PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1946 TENTANG SUSUNAN DAN PEMILIHAN ANGGOTA KOMITE NASIONAL PUSAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 2 TAHUN 1946 TENTANG PERATURAN TENTANG SUSUNAN DAN PEMILIHAN ANGGOTA KOMITE NASIONAL PUSAT. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1946 TENTANG PEMBAHARUAN KOMITE NASIONAL PUSAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG 1946 NOMOR 12 TENTANG PEMBAHARUAN KOMITE NASIONAL PUSAT. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG (UU) 1948 No. 27. (27/1948) Dewan Perwakilan Rakyat dan pemilihan anggauta-anggautanya. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

UNDANG-UNDANG (UU) 1949 No. 6 (6/1949) Penambahan jumlah anggauta Komite Nasional Pusat. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 3 TAHUN 1950 TENTANG PERMOHONAN GRASI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1956 TENTANG PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM PROPINSI IRIAN BARAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2005 TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 35 TAHUN 1949 TENTANG PEMBERIAN PENSIUN KEPADA JANDA (ANAK-ANAKNYA) PEGAWAI NEGERI YANG MENINGGAL DUNIA.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 02 TAHUN 2007 TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK WALIKOTA TARAKAN,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1949 TENTANG PEMBERIAN PENSIUN KEPADA JANDA (ANAK-ANAKNYA) PEGAWAI NEGERI YANG MENINGGAL DUNIA

KETUA KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA SEMARANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2005 TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1948 TENTANG SUSUNAN DAN KEKUASAAN BADAN-BADAN KEHAKIMAN DAN KEJAKSAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG WEWENANG PENGANGKATAN, PEMINDAHAN, DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL.

PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 1951 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB DEWAN MENTERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN:

PEMERINTAH KABUPATEN KOLAKA UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA UTARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG WEWENANG PENGANGKATAN, PEMINDAHAN, DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG WEWENANG PENGANGKATAN, PEMINDAHAN, DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN PEMERINTAH (PP) 1949 NO. 27 (27/1949) KEMENTRIAN PENERANGAN. Susunan dan lapangan pekerjaan Kementrian Penerangan.

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROPINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 03 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No tentang Peradilan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomo

PEMERINTAH DAERAH JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR BERACARA DALAM PEMBUBARAN PARTAI POLITIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1967 TENTANG DEWAN PERTIMBANGAN AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG (UU) 1948 No. 19. (19/1948) Peraturan tentang susunan dan kekuasaan Badan-badan Kehakiman. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1969 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN DEWAN PERTAMBANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2006 T E N T A N G BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2000 TENTANG WEWENANG PENGANGKATAN, PEMINDAHAN, DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 03 TAHUN 2006

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

UU 4/2000, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1999 TENTANG PEMILIHAN UMUM

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2000 TENTANG

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 78 TAHUN 2000 (70/2000) TENTANG PENETAPAN PENSIUN POKOK MANTAN PEJABAT NEGARA DAN JANDA/DUDANYA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2000 TENTANG WEWENANG PENGANGKATAN, PEMINDAHAN DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

NOMOR 54 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 97 TAHUN 2000 TENTANG FORMASI PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

file://\\ \web\prokum\uu\2004\uu htm

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2000 TENTANG WEWENANG PENGANGKATAN, PEMINDAHAN DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1999 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENYELENGGARAAN NEGARA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG

KEPPRES 127/1999, PEMBETUKAN KOMISI PEMERIKSA KEKAYAAN PENYELENGGARA NEGARA DAN SEKRETARIAT JENDERAL KOMISI PEMERIKSA KEKAYAAN PENYELENGGARA NEGARA

11 LEMBARAN DAERAH Januari KABUPATEN LAMONGAN 5/E 2006 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR : 05 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2000 TENTANG WEWENANG PENGANGKATAN, PEMINDAHAN DAN PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA

2016, No (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5189); 2. Undang-Undang 15 T

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1947 TENTANG PERATURAN MAHKAMAH TENTARA SEMENTARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1974 TENTANG POKOK POKOK KEPEGAWAIAN;

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1951 TENTANG PEMBERIAN TUNJANGAN JABATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1964 TENTANG PEMBERIAN PENGHARGAAN/TUNJANGAN KEPADA PENRINTIS PERGERAKAN KEBANGSAAN/KEMERDEKAAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEPOLISIAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ACEH UTARA NOMOR : 33 TAHUN : 2005 SERI : A NOMOR : 8 QANUN KABUPATEN ACEH UTARA NOMOR 33 TAHUN 2005

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1947 TENTANG MENGURUS BARANG-BARANG YANG DIRAMPAS DAN BARANG-BARANG BUKTI.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 98 TAHUN 2000 TENTANG PENGADAAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH PEMERINTAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPPRES 6/2001, PENCABUTAN INSTRUKSI PRESIDEN NOMOR 14 TAHUN 1967 TENTANG AGAMA, KEPERCAYAAN, DAN ADAT ISTIADAT CINA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2003 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN LINGGA DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2011 TENTANG JABATAN YANG TIDAK BOLEH DIRANGKAP OLEH HAKIM AGUNG DAN HAKIM


PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 88 TAHUN 2010 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1946 TENTANG SUSUNAN DAN PEMILIHAN ANGGOTA KOMITE NASIONAL PUSAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: perlu diadakan Pembaharuan Komite Nasional Pusat. Mengingat: Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Pasal IV. MEMUTUSKAN: Menetapkan Peraturan sebagai berikut: Pasal 1 1. Jumlah anggota Komite Nasional Pusat ialah 200 orang yang terbagi dalam: a. 100 orang yang ditetapkan menurut pemilihan daerah; b. 60 orang wakil-wakil perkumpulan politik; dan c. 40 orang yang ditunjuk oleh Presiden. 2. Pembagian dalam golongan-golongan hanya berlaku guna pembentukan. Pasal 2 1. Yang dimaksud dengan golongan a ialah anggota-anggota yang dipilih oleh pemilih-pemilih dalam tiaptiap keresidenan bagi daerah jawa dan Sumatera, dan oleh pemilih-pemilih dalam tiap-tiap Propinsi bagi daerah Borneo, Sulawesi, Sunda Kecil dan Maluku. 2. Pembagian menurut daerah ditetapkan sebanding dengan banyaknya penduduk berdasarkan cacah jiwa 1930 dengan progressi (kemajuan) yang didapat pada tiap-tiap tahun. 3. Dalam menetapkan angka perimbangan dari jumlah anggota pada umumnya dibulatkan keatas. Berdasarkan kebijaksanaan pembulatan dapat dilakukan menyimpang dari penetapan tersebut. Pasal 3 1. Guna menetapkan pemilih-pemilih dalam tiap-tiap keresidenan didaerah Jawa maka dalam tiap-tiap kewedanaan dibentuk satu komisi yang terdiri dari wakil-wakil perkumpulan politik, sosial, ekonomi, dan 1 / 7

laskar-laskar rakyat. 2. Banyaknya wakil perkumpulan dalam komisi tersebut pada ayat satu ialah seorang buat satu perkumpulan. 3. Jumlah anggota komisi ialah sebanyak jumlah badan-badan dan perkumpulan yang terdapat pada kewedanaan dengan memperhatikan pasal 5. Pasal 4 1. Komisi tersebut menetapkan daftar pemilih yang terdiri dari 10 orang yang tinggal dalam daerah kewedanaan. 2. Orang yang tidak tergabung dalam perkumpulan juga boleh dimasukkan dalam daftar pemilih tersebut pada ayat 1. Pasal 5 Jika dalam sesuatu kewedanaan tidak terdapat sesuatu perkumpulan yang tersebut dalam pasal 3, maka Wedana bersama-sama dengan camat-camat bawahannya membentuk satu komisi yang terdiri dari 7 orangorang cerdik pandai. Demikian pula jika jumlah perkumpulan yang ada kurang dari 5, maka jumlah anggota komisi ditambah oleh Wedana bersama-sama dengan wakil-wakil perkumpulan yang ada sehingga menjadi 7. Pasal 6 Pemilih-pemilih yang ditetapkan oleh komisi-komisi kewedanaan dari satu keresidenan bersama-sama merupakan badan pemilih keresidenan. Pasal 7 1. Guna menetapkan pemilih-pemilih keresidenan didaerah Sumatera diadakan bagi tiap-tiap keresidenan satu komisi yang sekaligus menetapkan pemilih dari keresidenanya. 2. Komisi terdiri dari wakil-wakil perkumpulan-perkumpulan seperti yang dimaksud pada pasal 3 ayat 1. 3. Jumlah pemilih bagi suatu keresidenan ialah 20 X jumlah anggota golongan a yang ditetapkan buat keresidenannya. 4. Jika dalam keresidenan yang berkepentingan tidak terdapat sesuatu perkumpulanpun, maka Residen bersama-sama dengan Kepala-Kepala daerah yang langsung dibawahnya menetapkan sebuah komisi yang terdiri dari 7 orang-orang cerdik pandai dalam daerahnya. Pasal 8 1. Guna menetapkan pemilih-pemilih dari daerah-daerah lainnya maka ditiap-tiap Propinsi diadakan suatu komisi pemilih menurut aturan-aturan yang berlaku buat keresidenan dalam pasal 7. 2. Berhubung dengan keadaan maka Propinsi-propinsi yang dimaksud dalam ayat 1 dapat menyelenggarakan pemilihan di Jawa. 3. Jika bagi sesuatu Propinsi tidak ada perkumpulan yang bisa mengirimkan wakil kepada komisi tersebut maka Gubernur bersama-sama dengan orang-orang cerdik pandai yang berasal dari daerahnya membentuk suatu komisi yang terdiri dari 7 orang. 2 / 7

Demikian pula jika jumlah perkumpulan-perkumpulan yang dapat mengirimkan wakilnya kurang dari 5, jumlah anggota komisi ditambah oleh Gubernur bersama-sama dengan wakil-wakil perkumpulan yang ada itu sehingga menjadi 7 orang. Pasal 9 Sesuatu Badan Pemilih boleh memilih orang yang tinggal diluar daerahnya. Pasal 10 1. Guna menetapkan wakil-wakil perkumpulan yang dimaksud oleh pasal 1 huruf b maka oleh Presiden diangkat satu komisi yang anggota-anggotanya terdiri dari wakil-wakil perkumpulan politik, yang memenuhi syarat-syarat berikut: a. mempunyai pengurus besar; b. mempunyai cabang-cabang dalam 10 keresidenan. 2. Jumlah wakil tiap-tiap perkumpulan didalam komisi tersebut dalam ayat 1 sebanyak-banyaknya 2 orang yang ditunjuk oleh perkumpulan sendiri. 3. Komisi berapat dibawah pimpinan ketua yang dipilih oleh dan dari anggota-anggotanya. Pasal 11 Komisi tersebut dalam pasal 10 menetapkan: a. perkumpulan politik mana yang harus mempunyai wakil dalam Komite Nasional Pusat. b. berapa jumlah wakil bagi tiap-tiap perkumpulan tersebut dengan mengingat jumlah yang tersebut dalam pasal 1 ayat 1 b. Pasal 12 1. Tiap-tiap perkumpulan merdeka dalam menetapkan wakilnya dalam Komite Nasional Pusat. 2. Penetapan tersebut diatas berlaku selama adanya Komite Nasional pusat. Pasal 13 1. Dalam menunjuk anggota-anggotanya golongan c Presiden tidak terbatas pada orang-orang yang masuk sesuatu perkumpulan. 2. Dalam menetapkan golongan c Presiden harus memperhatikan adanya wakil dari bagian warga negara yang dibawah pemerintah kolonial tidak termasuk dalam golongan bangsa Indonesia. 3. Dalam menetapkan wakil-wakil golongan yang tersebut dalam ayat 2 hendaklah Presiden mendengar gabungan-gabungan (perkumpulan-perkumpulan) yang terdapat diantara golongan yang berkepentingan. Pasal 14 Yang tidak boleh menjadi anggota Komite Nasional Pusat ialah: Presiden atau Wakil Presiden Negara Republik Indonesia, Menteri, Wakil menteri atau sekretaris dari suatu 3 / 7

departemen, Menteri atau Sekretaris Negara, Ketua, Wakil Ketua atau anggota Dewan Pertimbangan Agung, Ketua atau Hakim Mahkamah Agung, Ketua Pengadilan Tinggi, Jaksa Agung, Presiden Bank Indonesia, Gubernur, Residen atau prajurit dari pangkat Mayor keatas. Pasal 15 1. Ketua, Wakil Ketua I dan Wakil Ketua II diangkat oleh Presiden dari 3 orang calon yang dipilih oleh sidang yang pertama Komite Nasional Pusat. 2. Angkatan tersebut pada ayat 1 diumumkan dalam Berita Republik Indonesia. Pasal 16 1. Aturan yang tersebut pada pasal 12 ayat 2 berlaku pula buat anggota -anggota yang termasuk dalam golongan a dan c dari pasal 1 ayat 1. 2. Berhenti jadi anggota hanya: a. karena meninggal; b. atas permintaan anggota yang bersangkutan; c. karena diangkat dalam jabatan seperti yang disebut dalam pasal 14. 3. penggantian anggota yang berhenti menurut aturan ayat 2 diserahkan kepada pihak yang memilih atau menunjuk anggota yang berhenti itu. Pasal 17 1. Untuk menyelenggarakan pembentukan Komite Nasional Pusat baru oleh Presiden diadakan suatu badan yang dinamai Badan Pembaharuan Komite Nasional Pusat. 2. Badan Pembaharuan berpusat di Yogyakarta dan mempunyai cabang-cabang pada tiap-tiap keresidenan untuk daerah jawa dan Sumatera dan pada tempat kedudukan Gubernur untuk Borneo dan Maluku, dan untuk daerah Sulawesi dan Sunda Kecil pada tempat menurut pendapat Pusat Badan Pembaharuan. 3. Anggota-anggota Pusat Badan Pembaharuan diangkat oleh Presiden dan anggota-anggota cabang Badan Pembaharuan diangkat oleh Residen atau Gubernur yang bersangkutan. Pasal 18 1. Cara-cara pemilihan anggota golongan a ditetapkan dengan peraturan yang disusun oleh Pusat Badan Pembaharuan. 2. Peraturan itu diumumkan dengan segala alat penyiaran. Pasal 19 Untuk menjaga jangan sampai ada pertepatan pemilihan seseorang dan/atau penunjukan oleh partai dan oleh Presiden sebaik-baiknya dilakukan lebih dahulu penetapan anggota golongan a, kemudian penetapan anggota golongan b dan akhirnya penunjukan oleh Presiden. Pasal 20 4 / 7

Peraturan ini mulai berlaku pada hari diumumkan. Ditetapkan Di Yogyakarta, Pada Tanggal 18 April 1946 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Ttd. SOEKARNO Diumumkan, Pada Tanggal 18 April 1946 SEKRETARIS NEGARA, Ttd. A.G PRINGGODIGDO 5 / 7

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1946 TENTANG PERATURAN TENTANG SUSUNAN DAN PEMILIHAN ANGGOTA KOMITE NASIONAL PUSAT Pasal 1 1. Dalam pembicaraan tentang jumlah anggota Komite Nasional Indonesia Pusat ada sebagian dari anggota-anggota Badan Pekerja yang mengusulkan supaya jumlah itu ditetapkan 300. Adapun alasannya ialah sekedar sebagai "Latihan" politik, supaya lebih banyak orang yang mendapatnya. huruf b. Berhubung dengan campur aduknya pengertian tentang partai politik di Indonesia, hingga ada perhimpunan-perhimpunan yang sesungguhnya partai politik akan tetapi menamakan diri bukan partai politik maka arti politik dalam pasal 1 huruf b ini hendaknya diartikan : "perkumpulan yang dalam program perjuangannya menurut soal-soal kenegaraan". 2. Pembagian dalam golongan-golongan ini selanjutnya tidak berlaku lagi, dalam sidang Komite Nasional. 2. dan 3. Lihat lampiran. Pasal 2 Pasal 3 Penetapan kewedanan sebagai dasar pemilihan ialah dengan pertimbangan seperti berikut: Guna pemilihan yang sesuai dengan kenyataan maka yang harus ditetapkan sebagai dasar pemilihan ialah kesatuan masyarakat yang paling rendah yaitu Kelurahan (desa). Tetapi jika dasar tersebut dipergunakan maka akan sukar sekali untuk melaksanakan pemilihan itu berhubung dengan besarnya jumlah pemilih sehingga pembentukan tidak dapat dilakukan dalam waktu yang singkat maka oleh karena itu berdasar atas kebijaksanaan Kewedanan diambil sebagai dasar pemilihan. Pasal 4 Untuk memberi kesempatan yang seluas-luasnya kepada rakyat dalam kewedanaan maka jumlah pemilih hendaklah besar. Tetapi supaya badan pemilih dalam keresidenan jangan terlalu besar maka kita membatasi jumlah pemilih dalam kewedanaan sampai sepuluh. Selanjutnya lihat penjelasan pasal 3. Pasal 7 1. Berhubung dengan keadaan didaerah Sumatera maka sebagai dasar pemilihan ditetapkan Keresidenan. Hal itu tidak mengurangi prinsip yang terletak dalam pasal 3. 2. Tentang penetapan jumlah pemilih 20 X jumlah anggota berdasarkan pertimbangan seperti dalam penjelasan pasal 4 ayat 1. 6 / 7

Pasal 10 1. Untuk mendapat ukuran yang obyektif maka kami mengemukakan syarat-syarat tersebut. Untuk mengambil jumlah anggota sebagai ukuran menurut hemat kami tidak dapat berdasarkan pertimbangan seperti demikian: Pengaruh sesuatu partai kepada masyarakat tidak tergantung pada besar kecil jumlah anggotanya. Lain dari pada itu jumlah anggota sesuatu perkumpulan tidak dapat dikontrol pada waktu yang singkat. 2. Supaya pekerjaan Komisi dapat berjalan dengan lancar maka jumlah anggotanya jangan terlalu besar. Pasal 15 1. Presiden tidak terikat oleh susunan (urutan) seperti yang ditetapkan oleh sidang. Tetapi Presiden tidak boleh menunjukkan orang diluar calon yang ditetapkan oleh sidang. 7 / 7