Pengembangan Sumberdaya Air Alternatif dengan Cara Transfer Sumberdaya Air dari Luar Cekungan Bandung ABSTRAK

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan karunia terpenting yang dimiliki oleh alam beserta isinya.

BAB I PENDAHULUAN I.1

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 5 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

BAB I PENDAHULUAN. Industri merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang meliputi kegiatan

This document has been created with TX Text Control Trial Version You can use this trial version for further 59 days.

BAB 4 PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR TANAH KASUS WILAYAH JABODETABEK

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA

SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM BERBASIS MASYARAKAT REGIONAL PASIGALA SEBAGAI ANTISIPASI DEGRADASI KETERSEDIAAN AIR PERMUKAAN DI KOTA PALU

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

SUMBERDAYA HIDROGEOLOGI

PEMENUHAN KEBUTUHAN AIR BERSIH BAGI MASYARAKAT DI PERUMNAS PUCANGGADING TUGAS AKHIR

Puji Pratiknyo. Jurusan Teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH

RANCANGAN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH

BAB IV KONDISI HIDROGEOLOGI

Bab III Gambaran Umum Wilayah

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 5 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pelayanan publik yang dilaksanakan oleh aparatur

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN I-1

Cadangan Airtanah Berdasarkan Geometri dan Konfigurasi Sistem Akuifer Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

GEOLOGI AIRTANAH (GROUNDWATER GEOLOGY)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Week 13. Pengelolaan airtanah terintegrasi pada kawasan pengembangan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. wilayah yang merupakan daerah Non-CAT. Sehingga tidak terdapat air tanah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KERANGKA ACUAN KERJA ( TERM OF REFERENCE TOR )

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

STUDI PENENTUAN PRIORITAS STRATEGI PENGELOLAAN AIR TANAH DI KOTA JAYAPURA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGELOLAAN AIR TANAH DI CEKUNGAN AIR TANAH JAKARTA : Permasalahan dan Kemajuan Penyelesaian Masalah

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 7 TAHUN TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 17 TAHUN 2003 TENTANG PENGENDALIAN AIR BAWAH TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Penentuan Zonasi Kawasan Imbuhan Cekungan Air Tanah (CAT) Subang yang ada di Wilayah Kabupaten Subang Provinsi Jawa Barat

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 8 TAHUN 2012 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 20

PENYELIDIKAN HIDROGEOLOGI CEKUNGAN AIRTANAH BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hal yang esensial bagi kebutuhan rumah tangga, pertanian,

BUPATI BARRU PROVINSI SULAWESI SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. Muka bumi yang luasnya ± juta Km 2 ditutupi oleh daratan seluas

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2014 TENTANG HAK GUNA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Agung Witjaksono Dosen Perencanaan Kota dan Wilayah FTSP ITN Malang ABSTRAKSI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2014 TENTANG HAK GUNA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMEDANG,

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Air merupakan sumberdaya alam yang terbarukan dan memiliki peranan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENGERTIAN HIDROLOGI

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

2016 TINGKAT PEMENUHAN KEBUTUHAN AIR BERSIH DI KECAMATAN LEMBANG KABUPATEN BANDUNG BARAT

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I.2 Perumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Air adalah sebutan untuk senyawa yang memiliki rumus kimia H 2 O. Air. Conference on Water and the Environment)

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 13 TAHUN 2013

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. butiran batuan atau rekahan batuan yang dibutuhkan manusia sebagai sumber air

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

PENELITIAN HYDROGEOLOGI TAMBANG UNTUK RENCANA DRAINASE TAMBANG BATUBARA BAWAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGANTAR PENGEMBANGAN SUMBERDAYA AIR

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Identifikasi Awal Model Akuifer pada Mata Air Umbulan dengan Menggunakan Geolistrik Konfigurasi Schlumberger

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2008

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 8 TAHUN 2016 SERI E.6 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 32 TAHUN 2008

I. PENDAHULUAN. dengan tidak mengorbankan kelestarian sumberdaya alam itu sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan mahkluk hidup. Kebutuhan

BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH STUDI

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON

Sub Kompetensi. Pengenalan dan pemahaman pengembangan sumberdaya air tanah terkait dalam perencanaan dalam teknik sipil.

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan kebutuhan pokok bagi semua makhluk hidup. Dalam. memenuhi kebutuhan dasar bagi manusia, lingkungan di sekitar kita,

Kondisi dan Potensi Dampak Pemanfaatan Air Tanah di Kabupaten Sumenep ABSTRAK

BAB 2 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. 2.1 Geografi dan Demografi Kabupaten Sidoarjo

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. situ, sungai, maupun cekungan air tanah. Indonesia memiliki lebih dari

BAB I PENDAHULUAN. bersifat komersial seperti kegiatan industri, pertanian, perkantoran, perhotelan,

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 78 TAHUN 2002 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 31 TAHUN 2006 TENTANG PENDAYAGUNAAN AIR TANAH GUBERNUR JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1.PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Terdapat beberapa penelitian dan kajian mengenai banjir pasang. Beberapa

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MEMTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 1451 K/10/MEM/2000 TENTANG

Transkripsi:

Pengembangan Sumberdaya Air Alternatif dengan Cara Transfer Sumberdaya Air dari Luar Cekungan Bandung Tatas 1), Yudi Rahayudin 2) 1)Staf Pengajar Program Studi Diploma Teknik Sipil FTSP ITS tatas@ce.its.ac.id 2)Pusdiklat Geologi DESDM, Bandung rahayudin@yahoo.com ABSTRAK Krisis air bersih di Bandung di mulai sekitar tahun 1980 dan semakin pesat pada tahun 1990-an. Berbagai studi menunjukkan penurunan muka airtanah telah terjadi di beberapa titik, misalnya pada tahun 1980 di Cimahi muka airtanah 15 meter di atas tanah, pada tahun 2004 menunjukkan bahwa muka airtanah telah berada di bawah tanah hingga kedalaman 86 meter dari tanah setempat. Kejadian tersebut juga menimpa lokasi-lokasi yang lain seperti Kebon Kawung, Rancaekek, Dayeuh Kolot, dan lain-lain. Penggunaan airtanah yang berlebihan tanpa diimbangi oleh usaha konservasi menjadi salah satu penyebabnya. Berkembangnya industri dan permukiman penduduk menjadi salah satu penyebab tingginya konsumsi airtanah, sedangkan Perusahaan Daerah Air Minum Kota dan Kabupaten Bandung masing-masing baru mampu memenuhi 65% dan 13,12% kebutuhan rumah tangga dan industri. Salah satu cara penyediaan airbaku adalah dengan cara menggunakan sistem transfer antar cekungan airtanah. Dalam penelitian ini dicoba dikaji potensi cekungan airtanah yang berada di sekitar Cekungan Airtanah Bandung. Metodologi yang digunakan adalah dengan mengkaji penelitian-penelitian sebelumnya, interview dengan pihak terkait, dan dilakukan analisis ekonomi untuk selanjutnya diambil kesimpulan. Berdasarkan hasil analisis dapat diambil kesimpulan bahwa dari segi jarak CAT Ciater merupakan yang terdekat dengan pusat Kota Bandung yaitu 23,8 km. Namun demikian dari segi ekonomis transfer air antar akifer menggunakan truk air belum dapat sistem. Kata Kunci: 1. PENDAHULUAN Salah satu cara penyediaan air baku dapat dilakukan dengan cara mengunakan sistem transfer airtanah antara cekungan airtanah yang berbeda. Untuk sistem transfer ini, seringkali melibatkan dua sistem administrasi, seperti antar negara (Singapura-Malaysia; Hongkong-China), antar propinsi (DKI Jakarta - Jawa Barat), antar kabupaten/kota (Sidoarjo-Pasuruan; Kuningan-Cirebon). Perlu adanya transfer air antar cekungan ini karena : 1. keterbatasan jumlah dan akses sumber air baku, 2. keterbatasan sumber air bersih, 3. sumber air yang tidak layak konsumsi pada wilayah tertentu. 4. faktor lingkungan : penurunan muka airtanah yang berlebihan sehingga menyebabkan land-subsidence maupun intrusi air laut. Saat ini, Kota dan Kabupaten Bandung (Cekungan Airtanah Bandung) telah mengalami masalah-masalah tersebut. Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) sebagai penyedia air baku penduduk saat ini belum mampu memenuhi secara penuh kebutuhan penduduk akan air baku. PDAM Kota Bandung baru mampu menyediakan air baku untuk 65% kebutuhan Kota Bandung, sedangkan PDAM Kabupaten Bandung baru Jurnal APLIKASI: Media Informasi & Komunikasi Aplikasi Teknik Sipil Terkini Halaman 43

mampu menyediakan 13,12% kebutuhan total Kabupaten Bandung. Cekungan Airtanah Bandung telah mengalami beberapa kondisi tersebut. Seperti yang telah diuraikan di bagian atas, PDAM Kota Bandung baru mampu mensuplai 65% kebutuhan masyarakat Bandung, sedangkan untuk PDAM Kabupaten Bandung baru melayani 13,12% kebutuhan masyarakat, keterbatasan jumlah dan akses karena jaringan pipa air PDAM yang jauh dari masyarakat merupakan fakta yang ada selama ini. Untuk kondisi kedua, fakta yang ada di lapangan adalah dengan matinya beberapa mata air di Cekungan Bandung. Awalnya muka airtanah bisa mencapai di atas permukaan tanah, namun hampir 25 tahun berikutnya muka airtanah telah turun hingga puluhan meter di bawah muka tanah (lihat Tabel 1). Matinya mata air tersebut mengindikasikan bahwa recharge untuk mata air di daerah tersebut berkurang atau bahkan sudah tidak ada imbuhan lagi. Selain itu turunnya muka airtanah juga bisa menjadi sebab berkurangnya sumber air bersih. Tabel 1. Perbandingan Muka Airtanah Tahun 1980 dan 2004 beberapa Lokasi di Cekungan Bandung Lokasi 1980 2004 Cimahi +15 m -86 m Kebon Kawung +22 m -36 m Rancaekek +1 m -39 m Lanud Sulaeman +7 m -14 m Dayeuh Kolot +2 m -55 m Banjaran +2 m -20 m Majalaya +3 m -41 m Sumber : Wirakusumah, 2006, dalam Abidin dkk, 2006. [1] Gambar 1. Tingkat mutu air di beberapa titik sungai di Cekungan Bandung [2]. Jurnal APLIKASI Kondisi terakhir alasan dilakukannya transfer antar cekungan adalah bila eksploitasi airtanah di suatu wilayah telah menyebabkan terjadinya penurunan permukaan tanah (land-subsidence). Peneliti-peneliti terdahulu telah menyimpulkan bahwa telah terjadi penurunan muka airtanah sehingga mengakibatkan penurunan permukaan tanah juga di Cekungan Bandung. Dalam Anonym [3], rata-rata penurunan permukaan tanah di Cekungan Bandung berkisar antara 1 cm (di Rancaekek periode Juli 2002 - Juni 2003) hingga mencapai 19 cm terjadi di Cimahi, periode Pebruari 2000 Nopember 2001. Data penurunan permukaan tanah dapat dilihat di Gambar 2 berikut ini. Catatan : BNJR, BJNS, CHMI, DYHK, MJ1, RCK2, UJBR berturut-turut adalah Banjaran, Bojong Soang, Cimahi, Dayeuhkolot, Majalaya 1, Rancaekek 2, Ujungberung. Gambar 2. Rata-rata penurunan permukaan tanah di beberapa titik di Cekungan Bandung [1]. 2. POTENSI AIRTANAH SEKITAR CAT BANDUNG Dalam rangka pengembangan alternatif sumber daya air, perlu dilakukan eksplorasi di luar kawasan yang bersangkutan, dalam hal ini kawasan Cekungan Airtanah Bandung. Berdasarkan Atlas Cekungan Airtanah Indonesia yang dikeluarkan Badan Geologi DESDM, ada 6 cekungan airtanah yang berbatasan langsung dengan Cekungan Airtanah Bandung. Cekungan airtanah tersebut adalah Ciater, Sumedang, Malangbong, Garut, Banjarsari, dan Cibuni (lihat Gambar 3). Halaman 44 Jurnal APLIKASI: Media Informasi & Komunikasi Aplikasi Teknik Sipil Terkini

Gambar 3. Cekungan Airtanah Bandung (CAT Bandung-Soreang, CAT Batujajar, CAT, Lembang) dan sekitarnya (sumber : Sukrisna [5]). Menurut Danaryanto [4], potensi airtanah di CAT Bandung adalah 1025 juta m 3 /th di akifer bebas dan 134 juta m 3 /th di akifer tertekan. Adapun besar potensi airtanah untuk akifer bebas dan tertekan di cekungan airtanah sekitar CAT Bandung berturut-turut adalah CAT Ciater 413 juta m 3 /th dan 30 juta m 3 /th, CAT Sumedang 519 juta m 3 /th dan 28 juta m 3 /th, CAT Malangbong 415 juta m 3 /th dan 30 juta m 3 /th, CAT Garut 691 juta m 3 /th dan 87 juta m 3 /th, CAT Cibuni 595 juta m 3 /th dan 28 juta m 3 /th (lihat Tabel 2). Pengembangan alternatif penyediaan air melalui sistem transfer antar cekungan, harus mempertimbangkan jarak antara cekungan donor dan cekungan penerima. Untuk itu perlu dilakukan perhitungan jarak antar cekungan donor (cekungan airtanah di luar CAT Bandung) dan CAT Bandung (cekungan penerima). jarak yang dimaksud bisa berupa jarak terdekat tanpa mempertimbakan kondisi morfologi maupun topografi, maupun jarak yang mempertimbangkan kedua aspek tersebut. Berdasarkan Gambar 3, dilakukan estimasi jarak antara cekungan airtanah di sekitar CAT Bandung ke Kota Bandung, sehingga diperoleh jarak rata-rata antara cekungan donor dengan cekungan penerima. Estimasi jarak adalah berdasarkan jalan transportasi yang menghubungkan kedua wilayah cekungan airtanah. Tabel 2. Luas, potensi airtanah, dan jaraknya ke Kota Bandung Luas Akifer Bebas Akifer Terteka Jarak ke Kota CAT juta n juta Bandung Km2 m 3 /th m 3 /th km Bandung 1974 1025 134 - Ciater 566 413 30 23,8 Sumedang 483 519 28 43,4 Malangbong 514 415 30 60,7 Garut 886 691 87 58,2 Banjarsari 605 550 30 45,9 Cibuni 621 595 28 44,3 Sumber : Danaryanto, dkk. [4]; estimasi jarak oleh penulis. Jurnal APLIKASI: Media Informasi & Komunikasi Aplikasi Teknik Sipil Terkini Halaman 45

Tabel 2 memperlihatkan bahwa di antara cekungan airtanah di sekitar CAT Bandung Cekungan Airtanah Ciater merupakan daerah dengan jarak jalan transportasi paling dekat, yaitu sekitar 23,8 km, sedangkan yang terjauh adalah CAT Malangbong dengan jarak 60,7 km, disusul CAT Garut dengan jarak 58,2 km. Sedangkan cekungan airtanah yang lainnya berkisaran pada jarak 40 kman. Berdasarkan hitungan jarak tersebut CAT Ciater memiliki jarak terpendek yang ekstrim jika dibandingkan cekungan airtanah yang lainnya. Sehingga jika hanya mempertimbangkan jarak jalan transportasi terdekat, maka CAT Ciater paling rasional untuk dipilih sebagai cekungan donor untuk Cekungan Bandung. 3. SISTEM TRANSFER Sistem transfer air antar cekungan secara umum, pada dasarnya dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, yaitu: menggunakan jaringan pipa, saluran terbuka, atau menggunakan moda transportasi (truk tangki air). Penggunaan jaringan pipa, seperti yang dilaksanakan di Malaysia-Singapura, biasanya digunakan untuk transfer air bersih. Metode ini digunakan untuk mempertahankan kualitas air yang dialirkan. Sistem saluran terbuka (trench) biasanya digunakan untuk mentransfer air irigasi, contoh metode ini ada di Amerika Serikat, yang tidak mempertimbangkan kebersihan atau kualitas air. Dan yang terakhir, penggunaan truk tangki air, metode ini banyak dilakukan di Indonesia maupun negara berkembang lainnya, terutama untuk daerah dengan akses air bersih yang kurang. Seperti yang dilakukan di Sidoarjo (masuk dalam CAT Surabaya-Lamongan), karena kualitas airtanah yang asin (daerah pantai) dan jaringan pipa PDAM yang tidak ada, maka masyarakat menggunakan jasa truk tangki air untuk transfer air baku (airtanah) yang diambil dari Cekungan Airtanah Pasuruan. Ketiga cara tersebut, pemilihannya bergantung pada beberapa aspek seperti kualitas air, topografi, aksesbilitas dari cekungan donor ke cekungan penerima. Dari segi kualitas air, pemilihan jenis sistem transfer telah dijelaskan di paragraf Jurnal APLIKASI sebelumnya. Berdasarkan alasan topografi, jika cekungan donor berada pada elevasi yang lebih tinggi, maka penggunaan sistem transfer dengan jaringan pipa atau saluran terbuka dapat dilakukan dengan aliran gravitasi. Namun jika cekungan donor berada pada elevasi lebih rendah sistem transfer tersebut bisa juga digunakan, namun dengan bantuan pompa air. Penggunaan truk tangki air lebih fleksibel, asalkan akses jalan darat antar cekungan donor dan penerima sudah ada. 4. ANALISIS SISTEM TRANSFER Dari beberapa uraian-uraian sebelumnya, maka yang menjadi pertanyaan adalah murahkah sistem transfer airtanah antar cekungan ini jika dipilih sebagai alternatif untuk memenuhi kebutuhan air dan untuk meredam eksploitasi airtanah di Cekungan Airtanah Bandung. Untuk sumber air di Ujungberung saja, penjualan air dalam satu tangki (5.000 liter) di tingkat konsumen di Bandung berkisar pada angka Rp 110.000,00 (harga beli di lokasi Rp 15.000,00), artinya untuk per meter kubik air, konsumen harus mengeluarkan uang sebesar Rp 22.000,00. Harga tersebut jauh lebih mahal dari pada jika masyarakat menggunakan air PDAM, yang untuk skala rumah tangga cukup membayar Rp 2.000,00 hingga Rp 5.000,00 per meter kubiknya. 5. PERTIMBANGAN SISTEM TRANSFER ANTAR CEKUNGAN AIRTANAH Harga tersebut masih sangat mahal untuk konsumen, padahal sumber lokasi pengambilan masih berada di wilayah Bandung, jika mengambil airtanah dari luar Cekungan Airtanah Bandung, tentunya harganya jauh lebih mahal, karena jarak yang lebih jauh. Aspek jarak tersebut, tentunya sangat mempengaruhi nilai investasi dan harga jual untuk tingkat konsumen. Sehingga pada tahap ini masih sangat mahal sistem transfer antar cekungan untuk mengatasi masalah airtanah di Cekungan Airtanah Bandung. Selain aspek jarak, sebagai pertimbangan untuk melakukan sistem transfer airtanah Halaman 46 Jurnal APLIKASI: Media Informasi & Komunikasi Aplikasi Teknik Sipil Terkini

antar cekungan airtanah, maka aspek ketahanan airtanah di cekungan donor melalui kajian hidrogeologi sangat diperlukan. Hal tersebut perlu dilakukan agar permasalahan krisis airtanah di CAT Bandung (dengan indikasi turunnya muka airtanah dan adanya land-subsidence) tidak terjadi juga di cekungan donor, seehingga tidak terkesan memindahkan permasalahan. Pertimbangan yang ketiga adalah harga jual ditingkat konsumen. Hal ini juga terkait dengan faktor jarak. Jika harga jual ditingkat konsumen sangat mahal, tentunya kurang direkomendasikan untuk dilakukan sistem transfer antar cekungan. Sistem transfer antar cekungan merupakan pertimbangan selanjutnya. Pemilihan sistem transfer ini tentunya terkait dengan nilai investasinya, apakah lebih ekonomis menggunakan jaringan pipa, saluran terbuka, atau menggunakan alat transportasi. Dan pertimbangan yang terakhir adalah legal aspek yang terkait dengan airtanah maupun kerjasama antar wilayah administrasi jika baik cekungan donor maupun penerima ada di dua wilayah administrasi yang berbeda. DAFTAR PUSTAKA [1] Abidin, Hasanuddin Z., dkk, 2006, Land Subsidence Characteristics of Bandung Basin between 2000 and 2005 as Estimated from GPS Surveys, TS 29 Landslide Control and Monitoring Surveys, Shaping the Change XXIII FIG Congress, Munich. [2] Anonim, --, Status Mutu Air Sungai : Studi Kasus Sungai Citarum, Puslitbang SDA, Bandung [3] Anonim, --, Alternative Water Resources and Recycle Program as Effort to Strengthen Ground Water Management in Metropolitan Bandung, Sustainable Groundwater Management in Asian Cities, --,--. [4] Danaryanto, dkk, 2005, Air Tanah di Indonesia dan Pengelolaannya, Direktorat Tata Lingkungan Geologi dan Kawasan Pertambangan, Jakarta. [5] Sukrisna, dkk, 2007, Atlas Cekungan Air Tanah Indonesia : Lembar Provinsi Jawa Barat dan DKI Jakarta, Pusat Lingkungan Geologi, Bandung. 6. KESIMPULAN Pengembangan alternatif pemenuhan kebutuhan air dengan sistem transfer airtanah antar cekungan di Cekungan Bandung belum direkomendasikan untuk saat ini, jika harga ekonomisnya masih menggunakan acuan harga saat ini. Sehingga perlu dipikirkan model lain untuk sistem transfernya, misalnya dengan menggunakan pipa air. Jurnal APLIKASI: Media Informasi & Komunikasi Aplikasi Teknik Sipil Terkini Halaman 47