NEGARA PANCASILA Oleh : Sulastomo (Koordinator Gerakan Jalan Lurus) ari-hari ini, semakin ban- Pancasila terkandung sistem moral, yak orang berbicara ideologi, sistem politik, sistem eko Pancasila. Masyarakat, nomi dan sistem sosial dan budaya. merindukan kembali Karena itu, sebagai langkah pertama, Pancasila, setelah beberapa tahun sebaiknya kita bisa menyepakati, terakhir dilupakan. Disaat seperti pemahaman yang sama, bagaimana ini, ada baiknya kita bisa menggam- mengamalkan Pancasila. Tidak bebarkan, bagaimana kehidupan ber- rarti tidak demokratis, tetapi itulah bangsa dan bernegara berdasarkan resiko kita sepakat, bahwa Pancasila Pancasila itu? Hal ini diperlukan, adalah final. Hai ini diperlukan, tidak agar Pancasila bisa diamalkan, bisa hanya untuk menangkis ideologi lain diwujudkan dalam kehidupan sehari- yang berbeda apalagi bertentanhari, bisa diopersionalkan sebagai gan dengan Pancasila, tetapi juga sistem berbangsa dan bernegara. untuk mencegah adanya polemik Untuk itu, mari kita kutip kem- atau perbedaan diantara kita sendiri bali Pancasila, sebagaimana ter- yang mengaku Pancasilais. Sebab, maktub dalam Pembukaan UUD kesepakatan itu tidak boleh hanya 1945 yangberbunyi sebagai berikut: makro, sementara di tingkat mi- Ketuhanan Yang Maha Esa, Kem- kro kita bisa berbeda, sebagaimana anusiaan yang Adil dan Beradab, selama ini telah berjalan. Pasang Persatuan Indonesia, Kerakyatan surut pengamalan Pancasila, diseyang Dipimpin oleh Hikmat Kebijak- babkan pemahaman kita yang bersanaan dalam Permusyawaratanl beda tentang Pancasila itu sendiri. Perwakilan, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Dari rumusan seperti itu di dalam 66 Jurnal Asthabrata Edisi XIIJuli - Aguslus 2012
SILA PERTAMA, KETUHANAN YANG MAHA ESA Sila pertama adalah sila yang melandasi nilai moral sila-sila yang lain. Apa maknanya Ketuhanan Yang Maha Esa? Apakah maknanya agama? Meskipun maknanya agama, haruskah kita memaksakan semua orang beragama? Hal ini penting, oleh karena masalah ini sangat mendasar dan bahkan sensitif. Membahas masalah ini saja, bisa menimbulkan kontroversi, sehingga justru membuka peluang perpecahan diantara kita. Mengutip ajaran Islam, bahwa Islam adalah rahmat bagi seluruh umat manusia (rahmatan Iii 'alamin ), maka Islam tidak hanya diperuntukkan bagi umat Islam, tetapi juga bagi umat manusia lainnya. Ajaran bersikap baik kepada tetangga, tentunya tidak melihat siapa tetangga kita itu. Kalau hal ini dipraktekan, akan lahir kehidupan Iingkungan yang aman dan harmoni. Apakah tetangga kita itu beragama lain, atau penganut kepercayaan dan bahkan tidak beragama sekalipun, tidak menjadi masalah. Sebab, dalam ajaran Islam, kita diajarkan "agamaku, agamaku, agamamu, agamamu". Kehidupan yang sarat dengan toleransi ini, telah diberikan contoh oleh Nabi Muhammad saw, bagaimana beliau mengakomodir Jurnal Asthabrata Edisi XI/Juli Agustus 2012 umat beragama lain dizaman Nabi. Sementara itu, meskipun bukan agama, banyak yang mempercayai kekuatan "gaib diatas", yang dalam hal ini "dituhankan", telah lahir sebelum agama-agama samawi lahir. Misalnya di China, yang telah mengenal ajaran Kong Hu Chu jauh sejak sebelum Masehi. Demikian juga ajaran Buddha. Semuanya, mengajarkan kehidupan yang baik bagi seluruh umat manusia. Bahkan, semuanya menggunakan identitas agama. Dapatkah disimpulkan, bahwa seandainya setiap pemeluk kepercayaan dan setiap pemeluk ajaran moral/budaya seperti itu mengamalkan ajarannya dengan benar, akan terwujud kehidupan masyarakat yang aman dan damai? Sebaliknya, rasa aman dan damai itu akan terganggu, apabila ada orang atau kelompok yang tidak mengamalkan ajaran agama/moral yang dianutnya dengan benar. Resikonya, bisa berhadapan dengan hukum. Esensi semua itu adalah, bahwa manusia akan menempuh jalan yang berbeda ketika menghadap Tuhannya, dan banyak persamaannya ketika harus hidup diantara sesama umat man usia. Hubungan antar manusia menjadi sangat penting. Dalam ajaran Islam, aspek "habblum minnannaas" sangat penting. Bahasa lain, ad- 67
anya etika yang melandasi hubungan antar manusialah dapat mewujudkan kehidupan yang aman dan damai. Tidak perlu saling membenarkan, tetapi yang penting adalah pengamalan setiap ajaran agama dan kepercayaan/budaya secara benar. Begitukah makna sila pertama "ketuhanan Yang Maha Esa" dalam realita masyarakat di Negara Pancasila? Mungkin perlu menjadi renungan bersama. SILA KEDUA, KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB Sila ini merupakan wujud kepedulian kita terhadap Hak Asasi Manusia (HAM). Namun, HAM dalam pandangan Pancasila, harus bersifat adil dan beradab. Hal ini berarti sangat mempertimbangkan kepentingan orang lain, bahwa orang lain juga berhak dijamin Hamnya, bahkan harus didahulukan. Beradab berarti sangat mempertimbangkan aspek budaya yang hidup di masyarakat. Esensinya, mengakui adanya perbedaan, namun perbedaan itu harus dalam koridor pengelolaan yang adil sesuai budaya. Hal ini berbeda dengan esensi HAM yang mendasarkan prinsip "individulisme", dimana perbedaan, budaya dan kepentingan orang lain bisa terabaikan, sepanjang tidak saling menggangguo Implikasi perbedaan itu adalah 68 terkait jaminan hak dan kewajiban. Sudah tentu, keduanya tidak harus dihadapkan secara diametral. Kalau kita mendahulukan kewajiban, berarti menjamin hak orang lain. Sebaliknya, kalau kita mendahulukan "hak", tidak berarti kita boleh mengganggu hak orang lain. Formulanya, perlu keseimbangan antara hak dan kewajiban, sehingga orang tidak semaunya sendiri. Ada tanggung jawab sosial, sebagai mahluk sosial. Kalau ada tetangga kita yang sakit, kita tidak boleh tinggal diam. Dengan membantu tetangga kita yang sakit, tetangga kita itu akan memperoleh haknya untuk dapat sehat kembali. Filosofi ini akan membuka peluang kehidupan yang lebih harmonis. SILA KETIGA, PERSATUAN INDO NESIA Sila ini sangat jelas, bahwa setiap warga bangsa harus dapat bersikap untuk terjaganya tumpah darah, tanah air Indonesia tetap bersatu, tidak terpecah belah. Perlu ada kesepakatan, bagaimana menjaga persatuan bangsa dan negara Indonesia. Sebaliknya, perlu dihindari tumbuhnya halhal yang membuka peluang terpecahbelahnya bangsa ini, antara lain : 1. Terjadinya kesenjangan sosial antar kelompok ma- Jurnal Asthabrata Edisi XI/Juli - Agustus 2012
syarakat, daerah dan etnis. 2. Penonjolan kepentingan golongan, baik berdasar pengelompokan sosial, kepentingan golongan dan agama. 3. Penonjolan etnis, kedaerahan yang berlebihan, sehingga terbetuk kesenjangan antar etnis. Sila ini merupakan pengamalan dari "Bhineka Tunggal Ika", bahwa meskipun ada kebhinekaan/perbedaan, semuanya harus dalam koridor "Tunggal Ika", tetap satu. Hal ini hanya bisa dicegah, kalau benihbenih perpecahan sebagaimana (antara lain) disebutkan diatas dapat dihindari. Konsep otonomi daerah, dalam hal ini sangat penting. SILA KEEMPAT, KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAT KE BIJAKSANAAN DALAM PERMUSY AWARATAN/PERWAKILAN Sila ini merupakan perwujudan prisip demokrasi, dimana istilah demokrasi tidak ada di dalam Pancasila. Prinsip kerakyatan adalah prinsip demokrasi yang kemudian diberikan sarat-sarat di pimpin hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwaki Ian. Demokrasi yang dilaksanakan berdasarkan kesepakatan bersama malalui Permusyawaratan/Perwakilan. Jurnal Asthabrata Edisi XI/Juli - Agustus 2012 Bagaimana kita menterjemahkan demokrasi seperti itu? Prinsip Permusyawaratan/Perwakilan dapat diartikan merupakan mekanisme pengambilan keputusan yang lebih mengedepankan musyawarah, oleh wakil-wakil yang dipilih rakyat untuk mewakilinya. Dengan istilah lain, berdasarkan konsensus dan berjenjang, tidak mendahulukan pengambilan keputusan berdasarkan "voting" dan langsung. Dalam masyarakat yang sangat majemuk seperti Indonesia, praktek demokrasi seperti itu akan lebih mewakili aspirasi rakyat, sesuai prinsip demokrasi yang universal, yang mangharuskan prinsip "equality", persamaan tingkat kemampuan dalam pengambilan keputusan. Demokrasi seperti itu, akan tercermin sejak berlangsungnya pemilihan umum yang jujur dan adil, menjamin kebebasan memilih dan persamaan pemilih. ( freedom and equality). Kalau tidak ada kebebasan memilih (freedom) dan perbedaan kemampuan pemilih yang sangat besar (un-equal), demokrasi bisa "bias". Demokrasi yang justru tidak menghasilkan pilihan yang terbaik. Disinilah perlunya mempertimbangkan sistem pemilu, pemilukada dan mekanisme demokrasi yang sesuai dengan Sila keempat Pancasila. 69
SILA KELlMA, KEADAAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONE SIA. Di dalam naskah Pembukaan UUD 1945, sila kelima adalah satusatunya sila yang menggunakan kata kerja "mewujudkan" keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dapatkah hal ini diartikan, bahwa terwujudnya keadilan sosial merupakan kerja kita semua yang sangat penting. Keadilan sosial merupakan bagian dari upaya mewujudkan kesejahteraan yang harus berkeadi Ian. Adil dan makmur harus berjalan bersama. Hal ini hanya bisa dicapai, melalui sistem perekonomian dan kesejahteraan, sebagaimana ter maktub dalam Bab XIV UUD 1945 pasal 33 dan 34. Hal ini terlepas, bahwa masalah ini merupakan tujuan jangka panjang yang bersifat tiada akhir. Pasal 33 tentang perekonomian Nasional terdiri dari 5 ayat, yang ditutup dengan ayat 5 yang berbunyi : Ketentuan lebih lanjut mengenai pasal ini akan diatur dalan undang-undang Sedangkan ayat 1 sampai 4 berbunyi sebagai berikut : 1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan. 2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan men- 70 guasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. 3. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat 4. Perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efesiensi berkeadilan, berkelanjutan serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Sedangkan pasal 34 tentang kesejahteraan terdiri dari 4 ayat, yang ditutup dengan 4 ayat yang berbunyi : ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang. Tidak berlebih, kelengkapan perundangan, khususnya terkait pasal 33 sebagaimana dikemukakan diatas, sebagaimana termaktub dalam ayat 5 belum terpenuhi, sehingga pemahaman kita mengenai perekonomian berdasar asas kekeluargaan, Cabang-cabang produksi dikuasai negara, hajat hidup orang banyak, dikuasai negara, prinsip kebersamaan dan lain-iainnya masih belum tergambar. Kerancuan dalam hal ini berdampak terbitnya berbagai UU yang ternyata tidak sesuai dengan UUD 1945. Jumal Asthabrata Edisi XIIJuli - Agustus 2012
PENUTUP Dengan catatan singkat sebagaimana dikemukakan diatas, citacita negara Pancasila, yang tertuang didalam batang tubuh UUD 1945 dan segala perundangan yang ada, perlu dilakukan pengajian kembali, agar semangat Pancasila tercermin dalam kehidupan sehari-hari kita. Pada tingkat pertama, kiranya diperlukan pemahaman yang sama menterjemahkan Pancasila dalam bentuk konsep operasional, sehingga mudah dipahami. Apalagi, dengan perubahan UUD 1945, antara Pembukaan dan batang tubuh UUD 1945, telah terbuka kerancuan makna Pancasila, sehingga berbagai perundangan yang terbit bisa menyimpang dari semangat Pembukaan UUD 1945 / Pancasila. Akan sangat ideal, sebelum kita menyimpang jauh, perlu dilakukan "kaji-ulang" amandemen UUD 1945 dan segala perundangan yang terbit berdasar UUD 1945 yang telah dilakukan perubahan selama empat kali itu. Semoga Allah swt selalu menunjukkan jalan yang lurus bagi kita semua. Amien. Jurnal Asthabrata Edisi XI/Juli -Agustus 2012 71