IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. ini bertujuan akan memberikan gambaran mengenai objek yang dijadikan

dokumen-dokumen yang mirip
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. mengadakan wawancara terhadap responden yang telah ditentukan oleh penulis,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB III PENUTUP. sebagai jawaban dari permasalahan dalam penulisan hukum ini yakni bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Keempat, Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 3.4 Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

PP 2/2002, TATA CARA PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN DAN SAKSI DALAM PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA YANG BERAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan pembahasan diatas dan dari hasil penelitian yang dilakukan, maka

II. TINJAUAN PUSTAKA. Peradilan Pidana di Indonesia di selenggarakan oleh lembaga - lembaga peradilan

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

BAB IV ANALISIS PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN MENURUT UU RI NOMOR 13 TAHUN 2006 DAN FIQH SIYASAH

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) Bagian Keempat Pembuktian dan Putusan

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kedelapan, Permintaan Keterangan Kepada PPATK (Berdasarkan Informasi PPATK

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN INISIATIF DPR RI

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia

Aktivitas Perlindungan Saksi Dan Korban Dalam Lingkup Kerja Lpsk. Disusun Oleh: Kombes Pol (Purn). basuki Haryono, S.H., M.H.

Program Pascasarjana Ilmu Hukum FAKULTAS HUKUM Universitas Brawijaya

PERATURAN KETUA LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PERAN DAN KEDUDUKAN AHLI PSIKIATRI FORENSIK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

PEMETAAN LEGISLASI INDONESIA TERKAIT DENGAN PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN. Supriyadi Widodo Eddyono

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENDAMPINGAN SAKSI LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Saksi Sebagai Alat Bukti dan perlindungan Hukumnya

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

NILAI KEADILAN DALAM PENGHENTIAN PENYIDIKAN Oleh Wayan Rideng 1

PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kesatu, Wewenang-Wewenang Khusus Dalam UU 8/2010

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral

BAB II KEWENANGAN JAKSA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA. diatur secara eksplisit atau implisit dalam Undang-undang Dasar 1945, yang pasti

selalu berulang seperti halnya dengan musim yang berganti-ganti dari tahun ke

CACATAN TERHADAP RUU PERLINDUNGAN SAKSI BERDASARKAN UU DAN PP TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI DAN PENCUCIAN UANG

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA

ABSTRACT. Keywords : Compensation, Restitution, Rehabilitation, Terrorism.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur baik spiritual maupun

2018, No terhadap korban tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia yang berat, terorisme, perdagangan orang, penyiksaan, kekerasan seksual, da

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

Penanganan dan Perlindungan Justice Collaborator Dalam Sistem Hukum Pidana di Indonesia. Disampaikan oleh : A.H.Semendawai, SH, LL.

PADA RAPAT PARIPURNA DPR-RI TANGGAL 18 JULI 2006

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilakukan untuk mencari kebenaran dengan mengkaji dan menelaah beberapa

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

dengan aparatnya demi tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan harkat dan martabat manusia. Sejak berlakunya Undang-undang nomor 8 tahun 1981

BAB V ANALISIS. A. Analisis mengenai Pertimbangan Hakim Yang Mengabulkan Praperadilan Dalam

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA PERLINDUNGAN KHUSUS BAGI PELAPOR DAN SAKSI TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

Fungsi Pra Penuntutan Terhadap Keberhasilan Pelaksanaan Penuntutan Perkara Pidana Oleh Penuntut Umum. Cakra Nur Budi Hartanto *

BAB III PENUTUP. pada bab-bab sebelumnya maka dapat dijabarkan kesimpulan sebagai berikut:

Lex Crimen Vol. IV/No. 3/Mei/2015

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur baik spiritual maupun

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

II. TINJAUAN PUSTAKA. adalah adanya kekuasaan berupa hak dan tugas yang dimiliki oleh seseorang

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NO. POL. : 5 TAHUN 2005 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. kematian dan cedera ringan sampai yang berat berupa kematian.

BAB V PENUTUP. pertanggungjawaban pidana, dapat disimpulkan bahwa:

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DAN PELAPOR TINDAK PIDANA GRATIFIKASI 1 Oleh : Meiggie P. Barapa/

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

2 Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembar

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2018 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

MASUKAN KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN ATAS PERUBAHAN UU NO. 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN.

PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER-026/A/JA/10/2013 TENTANG

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai pelaksanaan

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN SEKSUAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA OLEH KORPORASI

BAB II PENAHANAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TERHADAP TERSANGKA ANAK DIBAWAH UMUR. penyelidikan yang merupakan tahapan permulaan mencari ada atau tidaknya

BAB III DASAR HUKUM PEMBERHENTIAN TIDAK TERHORMAT ANGGOTA KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT PERPRES NO 18 TAHUN 2011

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PERLINDUNGAN TERHADAP SAKSI, PENYIDIK, PENUNTUT UMUM, DAN HAKIM DALAM PERKARA TINDAK PIDANA TERORI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA PERLINDUNGAN KHUSUS BAGI PELAPOR DAN SAKSI TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

Transkripsi:

43 IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden Sebelum penulis menguraikan hasil penelitian dan pembahasan, terlebih dahulu penulis akan menguraikan data mengenai karakteristik dari para responden. Hal ini bertujuan akan memberikan gambaran mengenai objek yang dijadikan responden, sehingga dapat menimbulkan keyakinan bahwa hasil dari penelitian ini adalah benar-benar dari sumber yang dapat dipercaya kebenarannya. Adapun responden dalam penelitian ini adalah : 1. Nama : Jesden Purba, S.H Jenis Kelamin Pekerjaan : Laki - laki : Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang Pangkat/ NIP : 4 B / 040049654 2. Nama : Sahlan Efendi, S.H Jenis Kelamin Pekerjaan : Laki - laki : Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang Pangkat/ NIP : 4 A / 196504141993031006

44 3. Nama : Elis Mustika, S.H Jenis Kelamin Pekerjaan : Perempuan : Kasubsi Penyidikan Kejaksaan Negeri Bandar Lampung Pangkat/ NIP : Jaksa Pratama / 1973042419932002 4. Nama : Aries Kurniawan, S.H Jenis Kelamin Pekerjaan : Laki - laki : Jaksa Fungsional Kejaksaan Negeri Bandar Lampung Pangkat/ NIP : Ajun Jaksa / 198104012002121007 B. Bentuk dan Praktek Perlindungan Saksi Dalam Proses Peradilan Pidana Kasus Korupsi ( di Kejaksaan Negeri Bandar Lampung dan Pengadilan Negeri Tanjung Karang ) Perlindungan saksi dan korban diatur dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban. Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan / atau ia alami sendiri. Dari uraian dapat dikatakan kebenaran yang dikemukan saksi, hanyalah hal-hal yang berhubungan dengan yang saksi lihat, dengar dan alami sendiri. Pada saat memberikan keterangan, saksi juga harus dapat mempertahankan keterangannya. Paling tidak keterangan yang saksi lihat, dengar dan alami sejalan dengan keterangan yang diberikan di persidangan.

45 Dalam kenyaataannya posisi saksi dan korban rentan terhadap teror dan intimidasi, tidak terlindungi oleh hukum dan terisolir dari masyarakat luas. Itulah sebabnya, saksi maupun korban cenderung tidak mau bicara atau memberikan keterangannya terhadap kasus yang telah terjadi, ini dikarenakan posisi publiknya justru dapat menempatkan dirinya sebagai korban untuk yang kedua kalinya, karena pengungkapan peristiwa yang sedang dialami, didengar maupun diketahuinya. Para saksi dan korban hanya akan bersedia mengungkapkan kejadian yang mereka alami jika mereka merasa terlindungi dari bahaya serangan balasan, kekerasaan fisik, intimidasi, stigmatisasi, dan juga jika mereka percaya pada sistem peradilan yang berjalan efektif. Berdasarkan pengalaman negara-negara lain dan mengacu pada aturan tribunal internasional, ada tiga model perlakuan terhadap saksi dan korban yang perlu difasilitasi secara serentak terkait dalam pengembangan suatu sistem yang memiliki peran penting dalam upaya megungkapkan kebenaran, yakni perlindungan terhadap saksi, pemberian dukungan dan pemberdayaan saksi dan korban, serta perubahan sistem peradilan itu sendiri. Dalam sistem peradilan pidana, saksi harus mendapatkan perlindungan saksi mulai dari penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan. Sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang No. 13 Tahun 2006 tentang perlindungan Saksi dan Korban ditentukan bahwa setiap aparat penegak hukum atau instansi terkait, wajib memberikan perlindungan saksi dalam perkara pidana. Dalam Hal ini penyidik (Polisi), penuntut umum (Jaksa), dan Pengadilan (Hakim) dituntut untuk bisa memberikan perlindungan saksi.

46 1. Bentuk dan Praktek Perlindungan Saksi di Kejaksaan Negeri Bandar Lampung Perlindungan terhadap saksi harus dilakukan sedini mungkin, yaitu dari tahap penyidikan dimulai, ini untuk memberikan rasa aman kepada saksi dan korban dalam memberikan keterangan. Dalam hal ini Kejaksaan dituntut untuk bisa memberikan hak-hak perlindungan terhadap saksi korupsi. Perlindungan tidak diberikan terhadap ancaman atau intimidasi kepada saksi saja tetapi perlindungan juga diberikan kepada keluarga saksi. Menurut Elis Mustika, Kasubsi Penyidikan kejaksaan Negeri Bandar Lampung : bahwa dalam prakteknya harus ada inisiatif dari jaksa sendiri yang dibantu oleh lembaga Perlindungan Saksi dan Aparat Keamanan untuk nantinya membaca apakah saksi perlu dilindungi sementara atau sampai identitasnya dirahasiakan. Hanya saja perlindungan tersebut sulit dilaksanakan. Inisiatif yang dilakukan jaksa adalah memberikan pengamanan secara fisik terhadap saksi dalam proses persidangan di pengadilan saja. Pengawalan dilakukan oleh polisi selama dalam sidang. Saksi tidak akan mendapatkan intimidasi dari siapapun juga. Tetapi diluar pengadilan jaksa tidak dapat menjamin saksi sepenuhnya. Dalam prakteknya perlindungan terhadap saksi tidak semuanya dapat dilakukan. Perlindungan yang banyak diberikan hanya berupa perahasian identitas saksi dengan cara tidak menyebutkan dari mana sumber-sumber data yang didapat apabila data tersebut didapat dari saksi yang melapor. Data-data yang diperoleh dari saksi inilah yang digunakan jaksa untuk melakukan penyidikan dan

47 penuntutan. Apabila saksi menginginkan identitasnya dirahasiakan maka jaksa akan merahasiakannya. Merahasiakan identitas saksi dilakukan dengan tidak memunculkan saksi dipersidangan. Saksi hanya memberikan keterangan pada tahap penyidikan saja. Selain dari merahasiakan identitas saksi, jaksa tidak dapat melakukan apa-apa tanpa bantuan penegak hukum lainnya. Jaksa hanya akan memberikan suatu masukan kepada saksi untuk sementara waktu tidak muncul kemuka umum, untuk menghindari adanya intimidasi dari terdakwa. Jaksa meminta bantuan pengamanan kepada kepolisian untuk memberikan perlindungan. Perlindungan yang diberikanpun hanya sebatas pengamanan fisik saja yang didasarkan pengamanan oleh jaksa. Apabila jaksa berpendapat bahwa kasus yang dilaporkan saksi merupakan kasus yang besar, dan menurut jaksa saksi akan menghadapi halangan yang berat maka jaksa meminta bantuan kepolisian untuk melakukan perlindungan. Berdasarkan hasil penelitian di Kejaksaan Negeri Bandar Lampung, maka dapat di analisis bahwa hak-hak perlindungan terhadap saksi belum sepenuhnya terpenuhi, Sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Undang- Undang No. 13 Tahun 2006 menyebutkan Seorang saksi dan korban berhak : a. Memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, dan harta bendanya serta bebas dari ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya. b. Ikut serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk perlindungan dan dukungan keamanan.

48 c. Memberikan keterangan tanpa tekanan. d. Mendapat penerjemah e. Bebas dari pernyataan yang menjerat f. Mendapatkan informasi mengenai perkembangan kasus g. Mendapatkan informasi mengenai keputusan h. Mengetahui dalam hal terpidana dibebaskan i. Mendapat identitas baru j. Mendapatkan kediaman baru k. Mendapat nasihat hukum l. Memperoleh bantuan biaya transportasi sesuai dengan kebutuhan. Penulis beranggapan bahwa belum terpenuhinya hak-hak saksi tersebut karena kurangnya inisiatif dan peran serta jaksa selaku penyidik dan penuntut pada perkara pidana kasus korupsi dalam membaca perlu adanya perlindungan terhadap saksi tersebut. Sehingga bentuk dan praktek perlindungan saksi di Kejaksaan Negeri Bandar Lampung masih dirasakan kurang maksimal dalam memberikan rasa aman kepada saksi. Selain itu faktor keterbatasan biaya, personel serta fasilitas menyebabkan pihak Kejaksaan belum maksimal memberikan perlindungan terhadap saksi dan korban. 2. Bentuk dan Praktek Perlindungan Saksi di Pengadilan Negeri Tanjung Karang Menurut Jesden Purba, Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang : saksi dalam memberikan keterangan di pengadilan akan dilindungi oleh hukum

49 yang berlaku, sehingga saksi akan memberikan kesaksian secara jujur. Menurut Jesden Purba : bahwa hakim dapat memerintahkan jaksa untuk memberikan perlindungan. Pada saat memberikan keterangan, saksi harus dapat memberikan keterangan yang sebenar-benarnya. Untuk itu, saksi harus merasa aman dan bebas saat diperiksa di persidangan tidak boleh merasa ragu-ragu menjelaskan peristiwa yang sebenarnya. Pasal 173 KUHAP memberikan kewenangan kepada majelis hakim untuk memungkinkan seorang saksi memberikan keterangan tanpa kehadiran terdakwa. Ada upaya lain yang bisa dilakukan agar saksi tidak perlu muncul di persidangan, yaitu misalnya dengan memberikan kesaksian melalui media elektronik sehingga saksi disumpah terlebih dahulu pada saat memberikan keterangan saksi di depan penyidik sehingga saksi tidak perlu muncul di persidangan. Menurut Jesden Purba, Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang: bahwa hakim tidak dapat berperan langsung memberikan perlindungan kepada saksi. Hakim hanya dapat mengintruksi kepada jaksa untuk melindungi saksi. Hakim hanya menjamin saksi tidak akan mendapatkan intimidasi selama ia dalam persidangan.

50 Dalam PP No.71 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pelaksana Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pasal 5 ayat 2 menyebutkan: Perlindungan mengenai status hukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak diberikan apabila dari penyelidikan dan penyidikan terdapat bukti yang cukup yang memperkuat keterlibatan pelapor dalam tindak pidana korupsi yang dilaporkan. Menurut Sahlan Efendi, Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang: harus ada kriteria saksi yang pantas mendapatkan perlindungan. Kriteria yang paling utama adalah bahwa saksi tidak terlibat langsung dalam tindak pidana tersebut. Terlibat atau tidaknya saksi dapat diketahui dari proses pengembangan penyidikan oleh penegak hukum. Apabila kemudian ternyata saksi terlibat langsung maka perlindungan terhadap saksi tidak dapat diberikan dalam bentuk apapun. Hak-hak yang diperoleh saksi akan dicabut. Berdasarkan hasil penelitian di Pengadilan Negeri Tanjung Karang, maka dapat di analisis bahwa wujud dari perlindungan terhadap saksi yang dapat diberikan pengadilan adalah hakim dapat memberikan persetujuan kepada saksi untuk memberikan keterangan tanpa harus hadir di persidangan apabila saksi merasa dirinya terancam. Sebagaimana juga di atur dalam Pasal 9 ayat 1 Undang-Undang No. 13 Tahun 2006 bahwa : Saksi dan/atau Korban yang merasa dirinya berada dalam ancaman yang sangat besar, atas persetujuan hakim dapat memberikan kesaksian tanpa hadir langsung di pengadilan tempat perkara tersebut sedang diperiksa

51 Penulis beranggapan hakim tidak dapat memberikan perlindungan hukum secara langsung, hakim hanya dapat menginstruksikan kepada jaksa untuk melindungi saksi. C. Faktor penghambat yang dihadapi oleh aparat dalam memberikan perlindungan hukum terhadap saksi dalam proses peradilan pidana kasus korupsi ( di Kejaksaan Negeri Bandar Lampung dan Pengadilan Negeri Tanjung Karang) Dalam upaya perlindungan terhadap saksi aparat sering menghadapi faktorfaktor yang menjadi hambatan dalam memberikan perlindungan terhadap saksi. Menurut Elis Mustika, Kasubsi Penyidikan Kejaksaan Negeri Bandar Lampung bahwa saksi akan mendapatkan halangan dalam pemberian perlindungan karena belum dijalankannya secara konsekuen dan perundang-undangan saksi sering diabaikan dan cenderung melakukan tekanan terhadap saksi dan kurangnya pemahaman masyarakat dan aparat penegak hukum terhadap perlindungan saksi masih sangat kurang dan bagaimana bentuk perlindungan yang diberikan, oleh siapa dan sampai berapa lama. Hal inilah yang menjadi kendala dalam pemberian perlindungan saksi. Menurut Jesden Purba, Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang: sampai saat ini yang menjadi kendala pemberian perlindungan saksi adalah perlu memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang perundangan saksi ini sendiri. Sedangkan menurut Aries Kurniawan, Jaksa Penuntut pada Kejaksaan Negeri Bandar Lampung : saksi mengalami hambatan dalam pemberian perlindungan disebabkan karena terbatasnya sumber daya manusia biasanya yang

52 memberikan perlindungan adalah polisi, kepolisisan kekurangan personilnya untuk melakukan perlindungan tersebut, untuk itu dibutuhkan sumber daya manusia lebih banyak lagi untuk membantu polisi dalam melakukan perlindungan terhadap saksi. Dengan demikian faktor penghambat yang ditemui dalam pemberian perlindungan saksi adalah : 1. Kurangnya biaya/materi, yang menjadi hambatan kemudian adalah masalah biaya, Semua bentuk perlindungan yang diperlukan kepada saksi memerlukan dana ekstra yang harus dikeluarkan oleh saksi sendiri untuk meminta perlindungan atas dirinya. Oleh karenanyalah pemerintah harus, memberikan ekstra biaya untuk perlindungan saksi ini. Pembiayaan ini akan dipegang oleh lembaga perlindungan saksi terdekat. Misalnya biaya untuk pcmanggilan saksi, biaya untuk relokasi, biaya untuk ganti rugi dan lainlain. 2. Kurangnya informasi yang diberikan oleh pihak kepolisian atau penegak hukum lainya terhadap saksi tentang Peraturan dan Perundang-undangan yang berkaitan dengan kepentingan saksi, sehingga keberadaan saksi sangat rawan. 3. Kurangnya pemahaman saksi secara umum atau saksi yang berasal dari masyarakat awam tentang keberadaan saksi itu sendiri. 4. Secara garis besar Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban ini telah menyediakan hak-hak bagi saksi yang selama ini belum pernah ada dalam peraturan perundang-undangan. Selain kedua Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban ini telah mencantumkan segala bentuk intimidasi sebagai

53 delik dengan ancaman pidana tersendiri. Salah satu hal yang penting dalam kedua Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban ini adalah dicantumkannya pidana bagi setiap orang yang menyebabkan saksi atau keluarganya kehilangan pekerjaan karena memberikan kesaksian sebenarnya. Hal ini merupakan salah satu tindak lanjut perlindungan setelah proses pemeriksaan. Saksi selain menghadapi ancaman fisik maupun psikis karena kesaksiannya yang diberikannya ada kalanya juga mengahadapi kemungkinan kehilangan pekerjaan terutama bila pihak yang dirugikan kesaksiannya merupakan atasannya atau orang yang memiliki kekuasaan ekonomi atas dirinya. Dengan adanya pasal yang dimaksud diatas dasar hukum yang jelas bagi saksi yang kehilangan pekerjaan karena bersaksi untuk menuntut haknya kembali. 5. Perencanaan dan pembentukan produk hukum harus mempunyai pengaruh terhadap pembangunan aparat penegak hukum. Dimana perencanaan dan pembentukan produk hukum harus diselenggarakan secara terpadu dan demokratis antara instansi dan departemen terkait. Pembentukan produk hukum harus jelas rumusannya. Pembentukan produk hukum harus sampai pada tingkat pelaksanaannya. Pembentukan produk hukum harus mempunyai kekuatan filosofis, sosiologis dan yuridis. Produk hukum harus mengatur kepentingan masyarakat yang berintikan keadilan (Normgerechtigheit). Serta dalam merumuskan produk hukum jangan didasarkan pada kasuistis. Berdasarkan hal tersebut dapat di analisis bahwa faktor penghambat yang dihadapi aparat sehingga belum maksimalnya upaya perlindungan terhadap saksi karena kurangnya sumber daya manusia, biaya, dan informasi yang diterima

54 saksi. Selain itu belum dicantumkannya pidana bagi setiap orang yang menyebabkan saksi atau keluarganya kehilangan pekerjaan karena memberikan kesaksian dapat menyebabkan enggannya saksi memberikan kesaksian. Untuk itu penulis beranggapan perlu di tambahkannya penjelesan dalam Undang- Undang No. 13 Tahun 2006 sehingga dapat tercipta perlindungan saksi yang maksimal di dalam proses peradilan pidana.

55 DAFTAR PUSTAKA Ashshofa, Burhan. 2007. Metode Penelitian Hukum. Rineka Cipta. Jakarta Hamzah, Andi. 2001. Hukum Acara Pidana. Sinar Grafika. Jakarta Kansil, SH. 1979. Pengantar ilmu hukum dan tata hukum Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta. Format Penulisan Karya Ilmiah Universitas Lampung. 2006. Bandar Lampung Syatriya, Abd. Kodrat.2008. Analisis Perlindungan Saksi Pelapor dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi Pasca di Sahkannya UU No.13 Tahun2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban. (Skripsi Sarjana tidak diterbitkan), Fakultas Hukum Universitas Lampung. Bandar lampung Koalisi Perlindungan Saksi. 2008. Pokok-Pokok Pikiran Penyusunan Cetak Biru Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban.The Asia Foundation dan Danida. Jakarta Nasution, Karim. 1975. Masalah Hukum dalam Proses Pidana. Rajawali Press. Jakarta Undang-Undang RI No.8 Tahun 1981 KUHAP Undang-Undang RI No.13 Tahun 2006 Tentang Perlilndungan Saksi dan Korban Undang-Undang RI No.39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia www.perlindungansaksi.wordpress.com