BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
Oleh: ERMA RAHMAWATI A

BUPATI BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR TAHUN 2015 TENTANG KEUANGAN DAN ASET DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DESA

BUPATI REMBANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DESA

BUPATI KUNINGAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG KEUANGAN DESA

KEPALA DESA BANJAR KECAMATAN LICIN KABUPATEN BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DESA BANJAR NOMOR 04 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA

PENGELOLAAN ASET DESA BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN.

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 27 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN ASET DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2016, No diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peratura

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN ASET DESA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. langsung dengan masyarakat menjadi salah satu fokus utama dalam. pembangunan pemerintah, hal ini dikarenakan sebagian besar wilayah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indenosia tersebar di desa-desa seluruh Indonesia. diundangkannya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan

WALIKOTA PARIAMAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA PARIAMAN NOMOR 44 TAHUN 2017 T E N T A N G

BUPATI PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

KEPALA DESA MEJUWET KECAMATAN SUMBERREJO KABUPATEN BOJONEGORO RANCANGAN PERATURAN DESA MEJUWET NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI BARITO KUALA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI BARITO KUALA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN ASET DESA

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 7

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI PASURUAN NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN ASET DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2010 SERI E.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN KEKAYAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TAPIN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG KEWENANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 22 TAHUN 2006 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

B U P A T I N G A W I PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI,

BUPATI SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

WALIKOTA PRABUMULIH PERATURAN WALIKOTA PRABUMULIH NOMOR 25 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN ASET DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2009 NOMOR 9 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KEUANGAN DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG,

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG,

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG KEUANGAN DAN ASET DESA

Dpemerintahan terkecil dan

PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DESA DALAM UPAYA PENGUATAN KELEMBAGAAN PEMERINTAH DESA. Oleh :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tertentu yang dibahas. Pada umumnya, desa dimaknai oleh masyarakat

PENGELOLAAN PENDAPATAN ASLI DESA (Studi Kasus di Desa Ngombakan Kecamatan Polokarto Kabupaten Sukoharjo Tahun 2014)

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PEMBANGUNAN DESA DAN KERJA SAMA DESA

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 29 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN KEKAYAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi. Artinya bahwa pemerintah pusat memberikan wewenang untuk

PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN

KEPALA DESA PEJAMBON KABUPATEN BOJONEGORO

BUPATI TULUNGAGUNG PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR 76 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN ASET DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SRAGEN,

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG KEUANGAN DAN ASET DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman,

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERTURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEKAYAAN DESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Aset Desa Sebagai Basis Desa Membangun. M. Zainal Anwar

BUPATI FLORES TIMUR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PENATAAN DESA

BUPATI FLORES TIMUR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG BADAN USAHA MILIK DESA

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan berbangsa dan bernegara.tata kelola pemerintahan yang baik (Good

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

PERATURAN DESA ( PERDES ) NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN ASET DESA

2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang. 3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur. 4. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG BADAN USAHA MILIK DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR,

BUPATI KONAWE SELATAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR : 01 TAHUN 2016

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK SUMBER PENDAPATAN DESA

PENUNJUK UNDANG-UNDANG TENTANG DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA, DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 7 TAHUN 2008

P E R A T U R A N D A E R A H

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan

NOMOR : 12 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG

PENGUATAN DESA UNTUK PEMBANGUNAN HUTAN

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN ASET DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 7 TAHUN 2007 SERI E.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG PENGELOLAAN KEUANGAN DAN SUMBER PENDAPATAN DESA

BAB I PENDAHULUAN. Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Untuk itu menghadapi. dibutuhkan agar berbagai urusan pemerintahan yang dilimpahkan

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN ASET DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG

Oleh: Bito Wikantosa Kasubdit Perencanaan dan Pembangunan Partisipatif

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN ASET DESA

WALIKOTA PRABUMULIH PERATURAN WALIKOTA PRABUMULIH NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR,

BAB II PENGATURAN PEMERINTAH DESA DALAM MENDIRIKAN BADAN USAHAMILIK DESA. A. Pengertian, Tujuan dan Fungsi Badan Usaha Milik Desa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peraturan perundang-undangan merupakan peraturan tertulis yang memuat

BUPATI LAMONGAN PERATURAN BUPATI LAMONGAN NOMOR 22 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

BAB I PENDAHULUAN. tanah desa. Menurut Pasal 1 angka 26 Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERTURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEKAYAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 13 TAHUN 2014 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG,

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2016 TENTANG KEWENANGAN DESA

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH

2 masyarakat hukum serta keserasian dan sinergi dalam pelaksanaan pengaturan dan kebijakan mengenai desa; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaiman

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul dan hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (UU No. 6 Tahun 2014 Pasal 1 ayat 1). Sedangkan pemerintahan desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (UU No. 6 Tahun 2014 Pasal 1 ayat 2). Pemerintahan desa memiliki kekayaan untuk mendukung penyelenggaraan pemerintahannya. Kekayaan atau aset desa merupakan salah satu hasil kekayaan dari desa, yang harus dikelola dan dikembangkan keberadaannya. Pemerintah desa sebagai satu unsur dominan dari desa perlu memiliki pendapatan dan aset desa. Tanpa ditunjang oleh elemen-elemen ini pemerintah desa akan menemui kesulitan dalam menjalankan tugasnya. Namun kenyataannya pengelolaan aset desa pada khususnya belum berjalan sebagaimana yang diharapkan, karena belum adanya pedoman pengelolaan yang memadai. Berdasarkan informasi awal penyelenggaraan fungsi manajemen dalam pengelolaan aset desa baru sebatas pada pencatatan saja. Aset desa dapat berupa tanah kas desa, tanah ulayat, pasar desa, pasar hewan, tambatan perahu, bangunan desa, pelelangan ikan, pelelangan hasil pertanian, hutan milik desa, mata air milik desa, pemandian umum, dan aset lainnya milik desa (UU No. 6 Tahun 2014 Pasal 76 ayat 1). Ketika aset desa sudah diketahui, maka kebijakan pembangunan bisa terlaksana dengan baik karena mengacu pada aset yang dimiliki desa, sehingga peran kepala desa dalam pengelolaan aset desa dapat terlihat sebaliknya tanpa aset maka desa tidak mengetahui kekayaan yang dimiliki serta peran kepala desa dalam pengelolaan aset desa tidak terlihat. 1

2 Pengelolaan aset desa dilaksanakan berdasarkan asas fungsional, kepastian hukum, transparansi, dan keterbukaan, efisiensi, akuntabilitas, dan kepastian nilai (Permendagri Nomor 1 Tahun 2016 Pasal 3). Kepala desa sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan aset desa berwenang dan bertanggungjawab atas pengelolaan aset desa. Kepala desa sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan aset desa mempunyai wewenang dan tanggungjawab menetapkan kebijakan pengelolaan aset desa, menetapkan pembantu pengelola dan petugas/pengurus aset desa, menetapkan penggunaan, pemanfaatan atau pemindahtanganan aset desa, menetapkan kebijakan pengamanan aset desa, mengajukan usul pengadaan, pemindahtanganan dan penghapusan aset desa yang bersifat strategis melalui musyawarah desa, menyetujui usul pemindahtanganan, penghapusan aset desa sesuai batas kewenangan, dan menyetujui usul pemanfaatan aset desa selain tanah dan bangunan. Kepala desa dan perangkat desa memiliki otoritas untuk mengatur desa sesuai dengan kewenangan yang dimiliki termasuk mengelola hal-hal strategis di desa. Salah satu aspek strategis tersebut adalah melakukan inventarisasi, mengelola dan memanfaatkan aset desa. Aspek strategis di desa, penambahan atau pelepasan aset desa tidak bisa dilakukan secara sepihak oleh kepala desa. Desa yang memiliki aset yang kaya ditambah dengan sikap kepala desa yang semena-mena bisa mengakibatkan terlepasannya aset desa kepada pihak lain yang tidak berkepentingan dan menyalahi prosedur, yang pada akhirnya akan merugikan masyarakat desa, maka dari itu identifikasi dan pengendalian diperlukan untuk memastikan bahwa aset desa sebagai kekayaan desa tidak disalahgunakan pemanfaatannya. Guna mencapai kesejahteraan masyarakat, maka aset desa diletakkan sebagai sumber kehidupan bersama, sehingga aset desa harus dimanfaatkan dan digunakan untuk semua masyarakat desa sebagai sumber kehidupan yang berkelanjutan. Hasil penelitian Ganiger (2006) berjudul People s Participation in Village Assets Development in Karnataka menunjukan bahwa pada masa lalu berbagai skema pemerintah telah diluncurkan namun karena kurangnya partisipasi dari masyarakarat menyebabkan skema dan program menjadi macet atau tanpa perkembangan progresif maupun parsial. Pembangunan dalam beberapa dekade terakhir dianggap penting melibatkan partisipasi masyarakat, bahkan menjadi

3 keharusan bagi pengembangan wilayah manapun daerah pedesaan. Fokusnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa menjadi penting. Keberhasilan pengelolaan aset desa dipengaruhi oleh partisipasi masyarakat. Di Desa Karnataka partisipasi masyarakat dimulai penentuan pihak yang terlibat yaitu hanya orang desa setempat, bukan orang luar. Proses pengembangan desa dilakukan oleh warga setempat sedangkan orang luar hanya bisa membantu seperti memberikan beberapa petunjuk dan dorongan untuk desa tersebut, sebaliknya orangorang dari desa tersebut memiliki semangat kemandirian dan saling kerjasama untuk meningkatkan akuntabilitas, lembaga-lembaga publik yang akan lebih transparan dalam operasi, sehingga akan memungkinkan warga yang ada di bawah dapat menggunakan sumber daya, dan menyediakan jalan yang lebih jelas untuk penyelesaian keluhan. Keterlibatan masyarakat dalam pembangunan aset desa telah direncanakan pemerintah di India khususnya Karnataka. Proyek ini melibatkan pemerintah dan masyarakat di level desa. Menurut Organisasi Buruh Internasional, partisipasi masyarakat dilakukan secara aktif, kolektif, terorganisir dan berkesinambungan sehingga masyarakat dapat menetapkan tujuan, mengumpulkan sumber daya, dan meningkatkan kehidupannya. Tidak berhasilnya pengelolaan aset desa menurut penelitian ini dapat dipengaruhi oleh kurangnya partisipasi pejabat pemerintah dalam pembangunan aset desa, kurang serius, dan kurang bertanggungjawab dalam pengelolaan aset desa. Hasil penelitian Keerthi dkk (2014) berjudul Mahatma Gandhi National Rural Act Impact on Rural Asset Creation: a study in two villages of Prakasam District of Andhra Pradesh, India menunjukkan bahwa Pemerintah India menciptakan UU bersejarah, Jaminan Ketenagakerjaan Mahatma Gandhi National Rural Act (MGNREGA) 2005, untuk mengatasi kemiskinan dan menciptakan lapangan kerja, yang menjamin setiap orang di desa negara itu selama 100 hari, dijamin haknya untuk bekerja. Fokusnya pada survei primer yang mendalam di dua desa di kabupaten Prakasham dari Andhra Pradesh, dan efektivitas Mahatma Gandhi National Rural Act dalam menciptakan aset dari tingkat individu, masyarakat, keuangan dan aset ekonomi dibuat program di lokasi penelitian yang dipilih. Studi

4 ini menemukan bahwa orang menghabiskan upah tambahan untuk bahan dasar rumah tangga, kebutuhan pangan, dengan pembelian berbagai makanan yang dibutuhkan untuk keluarga, dan untuk membeli kerbau dari tabungan hasil bekerja. Beberapa orang menghabiskan upah pendapatannya untuk membayar biaya pendidikan anak-anaknya dan meningkatkan kualitas hidup untuk masa depan. Berdasarkan temuan empiris penelitian merekomendasikan untuk meningkatkan penciptaan aset dan keberlanjutan aset untuk manfaat yang lebih luas kepada masyarakat desa. Hasil penelitian Kurosaki (2004) berjudul Dynamics of Livelihood Structure and Assets in Village India menunjukkan bahwa keberhasilan struktur mata pencaharian dan aset di desa India tergantung pada alokasi sumber daya antar waktu dalam jangka panjang, cenderung mengarah pada peningkatan pendapatan, konsumsi, demografi, dan aset yang tujuannya untuk individu maupun rumah tangga yang telah diidentifikasi. Sedangkan tidak berhasilnya dipengaruhi oleh ketidaksetaraan peningkatan aset, maupun ketika ekonomi desa memasuki periode transformasi yang cepat dan dinamis, akan terjadi kesenjangan ekonomi ditunjukkan oleh perkembangan dan pasar keuangan bahwa terjadi penurunan konsumsi gandum untuk orang miskin akibat pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa keberhasilan pengelolaan aset desa dipengaruhi oleh partisipasi masyarakat desa. Partisipasi masyarakat dimulai penentuan pihak yang terlibat yaitu hanya orang desa setempat bukan orang luar, dengan menciptakan undang-undang yang dapat menjamin dan meningkatkan penciptaan dan keberlanjutan aset, pemanfaatan yang lebih luas kepada masyarakat desa serta keberhasilan aset desa pada alokasi sumber daya antar waktu dalam jangka panjang dapat meningkatan pendapatan, konsumsi, demografi, dan aset yang tujuannya untuk individu maupun rumah tangga yang telah diidentifikasi. Pemanfaatan aset desa harus memprioritaskan masyarakat desa sebagai pengguna utama. Keterlibatan masyarakat dalam proses identifikasi dan pemanfaatan aset menjadi hal yang penting karena kebijakan desa berkaitan dengan penggunaan aset desa sehingga harus melibatkan masyarakat agar tidak ada dominasi antara satu

5 kelompok dengan kelompok yang lain. Contoh tanah milik desa yang disewakan harus mendahulukan masyarakat desa daripada masyarakat di luar desa dengan demikian, kepala desa berkontribusi untuk menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat desa. Kasus dugaan penjualan tanah kas di Desa Baturan, Kecamatan Colomadu. Menurut Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD), tanah kas desa tersebut sudah diberi patok. Tanah tersebut statusnya merupakan tanah peninggalan Mangkunegaraan yang dikuasai desa. Pihaknya menduga ada pihak yang ingin menjual aset tanah kas desa tersebut, tetapi sampai saat ini belum tahu siapa yang memerintakan pematokan itu dilakukan. Merespons adanya dugaan penjualan tanah kas, Tim Badan Pertanahan Nasional (BPN) Karanganyar sudah mendatangi lokasi dan mengukur lahan. Hingga saat ini data tentang tanah tersebut belum ada di Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan belum bersertifikat (Jawa Pos, 21 September 2016). Kasus yang lain tanah kas di Desa Sumomorodukuh, Kecamatan Plupuh berpindah kepemilikan dan menjadi hak milik perorangan. Hal ini membuat warga memprotes dan akan membawa masalah ini ke jalur hukum. Penjualan tanah kas ini terkuak beberapa waktu lalu saat terlihat patok-patok Badan Pertanahan Nasional (BPN) terpasang di tanah kas desa. Tanah kas yang berada di Dukuh Kedungdowo, RT 07 Desa Sumomorodukuh, Kecamatan Plupuh ini seluas 500 meter persegi (Jawa Pos, 29 Oktober 2016). Berdasarkan uraian di atas sebagai salah satu mahasiswa Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul Peran Kepala Desa dalam Pengelolaan Aset Desa Studi Kasus di Desa Gagaksipat Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali. Hal tersebut dikarenakan berkaitan dengan mata kuliah di semester VI Otonomi Daerah dan Pemerintahan Desa. Hal ini terkait dengan materi yang ada pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) di SMP kelas IX semester 1 Standar Kompetensi (SK) yaitu memahami pelaksanaan otonomi daerah dan Kompetensi Dasar (KD) ialah mendeskripsikan pengertian otonomi daerah.

6 B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka peneliti merumuskan permasalahan yang diteliti lebih lanjut sebagai berikut: 1. Bagaimana deskripsi aset desa Gagaksipat Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali? 2. Bagaimana pengelolaan aset desa Gagaksipat Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali? 3. Apa kendala pengelolaan aset desa Gagaksipat Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali? 4. Bagaimana solusi untuk mengatasi kendala pengelolaan aset desa Gagaksipat Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini sebagai berikut: 1. Untuk mendeskripsikan aset desa Gagaksipat Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali. 2. Untuk mendeskripsikan pengelolaan aset desa Gagaksipat Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali. 3. Untuk mendeskripsikan kendala pengelolaan aset desa Gagaksipat Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali. 4. Untuk mendeskripsikan solusi untuk mengatasi kendala pengelolaan aset desa Gagaksipat Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali.

7 D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis a. Penelitian ini diharapkan mampu memberi kontribusi dalam pengembangan konsep peran kepala desa dalam pengelolaan aset desa. b. Hasil kajian dapat dijadikan sebagai dasar untuk kegiatan penelitian berikutnya yang sejenis. 2. Manfaat Praktis a. Bagi masyarakat, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi baru mengenai peran kepala desa dalam pengelolaan aset desa. b. Bagi pemerintah desa, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang peran kepala desa dalam pengelolaan aset desa.