DI Yogyakarta (Tabel 8). Produksi bawang merah nasional sebesar 75 persen masih berasal dari pulau Jawa.

59 Propinsi Jawa Tengah merupakan penghasil terbesar bawang merah yang menyumbangkan sebesar 22 persen dari total produksi nasional (Badan Litbang Perdagangan, 2006). Menurut Adiyoga dan Soetiarso (1997), usahatani bawang merah di daerah sentra produksi khususnya Brebes (Jawa Tengah) dan Nganjuk (Jawa Timur) masih memiliki keunggulan kompartif. Keunggulan komparatif tersebut bukan disebabkan oleh adanya insentif ekonomi berupa proteksi terhadap harga input dan output. Meskipun demikian, intervensi pemerintah berupa usaha perbaikan infrastruktur fisik dan kelembagaan pasar masih diperlukan untuk mengurangi fluktuasi harga bawang merah. Tabel 9. Perkembangan Luas Areal Panen, Produksi dan Produktivitas Bawang Merah di Indonesia Tahun 2001-2010 Tahun Luas Areal Panen (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Ton/Ha) 2001 82 147 861 150 10.48 2002 79 867 766 572 9.59 2003 88 029 762 795 8.67 2004 88 707 757 399 8.54 2005 83 614 732 610 8.76 2006 89 188 794 931 8.91 2007 93 694 802 810 8.57 2008 91 339 853 615 9.35 2009 104 009 965 164 9.28 2010 109 634 1 048 934 9.57 Rata-rata pertumbuhan (%) 3.44 2.46-0.85 Sumber: Kementerian Pertanian (2011) diolah Produksi bawang merah selama kurun waktu 2001 2010 menunjukkan perkembangan yang relatif meningkat dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 2.46 persen (Tabel 9). Produksi bawang merah merupakan hasil perkalian antara luas areal panen dan produktivitas. Produksi bawang merah dipengaruhi oleh luas lahan, pupuk P dan K, bibit, tingkat pendidikan petani, dan status garapan.

60 Penambahan lahan sulit untuk dilakukan karena intensitas tanam sudah maksimal setiap tahunnya. Implikasinya produksi hanya mungkin di tingkatkan dengan menambah luas tanam pada musim hujan, sehingga perlu diciptakan dan pemasyarakatan teknologi yang terkait dengan pengembangan bawang merah pada musim hujan. Selain itu, penggunaan pupuk P dan K dapat di tingkatkan dengan memperhatikan dosis, waktu, dan cara pemberian yang tepat sehingga dapat dimanfaatkan secara optimal oleh tanaman (Purmiyanti, 2002). Luas areal panen bawang merah di Indonesia berkembang dengan kecepatan yang berfluktuasi dari 82 147 Ha di tahun 2001 turun menjadi 79 867 Ha pada tahun 2002 dengan jumlah produksi sebesar 766 572 Ton. Luas panen tersebut meningkat tajam menjadi 104 009 Ha pada tahun 2009 dengan jumlah produksi sebesar 965 164 Ton. Walaupun demikian pertumbuhan luas panen bawang merah mengalami peningkatan yaitu dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 3.44 persen. Sementara produktivitas lahan menunjukkan kecenderungan menurun dengan nilai rata-rata pertumbuhan sebesar negatif 0.85 persen (Tabel 9). Tandipayuk (2010) mengemukakan bahwa perkembangan luas areal panen bawang merah dipengaruhi oleh harga bawang merah domestik tahun sebelumnya, harga pupuk tahun sebelumnya, harga cabe merah tahun sebelumnya, trend waktu, dan harga tenaga kerja tahun sebelumnya, namun tidak responsif terhadap perubahan faktor-faktor yang mempengaruhinya tersebut. 5.2. Perkembangan Konsumsi Bawang Merah di Indonesia Bawang merah merupakan sayuran rempah yang berfungsi sebagai bumbu/penyedap masakan. Selain itu, bawang merah dapat digunakan sebagai obat tradisional seperti untuk penurun panas, sakit perut, penurun kolesterol, dan

61 anti radang karena mengandung vitamin dan mineral cukup tinggi (Dirjen Bina Produksi Hortikultura, 2004). Bardasarkan data Kementerian Pertanian, permintaan bawang merah Indonesia diperkirakan akan terus meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk dan pengembangan pengolahan komoditas bawang merah, namun besarnya pendapatan per kapita tidak berpengaruh secara signifikan. Hal ini sesuai dengan penelitian Hutabarat, et al. (1999) yang menyebutkan bahwa besar kecilnya tingkat konsumsi bawang merah tidak selalu dipengaruhi besar kecilnya pendapatan seseorang atau wilayah (kota atau desa) karena bawang merah termasuk kebutuhan pokok yang permintaannya relatif tetap setiap hari. Tabel 10. Perkembangan Permintaan Bawang Merah di Indonesia Tahun 2001-2010 (Ton) Tahun Permintaan Permintaan non rumahtangga rumahtangga Permintaan total 2001 422 461.6370 480 642.3630 903 104.0000 2002 444 623.5210 348 061.4791 792 685.0000 2003 454 770.4318 344 630.5683 799 401.0000 2004 453 929.7992 347 759.2008 801 689.0000 2005 495 293.6183 286 128.3817 781 422.0000 2006 441 443.6102 416 248.3898 857 692.0000 2007 644 848.8834 256 253.1166 901 102.0000 2008 593 251.6639 376 064.3362 969 316.0000 2009 551 513.8719 468 221.1281 1 019 735.0000 2010 558 417.3600 557 857.6400 1 116 275.0000 Rata-rata 506 055.4397 388 186.6603 894 242.1000 Proporsi (%) 56.5904 43.4096 Sumber: Badan Pusat Statistik (2010) Berdasarakan Tabel 10 dapat dilihat bahwa permintaan bawang merah untuk konsumsi lebih banyak digunakan oleh rumahtangga daripada non rumahtangga. Hal ini mengindikasikan bahwa permintaan bawang merah sebagai konsumsi akhir lebih besar karena bawang merah dapat dikonsumsi secara langsung maupun diolah. Permintaan bawang merah konsumsi total dari tahun

62 2001 sampai dengan tahun 2005 mengalami penurunan yakni sebesar 903 104 Ton menjadi 781 422 Ton. Permintaan bawang merah mulai meningkat kembali pada tahun 2006 sampai dengan tahun 2010 yakni sebesar 857 692 Ton menjadi 1 116 275 Ton. 5.3. Perkembangan Impor Bawang Merah ke Indonesia Ketergantungan Indonesia terhadap bawang merah impor cukup tinggi dan nilainya akan terus meningkat selama kebutuhan konsumsi dalam negeri belum terpenuhi. Meningkatnya impor bawang merah selain didorong oleh semakin meningkatnya jumlah penduduk juga didorong oleh semakin meningkatnya industri pengolahan berbahan baku bawang merah. Impor bawang merah dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti harga impor bawang merah tahun sebelumnya, nilai tukar rupiah, GDP tahun sebelumnya, dan impor tahun sebelumnya, namun tidak responsif terhadap perubahan faktor-faktor yang mempengaruhinya (Tandipayuk, 2010). Tabel 11. Perkembangan Neraca Perdagangan Bawang Merah Indonesia Tahun 2001-2011 (Ton) Tahun Ekspor Impor Ekspor Impor 2001 5 992 47 946-41 954 2002 6 816 32 929-26 113 2003 5 402 42 008-36 606 2004 4 637 48 927-44 290 2005 4 259 53 071-48 812 2006 15 701 78 462-62 761 2007 9 357 107 649-98 292 2008 12 314 128 015-115 701 2009 12 759 67 330-54 571 2010 3 232 70 573-67 341 2011 13 791 156 381-142 590 Sumber: Badan Pusat Statistik (2012) diolah

63 Berdasarkan Tabel 11 dapat dilihat bahwa neraca perdagangan bawang merah Indonesia setiap tahun mengalami defisit. Impor bawang merah ke Indonesia cukup berfluktuasi dari tahun 2001 sampai dengan 2011. Impor bawang merah mengalami peningkatan dari tahun 2002 sampai tahun 2008 yakni sebesar 32 929 Ton menjadi sebesar 128 015 Ton. Kemudian tahun 2009 mengalami penurunan cukup besar yaitu menjadi sebesar 67 330 Ton. Selanjutnya meningkat kembali sampai dengan tahun 2011 yaitu sebesar 156 381 Ton. Tabel 12. Perkembangan Impor Bawang Merah ke Indonesia Berdasarkan Negara Asal Tahun 2006-2010 Negara Asal Impor (Kg) 2006 2007 2008 2009 2010 Malaysia 2 705 114 4 764 915 11 040 147 5 518 854 3 774 383 Burma 1 538 750 318 010 923 125 2 992 000 56 000 Philippines 15 769 503 11 875 927 7 903 185 4 240 560 4 426 900 Singapore 37 527 181 696 0 0 0 Thailand 40 470 846 81 955 442 75 043 479 28 720 827 27 161 367 Vietnam 11 716 036 1 371 280 27 540 320 12 828 541 18 767 570 ASEAN 72 237 776 (92.66%) 100 467 270 (93.33%) 122 450 256 (95.79%) 54 300 782 (85.17%) 54 186 220 (76.78%) China 1 128 915 (1.45%) 4 678 442 (4.35%) 4 120 340 (3.22%) 3 141 306 (4.93%) 716 995 (1.02%) Non ASEAN 4 597 473 (5.89%) 2 503 451 (2.33%) 1 259 877 (0.99%) 6 312 711 (9.90%) 15 669 541 (22.20%) Total 77 964 164 107 649 163 127 830 473 63 754 799 70 572 756 Sumber : Badan Pusat Statistik (2012) diolah Tabel 12 menunjukkan bahwa impor bawang merah ke Indonesia mayoritas berasal dari negara anggota ASEAN. Pada tahun 2010 sebesar 76.781 persen impor bawang merah berasal dari negara Thailand, Vietnam, Malaysia, Philipina, dan Burma. Impor bawang merah yang berasal dari China adalah sebesar 1.016 persen. Besarnya impor bawang merah yang berasal dari negara anggota ASEAN dan China ini diduga karena pada tahun 2006 tarif impor untuk bawang merah yang berasal dari ASEAN telah dihapuskan. Sementara sisanya

64 sebesar 22.203 persen impor bawang merah berasal dari negara-negara di luar ASEAN dan China seperti India, Bulgaria, Jepang, dan Perancis. 5.4. Perkembangan Harga Bawang Merah di Indonesia Harga bawang merah ditentukan oleh mekanisme pasar yaitu keseimbangan penawaran dan permintaan. Fluktuasi harga sering terjadi pada komoditas bawang merah yang disebabkan oleh naik turunnya jumlah bawang merah yang ditawarkan di pasar domestik. Perkembangan harga bawang merah mempunyai pola tertentu dimana pada saat panen raya harga bawang merah turun dan sebaliknya (Tabel 13). Tabel 13. Perkembangan Harga Bawang Merah di Tingkat Konsumen di Indonesia Tahun 2005-2009 (Rp/Kg) Bulan Harga Lokal 2005 2006 2007 2008 2009 Januari *) 7 780.58 9 609.07 9 199.57 14 910.00 13 093.00 Februari *) 7 553.76 9 784.04 8 916.05 14 182.00 13 632.00 Maret 7 753.27 10 184.68 8 660.74 14 888.00 14 423.00 April 7 844.60 10 321.23 8 543.84 15 022.00 14 198.00 Mei 7 899.08 10 511.19 8 837.74 15 842.00 13 976.00 Juni 8 072.91 10 491.58 8 929.00 15 936.00 13 591.00 Juli *) 8 205.32 10 293.63 8 683.83 15 514.00 14 523.00 Agustus *) 8 042.63 9 674.53 8 441.46 14 781.00 15 034.00 September *) 8 008.66 9 036.64 8 507.85 14 123.00 14 426.00 Oktober *) 8 478.63 8 707.75 8 920.98 13 781.00 13 741.00 Nopember 8 857.43 8 609.00 10 256.06 13 430.00 13 926.00 Desember 9 030.65 8 763.82 15 730.04 13 609.00 14 035.00 Rata-rata 8 127.29 9 665.60 9 468.93 14 668.17 14 049.83 Sumber: Badan Pusat Statistik (2010) *) pada saat panen raya Harga bawang merah terendah terjadi pada bulan Agustus sampai dengan Oktober dan harga tertinggi terjadi pada bulan Maret sampai dengan Mei, namun pada tahun-tahun tertentu kecenderungan seperti ini tidak terjadi. Hal ini diduga karena adanya hari besar pada saat panen raya sehingga meskipun penawaran

65 bawang merah domestik meningkat tidak menyebabkan penurunan harga bawang merah di tingkat konsumen. Stato (2007) mengemukakan bahwa fluktuasi harga bawang merah di Pasar Induk Keramat Jati (PIKJ) dipengaruhi oleh pasokan impor bawang merah, harga impor bawang merah, dan harga pupuk. Faktor yang memberikan pengaruh paling besar terhadap fluktuasi harga bawang merah adalah harga impor bawang merah. Upaya yang harus dilakukan untuk memperkecil fluktuasi harga bawang merah khususnya di PIKJ ialah dengan mengatur pola tanam antar wilayah sentra produksi di Jawa Tengah dan Jawa Timur yang musim panennya cenderung bersamaan yaitu pada periode Juni sampai dengan September, memberikan bimbingan pelatihan kepada petani guna meningkatan produksinya misalnya melalui Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL), dan melakukan pengawasan terhadap harga pupuk agar harga pupuk yang sampai ke petani sesuai dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan oleh Pemerintah.